BAB III GAYA BAHASA MANTRA BAHASA DAYAK DESA
3.3.1 Perbandingan
Perbandingan atau perumpamaan atau simile ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding lainnya (Pradopo,2005 : 62).
(28) teks A (5) bait pertama
Lam dalam lam ‘lam dalam lam’
Lam ada di baku buluah ‘lam ada di buku bambu’ Apa sebab nuan lam ‘apa sebab nuan lam’
Asa nanang panas semeremang api dalam tubuah ‘serasa terbakar terik matahari kobaran api dalam tubuh’
Pada contoh (28) terdapat kata yang tidak terpahami maknanya, yaitu lam. Kata lam ini seolah memiliki makna tersendiri dalam mantra ini, namun makna tersebut hanya dapat terpahami oleh alam dunia gaib. Ada suatu peristiwa yang
menyebabkan terjadinya lam tersebut yang diumpamakan dalam bait terakir dari mantra, yaitu asa nanang panas semeremang api dalam tubuah ‘serasa tersengat panas terik matahari kobaran api dalam tubuh.’ Secara keseluruhan makna dari bait mantra pada contoh (28) adalah mengungkapkan suatu keadaan, yaitu suhu dalam tubuh seseorang yang sangat panas. Hal tersebut diungkapkan dengan perumpamaan serasa tersengat terik panas matahari dan seolah-olah ada api yang sedang berkobar di dalam tubuh. Perhatikan pula contoh berikut:
(29) teks D (1) bait pertama dan kedua
Sar sebiar niti batang resak ‘sar sebiar berjalan di atas batang resak’ Api mencuba anak mensia ‘api mencoba anak manusia’
Celap beka binyak ‘dingin seperti minyak’ Licin beka lemak ‘licin seperti lemak’ Empurung linak-linak ‘tempurung linak-linak’ Keladi de seberang ‘talas di seberang’ Celap asa binyak ‘dingin seperti minyak’ Ngerupak beka bawang ‘berlapis seperti bawang’
Bait pertama pada contoh (29) merupakan perumpamaan yang diungkapkan untuk menggambarkan kulit tubuh manusia yang tersiram air panas, minyak panas, atau terbakar api. Maksud dari mantra ini adalah untuk mencegah agar kulit tidak melepuh atau luka bakar tidak begitu parah. Hal ini dilakukan dengan cara memberi sugesti pada zat yang panas, agar menjadi dingin sehingga tidak dapat melukai kulit. Proses suhu yang panas diubah menjadi dingin, diumpamakan dengan sifat minyak. Perbandingan tersebut terdapat pada celap beka binyak ‘dingin seperti minyak’ dan licin beka lemak ‘licin seperti minyak babi.’ Perumpamaan ini ditandai dengan penggunaan kata beka ‘seperti.’ Perumpamaan ini membandingkan sifat antara dua hal yang sesungguhnya tidak sama, tetapi dianggap sama. Celap asa binyak ‘dingin seperti minyak’ maksudnya
adalah benda yang bersuhu panas menjadi dingin setelah menyentuh kulit, seperti layaknya minyak yang dingin. Licin beka lemak ‘licin seperti minyak babi’ maksudnya adalah kulit yang telah terkena benda yang bersuhu panas tersebut, tidak dapat terluka atau tetap seperti sedia kala.
Pada bait kedua contoh (29) ditemukan juga perumpamaan yang ditunjukan dengan pemakaian kata asa ‘serasa’ dan beka ‘seperti.’ Kata celap
‘dingin’ disamakan dengan minyak, yaitu celap asa binyak ‘dingin serasa minyak’ dan ngerupak beka bawang ‘berlapis seperti bawang merah.’ Maksud dari celap asa binyak ‘dingin seperti minyak’ adalah benda yang bersuhu panas menjadi dingin di kulit tubuh manusia seperti minyak yang belum dipanaskan jika ditempelkan ke kulit terasa dingin. Sedangkan maksud dari ngerupak beka bawang ‘berlapis seperti bawang’ adalah menganggap bahwa kulit manusia bersifat seperti bawang merah yang memiliki kulit berlapis-lapis. Jika kulit luarnya telah mati, maka akan tergantikan dengan kulit yang baru lagi. Begitu juga dengan kulit manusia, jika kulitnya terluka maka akan tergantikan dengan kulit yang baru.
(30) teks E (4) bait keempat
Beka ruai nepas balai ‘seperti burung ruai menyapu balai’ Aku nepas semua penyakit tuk ‘aku sapu semua penyakit ini’
Perbandingan pada contoh (30) ditunjukan dengan perbandingan antara membersihkan penyakit dari tubuh manusia dan membarsihkan suatu tempat dari sampah atau debu. Beka ruai nepas balai, aku nepas semua penyakit tuk ‘seperti burung ruai membersihkan sarangnya, aku membarsihkan semua penyakit ini’ memiliki maksud bahawa penyakit yang diderita oleh seseorang dibersihkan
semua seperti burung ruai yang membersihkan sarangnya dari sampah dan debu. Konon katanya burung ruai selalu membersihkan sarangnya dengan sangat bersih. Di sarang burung ruai tidak akan ditemukan sampah bahkan debu sekalipun karena burung ini selalu membersihkannya menggunakan bulunya yang panjang. Sehingga bulu burung ini digunakan sebagai media untuk mantra pada teks E (4) dan penyakit di tubuh menjadi bersih dan tidak tersisa lagi.
(31) teks G
Pelanduk sedungkal dangkul ‘pelanduk sedungkal dangkul’ Peredah patah tiga ‘peredah patah tiga’
Antu tunuak sebagai tungul ‘hantu tunduk seperti tunggul’ Kami lalu Sentara dua ‘kami lewat di antara dua
Tujuah aik tujuh parung tujuh ‘tujuh air tujuh lembah tujuh gunung’
gunung, tujuh lempak tujuh laut ‘tujuh daratan, tujuh laut’ Asa api asa bara ‘serasa api serasa bara’
Pada contoh (31) pelanduk dianggap sebagai pengusir hantu, sedangkan
peredah patah tiga adalah ranting yang digunakan sebagai mendia untuk melindungi sehingga hantu tidak dapat mengganggu lagi. Hantu menjadi tunduk seperti tunggul kayu yang hanya diam dan tidak dapat bergerak sama sekali. Hantu diusir pergi sejauh-jauhnya, yaitu melewati tujuh mata air atau sungai, tujuh lembah, tujuh gunung, tujuh daratan rendah dan tujuh lautan. Karena jika tidak lari sejauh mungkin, semakin lama barada ditempat tersebut ia akan mati kepanasan seperti terbakar nyala dan bara api.
(32) teks I (1) bait pertama dan kedua Kalau itak tumuah de gunuang
Batu itak mintak tebukak ati aku yang butak Sebagai lawang pintu tebukak
Tebukak beka segarak Lantang seperti tawang
Luwas sebagai Kapuas limak belas ujung Terang dari bulan purnama limak belas ari ‘kalau kalian tumbuh di gunung’
‘batu kalian minta terbuka hati aku yang butak’ ‘sebagai lawang pintu terbuka’
‘terbuka seperti sungai yang mengalir’ ‘lebar seperti tawang’
‘luas seperti kapuas lima belas kali lipat’ ‘terang dari bulan purnama lima belas hari’ (33) teks I (2) bait kedua, ketiga dan keempat Atiku rami sebagai Melawi
Atiku lantang sebagai tawang
Atiku luas sebagai Kapuas limak belas ujuang Terang re bulan purnama limak belas ari Ngelayang ke seberang dapat sebu bunga tanah Kenangku lantang asa depesiang
Aku dapat guru dalam dilah Atiku rami rami sebagai Melawi Atiku lantang sebagai tawang
Atiku luas sebagai Kapuas limak belas ujuang Terang re bulan purnama limak belas ari
Pada contoh (32) ditemukan perumpamaan yang ditandai dengan kata sebagai, seperti dan dari. Perumpamaan ini membandingkan antara satu hal dengan benda yang lain. Hal yang diperbandingkan tersebut adalah pikiran yang diperbandingkan dengan pintu yang terbuka, sungai yang mengalir, dataran basah yang luas, sungai Kapuas yang panjang, dan terangnya cahaya bulan purnama. Seseorang yang sulit untuk menerima ilmu yang diberikan kepadanya, seperti yang diungkapkan pada mantra tersebut yang diumpamakan dengan kerasnya batu dan pikiran yang buta, yaitu batu itak mintak tebukak ati aku yang butak, menjadi terbuka. Pikiran seseorang dapat menerima segala ilmu yang diberikan kepadanya. Pikirannya terbuka seperti pintu yang terbuka lebar. Pikiranya menjadi mengalir seperti air sungai yang tidak pernah berhenti mengalir. Pengetahuanya menjadi
luas layaknya daratan rendah yang sangat luas yang hijau oleh berbagai tumbuhan. Pengetahuannya sangat banyak seperti panjangnya sungai Kapuas. Seseorang dapat menjadi penerang bagi bagi orang lain seperti cahaya bulan purnama.
Perbandingan pada contoh (33) ditunjukan dengan adanya perbandingan antara atiku rami sebagai melawi ‘hatiku luas seperti Melawi’ memiliki maksud bahwa hatinya dapat berpikir luas seperti sungai Melawi yang luas. Atiku lantang sebagai tawang ‘hatiku lebar seperti dataran rendah’ memiliki maksud bahwa hati dan pikirannya memiliki isi atau tidak kekurangan ilmu, seperti layaknya dataran rendah basah yang hijau oleh beraneka ragam tumbuhan dan tidak pernah kekeringan. Atiku luwas sebagai Kapuas limak belas ujuang ‘hatiku luas seperti Kapuas limak belas ujuang’ bermaksud hati dan pikirannya memiliki pikiran yang sangat luas layaknya sungai Kapuas yang sangat panjang. Ngelayang keseberang dapat sebu bunga tanah ‘memiliki maksud bahwa dengan banyak ilmu seseorang tidak menjadi sombong tetapi menjadi baik budi pekertinya. Kenang aku lantang asa depesiang ‘pikiranku panjang serasa dibersihkan’ bermaksud pikiran seseorang menjadi segar dan bersih seperti layaknya sebuah tumbuhan yang telah dibersihkan dari semak belukar atau sebuah ruangan yang telah dibersihkan dari debu. Aku dapat guru dalam dilah ‘aku dapat guru dalam lidah’ bukan berarti lidah menjadi guru pemiliknya, tetapi memiliki maksud bahwa lidah atau bicara seseorang dapat merupakan senjata bagi pemiliknya. Dengan budi bahasanya, ia dapat gagal atau pun berhasil dalam pergaulannya. Sehingga seseorang diharapkan dapat menjadi bijaksana dan pandai dalam berbicara.
Perumpamaan-perumpamaan dari contoh (33) ditunjukan dengan kata sebagai ‘sebagai,’ re
‘dari,’ dan asa ‘serasa.’ (34) teks K (3)
Binyak setipu duyuang Tanak dalam citak temaga Aku diri seperti payuang Aku duduk seperti anak raja Seri aku sebagai anak bidu bedari
Cahaya aku sebagai bulan purnama limak belas ari Aku bepilik manang bilik
Manang simpiak pingan ngeri Aku penyah manang dilah Manang pasah penantai padi Aku bepayuang manang bumuang Manang tangkuang manang keladi Seri aku sebagai anak bidu bedari
Cahaya aku sebagai bulan purnama limak belas ari
Perumpamaan pada contoh (34) ditunjukan dengan adanya perbandingan antara dua hal yang dianggap memiliki sifat yang sama. Adapun perbandingan tersebut, yaitu antara kecantikan seseorang dengan berbagai sifat benda yang dianggap mirip dengan sifat kecantikan. Aku diri seperti payuang ‘aku berdiri seperti payung’ memiliki arti bahwa seseorang memiliki aura kecantikan yang positif, seperti layaknya payung yang memayungi, berfungsi untuk melindungi pemakainya dari panas dan hujan. Aku duduk seperti anak raja ‘aku duduk seperti putri raja’ memiliki arti bahwa kecantikannya sungguh mempesona, seperti kecantikan seorang putri raja. Aku berdiri seperti payung dan aku duduk seperti putri raja menunjukan bahwa kecantikan seseorang tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, melainkan dari berbagai sisi. Seri aku sebagai anak bidu bedari ‘auraku
seperti anak bidadari’ dan cahaya aku sebagai bulan purnama limak belas ari
‘cahaya aku seperti bulan purnama lima belas hari’ memiliki arti bahwa dengan kecantikan yang dimilikinya ia dapat menjadi penerang bagi orang lain ‘lawan jenis yang mencintainya’ seperti indah dan terangnya cahaya bulan purnama yang menyinari malam. Perbandingan tersebut ditunjukan dengan kata seperti dan
sebagai.
Aku bepilik manang bilik manang simpik pingan ngeri ‘aku berkilau seperti bilik, seperti piring antik’ memiliki makna semua orang memuji kecantikannya. Rasa kagum ketika orang lain melihatnya diibaratkan seperti jika seseorang melihat dan mengagumi sebuah rumah mewah dan ketika mengagumi sebuah piring tua yang antik. Aku penyah manang dilah manang pasah penantai padi ‘aku penyah seperti lidah, seperti lumbung padi’ memiliki maksud bahwa seseorang memiki jiwa yang hidup. Penyah dalam bahasa Dayak Desa merupakan roh dari padi dan padi merupakan lambang penghidupan. Dalam mantra ini penyah adalah jiwa dari pengguna mantra. Raga manusia yang hidup diisi oleh jiwanya. Tutur kata yang diucapkan pengguna mantra selalu berisi yang diibaratkan seperti sebauh lumbung padi yang terisi penuh. Tutur kata yang diucapkanya selalu bermanfaat seperti pada yang berfungsi sebagai makanan pokok. Aku bepayuang manang bumuang manang tangkuang manang keladi ‘aku berpayung seperti bumbung rumah seperti tangkuang seperti keladi’ bermakna seseorang -pengguna mantra- terlihat sempurna seperti sebuah rumah yang sudah jadi dan utuh. Orang lain yang melihatnya pasti gemas dan terpesona seperti jika
makan keladi dikerongkongan terasa gatal. Perumpamaan tersebut ditunjukan dengan penggunaan kata manang ‘seperti.’