• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.5.1 Bentuk dan konstruksi bubu

Perangkap (trap) adalah semua alat penangkap yang berupa jebakan. Alat ini bersifatnya pasif, dibuat dari anyaman bambu (bamboos netting), anyaman rotan

(rottan netting), anyaman kawat (wire netting), kere bambu (bamboo’s screen),

misalnya bubu (fish pot), sero (guiding barriers), dan lain-lain. Alat penangkap tersebut baik secara temporer, semi permanen, maupun permanen di pasang

(di taman) di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Ikan-ikan atau sumberdaya

perikanan laut lainnya tertangkap atau terperangkap karena terangsang adanya umpan atau tidak (Subani dan Barus,1989).

Menurut Sainsbury (1986), membagi bubu (pot) secara umum dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian yaitu offshore pot fishing dan inshore potting. Pot (trap) di konstruksi dari beberapa material yang berbeda termasuk kayu, kawat, plastik, plastik dibungkus dengan kawat dan jaring. Disainnya tergantung dari setiap lokasi. Pot dirancang untuk memudahkan ikan masuk dan sulit untuk keluar. Selanjutnya menurut Brandt (1984) penangkapan ikan dengan bubu adalah

keinginan agar ikan mau masuk ke dalam tempat atau jebakan, di mana ikan masuk tanpa ada paksaan karena ingin mencari tempat berlindung, terpikat oleh umpan, terkejut atau digiring oleh nelayan

Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat, trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang dan bentuk lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan menjadi target tangkapan, tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama, terkadang bentuk bubu yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetahuan nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap lain, bentuk bubu tidak ada keseragaman di antara nelayan di satu daerah dengan di daerah lainnya atau di satu negara dengan negara lainnya (Martasuganda, 2003). Dalam JICA (2001) dikemukakan bahwa bentuk bubu ada bermacam-macam tipe seperti tipe

cone, retangular, semi-retangular, half-ball, arrow-head, Z type, cylinder, scoop,

circular, heart, triangular, barrel dan jar.

Bagian-bagian bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan sebagai rongga tempat ikan terkurung. Mulut bubu berbentuk corong dan merupakan pintu tempat ikan dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,1989).

Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan yang dipakai. Dalam usaha penangkapan bubu, biasanya untuk menarik ikan masuk ke bubu di pasang umpan tetapi ada pula bisa tanpa umpan. Jenis umpan yang digunakan dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan dan komposisi jenis ikan yang tertangkap (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).

Menurut High dan Beardsley (1970), Ferno dan Olsen (1994) mengemukakan bahwa ikan dapat tertarik pada bubu bukan saja karena umpan tetapi dari berbagai alasan lain seperti pergerakan secara acak, pemakaian bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku sosial antar spesies, atau karena pemangsaan. Beberapa hal tersebut di atas merupakan suatu mekanisme yang dapat memberikan masukan untuk efisiensi bubu tanpa umpan.

Menurut Furevik (1994), mengemukakan bahwa tingkat selektif alat tangkap bubu dalam penangkapan ikan sangat tergantung dari beberapa parameter antara lain : mesh zise bubu, bentuk dan ukuran pintu masuk, ukuran bubu dan celah pelolosan (escape gap).

2.5.2 Daerah penangkapan ikan untuk tempat pemasangan bubu

Daerah penangkapan adalah semua tempat dimana ikan ada dan alat tangkap dapat dioperasikan (Djatikusumo, 1975 diacu oleh Urbinus, 2000). Menurut Sadhori (1985), ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah penangkapan ikan, yaitu:

(1) Adanya ikan yang akan ditangkap; (2) Ikan tersebut dapat ditangkap

(3) Penangkapan dapat dilakukan secara berkesinambungan (4) Hasil tangkapan menguntungkan

Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu tidak begitu rumit dan kurang dipengaruhi oleh faktor oseanografi. Hal terpenting dalam menentukan daerah penangkapan adalah diketahui keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh dari data hasil tangkapan atau informasi daerah penangkapan dari instansi terkait atau berdasarkan catatan keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah penangkapan (Martasuganda, 2003).

2.5.3 Pengoperasian alat tangkap bubu

Sainsbury (1986) mengemukakan bahwa bubu dapat dioperasikan satu kali dalam sekali setting, hasil tangkapannya memiliki kualitas yang tinggi tetapi terdapat juga hasil tangkapan sampingan. Operasi penangkapan ikan erat hubungannya dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat memperbaiki serta merubah alat maupun metode penangkapan yang memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan.

Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar

(ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).

Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu dipasang secara terpisah di mana satu bubu dipasang dengan satu pelampung

(single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu

tali utama (long line traps) (Subani dan Barus, 1989).

Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001), keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional sebagai berikut:

(1) Pembuatan alat mudah dan murah; (2) Pengoperasian mudah;

(3) Kualitas hasil tangkapan bagus;

(4) Tidak merusak sumber daya, baik secara ekologis maupun teknik; dan (5) Dapat dioperasikan di tempat-tempat di mana alat tangkap lain tidak bisa

beroperasi

Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001) bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap pada bubu, yaitu :

(1) Tertarik oleh umpan;

(2) Digunakan sebagai tempat berlindung;

(3) Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; dan

(4) Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.

2.5.4 Hasil tangkapan

Ikan yang menjadi target penangkapan dengan bubu adalah kepiting, udang,

shelfish, octopus, ikan demersal, lobster, conger eel dan cuttlefish (JICA, 2001).

Hasil tangkapan bubu dasar terdiri dari ikan dasar, ikan karang, udang, kepiting dan sebagainya. Hasil tangkapan ikan karang dengan bubu dasar berupa ikan karang terutama dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Siganidae, Serranidae Scaridae, Acanthuridae, Lutjanidae, Labridae, dan jenis lainnya.

Menurut Tiyoso (1979 diacu oleh Suci (1993) bahwa fluktuasi hasil tangkapan bubu dapat terjadi karena beberapa alasan seperti:

(1) Migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan;

(2) Keragaman ukuran ikan dalam populasi;

(3) Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap ini bersifat pasif dan menetap.

2.5.5 Zona pengaruh di sekitar alat tangkap terhadap tingkah laku ikan Zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence

adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2)

Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan

ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975). Letak wilayah/area/zona dari beberapa alat tangkap menurut Nikonorov (1975) dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan :

I.Tipe kontak alat tangkap : a. gillnets, b. pancing berumpan dan c. pancing tanpa umpan; II. Trapnet; III. Alat tangkap Trawl : d. posisi horisontal, e. posisi vertikal; IV. Fish Pump; V. Alat tangkap melingkar (surrounding gear) : f . pertengahan (midwater), g. di dasar (on the bottom), 1 :Zone of influence, 2 :Zone of action, 3. zone of retention; 4. field of influence terhadap sumber cahaya, umpan, dan lain-lain.

Nikonorov (1975) menggambarkan zona pengaruh dari alat tangkap trapnet dimana zone of influence ditentukan oleh ukuran leader (penaju), zone of action

ditentukan oleh pintu masuk trap, dan zone of retention ditentukan oleh kantong

(chamber). Untuk menghitung jumlah ikan yang berinteraksi pada zone of

influence (leader) sebagai berikut :

Qf0 = c0 S0 Vt t ; (1)

di mana : Qf0 = jumlah ikan yang memasuki zone of influence

c0 = konsentrasi ikan

S0 = area permukaan leader net Vt = kecepatan renang ikan t = lama penangkapan

Selanjutnya untuk menghitung kapasitas penangkapan pada trapnet yang ditentukan oleh jumlah ikan (Qf) yang melalui zone of action dari alat tangkap

Qf1 = c1 S1 Vf t ; (2)

di mana : Qf1 = jumlah ikan yang memasuki zone of action c1 = konsentrasi ikan

S1 = area dari leader net

Vf = kecepatan masuknya ikan t = lama penangkapan

maka Qf1 = Qf0 - Qf2 (3)

Oleh karena itu, efisiensi penangkapan dapat dihitung sebagai berikut :

Qf1 Qf2

1 = --- = 1 + --- (4)

Qf0 Qf0

Selanjutnya retaining efficiency dapat dihitung sebagai berikut :

Qf = Qf1 - Qf3

Qf Qf3

2 = --- = 1 - --- (5)

Qf1 Qf1

Mengacu pada pendapat Nikonorov (1975) dapat diduga setelah rumpon dan bubu berada di perairan maka kedua benda tersebut akan memberikan respons untuk menarik ikan berkumpul baik di rumpon maupun di bubu. Ikan yang terespons datang mendekati rumpon dan bubu merupakan awal proses tingkah laku terjadi. Proses tingkah laku ikan terjadi karena beberapa alasan antara lain:

(1) Rangsangan (stimulation) dari luar seperti warna, bentuk benda, bau umpan, suara dan cahaya; (2) Tanggapan dari ikan melalui mata, telinga, penciuman dan linea lateralis; dan (3) Sistem urat syaraf dimana ikan menerima tanggapan dan duteruskan oleh urat syaraf dan ujung urat syaraf ke otak dan diproses di otak, maka otak akan memerintahkan terjadinya gerakan-gerakan pada tumbuh ikan

(body movement). Seluruh gerakan tersebut di sebut tingkah laku ikan (fish

behaviour) (Syandri, 1988).

Perubahan tingkah laku ikan berhubungan dengan tanggapan ikan dengan

benda-benda yang berada di perairan dan lingkungan sekitarnya awalnya di respons oleh mata ikan. Mata ikan merupakan salah satu organ penting pada

ikan berfungsi untuk melihat benda-benda dalam air baik dalam posisi dekat maupun jauh. Bila ikan sedang istirahat, maka mata ikan hanya mampu melihat benda di depannya saja, dan bila melihat jauh seluruh lensa ditarik kebelakang oleh otot khusus dinamakan retractor lentis (Omma Nney, 1982 diacu oleh

Syandri, 1988).

Penglihatan ikan berbeda dengan binatang air lain, dimana ikan dapat melihat ke beberapa jurusan sekaligus. Mata ikan terletak pada kedua sisi kepala, di sebelah kiri (dicatat oleh otak bagian kiri) dan sebelah kanan (dicatat oleh otak bagian kanan) (Rab, 1988 diacu oleh Razak et al. 2005). Khusus bagi ikan karang, mata ikan juga memiliki morfologi yang berbeda. Pada ikan nokturnal, ukuran

matanya lebih besar seperti ikan Myripristis sp , sedangkan ikan diurnal seperti

Chaetodonlunula ukuran matanya kecil. Perbedaan ukuran itu disebabkan kondisi

cahaya yang ada di lingkungan perairan sangat kontras saat siang hari dan malam hari. Pada malam hari intensitas cahaya rendah sehingga adaptasi mata ikan lebih besar, agar mampu menggunakan cahaya dengan intensitas rendah.

Warna yang mampu dilihat ikan karang secara umum adalah warna biru dan sensitif terhadap warna hijau. Ikan karang dari kelompok diurnal ketajaman penglihatan (visual acuity) lebih baik dari pada kelompok ikan nokturnal dan crespuscular karena sel-sel kerucut (cone cell) pada fotoreseptor lebih banyak. Pada ikan nokturnal fotoreseptor mengalami modifikasi dimana kepadatan sel batang (rod cell) antara 106 - 107 per mm2 dan lebih banyak dari ikan diurnal,

serta ketebalan lapisan fotoreseptor lebih tebal dari ikan diurnal (Sale (ed) 1991

diacu oleh Razak et al. 2005).

Dalam kaitan dengan penglihatan ikan karang untuk melihat makanan di sekelilingnya ditentukan juga oleh sinar ultra violet. Sinar ultra violet ini dapat membantu ikan untuk melihat makanan khusus ikan karang pemakan zooplankton. Adanya sinar ultra violet yang dapat dilihat oleh ikan menyebabkan warna zooplankton berwarna hitam dan dapat dilihat dalam air sehingga ikan karang dapat mengenalinya (Razak et al. 2005)

Selain itu menurut Laevastu dan Hela (1971) diacu oleh Sondita (1986),

visibilitas suatu alat tangkap bagi penglihatan ikan mempengaruhi keberhasilan

penangkapan ikan. Karena itu kemampuan ikan untuk melihat suatu benda merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Kemampuan ikan untuk melihat suatu benda di kolom air dipengaruh oleh jarak ikan dengan benda, intensitas cahaya lingkungan dan sifat benda itu sendiri. Kemampuan cahaya untuk menembus kolom air berbeda menurut panjang gelombang (Nikonorov, 1975 diacu oleh Sondita, 1986).

Diduga selain visibilitas alat tangkap dan cahaya yang mempengaruhi ikan bisa melihat alat tangkap dan terpengaruh, tentu masih ada beberapa faktor lain seperti schooling ikan termasuk pola renang ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan, pola gerak ikan, lapisan renang (swimming layer), radius/jarak ikan dengan alat tangkap, lama waktu ikan berada di sekitar alat tangkap berbeda- beda, serta faktor fisik terutama arus yang dapat merubah arah ruaya ikan.

Gambaran tentang perubahan tingkah laku ikan ketika ikan karang memasuki zone of influence alat tangkap bubu tentu berbeda pada setiap jenis ikan. Ikan karang berbeda dengan jenis ikan lainnya terutama ikan memiliki kelompok tertentu. Secara umum dikenal ada tiga kelompok ikan karang yaitu kelompok famili utama (mayor), target dan indiktor. Masing-masing kelompok ikan ini memperlihatkan pola hidup yang berbeda-beda.

2.5.6 Tingkah laku ikan mendekati dan memasuki alat tangkap bubu Ketika ikan memasuki bubu berumpan pada awalnya ikan akan mendatangi dan menggigit umpan, tetapi tidak lama kemudian ikan tersebut akan kehilangan ketertarikannya. Pada bubu tidak berumpan, ada perbedaan tingkah laku ikan memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish memasuki bubu dengan cara bergerombol, tetapi parrotfish, bigeyes memasuki bubu secara individual.

Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang berbalik arah dengan

ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).

Irawati (2002) mengemukakan tentang tingkah laku ikan kerapu macan dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan mulai masuk ke dalam bubu setelah beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat penelitian diketahui bahwa ada ikan yang langsung masuk ke dalam bubu setelah 1 menit dan hingga pengamatan terakhir sekitar 3 jam ikan tidak pernah masuk ke dalam bubu.

Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja (Irawati, 2002).

Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul dengan ikan lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu karena beberapa sebab di antaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati, 2002)

Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon

octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang

remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai tingkah laku yang berbeda. Tingkah laku dari ketiga jenis ikan tersebut sebagai berikut :

(1) Ikan kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus)

Ikan ini selalu berenang berkelompok (minimal 2 ekor). Ikan kepe-kepe datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau kiri, tidak pernah datang lurus dari depan bubu. Biasanya ikan ini berenang menentang arus dan terkadang tingkah lakunya di sekitar dan di dalam mulut bubu dipengaruhi oleh arah dan gerakan arus. Tingkah laku ikan kepe-kepe terhadap bubu kawat tipe buton sebagai berikut :

(1) Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, bermain di mulut bubu, kemudian masuk ke dalam bubu membutuhkan waktu kurang lebih 20 - 49 detik;

(2) Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian masuk ke bubu membutuhkan waktu kurang lebih 6 – 15 detik;

(3) Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu dan bermain di dalam mulut bubu, kemudian keluar dari bubu menyusuri dinding mulut bubu membutuhkan waktu kurang lebih 18 – 22 detik;

(4) Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian berbelok dan langsung keluar dari bubu membutuhkan kurang lebih waktu 5 – 15 detik.

(2) Ikan bendera (Heniochus acuminatus)

Ikan ini berenang berkelompok ( 2 – 3 ekor) dengan gerakan naik turun (tidak mendatar). Ikan ini sangat menyukai karang yang terdapat di atas bubu dan bermain-main di situ. Tingkah laku ikan bendera terhadap bubu sebagai berikut: (1) Ikan datang ke karang yang ada di atasnya, lalu masuk ke mulut bubu,

kemudian pergi membutuhkan waktu kurang lebih 39 - 43 detik;

(2) Ikan datang langsung ke dalam mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu, membutuhkan waktu kurang lebih 14 – 16 detik;

(3) Ikan datang ke bubu, bermain-main di mulut bubu, lalu keluar dan pergi, membutuhkan waktu kurang lebih 39 – 50 detik.

(3) Ikan raja gantang (Sargocentron violaceum)

Ikan ini bergerak lambat. Gerakannya pada saat masuk ke dalam bubu adalah melingkar dan arah putarannya dipengaruhi oleh arus. Tingkah laku ikan raja gantang terhadap bubu sebagai berikut :

(1) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan berhenti di ujung mulut bubu (hanya bergerak berputar-putar berlawanan arah arus), membutuhkan waktu kurang lebih 49,5 detik;

(2) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan masuk ke dalam bubu, membutuhkan waktu kurang lebih 50,5 detik.

2.5.7Tingkah laku ikan di dalam bubu

Jenis ikan yang berbeda memiliki tingkah laku di dalam bubu yang berbeda- beda pula. butterflyfish (Chaetodon sp), goatfish/biji nangka (Parupeneus sp), squerrelfish (Sargocentron sp)dan parrotfish (Scarus sp) berenang mengitari bubu berbeda dengan ikan kerapu yang sesekali melakukan tingkah laku pencarian celah untuk keluar. Ikan cod akan mendorong dinding bubu dan mengitari ruang dalam bubu. Aktivitas ikan di dalam bubu juga dipengaruhi oleh aktivitas ikan di luar bubu. Ikan kerapu dan parrotfish mengejar mangsanya ke dalam bubu, emperors dan ikan kakap memasuki bubu ketika ikan mangsanya berada dalam bubu tersebut (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).

Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam

diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding

bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan bergerombol, karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan di dalam bubu juga berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu, dan bergerak mengitari mulut bubu.

Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam

diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding

bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu, dan bergerak mengitari mulut bubu.

Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai berikut: (1) ikan bergerak mengitari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini biasanya searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak-balik dalam bubu; (3) ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5) ikan mengitari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat celah pelolosan; di antara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut; di sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan di dalam dan di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama; ikan di dalam bubu berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut bubu; ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar bak menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan di dalam maupun di luar bubu secara bersamaan.

Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar, karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan gerakan mendatar. Gerakan renang lincah dan mendatar menyebabkan ikan kepe- kepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di dalam bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat

gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.

Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai akhir pengamatan tidak ada ikan yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang

Dokumen terkait