• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

6.1. Alokasi Curahan Kerja

6.1.6. Alokasi Curahan Kerja pada Kegiatan Rumahtangga

Kegiatan rumahtangga didominasi oleh istri di dalam masing-masing keluarga, baik pada rumahtangga yang bekerja di LNG maupun yang tidak. Alokasi curahan kerja pada kegiatan rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Alokasi Curahan Kerja Rata-rata Anggota Rumahtangga Pada Kegiatan

Rumahtangga dalam Satu Tahun

(HOK) No Anggota Rumahtangga LNG Non LNG Curahan Kerja Rata-rata Curahan Kerja Rata-rata 1 Suami 9.04 13.56 2. Istri 247.56 256.71

3. Anak/anggota keluarga lain 126.96 57.42

Total 383.56 327.69

Sumber : Data Penelitian diolah

Dalam penelitian ini, kegiatan rumahtangga yang diteliti meliputi kegiatan memasak, mencuci, mengasuh anak dan mencari kayu bakar. Rumahtangga yang bekerja di LNG, alokasi curahan kerja suami lebih rendah dibandingkan yang tidak bekerja di LNG, tetapi alokasi kerja anak dan anggota keluarga lain lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak bekerja di LNG. Hal ini disebabkan kegiatan rumahtangga yang menjadi tanggungjawab kepala keluarga yang bekerja di LNG dibebankan kepada anak dan anggota keluarga lainnya. Selain itu

rata-rata jumlah anggota keluarga dan jumlah balita pada setiap rumahtangga yang bekerja di LNG maupun yang tidak bekerja di LNG sangat mempengaruhi alokasi curahan kerja istri. Semakin banyak jumlah balita maka pekerjaan rumahtangga juga cenderung lebih tinggi.

Penduduk di lokasi penelitian didalam melakukan aktivitas rumahtangganya sangat terbantu dengan tersedianya fasilitas air bersih yang menjangkau setiap rumah, sehingga para istri dan anak-anak tidak perlu menimba air lagi atau pergi ke sumber mata air untuk mencuci ataupun mengambil air bersih. Pada saat penelitian dilakukan, setiap hari air mengalir di rumah-rumah yang ada di Desa Saengga. Hanya saja untuk Desa Tanah Merah air dijadwal mengalir dua hari sekali karena jumlah penduduk di desa ini jauh lebih besar daripada jumlah penduduk di Saengga. Air bersih tersebut mengalir pada saat fasilitas penerangan juga telah menyala pada saat jam enam sore. Beberapa rumahtangga yang salah satu anggota keluarganya bekerja di LNG menggunakan mesin cuci untuk mencuci baju sehingga alokasi kerja untuk aktivitas mencuci menjadi berkurang.

6.2. Kontribusi Pendapatan Tunai Masing-masing Kegiatan Produksi Rumahtangga

Sumber pendapatan tunai masing-masing rumahtangga responden berbeda-beda. Secara keseluruhan sumber pendapatan responden berasal dari upah kerja pada proyek LNG tangguh, usahatani tanaman pangan dan perkebunan, melaut, guru, berdagang, membuat perahu, meubel, berburu, menokok sagu dan

sebagai tukang chainsaw. Kontribusi pendapatan masing-masing kegiatan produksi rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 menunjukkan bahwa untuk rumahtangga yang bekerja di LNG, sebagian besar pendapatannya diperoleh dari bekerja di proyek LNG, sedangkan untuk rumahtangga yang tidak bekerja di LNG sebagian besar pendapatannya diperoleh dari kegiatan perikanan. Rata-rata pendapatan dari kegiatan perikanan bisa mencapai Rp. 1 538 817.78 perbulannya untuk rumahtangga yang tidak bekerja di LNG dan Rp. 735 086.48 perbulannya untuk yang bekerja di LNG. Tinggi rendahnya pendapatan tersebut diakibatkan oleh tinggi rendahnya curahan kerja yang mereka curahkan pada kegiatan tersebut.

Tabel 23. Rata-rata Kontribusi Pendapatan Tunai Rumahtangga pada Masing-masing Kegiatan Produksi dalam Satu Tahun

No Komponen Pendapatan LNG Non LNG Rata-rata Pendapatan (Rp) Persentase (%) Rata-rata Pendapatan (Rp) Persentase (%) 1. Proyek LNG 27 131 925.00 55.87 0.00 0.00 2. Nelayan 8 821 037.75 18.16 18 465 813.33 48.28 3. Usahatani & perkebunan 6 585 063.53 13.56 9 028 843.33 23.61 4 Berburu 363 812.50 0.75 1 128 746.67 2.95 5. Menokok sagu 1 008 760.43 2.08 1 034 510.49 2.70 6. Lain-lain 4 652 375.00 9.58 8 586 666.68 22.45 Total 48 562 974.21 100.00 38 244 580.50 100.00 Sumber : Data Penelitian diolah

Pada rumahtangga yang tidak bekerja di LNG, pendapatan yang mereka peroleh dari semua sumber pendapatan yang bergantung pada potensi sumber daya alam lebih tinggi dibandingkan dengan yang bekerja di LNG. Sekalipun demikian total pendapatan pada rumahtangga yang bekerja di LNG Tangguh lebih tinggi karena adanya peningkatan penerimaan uang tunai dari kegiatan bekerja pada proyek LNG Tangguh.

Bila dikaitkan dengan Tabel 20 dan 21, secara keseluruhan Tabel 23 menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendapatan tunai sangat ditentukan oleh alokasi kerja pada masing-masing kegiatan. Semakin tinggi alokasi kerja pada kegiatan tertentu mengakibatkan pendapatan tunai yang diperoleh juga semakin tinggi. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa rumahtangga didalam mengalokasikan kerjanya sangat dipengaruhi oleh pendapatan tunai yang dapat diperoleh dari masing-masing kegiatan.

6.3. Konsumsi pada Rumahtangga Responden

Masing-masing rumahtangga responden mempunyai pola konsumsi yang berbeda-beda baik pada komoditi pangan maupun non pangan tergantung jumlah anggota keluarga dan gaya hidup masing-masing keluarga. Konsumsi pada rumahtangga responden dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Rata-rata Konsumsi Rumahtangga dalam Satu Tahun No Jenis Barang Konsumsi

LNG Non LNG Rata-rata nilai Konsumsi (Rp) Persentase (%) Rata-rata nilai Konsumsi (Rp) Persentase (%) 1. Produk usahatani 1 249 300 5.98 745 100 3.86 2. Produk perikanan 1 403 750 6.72 2 915 400 15.09 3. Hasil buruan 298 250 1.43 750 400 3.88 4 Hasil menokok sagu 370 000 1.77 634 000 3.28 5.

Konsumsi barang pasar pangan selain produksi rumahtangga

15 451 425 73.99 12 854 960 66.55 6. Konsumsi barang pasar

non pangan 2 110 700 10.11 1 417 680 7.34 Total 20 883 425 100.00 19 317 540 100.00 Sumber : Data Penelitian diolah

Konsumsi terbesar rumahtangga responden adalah konsumsi untuk bahan pangan, terutama bahan pangan yang berasal dari pasar baik pada rumahtangga yang bekerja di LNG maupun yang tidak bekerja di LNG. Hal ini disebabkan

harga-harga barang pasar untuk pangan di kedua desa penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan harga normal yang berlaku di ibukota provinsi. Sebagai contoh, harga per kilogram gula pasir di ibukota provinsi mencapai Rp. 9 000 sedangkan di lokasi penelitian, harga gula pasir ¾ kg mencapai Rp. 10 000 dan harga minyak goreng 5 liter mencapai Rp. 80 000 sedangkan di ibukota provinsi sebesar Rp. 60 000. Tingginya harga bahan pangan di kedua desa ini merupakan konsekuensi dari biaya tataniaga yang juga meningkat yang harus ditanggung oleh para pedagang setempat.

Nilai konsumsi barang pasar pangan maupun non pangan pada rumahtangga yang bekerja di LNG Tangguh lebih besar dibandingkan pada rumahtangga yang tidak bekerja di LNG. Hal ini disebabkan rata-rata jumlah anggota keluarga dan jumlah balita rumahtangga yang bekerja di LNG lebih besar dibandingkan jumlah anggota keluarga dan balita rumahtangga yang tidak bekerja di LNG. Selain itu uang tunai yang diterima dari upah bekerja di LNG memungkinkan keluarga yang bekerja di LNG mempunyai tingkat konsumsi yang lebih tinggi karena tingkat pendapatan mereka lebih besar dari rumahtangga yang tidak bekerja di LNG. Untuk menyiasati kebutuhan konsumsi yang tinggi, rumahtangga yang tidak bekerja di LNG lebih banyak mengkonsumsi produk yang berasal dari produksi rumahtangga dan mengurangi konsumsi barang pasar untuk pangan dan non pangan. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya pendapatan tunai yang dimiliki rumahtangga mempengaruhi tinggi rendahnya konsumsi suatu rumahtangga terhadap barang pasar maupun produk-produk yang dihasilkan rumahtangga pada berbagai aktivitas produksi.

6.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi dan Penerimaan Rumahtangga

Dalam rangka mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi dan penerimaan rumahtangga responden yang bekerja di LNG Tangguh dilakukan pendugaan model dengan menggunakan metode 2SLS pada program SAS 9.1 melalui prosedur PROC SYSLIN. Dari hasil pendugaan model tersebut dilakukan analisis berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui keragaan masing-masing peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah penjelas yang ada di dalam model yang dibangun. Nilai statistik uji-F juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh peubah penjelas secara bersama-sama terhadap peubah endogen, sedangkan untuk mengetahui pengaruh masing-masing peubah penjelas terhadap variabel endogen dilakukan uji-t.