• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problem Matematika

Dalam dokumen Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf (Halaman 112-121)

PEMECAHAN MASALAH

2. Problem Matematika

Salah satu konsep penting dalam pemecahan masalah ialah dengan melakukan analisa. Analisa berarti kita memecah masalah-masalah rumit yang tak kita ketahui metode pemecahannya menjadi masalah-masalah kecil yang dapat kita pecahkan menggunakan aturan-aturan yang telah dikenal dengan baik. Dalam buku ini penulis tak bermaksud membahas matematika secara mendalam, tetapi di sini kita akan sedikit membahas problem geometri dan konsep integral sebagai contoh pemecahan masalah secara analitis.

Di sini kita akan mencoba mencari luas suatu trapesium seperti pada gambar 4.1. Asumsikan bahwa kita belum tahu rumus untuk menghitung luas trapesium (toh sebagian dari yang tahu pun belum pernah membuktikannya), yang kita ketahui hanya rumus yang lebih dasar yakni rumus luas segiempat

113

(definitif) dan segitiga (yang dapat diperoleh dari pemecahan segiempat secara diagonal). Untuk itu, kita perlu memecah trapesium itu menjadi tiga, seperti pada gambar di kanan.

Kita simbolkan alas segitiga I dan III dengan a dan b, sehingga 𝑙2= π‘Ž + 𝑙1+ 𝑏. Luas tiap-tiap fragmen ialah:

ο‚· Fragmen I: 𝐿I=π‘Žβ„Ž

2.

ο‚· Fragmen II: 𝐿II = 𝑙1β„Ž

ο‚· Fragmen III: 𝐿III =π‘β„Ž2

Sehingga diperoleh luas trapesium sama dengan jumlah luasan ketiga segmen, 𝐿 = 𝐿I+ 𝐿II+ 𝐿III.

𝐿 =

π‘Žβ„Ž 2

+ 𝑙

1

β„Ž +

π‘β„Ž 2

𝐿 =

π‘Žβ„Ž 2

+ 𝑙

1

β„Ž +

(𝑙2βˆ’π‘™1βˆ’π‘Ž β„Ž 2

𝐿 = β„Ž

π‘Ž 2

+ 𝑙

1

+

𝑙2 2

βˆ’

𝑙1 2

βˆ’

π‘Ž 2

=

𝑙1+𝑙2 2

β„Ž

114

Jadi, diperoleh rumus luas trapesium dengan dua rusuk sejajar tidak bergantung terhadap perbandingan nilai a dan b.

Nah, sekarang kita akan mendekatkan diri pada konsep integral luasan. Misalkan terdapat suatu luasan yang dibentuk oleh kurva 𝑦 =π‘₯2

2, sumbu-X, garis x = 0, dan garis x = 3. Bagaimana cara kita menghitung daerah itu, sedangkan kita hanya mempunyai rumus untuk menghitung luas benda-benda beraturan? Ya! Caranya ialah dengan memecah luasan nggak karuan itu sampai menjadi bentuk yang sederhana, yang akrab oleh kita, yang telah kita ketahui formulanya.

Dengan membagi daerah tadi menjadi tiga segmen dalam selang 0 – 1, 1 – 2, dan 2 – 3, diperoleh bentuk tiap segmen menyerupai segitiga dan trapesium. Makin banyak segmen yang dibuat, maka

Gambar 4.2. Luas daerah di bawah kurva 𝑦 =π‘₯2

115

bentuk tiap-tiap segmen akan semakin menyerupai trapesium, sehingga total luas segmen akan semakin mendekati luas daerah di bawah kurva (daerah yang ingin dicari luasnya).

Jika dipilih pembagian menjadi tiga segmen saja (lebar tiap segmen = 1), maka diperoleh tinggi pada titik x = 0, ialah 02

2 = 0 , pada x = 1 ialah 12

2 = 0,5, pada x = 2 ialah 22

2 = 2, dan pada x = 3 ialah 32

2 = 4,5. Dengan menggunakan perumusan luas trapesium yang diperoleh sebelumnya, maka luas daerah di bawah kurva ialah: 𝐿 =0,5 Γ— 1 2 + (0,5 + 2 Γ— 1 2 + (2 + 4,5 Γ— 1 2 = 4,75

Jadi, luas daerah yang ditanyakan adalah sekitar 4,75 satuan luas. Mengapa sekitar? Ya karena dalam penyelesaiannya kita melakukan pendekatan luasan tiap segmen sebagai trapesium (perhatikan luas sebenarnya pastilah lebih kecil daripada luas pendekatan ini). Jika jumlah segmen diperbanyak, akan diperoleh hasil yang semakin teliti, hingga nilai luas sebenarnya yakni 4,5 satuan luas dapat diperoleh.

116

3. Paradoks

Paradoks ialah suatu pernyataan atau proposisi yang menyatakan (atau nampaknya menyatakan) pemikiran dari premis yang dapat diterima, berujung pada kesimpulan yang terlihat tidak logis atau kontradiksi dengan dirinya sendiri (Oxford Dictionary). Paradoks dapat juga didefinisikan sebagai argumen yang nampaknya menurunkan kesimpulan yang kontradiktif melalui deduksi yang valid dari premis yang dapat diterima (Merriam-Webster). Jadi, dapat kita nyatakan paradoks muncul dari suatu argumen yang diterima kebenarannya, kemudian setelah dilakukan deduksi yang valid dari argumen tadi akan muncul kesimpulan yang (nampak) tidak logis (kontra-intuitif) atau kontradiktif. Hal yang membuat paradoks nampak istimewa dari problem lainnya ialah bagaimana bisa argumen yang benar, diturunkan secara benar pula, menghasilkan kesimpulan yang kontra-intuitif.

Paradoks dapat muncul dari segala disiplin ilmu, baik matematika, ilmu alam, ilmu sosial, verbal, visual, hingga logika itu sendiri. Sebagian besar paradoks yang dikenal telah terpecahkan, sedangkan sebagian lainnya tetap tak terpecahkan. Pemecahan paradoks akan berujung pada tiga macam kemungkinan yakni:

a. Argumen awalβ€”yang nampaknya dapat diterima kebenarannya, sebenarnya keliru, ataukah tidak

117

mungkin terjadi dalam kenyataan. Contohnya Aristotele’s Cycle Paradox.

b. Ada kekeliruan dalam metode menurunkan kesimpulan yang paradoks itu dari argumen awal. Contohnya Missing Square Puzzle dan Twin Paradox.

c. Kesimpulan yang kontra intuitif itulah realita yang sebenarnya. Contohnya Monty Hall Paradox.

Paradoks merupakan bukti bahwa apa yang kita anggap logis dapat saja keliru dan apa yang nampaknya kontra-intuitif dapat saja nyata. Paradoks juga menunjukkan kemungkinan kesalahan metode deduksi yang nampaknya sudah benar, membuat kita merasa was-was tentang deduksi-deduksi yang lain. Sebagai contoh, dalam buku ini akan dipaparkan tentang Missing Square Puzzle dan Monty Hall Paradox. Contoh lainnya (beserta pemecahannya) dapat Anda temukan di Wikipedia atau di blog saya.

Gambar 4.3. Missing square puzzle. Perhatikan kedua bangun tersusun dari elemen yang sama, tetapi luas totalnya nampak berbeda.

118

Oke, pertama akan kita bahas tentang Missing Square Puzzle. Cobalah perhatikan kedua segitiga pada gambar di atas. Pada gambar diberikan dua bangun (atas dan bawah) dengan panjang alas dan tinggi yang sama. Keduanya tersusun dari empat segmen yang sama persis, dua segitiga kecil dan dua bangun letter L tetapi pada bangun di bawah ada petak yang β€˜hilang’.

Kita coba analisis, luas segitiga pada gambar atas ialah 32,5 satuan, tetapi pada segitiga pada gambar bawah ada satu petak yang hilang, padahal mereka tersusun dari segmen-segmen yang sama persis! Ke mana hilangnya satu petak itu?

Untuk memecahkan problem ini, Anda perlu melakukan pengamatan dan analisis yang teliti. Kuncinya ialah menghitung luas total segmen-segmen penyusun kedua segitiga itu.

Sekarang kita beralih ke Monty Hall Paradox. Paradoks ini mengenai kuis tebak hadiah di Amerika di mana pembawa acaranya bernama Monty Hall, kurang-lebih serupa dengan kuis Superdeal 2 Milyar yang pernah tayang di salah satu stasiun TV nasional. Nah, pada paradoks ini diberikan suatu kondisi di mana terdapat tiga pintu yang di baliknya berisi hadiah. Salah satu pintu β€œberisi” mobil mewah, sedangkan dua yang lainnya β€œberisi” kambing. Anda diberikan kesempatan untuk memilih salah satu pintu yang berisi hadiah Anda. Setelah Anda memilih pintu Anda, sang host kemudian membuka salah satu pintu

119

yang berisi kambing, lalu menawarkan Anda untuk memilih lagi: tetap pada pintu yang dipilih pertama atau pindah ke pintu satunya lagi yang belum terbuka. Untuk peluang mendapatkan mobil yang lebih tinggi, apakah pilihan Anda?

Sebagian besar orang beranggapan bahwa peluang mendapatkan mobil sama saja ketika tetap pada pilihan pertama atau pindah pada pintu yang lain (50:50), mengingat hadiah yang tersisa adalah satu mobil dan satu kambing. Tetapi kenyataannya, jika Anda memilih untuk beralih pilihan, maka peluang Anda mendapatkan mobil mewah menjadi 67%, dan peluang mendapatkan mobil jika tetap pada pilihan pertama ialah 33%. Lho, kok bisa begitu? Nampak kontra-intuitif?

Ya, saat ketiga pintu tertutup, maka peluang suatu pintu berisi mobil masing-masing ialah 33%. Ketika Anda memilih satu pintu (sebut pintu 1), maka peluang pintu Anda berisi mobil ialah 33%, dan peluang pintu yang tidak Anda pilih (pintu 2 dan 3) berisi mobil masing-masingjuga 33%, sehingga

120

totalnya 67%. Ketika pintu 3 yang berisi kambing dibuka, maka peluang pintu 3 berisi mobil runtuh menjadi nol, sehingga meningkatkan peluang pintu 2 berisi mobil menjadi 67%.

Mungkin beberapa dari Anda tetap tidak percaya, untuk itu akan saya berikan contoh yang lebih ekstrim. Saya menunjukkan seratus kartu yang tertutup, di satu di antaranya ialah kartu joker (saya tahu yang mana kartu joker itu). Saya meminta Anda untuk memilih satu kartu untuk mendapatkan joker. Setelah Anda memilih satu kartu (tidak dibuka), tersisa 99 kartu yang tidak terpilih dan saya membuka 98 di antaranya yang bukan joker. Kini tersisa dua kartu, satu yang Anda pilih sebelumnya dan satu yang tidak Anda pilih. Manakah yang paling besar kemungkinannya merupakan kartu joker? Secara matematis, peluang kartu yang Anda pilih merupakan joker ialah 1%, sedangkan peluang kartu satunya lagi ialah 99%. Suatu langkah bodoh bila Anda tidak mengganti pilihan Anda.

Oke, sebagai bonus, saya akan memberikan suatu deret matematika, 𝑆 = 1 βˆ’ 2 + 4 βˆ’ 8 + 16 βˆ’ β‹―, seterusnya sampai tak hingga. Pertanyaannya adalah, berapakah nilai dari S ? Ternyata jumlahan dari deret tadi ialah 1/3! Lho, bagaimana mungkin jumlahan dari deret yang hanya berisi bilangan bulat bisa jadi pecahan? Tidak percaya? Mari kita buktikan.

121

βˆ’2 Γ— 𝑆 = βˆ’2 + 4 βˆ’ 8 + 16 βˆ’ 32 + β‹―

Perhatikan bahwa βˆ’2 Γ— 𝑆 tidak lain ialah 𝑆 βˆ’ 1, sehingga bila dipersamakan,

βˆ’2 𝑆 = 𝑆 βˆ’ 1 βˆ’3 𝑆 = βˆ’1 𝑆 = 1/3

Nah, terbukti kan? Atau…

Dalam dokumen Konsep Berpikir - edisi cetak.pdf (Halaman 112-121)

Dokumen terkait