• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan

4.4 Pembahasan

4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan

Rumpon yang dipakai dalam penelitian adalah rumpon dasar. Rumpon dasar memiliki beberapa komponen utama antara lain: rangka rumpon, tali temali, atraktor, jangkar dan pelampung tanda. Rangka rumpon berbentuk prisma. Atraktor diikat pada rangka bambu sehingga bentuknya seperti rumah.

Rumpon ini ditempatkan di dasar perairan dengan cara dijangkar. Jangkarnya terbuat dari beton dan ditempatkan pada ke dalam 10 m.

Menurut defenisi rumpon adalah konstruksi yang dibuat untuk membantu proses penangkapan ikan agar bisa berjalan secara efisien dan efektif. Rumpon merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentarsi ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani, 1972,

diacu oleh Girsang, 2004).

Untuk memikat ikan berkumpul di rumpon baik permukaan atau yang ditempat di dasar perairan perlu atraktor atau alat pemikat. Menurut Boy dan

Smith (1974) diacu oleh Girsang (2004) menerangkan bahwa atraktor

(appendage) dapat berupa daun kelapa, tyrewall, jaring dan kumpulan tali temali yang diikat pada rakit untuk meningkatkan efektivitas rumpon dalam memikat kelompok ikan. Idealnya atraktor diikat pada jarak 5 sampai 20 m di bawah laut,

sehingga pada keadaan ini merupakan primary production dan permulaan

terjadinya rantai makan (food web). Atraktor akan menghimpun sumber makanan bagi ikan-ikan kecil, kemudian akan dimangsa oleh ikan-ikan sedang dan pada akhirnya berkumpul ikan-ikan besar.

Atraktor rumpon yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari daun

lontar (Borrasus flabellifer) dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga).

Pemilihan daun lontar dan daun gewang sebagai atraktor, karena tumbuhan ini banyak tumbuh di lokasi penelitian. Kedua jenis pohon ini memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, di mana air sedapan pohon lontar dapat dibuat nira dan juga diproses untuk membuat gula merah. Buah mentah diambil untuk dijual dan daunnya dikeringkan untuk membuat atap rumah, sedangkan batangnya digunakan untuk membuat rangka rumah. Pelepah pohon gewang diambil oleh masyarakat setempat dan dikeringkan untuk membuat dinding rumah, sedangkan daunnya digunakan untuk membuat atap rumah.

Pohon lontar dan pohon gewang termasuk tumbuhan palem merupakan salah satu tumbuhan tingkat tinggi termasuk dalam kelas tumbuhan berkeping satu

(Monocotyledoneae) (Witono, 1998). Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan

di Indonesia adalah Corypha, Borrasus, Nypa, Metroxylon, Salacca, Cocos, Arenga dan Caryota.

Daun lontar dan daun gewang memiliki tekstur yang berbeda. Daun lontar terkesan lebih tebal dan kaku, tangkainya tidak terlalu panjang, bagian tepinya licin, helaian daun berbentuk kipas yang berlipat-lipat pada bagian tengahnya. Menurut Witono (1998), daun gewang memiliki tangkai panjang dan berduri dibagian tepinya, helaian daun berbentuk kipas berlipat-lipat pada bagian tengahnya, tebal dan kaku.

Perifiton yang menempel pada atraktor lontar dan gewang memiliki keragaman taksa berbeda-beda. Menempelnya perifiton pada kedua jenis atraktor merupakan rangkaian dari proses kolonisasi. Hasil penelitian Risamasu (2000) mengemukakan bahwa jenis-jenis perifiton yang menempel pada terumbu karang buatan modul kayu, bambu dan beton di perairan Hansisi Semau, Kupang secara keseluruhan berjumlah 145 spesies dengan perincian Kelas Bacillariophyceae berjumlah 51 spesies, Moluska 16 spesies, Chlorophyceae 15 spesies, Arthropoda 14 spesies, Dinophyceae 12 spesies, Protozoa 10 spesies, Cyanophyceae 7 spesies, Porifera dan Tunicata masing-masing 5 spesies, Bacteria 3 spesies, Rhizopoda 2 spesies serta Echinodermata, Rhodophyta, Bryozoa, Euglenophyta, dan Nematoda masing-masing 1 spesies. Dari hasil penelitian tersebut ternyata kelas Bacillariophyceae yang mendominasi jenis-jenis perifiton yang menempel pada terumbu karang buatan baik dari modul kayu, bambu maupun beton.

Selanjutnya hasil penelitian Girsang (2004), mengemukanan tentang jenis- jenis perifiton yang menempel pada rumpon menggunakan atarktor daun kelapa, daun nipah, daun pinang (bahan alami) dan tali rafia (bahan sintesis) dari lima kali pengamatan ditemukan ada 38 genus (25 algae dan 13 avertebrata). Kelas perifiton yang hadir paling banyak pada keempat atraktor rumpon adalah kelas Bacillariophyceae sebanyak 22 genus (57,90 %), selanjutnya diikuti oleh kelas Copepoda sebanyak 7 genus (18,42 %), Dinophyceae sebanyak 3 genus (7,90 %), Sarcodina sebanyak 2 genus (5,26 %), Chrysophyceae, Ciliata, Rotifera, Polychaeta san Sagittidae masing-masing sebanyak 1 genus (2,63 %). Keragaman taksa yang hadir pada masing-masing atraktor terlihat bahwa atraktor dari daun

pinang merupakan atraktor yang ditumbuhi perition algae paling banyak sebanyak 22 genus, sedangkan atraktor daun kelapa, daun nipah dan tali rafia masing- masing terdiri dari 17, 16 dan 15 genus.

Dari hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton menunjukkan bahwa keragaman perifon umumnya rendah, keseragaman berada pada kondisi labil sampai stabil dan dominansi spesies umumnya rendah. Nilai keragaman perifiton pada lokasi L1 dan L2 umumnya kecil, sedangkan komunitas perifiton berada pada kondisi labil sampai stabil serta tidak ada dominansi spesies perifiton di dalam komunitasnya, kecuali pada rumpon gewang di lokasi L1 ada dominansi spesies perifiton di dalam komunitasnya karena nilai C hampir mendekati 1. Terjadinya fluktuasi spesies perifiton tersebut menunjukkan adanya persaingan spesies yang cukup tinggi dan laju jenis yang rendah (menurun) memberikan peluang pada beberapa jenis perifiton untuk meningkatkan populasinya (proses suksesi).

Menurut Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu ekosistem. Tingginya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem seimbang dan memberikan peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem. Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keseragaman sebagai keseimbangan dari komposisi individu dari tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Jika keseragaman mendekati minimum, maka dalam komunitas tersebut terjadi dominansi spesies dan sebaliknya jika keseragaman mendekati maksimum, maka komunitas berada dalam kondisi yang relatif mantap. Didalam komunitas jenis-jenis yang mengendalikan komunitas merupakan jenis yang dominan. Hilangnya jenis-jenis dominan akan menimbulkan perubahan penting tidak hanya pada komunitas biotiknya, tetapi juga lingkungan fisiknya (Odum, 1971). Spesies yang dominan di dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan spesies itu dibanding spesies.

Dari hasil uji coba ternyata tahwa kedua atraktor ini memberikan kontribusi yang tidak jauh berbeda bagi penempelan perifiton sebagai sumber makanan bagi ikan karang. Kalau dilihat dari lokasi penempatan rumpon ternyata perifiton lebih

banyak menempel pada atraktor gewang di lokasi L1 dan L2 kemudian diikuti oleh rumpon lontar kecil di lokasi L1 dan L2 dan terendah pada rumpon lontar besar pada lokasi L1 dan L2. Ternyata substrat tempat penempelan perifiton sangat berpengaruh. Selain itu, salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penempelan perifiton adalah arus. Hal ini dikaitkan dengan kondisi arus di lokasi L1 lebih kuat bila dibandingkan dengan di lokasi L2. Arus merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran dan pertumbuhan perifiton. Arus akan membawa massa air yang mengandung nutrien yang penting untuk menunjang pertumbuhan perifiton. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa kualitas perairan sangat memegang peranan pnting bagi pertumbuhan perifiton.

Menurut Wetzel (1979) menyebutkan bahwa jenis-jenis alga yang menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme yang melekat, sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton akumulasi biomassa lebih cepat pada perairan berarus cepat, tetapi total biomassa cenderung seimbang baik pada perairan berarus kuat maupun lambat.

Selain faktor tersebut, ada juga faktor lain yang turut berpengaruh terhadap pertumbuhan perifiton adalah sinar matahari, suhu perairan dan unsur hara. Hal ini didukung dengan kecerahan perairan sangat baik untuk penetrasi cahaya matahari, suhu perairan mendukung dan adanya arus menyebabkan terjadinya percampuran massa air membuat perairan sekitar lokasi penelitian kaya akan zat hara untuk memacuh pertumbuhan perifiton. Faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan perifiton antara lain: sinar matahari, suhu, kecepatan arus dan unsur hara.

Kehadiran perifiton sebagai sumber makan di rumpon akan menciptakan suatu kehidupan baru bagi ikan karang. Dengan demikian, ikan karang dengan kemampuan indera penglihatannya akan tertarik mendekati dan memanfaatkan rumpon sebagai tempat mencari makan dan aktivitas lainnya. Keberadaan rumpon di perairan akan memberikan peluang bagi ikan karang untuk lebih banyak berkumpul.

Fungsi rumpon sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi ikan karang nyata terlihat bahwa ada beberapa jenis ikan yang masuk keluar rumpon sambil makan perifiton di atraktor rumpon. Hal ini menandakan bahwa rumpon mampu menarik ikan-ikan untuk datang mendekat dan menetap sehingga memberikan peluang untuk ikan-ikan tersebut beruaya ke arah alat tangkap bubu. Pengoperasian bubu di sekitar rumpon sangat membantu untuk menarik ikan-ikan datang mendekati bubu, masuk ke bubu dan akhirnya tertangkap.

Dokumen terkait