• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2 Conservation and Management Measures (CMM) : Implikasi Bag

5.2.4 Alat Penangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan

Ketentuan pengaturan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan ditetapkan melalui dua CMM yakni CMM 2008-04 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi terhadap Jaring Insang Hanyut Skala Besar pada Laut Lepas Area Konvensi (Conservation and Management Measure to Prohibit the Use of Large-Scale Driftnets on the High Seas in the Convention Area), dan CMM 2009-02 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penutupan Rumpon

dan Retensi Penangkapan (Conservation and Management Measure on the Aplication of High Seas FAD Closures And Catch Retention).

1) CMM 2008-04 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi terhadap Jaring Insang Hanyut Skala Besar pada Laut Lepas Area Konvensi (Conservation and Management Measure to Prohibit the Use of Large-Scale Driftnets on the High Seas in the Convention Area)

CMM 2008-04 mengadopsi Resolusi United Nations Nomor 46/215 yang menyerukan perlunya moratorium global untuk jaring insang hanyut skala besar karena berdampak buruk terhadap keberlanjutan ekosistem. Ketentuan ini berlaku bagi negara anggota WCPFC di wilayah Konvensi terkecuali jika negara bendera menangkap ikan di wilayah yurisdikasi dimana jaring insang hanyut diizinkan.

Jaring insang hanyut diatur melalui Pasal 13 dan Pasal 28 Permen KP No. Per.02/Men/2011 yang merupakan alat penangkapan ikan bersifat pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran :

a. mesh size > 1,5 inch, P tali ris < 500 m, menggunakan kapal motor berukuran < 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III di WPP- NRI 571, WPP-NRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711, WPP-NRI 712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPP-NRI 717 dan WPP-NRI 718.

b. mesh size > 1,5 inch, P tali ris < 1.000 m, menggunakan kapal motor berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III di WPP-NRI 571, WPP-NRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711, WPPNRI 712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPPNRI 717 dan WPP-NRI 718.

c. mesh size > 1,5 inch, P tali ris < 2.500 m, menggunakan kapal motor berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III di WPP-NRI 571, WPP-NRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711, WPP-NRI 712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPP- NRI 717 dan WPP-NRI 718.

d. mesh size > 4 inch, P tali ris < 2.500 m, menggunakan kapal motor berukuran > 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III di WPP-NRI 571,

WPPNRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711, WPP-NRI 712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPP-NRI 717 dan WPP-NRI 718.

Berdasarkan data perizinan Ditjen Perikanan Tangkap sampai dengan tahun 2012 terdapat satu kapal jaring insang hanyut yang diberi izin penangkapan ikan di ZEE Indonesia Samudera Pasifik yakni KM Ericaristine dengan ukuran 517 GT. Namun berdasarkan Record of Fishing Vessel (RVF) WCPFC kapal tersebut telah dihapus pada daftar kapal WCPFC per tanggal 12 November 2009.

2) CMM 2009-02 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penutupan Rumpon dan Retensi Penangkapan (Conservation and Management Measure on the Aplication of High Seas Fad Closures And Catch Retention)

CMM 2009-02 melengkapi dan menjadi bagian dari CMM 2008-01 tentang bigeye dan yellowfin di area WCPFC yang bertujuan untuk memastikan implemetasi konsisten dari penutupan rumpon diarea perairan antara 200 LS derajat dan 200 LU pada periode 1 Agustus sampai dengan 30 September. Pengertian rumpon pada CMM 2008-01 adalah benda atau kelompok benda dari berbagai ukuran, yang telah atau belum di gunakan/di pasang, baik hidup atau tidak hidup, termasuk tetapi tidak terbatas pada buoys, mengapung, jaring, anyaman, plastik, bambu, kayu dan hiu paus mengambang didalam atau dekat permukaan air yang berasosiasinya.

Selama periode penutupan rumpon, semua kapal purse seine tanpa observer di atas kapal wajib menghentikan kegiatan penangkapan ikan. Sedangkan kapal penangkapan ikan yang dapat melakukan operasi penangkapan ikan yang hanya terdapat observer diatas kapal dari Regional Observer Program untuk memonitor kapal tersebut tidak memasang atau menangkap ikan di rumpon. Permintaan observer dari Regional Observer Program harus memberitahukan kepada koordinator program observer selambatnya 21 hari sebelumnya. Namun jika tidak tersedia observer dari Regional Observer Program maka negara bendera dapat menempatkan observer nasionalnya pada kapal tersebut.

Selama waktu penutupan rumpon, kapal purse seine hanya diperbolehkan untuk melakukan operiasonal penangkapan berada satu mil dari rumpon. Operator

kapal wajib melarang kapalnya untuk mengumpulkan ikan atau menggiring ikan dengan menggunakan lampu dalam air menuju lokasi tertentu. Peralatan pendukung rumpon seperti perlengkapan elektronik dapat diangkat selama periode penutupan jika langsung disimpan kedalam kapal untuk dibawa ke pelabuhan.

Penutupan rumpon pada periode Agustus – September akan sangat berpengaruh kepada hasil tangkapan purse seine. Jika mengacu pada data pendaratan kapal purse seine pada Agustus- September 2012 setidaknya potensi nelayan purse seine untuk tidak dapat menangkap skipjack 4.588,33 ton, bigeye 16,19 ton dan yellowfin 393,26 ton (Gambar 12). Besarnya potensi kerugian tersebut dapat diatasi jika pemerintah segera merekrut tenaga observer untuk ditempatkan pada kapal-kapal purse seine yang menangkap ikan diwilayah Konvensi.

Sumber : Diolah dari Data Logbook Penangkapan Ikan PPS Bitung Tahun 2012

Gambar 13 Data Pendaratan Hasil Tangkapan Purse Seine Periode Juli – November 2012

Penggunaan alat bantu penangkapan rumpon telah lama dikenal oleh nelayan Kota Bitung yang menangkap ikan di Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Rumpon pada Permen KP Nomor Per.02/Men/2011 di defenisikan sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai Juli Agustus September Oktober November Skipjack 2,044.72 2,386.65 2,201.67 2,513.24 2,416.86 Bigeye 6.84 7.15 9.04 2.11 Yellowfin 393.26 544.07 294.02 289.78 512.13 0.00 500.00 1,000.00 1,500.00 2,000.00 2,500.00 3,000.00 Ju m lah T an g k ap an (to n ) PERIODE PENUTUP PURSE SEINE

bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul.

Penggunaan rumpon di Kota Bitung umumnya menjadi satu paket dengan kapal purse seine dan kapal lampu. Satu paket armada purse seine biasanya terdiri dari 3-4 kapal angkut (carrier vessel), satu kapal penangkapan dan 3-4 kapal lampu. Operasional penangkapan dapat dilakukan 1-2 kali penangkapan setiap malam dengan satu trip 60-90 hari.

Alat bantu penangkapan ikan rumpon sangat membantu efesiensi usaha penangkapan ikan di Kota Bitung, karena keberadaan rumpon menjadikan penangkapan ikan menjadi lebih fokus dan berkurangnya waktu operasional penangkapan ikan yang biasanya tanpa menggunakan rumpon bisa memakan waktu pengejaran 4-6 jam perhari. Oleh karena itu, penggunaan alat bantu rumpon dapat membantu nelayan untuk menekan biaya bahan bakar minyak (BBM).

Jenis rumpon yang berkembang di perairan Sulawesi Utara umumnya adalah rumpon laut dalam yang ditempatkan pada kedalaman 200 m. Jenis rumpon ini telah lama di kembangkan oleh nelayan Sulawesi dengan sebutan Rompong yang dilengkapi rakit dengan kamar perangkap ikan yang berfungsi sebagai bubu apung (floating traps).

Gambar 14 Kapal Purse Seine (A), Rumpon (B) dan Ponton (C) di Kota Bitung Berdasarkan rekomendasi Ditjen Perikanan Tangkap, pada tahun 2001- 2009 telah direkomendasi izin rumpon pada perairan ZEE Indonesia di Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik sejumlah 284 titik rumpon. Jumlah tersebut akan bertambah jika termasuk rumpon izin pemerintah daerah. Peta rekomendasi rumpon pada peraiaran ZEE Indonesia Laut Sulawsi dan Samudera Pasifik dapat dilihat pada gambar 14.

Sejak tahun 2010 pemberian izin rumpon dihentikan sementara untuk seluruh perairan ZEE Indonesia melalui Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor KEP.08/DJPT/2010. Keputusan ini mengatur pemberhentian sementara pemberian izin bagi usaha baru alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan tertentu. Peraturan ini terkait dengan penutupan purse seine Pelagis Besar (diatas 200GT) untuk semua daerah penangkapan dan rumpon semua ZEE Indonesia.

Sumber : Diolah dari data izin rumpon pusat tahun

Gambar 15 Peta Rumpon Izin Pusat Tahun 2001 – 2009

Penggunaan rumpon sebenar telah menjadi permasalahan dalam pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Utara karena banyak rumpon yang tidak memiliki izin dan penempatannya tidak sesuai peraturan dan kepemilikan rumpon oleh nelayan Philipina yang menggunakan pumpboat.

Pumpboat rata-rata berukuran 5 – 10 GT dengan mesin 60-100 PK yang menggunakan alat tangkap handline dengan lama operasi 10 hari. Satu unit kapal pumpboat membawa 5-14 perahu kecil dengan mesin 5-10 PK yang merupakan sebagai armada semut. Kepemilikan pumpboat sebagian besar dimiliki oleh warga negara Philipina yang memanfaatkan kesamaan budaya dengan masyarakat

Kepulauan Sangihe Talaud. Keberadaan pumpboat telah menjadi ancaman pemanfaatan sumberdaya tuna dan terindikasi bahwa hal ini didorong oleh keinginan Philipina untuk menjadikan peraiaran Laut Sulawesi menjadi traditional fishing right nelayan philipinna.

Disamping hal tersebut, keberadaan pumpboat dianggap illegal karena banyak yang tidak memiliki izin penangkapan ikan dan memiliki izin ganda dari beberapa kabupaten. Berdasarkan data yang dikumpulkan pada Pertemuan Pengelolaan Pumpboat pada tanggal 28 Mei 2010 di Manado terdata 457 unit pumpboat diperairan Indonesia yang memiliki izin dari Kota Bitung 289 unit, Kota Ternate 50 unit, Kabupaten Halmahera Utara 50 unit dan Halmahera Tengah 58 unit.

Terkait dengan Ketentuan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan yang ditetapkan melalui CMM 2008-04 dan CMM 2009-02 telah diatur Permen KP No. Per.02/Men/2011 tentang jalur penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan. Tujuan Peraturan Menteri ini adalah untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan yang bertanggungjawab optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan. Menurut Peraturan Menteri ini, jalur penangkapan ikan di WPP-NRI terdiri dari:

a. Jalur penangkapan ikan I, terdiri dari: (1) jalur penangkapan ikan IA, meliputi perairan pantai sampai dengan 2 mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah, dan (2) Jalur penangkapan ikan IB, meliputi perairan pantai di luar 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut.

b. Jalur penangkapan ikan II, meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah. c. Jalur penangkapan ikan III, meliputi ZEEI dan perairan di luar jalur

penangkapan ikan II.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku tanggal 1 Februari 2012 sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2011 tentang Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/Men/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Sementara itu, dalam Permen KP No. Per.05/Men/2012 disebutkan bahwa pemberlakuan beberapa Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan mulai berlaku tanggal 1 Februari 2013. Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan tersebut, yaitu:

a. Pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal dengan alat bantu penangkapan ikan (ABPI) berupa rumpon dan lampu sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1);

b. Lampara dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (7);

c. Pukat hela dasar berpapan (otter trawls) sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2);

d. Pukat hela pertengahan udang (shrimp trawls) sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (8);

e. Bagan berperahu dengan ABPI berupa lampu sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2);

f. Pukat labuh (long bag set net) sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (4); g. Muro ami sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (11); dan

h. Rawai dasar (set longlines) sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (7);

Khusus pengaturan rumpon pada Permen KP No. Per.02/Men/2011 belum diatur lebih rinci dan diamanatkan akan diatur menjadi peraturan menteri sendiri. Oleh karena itu seharusnya peraturan menteri terkait dengan rumpon segera ditetapkan sehingga pengelolaan rumpon dapat dilakukan dengan baik. Sebelum Permen KP No. Per.02/Men/2011 terbit telah terdapat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No Kep.30/Men/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfatan Rumpon. Dalam Kepmen ini diatur mekanisme pemberian izin rumpon dari tingkat pusat hingga daerah dan penempatan rumpon yang memerhatikan habitat, jalur ruaya, kawasan lindung, Alur Layar Kepulauan Indonesia (ALKI), jalur navigasi pelayaran dan batas wilayah.

Dokumen terkait