BAB III GAYA BAHASA MANTRA BAHASA DAYAK DESA
3.2.1 Aliterasi
3.2 Gaya Bahasa Perulangan
Gaya bahasa perulangan yang terdapat dalam mantra bahasa Dayak Desa, yaitu gaya bahasa aliterasi, gaya bahasa asonansi dan gabungan aliterasi dan asonansi. Kedua gaya bahasa tersebut dilihat dari pasang kata, pasangan kata dan larik, dan pasangan larik.
3.2.1. Aliterasi
Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama (Keraf, 1984 : 130). Penggunaan aliterasi pada mantra tersebut memiliki pola yang berpariasi. Pola-pola tersebut adalah sebagai berikut. 3.2.1.1 Pola ab-ab
a. Pasangan kata
(8) teks A (2) bait pertama
Aik pasang perut surut ‘air pasang perut surut’
Pada contoh (8) adalah aliterasi dalam pasangan kata. Kata batang melintang pada bait larik pertama berpasangan dengan aik pasang, sedangkan batu laput pada larik pertama berpasangan dengan perut surut pada larik kedua. Bait ini hanya terdiri dari dua larik. Larik pertama adalah sebagai pengantar untuk bagian isi, sedangkan isi dari bait ini ada pada larik kedua.
b. Pasangan Kata dan Larik
Pasangan larik yang dimaksudkan yaitu kata-kata yang ada pada larik sebelumnya berpasangan dengan salah satu larik berikutnya. Agar lebih jelas, perhatikan contoh nomor (9), (10), (11), (12), (13) dan (14) berikut ini.
(9) teks A (5) bait keempat
Redik tegalik suduk patah ‘redik terbaring sendok patah’ Tampuak menyadik temunik ‘pusar saudara kandung ari-ari’ Insum menyadik darah ‘tulang saudara kandung darah’ Pada contoh (9) adalah contoh aliterasi dalam pasangan kata dan larik. Kombinasi konsonan pada pasangan-pasanngan kata dalam larik mantra di atas menimbulkan bunyi yang berirama. Larik pertama merupakan pengantar bagi larik kedua dan ketiga. Kata-kata yang digunakan pada larik pertama berirama ab-ab dengan kata-kata pada larik kedua dan ketiga. Kata redik tegalik pada bait pertama berpasangan dengan tampuak menyadik temunik pada larik kedua, sedangkan suduk patah berpasangan dengan insum menyadik darah.
c. Pasangan Larik
(10) teks A (3) bait keenam
Patah pucuak mali anyam ‘patah pucuk haram dianyam’ Antu tunuak sitan tunuak ‘hantu tunduk setan tunduk’ Patah pantuak bayan itam ‘patah paruh burung bayan hitam’ Larik pertama dan larik kedua pada bait ini merupakan pengantar untuk isi yang terdapat pada bait ketiga dan keempat. Bait pertama berpasangan dengan bait ketiga dan bait kedua berpasangan dengan bait keempat.
(11) teks A (5) bait pertama
Lam dalam lam ‘lam dalam lam’
Lam ada di baku buluah ‘lam ada di buku bambu’ Apa sebab nuan lam ‘apa sebab kamu lam’
Asa nanang panas, ‘serasa tersengat terik matahari’ Semeremang api dalam tubuah. ‘kobaran api dalam tubuh’
Ada keunikan pada kata-kata yang digunakan dalam larik mantra pada contoh (11). Pada larik pertama, kedua dan ketiga terdapat kata lam yang secara harafiah tidak dimengerti artinya. Jika dilihat dari penggunaan dalam larik mantra di atas, kata lam tersebut seolah-olah memiliki arti tersendiri, namun pemantra sendiri tidak mengetahui arti kata lam yang digunakan dalam mantra ini. Kata lam
tersebut terpahami hanya dalam dunia gaib yang dituju oleh mantra ini. Pola ab-ab tersebut ditunjukan pada pasangan larik pertama yang berpasangan dengan larik ketiga, dan larik kedua berpasangan dengan larik keempat. Penggunaan aliterasi ini terasa sebagai permainan bunyi yang bertujuan untuk mendapatkan suasana puitis dalam mantra.
(12) teks A (3) bait kelima
Patah pucuak-patah pucuak ‘patah pucuk patah pucuk’
Patah pucuak patah puang keladi aik ‘patah pucuk patah kosong talas air’ Antu tunuak sitan tunuak ‘hantu tunduk setan tunduk’
Pola ab-ab pada contoh (12) tersebut terlihat dari bunyi vokal sebelum konsonan tersebut, yaitu vokal a dan i. Larik pertama berirama ab dengan larik ketiga, yaitu patah pucuak-patah pucuak berpasangan dengan antu tunuak sitan tunuak, sedangkan larik kedua berirama ab dengan larik keempat, yaitu patah pucuk patah puang keladi aik berpasangan dengan patah pantuak sitan daik.
(13) teks C (5) bait pertama
Tup tak untup ‘tup tak untup’
Turun kuta naik pagar ‘turun pagar naik pagar’ Untup kak ngetup ‘untup mau mematuk’ Turun bisa naik tawar ‘turun bisa naik mantra’
Pada contoh (13) larik pertama berpasangan dengan larik ketiga dan larik kedua berpasangan dengan larik keempat. Semua larik dari sebait mantra di atas merupakan isi dari mantra tersebut.
(14) teks D (1) bait kedua
Empuruang linak-linak ‘tempurung linak-linak’ Keladi de seberang ‘talas di seberang’ Celap asa binyak ‘dingin seperti minyak’ Ngerupak beka bawang ‘berlapis seperti bawang’
Pola ab-ab pada contoh (14) dibuktikan dengan persamaan bunyi konsonan pada kedua larik yang berpasangan. Larik pertama yang berpasangan dengan ketiga yang masing-masing diakhiri dengan konsonan k, dan larik kedua berpasangan dengan larik keempat dan masing-masing diakhiri dengan konsonan
ng.
3.2.1.2 Pola aaa
(15) teks A (8) bait partama
Segayuang-gayuang sejuang-juang ‘segayung-gayung sejuang-juang’ Pingan putih mangkuk kerang ‘piring putih mangkok beling’
Nyur buruk lempuang balang ‘kelapa busuk asam gagal’
Pola aaa Pada contoh (15) yaitu segayuang-gayuang sejuang-juang,
pingan putiah mangkuk kerang, nyur buruk lempuang balang. Bait mantra di atas tidak memiliki larik pengantar untuk bagian isinya. Setiap larik dalam sebait mantra di atas merupakan isi dari mantra tersebut.
3.2.1.3 pola aa-bbb-a (16) teks A (6)
Sang segeruntang ‘sang segeruntang’ Tanam bujang lepang ‘ditanam bujang Lepang’ Tuntuang mintak sintak ‘bekicot minta tarik’ Akar mintak batak ‘akar minta ditarik’ Urat mintak tetak ‘akar minta potong’ Buntau kelik de buntut lepuang ‘busuk lele di tepi danau’
Irama mantra pada contoh (16) sedikit berbeda dari irama pada mantra yang telah dibahas di atas. Larik partama dan larik kedua dari mantra ini merupakan pengantar pada bagian isi dari mantranya. Larik pertama dan larik kedua ini memiliki pola yang sama dengan larik terakhir yang merupakan isi penutup dari mantra tersebut. Namun pola yang demikian tidak mengurangi nilai kepuitisan dari mantra ini. Mantra ini tetap terasa memiliki sebuah irama yang terasa indah.
3.2.1.4 aa-bb-cc
(17) teks H (2) bait pertama
Tung tuyuang dayang duyuang ‘tung tuyung dayang duyung’ Datuk negauk tungkuk ‘Datuk menyentuh tungku’ Dara Ilah nyamah dilah ‘dara Ilah memegang lidah’ Putri sagi ngada ati ‘Putri Sagi membawa hati’ Ialah (sanuk) salah telah ‘ialah (si A) salah sebut’ Jari salah penyamah ‘jari salah pegang’ Kaki salah penyangkah ‘kaki salah langkah’
Pada contoh (17) dalam satu larik memiliki persamaan pola, tetapi memiliki perbedaan pola dengan larik yang lainnya. Larik pertama berpola aa, yaitu tung tuyuang dayang duyunag. Larik kedua berpola bb, yaitu datuk neguk tungkuk. Larik selanjutnya berpola cc, yaitu dara ilah nyamah dilah, ialah sanuk salah telah, jari salah penyamah, kaki salah penyangkah.