• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumpon (Fish Aggregating Device/FADs) merupakan alat pemikat ikan digunakan untuk mengonsentrasikan ikan, sehingga operasi penangkapan ikan dapat dengan mudah dilakukan. Inovasi teknologi penangkapan ikan karang dengan bubu bersama rumpon belum banyak digunakan oleh masyarakat nelayan di Indonesia.

Menurut Lionberger dan Gwin (1983) diacu oleh Mardikanto (1993) mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang dimulai baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Selanjutnya menurut Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahan- perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya

perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.

Sebutan rumpon berbeda pada berbagai daerah di Indonesia seperti di Jawa (tenda), Madura (ojen), Sumatra Barat (rabon), Sumatra Timur dan Utara (unjan dan tuasan), sedangkan di Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, NTT dan Ambon menyebutnya rompong (Subani dan Barus, 1988).

Tipe-tipe/jenis-jenis rumpon yang dikembangkan saat ini di kelompokkan sebagai berikut :

(1) Berdasarkan posisi pemikat atau pengumpul (aggregating) rumpon dapat dibagi menjadi rumpon permukaan lapisan tengah dan rumpon dasar.

(i) Rumpon permukaan lapisan tengah

Rumpon permukaan lapisan tengah terdiri dari rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam. Rumpon laut dangkal umumnya dipasang atau di tanam pada kedalaman antara 30 –75 m atau kurang dari 100 m. Rumpon ini biasanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil yang tertangkap dengan alat tangkap payang dan pukat cincin

(purse seine). Rumpon laut dalam disebut juga payaos atau rompong

Mandar dipasang pada kedalaman lebih dari 600 m, bahkan sampai 1500

m. Penggunaan rumpon ini untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar terutama tuna, cakalang dan jenis ikan lainnya yang memiliki nilai ekspor. Payaos mempunyai bentuk lebih istimewa, pelampungnya terdiri dari 60 – 100 batang bambu disusun menjadi satu sehingga membentuk rakit. Tali pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dan pemberat dapat mencapai 1000 – 1500 m, bahkan lebih terbuat dari pintalan rotan atau bahan lainnya. Pemberat berkisar antara 1000 – 3500 kg dari batu-batuan atau dari cor semen. Sebagai atraktor dipasang daun kelapa. Payaos digunakan untuk penangkapan payang, pukat cincin, huhate, rawai vertikal maupun pancing.

(ii) Rumpon perairan dasar

Rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. Biasanya digunakan

sebagai alat bantu penangkapan dalam menangkap ikan-ikan yang hidup di dasar perairan (ikan demersal) terutama ikan karang.

(2) Berdasarkan kriteria permanensi maka rumpon dapat dibagi atas :

(i) Rumpon yang di jangkar namun dapat berpindah-pindah (dinamis). Rumpon ini dipasang bisa diangkat-angkat dengan berat pemberat antara 25 –35 kg.

(ii)Rumpon yang di jangkar secara tetap (statis). Rumpon ini tidak bisa diangkat-angkat bersifat tetap dengan berat pemberat 75 – 100 kg.

(3) Berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan , rumpon dibagi atas:

(i) Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional. Komponen rumpon ini terdiri dari pelampung, tali jangkar, jangkar/pemberat serta pemikat dari daun kelapa. Rumpon ini dipasang pada kedalaman 300 – 2000 m.

(ii)Rumpon modern umumnya digunakan oleh perusahaan swasta maupun BUMN. Komponen rumpon terdiri dari pelampung terbuat dari plat besi atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis dan dilengkapi dengan swivel (kili-kili), pemberat terbuat dari cor semen, sedangkan pemikat terbuat dari bahan alami (daun kelapa) dan bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan sebagainya.

Dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 dijelaskan ada 3 jenis rumpon antara lain: (1) rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut, (2) rumpon perairan dangkal, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai 200 m, dan (3) rumpon perairan dalam, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 m.

2.6.2 Konstruksi rumpon

Rumpon secara umum terdiri dari 3 komponen yaitu pemikat ikan, jangkar dan tali penambat yang menghubungkan pemikat ikan dengan jangkar. Bahan pemikat (atraktor) yang digunakan adalah daun kelapa (Subani, 1989 diacu oleh

(1990) mengemukakan bahwa disain FAD terdiri dari tiga komponen utama yakni : (1) anchor; (2) mooring live; dan (3) aggregator.

Bahan untuk jangkar (anchor) kini banyak digunakan adalah drum yang diisi dengan semen konkrit, bahan untuk mooring live yang baik adalah

polypropyleen, sedangkan bahan aggregator dari ban bekas, daun kelapa atau tali

plastik (Boy and Smith 1984 diacu oleh Monintja et al. (1990). Ketiga komponen tersebut harus dirancang sedemikian rupa agar efisien dan efektif.

Zulkarnain (2002) mengemukakan alat pemikat (atraktor) merupakan salah satu kemampuan utama pada rumpon. Atraktor juga merupakan bagian terpenting dari rumpon. Hal ini karena atraktor berfungsi sebagai alat pemikat atau pengumpul ikan sesungguhnya.

Menurut Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB (1987) diacu oleh

Zulkarnain ( 2002), persyaratan umum atraktor adalah : (1) mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, (2) tahan lama, (3) mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal, (4) melindungi ikan-ikan kecil, (5) bentuknya silinder dengan posisi arah ke bawah, dan (6) terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah. Selanjutnya menurut Monintja, et al. (1990) mengatakan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek penggunaan rumpon antara lain : (1) ketersediaan bahan baku rumpon, (2) daya tahan rumpon terhadap berbagai kondisi perairan, dan (3) kemudahan operasi penangkapan ikan.

Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa manfaat yang dapat diharapkan dengan penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan adalah : (1) mengurangi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian ikan, (2) meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, dan (3) meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran. Selanjutnya menurut Direktorat Jenderal Perikanan, 1995 diacu oleh

Imawati (2003) mengemukakan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon yakni memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.

2.6.3 Peranan rumpon sebagai alat pemikat ikan

Menurut Gunarso (1985) bahwa cara mengumpulkan ikan dapat dilakukan melalui beberapa cara di antaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan terhadap penglihatan, pendengaran, penciuman, menggunakan aliran listrik dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung. Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.

Menurut Asikin (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon disebabkan oleh (1) sebagai tempat bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan; (2) sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu; dan (3) sebagai tempat berlindung bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.

Samples dan Sproul (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa tertariknya ikan di sekitar rumpon karena (1) sebagai tempat berteduh

(shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; (2) sebagai tempat mencari

makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; (3) sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu; (4) sebagai tempat berlindung dari predator dari ikan-ikan tertentu; dan (5) sebagai tempat titik acuan navigasi

(meeting point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.

Prinsip penangkapan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada hakikatnya adalah agar kawanan ikan tersebut mudah tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik di sekitar rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makanan (Subani, 1986

diacu oleh Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Soemarto (1962) diacu oleh

Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa dalam area rumpon terdapat plankton yang merupakan makanan ikan lebih banyak bila dibandingkan di luar rumpon.

De San (1982) diacu oleh Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa posisi penempatan FAD terbaik adalah : 1) tempat yang dikenal sebagai lintasan ruaya ikan; 2) daerah upwelling, fronts dan gerakan Eddy; 3) dasar perairan datar;dan 4) tidak terlalu dekat dengan karang.

2.6.4 Tingkah laku ikan di rumpon

Menurut Jusfiandayani (2004) mengemukakan bahwa kawanan ikan mulai menempati kolom air di sekitar rumpon dari kedalaman antara 1 – 10 m, setelah itu jumlah ikan semakin banyak hingga kedalaman 20 m. Jenis-jenis ikan yang banyak dan paling sering terlihat seperti ikan selar (Carangidae) dan kembung

(Rastrelliger sp). Kedua jenis ikan ini berenang secara berkelompok di sekitar

rumpon, sedangkan ikan kembung sering terlihat berada pada jarak yang relatif lebih jauh dari rumpon. Sebaran vertikal dan tingkah laku kedua jenis ikan yang teramati dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten

No Jenis ikan Kedalaman air (m)

Posisi relatif terhadap rumpon

Aktivitas ikan 1 Selar (Carangidae) 1 – 20 m Di atas dan di

depan atraktor

Berenang, bergerak naik dan turun, mencari

makan dengan menyaring air dan menyentuh daun/ bahan atraktor

2 Kembung (Rastrelliger sp)

5 – 20 m Di depan dan di samping atraktor

Makan dengan cara menyaring air, berenang bergerak naik

dan turun

Rumpon selain dimanfaatkan untuk aktivitas mencari makan, berlindung dan berasosiasi bagi schooling ikan. Ternyata rumpon juga bisa dimanfaatkan oleh biota lain, seperti cumi-cumi memanfaatkan atraktor rumpon untuk meletakkan telur-telurnya.

Schooling ikan selar dan kembung umumnya aktif, bergerak naik turun

di sepanjang atraktor rumpon, mulai dari kolom air dekat permukaan ke bawah. Pada saat arus lemah (< 2 knot), kawanan ikan berenang ke atas arus, yaitu berada di muka rumpon sesuai dengan arah datangnya arus air. Pada kondisi arus yang lebih kuat (> 2 knot), ikan-ikan umumnya berenang di belakang rumpon. Pada kondisi arus kuat ikan yang terlihat di sekitar rumpon sangat sedikit, kemungkinan ikan ini berenang pada kedalaman yang lebih dalam. Pada saat arus air relatif kuat, kawanan ikan kembung dan selar cenderung berenang di belakang rumpon

atau di posisi yang lebih dalam, saat berada di belakang rumpon, kedua jenis ikan tersebut umumnya mengarahkan mukanya menentang arus (Jusfiandayani, 2004).

Menurut Barretto dan Miclat (1988) spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat dari bambu selama 14 bulan ada 36 famili terdiri dari ikan yang menetap (resident) (30 %), ikan yang menetap sementara

(transient) (18 %) dan ikan yang berkunjung sebentar (visitor) (52 %), tertera

pada Tabel 4.

Tabel 4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya

Klasifikasi

Resident Non-resident Famili Spesies

Resident transient visitor Acanthuridae Acanthurus mata +

Apogonidae Apogon aurus +

A. kiensis +

A. notatus +

Apogon sp. 1 +

Apogon sp. 2 +

Apogon sp. 3 +

Bleniidae Meiacanthus grammistes +

Plagiotremus rhynorhynchos +

Bothidae Bothus sp +

Caesionidae Caesio caerulaureus +

C. cuning +

Pterocaesio chrysozonus +

P. pisang +

Callionymidae Callionymus sp +

Carangidae Gnathanodon speciousus +

Selaroides leptolepis +

Centriscidae Aeoliscus strigatus +

Chaetodontidae Heniochus acuminatus +

Cirrhitidae Cirrhitichthys aprinus +

C. falco +

Clupeidae Sardinell sp +

Dasyatidae Dasyatis kuhlii +

Emmelichtyidae Emmelichthys sp +

Ephippidae Platax orbicularis +

P. teira +

Gerridae Gerres filamentosus +

Gerres sp +

Haemulidae Pletorhynchus pictus +

Kyphosidae Kyphosus vaigiensis +

Labridae Cheilinus celebicus +

C. diagramma +

Coris gaimardi +

Labroides dimidiatus +

Thallassoma quinquevittata +

T. lunare +

Leiognathidae Gazza minute +

Tabel 4 (Lanjutan)

Klasifikasi

Resident Non-resident Famili Spesies

Resident transient visitor

L. equulus +

Lethrinidae Lethrinus miniatus +

Lutjanidae Lutjanus biguttatus + L. caeruleovittatus + L. decussatus + L. erythropterus + L. fulfiflamma + L. lineolatus + L. rivulatus + L. russeli + L. spilurus + Pinjalo sp. +

Monacanthidae Aluterus scriptus +

Paraluteres prionurus +

Monacanthidae sp. 1 +

Mullidae Parupeneus barberinus +

P. Pleurospilos +

Upeneus moluccensis +

U. tragula +

U. vittatus +

Nemipteridae Pentapodus macrurus +

Pentapodus sp +

Scolopsis ciliatus +

Scolopsis sp. 1 +

Scolopsis sp. 2 +

Ostraciontidae Ostracion sp +

Plotosidae Plotosus lineatus +

Pomacentridae Abudefduf vagiensis + Neopomacentrus azysrom +

N. cyanomos +

N. nemurus +

Scorpaenidae Pterois volitans +

Serranidae Cephalopholis pachyecentro +

Epinephelus oreolatus +

E. macrospilos +

E. malabaricus +

Siganidae Siganus canaliculatus +

S. javus +

S. virgatus +

Sphyraenidae Sphyraena jello +

S. obtusata +

Syngnathidae Solenostomus paradoxus +

Synodontidae Synodus variegatus +

Teraponidae Terapon jarbua +

T. puta +

Tetraodontidae Arothron immaculatus +

A. nigropunctatus +

Canthigaster bennetti +

C. solandri +

Tripterygiidae Tripterygion so +

Sumber : Barretto dan Miclat (1988) Keterangan : + : tergolong

2.6.5 Penggunaan rumpon (FAD) untuk meningkatkan efisiensi penangkapan bubu

Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon dapat memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan bubu tanpa rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon.

Penggunaan rumpon untuk bubu memberikan manfaat yang sangat besar terutama berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator untuk memangsanya sehingga membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu (Iskandar dan Diniah,1996).

Cara mendisain bubu berumpon yaitu setiap bubu di pasang pelepah daun

kelapa sebanyak 10 potong berfungsi sebagai rumpon, kemudian diikat di sekeliling bubu hingga menjadi bubu berumpon. Metode pengoperasian bubu

menggunakan sistem terpisah atau tunggal dan dipasang pelampung. Bubu dioperasikan di dasar perairan dengan posisi berselang seling antara bubu tanpa rumpon dan bubu berumpon. Pintu bubu dipasang menghadap ke arah pantai dan lama perendaman di perairan antara 5 – 7 hari. Setting dan hauling dilakukan bergantian secara berurutan berdasarkan posisi bubu terpasang. Pada setiap kali hauling hasil tangkapan setiap bubu diambil dan ditempatkan pada wadah terpisah, kemudian dilakukan pencatatan jumlah, berat dan panjang ikan hasil tangkapan (Iskandar dan Diniah,1996).

Hasil tangkapan bubu berumpon terdiri dari 7 jenis ikan yaitu ikan kakap, kerapu, cumi-cumi, kepiting, buntal, gogot dan kuwe, sedangkan bubu tanpa umpon hanya 3 jenis ikan terdiri dari ikan kakap, kerapu, cumi-cumi. Hasil tangkapan bubu berumpon didominasi oleh ikan kakap sebanyak 38,34 %, sedangkan bubu tanpa rumpon didominasi oleh cumi-cumi sebanyak 40 % (Iskandar dan Diniah, 1996)

Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa komposisi jenis hasil tangkapan ikan dengan bubu tanpa rumpon dan bubu berumpon ternyata berbeda, di mana bubu berumpon mempunyai komposisi jenis hasil tangkapan lebih banyak dari bubu tanpa rumpon. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa penggunaan bubu berumpon dapat meningkatkan jumlah dan berat hasil tangkapan mencapai lebih dari 200 %. Oleh karena itu, pengoperasian bubu berumpon dapat dimasyarakatkan kepada para nelayan pengguna bubu. Namun demikian untuk mengetahui posisi pemasangan bubu dan ukuran bubu yang optimal dapat dilakukan penelitian lanjutan.

Selanjutnya Wahyuni (1995) mengemukakan bahwa hasil tangkapan ikan karang yang tertangkap dengan alat tangkap bubu kawat tipe buton berumpon dipasang secara vertikal pada lapisan permukaan, pertengahan dan di dasar perairan diperoleh total hasil tangkapan dari 22 kali hauling sebanyak 343 individu ikan karang. Jenis ikan karang yang diperoleh ada 20 spesies/jenis. Jenis ikan karang yang dominan tertangkap di lapisan permukaan perairan adalah sersan mayor (Abudefduf vaigiensis) sebanyak 83 individu dari famili Pomacentridae. Pada lapisan pertengahan didominasi oleh ikan Piso piso

(Aeoliscus strigatus) sebanyak 56 individu dari famili Centristidae dan pada

lapisan dasar perairan didominasi oleh ikan ekor kuning (Caesio crythrogaster) sebanyak 74 individu dari famili Caesionidae.

Menurut Wahyuni (1995), dalam pengoperasian bubu berumpon apalagi dipasang secara vertikal dengan posisi digantung, maka perlu memperhatikan reaksi ikan terhadap gerakan bubu. Ternyata pengoperasian bubu yang dipasang secara vertikal dengan cara digantung pada tiga lapisan ke dalam baik pada permukaan, pertengahan maupun di dasar perairan bersama rumpon permukaan ternyata bubu yang dipasang pada lapisan permukaan dan pertengahan mempunyai kelemahan-kelemahan dari bubu yang dipasang di dasar perairan. Bubu yang dipasang di dasar perairan lebih stabil, sedangkan bubu yang dipasang di permukaan dan pertengahan dengan posisi tergantung karena ada gerakan air, maka bubu akan bergerak-gerak, sehingga ikan tertarik melihat warna bubu dan mendekati alat tangkap tersebut. Akan tetapi peluang ikan untuk masuk ke mulut bubu pada lapisan permukaan dan pertengahan sangat kecil.

Dokumen terkait