• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alasan Pemilihan Shared Christian Praxis sebagai Model Berkatekese 78

BAB III KOMUNITAS LEKTOR DI PAROKI SANTO ANTONIUS

D. Model Katekese

1. Alasan Pemilihan Shared Christian Praxis sebagai Model Berkatekese 78

Shared Christian Praxis (SCP) merupakan salah satu model berkatekese. Model ini mempunyai dasar teologis yang kuat, menggunakan model pendidikan

yang progresif dan memiliki keprihatinan pelayanan pastoral yang aktual. Model ini juga menekankan proses katekese yang bersifat dialogis-partisipatif. Artinya bahwa model ini lebih melibatkan peserta sebagai subyek dalam proses berkatekese. Antar peserta sendiri dengan fasilitator tidak ada kesenjangan atau pembedaan tetapi adanya suatu relasi yang sederajat. Peserta tidak hanya sebagai pendengar tetapi terlibat secara bebas dan bertanggungjawab dalam mengungkapkan pengalamannya. Setiap pribadi tentunya memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda. Dengan pengalaman tersebut masing-masing peserta dapat semakin memperkaya pengalaman dan saling meneguhkan. Hal ini berarti bahwa baik peserta maupun fasilitator dapat menjadi nara sumber yang saling memperkaya pengalaman (Heryatno Wono Wulung, 1997:1).

Hubungan antar subyek yang sederajat dalam perjumpaan tersebut akan memunculkan suatu kesadaran baru tentang pentingnya kebersamaan, rasa solidaritas, dan tanggungjawab dalam hidup berkomunitas, studi dan tugas pelayanan agar visi dan misi dapat tercapai. Semua peserta menjadi partner yang saling mendukung, memberi, menjadi saudara dan saudari dalam Yesus Kristus. Dengan segala daya dan kemampuan peserta terlibat aktif dan secara kritis mengolah tradisi dan visi hidup mereka kemudian mempertemukannya dan mengkonfrontasikan dengan tradisi Kristiani. Selanjutnya dengan kesadaran yang kritis-reflektif dan didukung oleh suasana dialogis peserta tergerak untuk membuat suatu penegasan, penilaian serta mengambil keputusan yang tepat yang mendorong peserta pada

keterlibatan baru yakni mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah (Heryatno Wono Wulung, 1997:4).

Orientasi utama dari model ini adalah praksis yaitu perwujudan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan Gereja. Sebab dengan keterlibatan yang konkrit dalam menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini, jemaat menghayati imannya kepada Allah yang telah mewahyukan diriNya kepada manusia. Selain itu mereka juga terbantu untuk semakin dekat dan bersatu dengan Allah, mengenal kehendakNya, semakin mencintaiNya serta semakin merasakan kehadiran dan campur tangan Allah dalam hidupnya. Keterlibatan dalam mewujudkan Kerajaan Allah mengandaikan bahwa jemaat beriman (peserta) baik pribadi maupun bersama mengalami proses metanoia atau pertobatan yang terus-menerus. Pertobatan ini mengantar peserta pada integritas pribadi sebagai subyek dan mendorong mereka untuk selalu penuh perhatian dan peka pada apa yang terjadi dalam dirinya sendiri, Gereja dan masyarakat. Sehingga dengan tegas mengambil keputusan yang tepat demi terwujudnya Kerajaan Allah (Heryatno Wono Wulung, 1997:36).

Berangkat dari pemaparan pokok-pokok pendekatan berkatekese model SCP, menurut penulis, model tersebut sangat tepat dipilih sebagai model berkatekese di dalam komunitas lektor di Paroki St. Antonius Kotabaru dalam mengupayakan katekese tentang Kitab Suci dalam kehidupan. Penelitian pada BAB III B menunjukkan bahwa anggota komunitas lektor adalah orang-orang yang berpendidikan. Situasi tersebut akan sangat mendukung proses bekatekese yang

dialogis-partisipatif, karena peserta sendiri memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga semuanya dapat terlibat secara aktif. Selain itu, peserta merupakan anggota dalam satu komunitas yang sudah saling mengenal antar satu dengan yang lain, tentunya relasi tersebut akan mendukung terciptanya kebersamaan, kekompakkan dan adanya sikap saling menghargai.

Melalui model katekese SCP, anggota komunitas lektor diharapkan lebih dapat mengolah pengalaman-pengalaman hidupnya sebagai mahasiswa, karyawan, anggota Gereja dan anggota masyarakat dengan tradisi dan visi Kristiani. Dalam proses katekese pula peserta diajak untuk mampu memaknai Sabda Kitab Suci di dalam kehidupannya sehari-hari, mampu menjiwai Sabda dalam sikap dan tindakan. Sebagai lektor, peserta semakin dimantapkan dalam mewujudkan imannya dengan menjadi pelayan Sabda dalam perayaan liturgi. Peserta semakin mencintai tugas dan tanggungjawabnya sebagai mahasiswa, karyawan, anggota Gereja dan masyarakat. Dengan demikian nilai-nilai Kerajaan Allah dapat semakin terwujud.

2. Tiga Komponen Pokok dalam Shared Christian Praxis.

Berikut ini penulis memaparkan 3 komponen pokok dalam Shared Christian Praxis yang disadur oleh Heryatno Wono Wulung dari tulisan Groome “Sharing Faith: Comprehensive Approach to Religius Education and Pastoral Ministry” (1997:2-7) sebagai berikut:

a. Praxis.

Praxis mengacu pada tindakan manusia demi tercapainya suatu transformasi kehidupan yang di dalamnya terkandung proses kesatuan dialektis antara praktek dan teori yaitu kreatifitas, antara kesadaran historis dan refleksi kritis yaitu keterlibatan baru.

b. Christian.

Katekese model SCP mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani dan visinya dapat terjangkau dan semakin relevan dalam kehidupan umat beriman pada zaman sekarang. Kekayaan iman kristiani mempunyai dua unsur pokok yaitu pengalaman kristiani (tradisi) dan visi kristiani.

Tradisi kristiani menyangkut pengalaman iman jemaat yang sungguh dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, tradisi dipahami sebagai medan perjumpaan antara rahmat Allah yang nyata dalam diri Yesus Kristus dan tanggapan manusia atas rahmat Allah tersebut. Tradisi kristiani meliputi Kitab Suci, spiritualitas, refleksi, refleksi teologis, sakramen, liturgi, nyanyian rohani, kepemimpinan jemaat dan sebagainya.

Visi Kristiani menggarisbawahi adanya tanggungjawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi sikap dan semangat kemuridan Kristus. Visi Kristiani yang paling mendasar adalah tanggungjawab untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam praksis hidup konkrit. Visi Kristiani menunjuk pada

proses sejarah kehidupan manusia yang berkesinambungan dan dinamis, mengundang penilaian, penegasan, membuat pilihan, dan keputusan yang tepat.

Tradisi dan visi Kristiani tidak terpisahkan dalam sejarah hidup jemaat Kristiani. Keduanya mengusahakan adanya penyingkapan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah realitas hidup manusia. Oleh karena itu keduanya harus diinterpretasikan berdasarkan kepentingan, nilai dan budaya umat setempat. Keduanya harus menjadi sarana untuk berdialog, menumbuhkan rasa memiliki dan kesatuan sebagai jemaat beriman, sekaligus meneguhkan identitas Kristiani.

c. Shared.

Istilah shared menunjuk pada pengertian komunikasi timbal balik antara peserta dan pendamping/fasilitator maupun antar peserta juga menunjuk pada partisipasi aktif peserta, adanya sikap egalitarian, terbuka terhadap diri sendiri, orang lain maupun terhadap rahmat Tuhan. Istilah ini juga menekankan aspek dialog dalam proses katekese, persaudaraan, keterlibatan, dan solidaritas dari setiap peserta. Selanjutnya dalam sharing semua peserta diharapkan dapat terbuka mengungkapkan pengalaman imannya dan siap pula mendengarkan dengan empati kesaksian iman peserta lain. Selanjutnya sharing juga terkandung hubungan dialektis antar pengalaman hidup faktual peserta dengan tradisi dan visi Kristiani.

Dokumen terkait