• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.4.1 Analisis komunitas perifiton dan ikan karang serta tingkah laku

ikan karang di sekitar rumpon dan bubu

1. Analisis komunitas perifiton dan ikan karang

a. Analisis kepadatan perifiton

Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2

permukaan substrat (daun) mengikuti petunjuk A.P.H.A (American Public Health Association), 1989 sebagai berikut:

=

n Perifiton dalam konsentrat (N) Luas substrat (A) (mm2)

dimana : n = Kepadatan individu perifiton N = Jumlah perifiton dalam konsentrat

A = Luas permukaan substrat (daun) (mm2)

b. Analisis indeks keragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks

dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu

(i) Analisis Indeks Keragaman (H’)

Analisis indeks keragaman digunakan untuk mengetahui keragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor (aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu

mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972)

sebagai berikut:

(

i i

)

S i p p H log 1 ' = =

dimana : S = Jumlah taksa

N n p i

i =

ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu

Nilai indeks keragaman (H’) berkisar antara 0 - dengan

kriteria sebagai berikut :

H’ < 3,2 : keragaman populasi kecil

3,2 < H’ < 9,9 : keragaman populasi sedang

H’ > 9,9 : keragaman populasi besar

(ii) Analisis indeks Keseragaman (E)

Analisis indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui keseragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor (aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu. Perbandingan antara nilai indeks Keragaman dan Keragaman maksimum dinyatakan sebagai Keragaman populasi (C) mengikuti

petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) sebagai berikut:

maks H H H ' ' =

dimana : E = Indeks keseragaman

H’ maks = log2 S ( untuk rumpon dan bubu)

S = jumlah taksa

Keragaman maksimum dihitung sebagai berikut : H’ maks = log S, di mana S = jumlah taksa

Nilai keseragaman suatu populasi berkisar antara 0 – 1, di mana pembagian nilai tersebut menunjukkan keadaan komunitas sebagai berikut :

0,00 < E < 0,50 : komunitas berada pada kondisi tertekan 0,50 < E < 0,75 : komunitas berada pada kondisi labil 0,75 < E < 1,00 : komunitas berada pada kondisi stabil

(iii) Analisis Indeks Dominansi (C)

Analisis indeks dominansi digunakan untuk mengetahui nilai dominansi perifiton menempel pada setiap jenis atraktor (aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu

mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972)

sebagai berikut:

( )

2 1 = = S i i p C

dimana : C = Indeks dominansi

pi = Proporsi jumlah spesies ke-i terhadap jumlah total

(ni/N)

Menurut Simpson diacu oleh Odum (1971) kisaran nilai

indeks dominansi berkisar antara 0 - 1. Nilai C mendekati 1, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi dan terjadi kecenderungan suatu jenis mendominasi populasi tersebut. Kisaran nilai indeks dominansi sebagai berikut :

0,00 < C 0,30 : dominansi rendah

0,30 < C 0,60 : dominansi sedang

0,60 < C 1,00 : dominansi tinggi

2. Analisis tingkah laku ikan karang

Analisis data radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu dijelaskan secara deskriptif menggunakan tabel dan gambar.

Penentuan proporsi radius setiap spesies ikan karang terhadap

rumpon dan bubu, lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola gerak setiap spesies

ikan karang di sekitar rumpon dan bubu menggunakan perhitungan sebagai berikut :

dimana: P = Proporsi setiap jenis ikan karang

ni = Jumlah jenis ke-i

N = Jumlah total seluruh spesies

3.4.2 Analisis hasil tangkapan bubu 1. Analisis kelimpahan Ikan

Analisis kelimpahan ikan dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk Odum (1971) sebagai berikut:

n X

X = i

dimana : X = Kelimpahan ikan karang

Xi = Jumlah ikan karang pada stasion pengamatan ke-i

n = Luas bubu (m2)

2. Analisis statistik

Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 pada penangkapan malam dan siang hari menggunakan uji t yang terdapat pada perangkat lunak MINITAB versi 13.20.

4.1 Pendahuluan

Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan banyaknya biota laut yang menghuni ekosistem tersebut. Salah satu biota penghuni terumbu karang yang memiliki keanekaragaman tinggi adalah ikan karang. Ikan karang memiliki jenis, ukuran, warna tubuh dan kesukaan habitat berbeda-beda. Ikan karang melakukan aktivitasnya setiap hari menggunakan terumbu karang sebagai tempat untuk mencari makan, tempat berlindung, tempat berpijah, dan sebagainya.

Usaha penangkapan ikan karang telah dilakukan para nelayan dengan menggunakan berbagai alat tangkap, namun kegiatan yang dilakukan belum sepenuhnya memperhatikan aspek kelestarian lingkungan perairan karang dan biota penghuninya. Penangkapan ikan karang dilakukan dengan menggunakan berbagai alat tangkap seperti bubu, jaring, panah, bahkan ada yang menggunakan alat tangkap bersifat destruktif seperti bom dan racun. Akibat dari pola penangkapan seperti tersebut, maka akhir-akhir ini banyak terumbu karang di perairan Indonesia, khususnya di lokasi penelitian sudah banyak mengalami kerusakan.

Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia terutama ikan karang tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku ikan di dunia secara keseluruhan. Pengetahuan tentang alat tangkap dan tingkah laku ikan menjadi sasaran tangkapan merupakan faktor penting dalam memahami proses penangkapan dari suatu jenis alat tangkap. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat

pula digunakan dalam meningkatkan hasil tangkapan (Fitri, 2002 diacu oleh

Yustika, 2006).

Dalam mendisain suatu alat tangkap, maka faktor utama yang harus diperhatikan adalah aspek tingkah laku ikan. Menurut Gunarso (1985), tingkah laku ikan adalah suatu proses adaptasi tubuh ikan terhadap lingkungan internal maupun eksternal, seperti perubahan cahaya, kamuflase, stress dan proses fisiologi internal lainnya. Ikan bereaksi secara langsung terhadap keadaan sekelilingnya melalui beberapa indera seperti indera penglihatan, penciuman,

peraba dan sebagainya. Dengan kata lain, indera tersebut memungkinkan ikan untuk mendeteksi benda-benda pada suatu jarak tertentu.

Tingkah laku ikan dalam kaitan dengan benda-benda bergerak atau diam menunjukkan bahwa rangsangan merupakan faktor penting yang dapat menentukan tingkat efisiensi penangkapan dari berbagai alat tangkap. Faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan lebih dominan dalam menentukan reaksi atau sebagai faktor penting bagi beberapa jenis ikan untuk merespons terhadap alat tangkap. Faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan merupakan faktor yang menentukan reaksi atau tingkah laku ikan dalam merespons adanya alat tangkap (Baskoro dan Effendie, 2005).

Salah satu jenis alat tangkap populer digunakan untuk menangkap ikan karang adalah bubu (Purbayanto et al. 2006). Bubu sering dianggap sebagai alat penangkap ikan yang tidak merusak lingkungan (Redjeki et al. 2005). Berbagai jenis bahan dapat dipakai untuk membuat bubu, misalnya anyaman bambu, rotan,

dan kawat (Hartati et al. 2004). Menurut proses tertangkapnya ikan, bubu

termasuk dalam kategori perangkap (jebakan), alat tangkap bersifat pasif. Dalam proses penangkapan alat tangkap bubu mempermudah ikan untuk masuk namun sulit keluar. Untuk menarik ikan bergerak masuk ke dalam bubu, nelayan biasanya memasang umpan yang diletakkan di dalam bubu. Umpan digunakan sebagai alat pemikat agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke dalam bubu dan akhirnya terperangkap.

Bubu digunakan oleh setiap daerah berbeda-beda baik bentuk, ukuran maupun teknik pengoperasiannya. Bubu digunakan dalam penangkapan ikan karang adalah bubu dasar. Untuk menarik ikan masuk ke bubu biasanya menurut pengalaman nelayan selama ini menggunakan umpan. Umpan digunakan sebagai alat pemikat, agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke dalam bubu dan akhirnya terperangkap.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi penangkapan ikan karang, selain penggunaan umpan sebagai alat pengumpul ikan karang agar bisa mendekati alat tangkap, maka perlu dipikirkan teknologi yang tepat agar ikan-ikan dapat mudah berkumpul dan akhirnya terperangkap. Alat bantu penangkapan ikan yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan ikan karang adalah rumpon.

Rumpon adalah suatu konstruksi bangunan dipasang di perairan bertujuan untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan

penangkapan (Monintja, 1995 diacu oleh Baskoro dan Effendie, 2005).

Selanjutnya menurut Bergstrom (1983) diacu oleh Atapattu (1991), rumpon

(fish aggregating device) merupakan salah satu metode, objek atau konstruksi digunakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pemanenan ikan dengan menarik atau mengumpulkan ikan.

Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon, di samping rumpon berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan (schooling) ikan tersebut mudah ditangkap dengan alat tangkap yang digunakan. Diduga ikan tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Subani 1986 diacu oleh Baskoro dan Effendie 2005, Monintja et al. 2003, Yusfiandayani 2004). Adanya perifiton di rumpon dan ikan-ikan beserta food-web lokal yang terbentuk di sekitarnya menjadikan rumpon dan ruang di sekitarnya suatu feeding ground. Pada food-web

tersebut, biota berukuran kecil biasanya merupakan mangsa bagi ikan-ikan yang berukuran lebih besar. Bangunan rumpon merupakan substrat mempermudah

biota renik berkembang. Selanjutnya biota renik yang menempel (perifiton)

merupakan mangsa bagi ikan-ikan kecil. Kehadiran ikan-ikan kecil kemudian akan menarik perhatian ikan-ikan lebih besar untuk datang memangsanya. Proses selanjutnya yang diharapkan adalah ikan-ikan tersebut (baik mangsa maupun pemangsa) kemudian akan mendekati bubu dan akhirnya masuk dan terperangkap karena mangsa akan mencari perlindungan sedangkan pemangsa mengejar mangsa.

Bubu dipasang bersama rumpon di perairan, mempermudah mikroorganisme sebagai makanan ikan dapat menempel pada atraktor rumpon. Mikroorganisme yang menempel disebut perifiton merupakan makan bagi ikan- ikan kecil. Dengan kehadiran ikan-ikan kecil akan menarik ikan-ikan besar untuk datang memangsanya. Ikan-ikan akan mendekat pada alat tangkap bubu untuk mencari perlindungan dan akhirnya masuk dan terperangkap.

Ikan karang mendekati alat tangkap bubu memperlihatkan tingkah laku yang berbeda-beda sangat tergantung dari spesies ikan. Tidak semua spesies ikan

mempunyai tingkah laku di sekitar bubu sama. Pada bubu tidak berumpan, ada perbedaan tingkah laku ikan memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish

memasuki bubu dengan cara bergerombol, tetapi parrotfish, bigeye memasuki

bubu secara individual. Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang

berbalik arah dengan ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Fenomena ketertarikan ikan karang pada alat tangkap bubu merupakan bentuk tingkah laku ikan yang sangat penting harus diketahui sebagai salah satu faktor kunci dalam mendukung keberhasilan usaha penangkapan ikan karang.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zone of influence dari alat tangkap bubu.

4.2 Metodologi Penelitian

Dokumen terkait