• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Pada Proyek Liquified Natural Gas Tangguh Terhadap Ekonomi Rumahtangga Penduduk Desa Di Kawasan Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Pada Proyek Liquified Natural Gas Tangguh Terhadap Ekonomi Rumahtangga Penduduk Desa Di Kawasan Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

DEASI MAYAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Province (NUNUNG KUSNADI as Chairman and HARIANTO as Member of the Advisory Committee).

One commitment of Tangguh LNG project is to increase employment opportunity for local workers who live in directly affected villages and the Bird’s Head Region in the short, middle and long run. The objectives of this study were to analyze the impact of Tangguh LNG project on the allocation of time of households, income structure, and household consumption; to analyze factors influencing production and consumption of households who working in Tangguh LNG project; and to find out the impact of cash income on the production and consumption activities of households. This study used descriptive analysis and the form simultaneous equation household models. Result showed that the allocation of time in agriculture, fishing, and timbers of household working in Tangguh LNG project is less then household do not belong to. Household working in Tangguh LNG project gain more cash income and higher consumption on market goods than those do not. Farm income was significantly influenced by the distance of land area and intensity of agricultural extention. Fishing income was significantly influenced by number of trammel net and fuel. Income of timbers was significantly influenced by the allocation of time and timbers frequency. Household consumption was significantly influenced by income and size of family. When the cash income gaining from the project increased, consumption of market goods increased but working hours allocated to agriculture, fishing and timbers decreased.

(3)

migas. Hampir seluruh kawasan ini mengandung gas alam cair (liqufied natural gas) dengan jumlah cadangan mencapai 23.7 trilyun kaki kubik dan kandungan minyak bumi kurang lebih 45 juta ton (BAPPEDA, 2005). Berdasarkan potensi tersebut, pada tahun 1998 berdasarkan SK Menteri Pertambangan dan Energi No.04/DKPP/1998 tertanggal 13 Januari 1998 telah dibangun proyek Liquefied Natural Gas (LNG) Tangguh di Kawasan Teluk Bintuni (PERTAMINA & BP, 2002). Proyek ini dikelola oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP-Migas) dan British Petrolium (BP) yang memegang hak guna usaha selama 30-50 tahun.

Sumber mata pencaharian penduduk di sekitar proyek dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber mata pencaharian yang bergantung sepenuhnya kepada potensi sumberdaya alam seperti kegiatan bertani, menangkap ikan, berburu dan menokok sagu dan sumber mata pencaharian dari keterlibatan mereka pada berbagai industri yang ada di wilayah tersebut. Salah satu komitmen yang diberikan kepada masyarakat setempat oleh proyek LNG Tangguh adalah adanya peyerapan tenaga kerja lokal dan tenaga kerja di sekitar wilayah kepala burung pada jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga masyarakat yang bekerja pada proyek LNG Tangguh, sedangkan tujuan spesifiknya adalah: (1) menganalisis dampak penyerapan tenaga kerja lokal pada proyek LNG Tangguh terhadap alokasi kerja rumahtangga, struktur pendapatan dan konsumsi rumahtangga, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi rumahtangga yang bekerja pada proyek LNG Tangguh, dan (3) menganalisis pengaruh peningkatan proporsi cash income karena adanya penyerapan tenaga kerja lokal terhadap aktivitas produksi dan konsumsi yang selama ini telah dilakukan oleh penduduk setempat. Tujuan penelitian pertama dianalisis secara deskriptif melalui tabulasi data. Tujuan kedua dan ketiga dianalisis dengan menggunakan model ekonometrika berupa persamaan simultan.

(4)

mengakibatkan jarak lahan menjadi faktor yang sangat mempengaruhi penerimaan dari kegiatan tersebut, karena lahan kelapa sawit penduduk setempat berada di desa tetangga dan membutuhkan jarak tempuh yang cukup lama. Selain itu peran penyuluh pertanian juga sangat mempengaruhi tinggi rendahnya penerimaan pertanian. Jumlah jaring dan biaya variabel merupakan faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya penerimaan rumahtangga pada kegiatan perikanan. Alokasi kerja pada kegiatan mengambil hasil hutan serta frekuensinya sangat menentukan besar kecilnya penerimaan dari kegiatan tersebut. Produk total yang dihasilkan rumahtangga sangat menentukan besar kecilnya konsumsi rumahtangga dari produk-produk tersebut. Besar kecilnya konsumsi bahan pangan maupun non pangan sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga yang ada.

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

DAMPAK PENYERAPAN TENAGA KERJA LOKAL PADA

PROYEK LIQUIFIED NATURAL GAS TANGGUH TERHADAP

EKONOMI RUMAHTANGGA PENDUDUK DESA DI KAWASAN TELUK BINTUNI PROVINSI PAPUA BARAT

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2009

DEASI MAYAWATI

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

(7)

DEASI MAYAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama Mahasiswa : Deasi Mayawati Nomor Pokok : H351060081

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir.Nunung Kusnadi,MS Ketua

Dr. Ir. Harianto, MS Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

pertama dari tiga bersaudara pasangan Andi Rustam Sinjai dan Sumarthina. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1989 di SDN Yossudarso Manokwari. Penulis melanjutkan studi di SMPN 01 Manokwari hingga kelas dua tahun 1990, lalu pindah ke SMPN 02 Rantepao Tanah Toraja dan menyelesaikan studi di sana pada tahun 1992. Penulis kemudian melanjutkan studi di SMAN 02 Manokwari pada tahun yang sama dan lulus tahun 1995. Tahun 1995 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari dan meraih gelar sarjana pada tahun 2001.

(11)

memberikan hikmat dan kemampuan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul ” Dampak Penyerapan Tenaga Kerja Lokal pada Proyek Liquified Natural Gas Tangguh Terhadap Ekonomi Rumahtangga Penduduk Desa di Kawasan Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat”.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis dengan memberikan saran dan sumbangan pemikiran yang sangat membantu selama penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku penguji luar komisi pembimbing atas kritik dan sarannya. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Papua (UNIPA) dan Dekan Fakultas Pertanian

UNIPA, serta Bapak Ir. Achmad Rochani, MS yang telah memberikan rekomendasi dan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan studi di IPB. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu

Ekonomi Pertanian dan pengajar mata kuliah Metodologi Penelitian Ekonomi yang telah memberikan banyak saran dan dorongan selama perkuliahan. 3. Seluruh dosen dan staff yang telah memberikan arahan selama penulis kuliah

(12)

selama penelitian ini dilakukan.

5. Teman-teman EPN angkatan 2006 (Sayekti Handayani, Dewi Haryani, Indra Rochmadi, Ismi Jazila, Husen Bahasoan, I Gusti Ayu P. Mahendri, Risyuwono, Femmi Nor Fahmi, Dahya, Andi Thamrin, Piter Sinaga dan I Wayan Sukanata) atas kebersamaan di dalam suka dan duka selama perkuliahan dan penulisan tesis ini serta semua pihak yang turut memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Secara khusus dengan penuh rasa cinta dan hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada suami terkasih Tommy Ferdinand Undap yang telah berdoa dan mendukung penulis selama kuliah di IPB. Penghargaan dan trimakasih yang tulus, juga di sampaikan kepada Ayahanda tercinta Andi Rustam Sinjai dan Ibunda tercinta Sumarthina, adikku Nikson Firmansyah dan Zulfikar Mardiyadi yang telah memberikan dukungan materil dan doa selama penulis kuliah di IPB.

Akhir kata, tesis ini penulis persembahkan kepada pembaca sebagai pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2009

(13)

1.1. Latar Belakang

Provinsi Papua Barat merupakan provinsi pemekaran dari Provinsi Papua

yang sebelumnya lebih dikenal dengan Provinsi Irian Jaya. Provinsi ini

dimekarkan berdasarkan Undang-Undang nomor 45 tahun 1999 yaitu pada masa

pemerintahan Presiden Bachruddin Jusuf Habibie berdasarkan aspirasi masyarakat

dan pertimbangan terhadap kemajuan dan perkembangan Provinsi Irian Jaya.

Undang-Undang tersebut dipertegas oleh Instruksi Presiden RI No.1 Tahun 2003

tentang Percepatan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.

Berdasarkan tujuan tersebut semua komponen Departemen Pusat dan Kepala

Pemerintahan di daerah diinstruksikan untuk melaksanakan percepatan

pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai,

Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong (BAPPEDA, 2005).

Provinsi Papua Barat terdiri dari sembilan wilayah pemerintahan

kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten

Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten

Fak-Fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong dengan

luas keseluruhan wilayah tersebut adalah 133 724 km2. Kesembilan wilayah ini

mempunyai potensi sumberdaya alam yang melimpah baik sumberdaya alam yang

dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat diperbaharui (non

(14)

primer tetap menjadi sektor utama yang memberikan kontribusi terbesar kepada

PDRB provinsi seperti yang terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Peranan Masing-masing Sektor Terhadap Pembentukan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1999 – 2003

(%)

Sektor 1999 2000 2001 2002 2003

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Pertanian 16.39 16.11 16.21 20.11 18.81

2. Pertambangan dan Penggalian 63.24 63.10 63.66 53.60 56.73

3. Industri Pengolahan 4.09 3.37 3.07 3.81 3.66

4. Listrik dan Air Bersih 0.21 0.22 0.22 0.35 0.38

5. Bangunan 2.71 2.58 2.48 3.49 3.22

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4.20 4.38 4.45 5.75 5.70

7. Angkutan dan Komunikasi 1.00 1.90 0.97 1.16 1.04

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 5.68 5.71 6.17 8.11 6.97

Sumber: BPS Provinsi Papua, 2003

Tabel 2. Peranan Masing-masing Sektor Terhadap Pembentukan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007

(%)

Sektor 2007

(1) (2)

1. Pertanian 26.64

2. Pertambangan dan Penggalian 15.98

3. Industri Pengolahan 20.10

4. Listrik dan Air Bersih 0.56

5. Bangunan 8.61

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.58

7. Angkutan dan Komunikasi 7.44

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 2.07

9. Jasa-jasa 8.03

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2008

Melihat sumbangan sektor pertambangan dan galian terlihat bahwa potensi

migas dan non migas di wilayah Papua cukup besar, namun saat ini yang

(15)

migas. Sekalipun demikian, bukan berarti potensi migas di wilayah ini terbatas.

Kabupaten Teluk Bintuni merupakan salah satu kabupaten di wilayah provinsi

Papua Barat yang memiliki potensi tambang yang cukup besar, termasuk migas.

Hampir seluruh kawasan ini mengandung gas alam cair (liquified natural gas)

dengan jumlah cadangan mencapai 23.7 trilyun kaki kubik dan kandungan minyak

bumi kurang lebih 45 juta ton (BAPPEDA, 2005).

Potensi sumberdaya alam yang cukup besar tersebut mendorong investor

berinvestasi di kawasan tersebut. Pada tahun 1998 berdasarkan SK Menteri

Pertambangan dan Energi No.04/DKPP/1998 tertanggal 13 Januari 1998 telah

dibangun proyek Liquified Natural Gas (LNG) Tangguh di Kawasan Teluk

Bintuni (PERTAMINA & BP, 2002). Proyek ini dikelola oleh Badan Pelaksana

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP-Migas) dan British Petrolleum

(BP) yang memegang hak guna usaha selama 30-50 tahun. Penemuan gas dengan

cadangan yang sangat besar di wilayah ini mencapai 14.4 trilyun kaki kubik yang

terletak di lapangan Weriagar dan Vorwata (PERTAMINA & BP, 2002).

Tujuan utama dari rencana pengembangan proyek ini adalah untuk

menghasilkan gas alam dan sekaligus mengolahnya menjadi gas alam cair atau

LNG, dan mengangkut serta memasarkannya ke pasar LNG tradisional maupun

pasar yang baru berkembang. Penemuan cadangan migas di kawasan ini

mendukung Indonesia kedepannya sebagai negara pengekspor LNG terbesar di

dunia. Bila proyek ini beroperasi maka ada sejumlah keuntungan ekonomi yang

(16)

Eksploitasi sumberdaya gas alam yang dilakukan oleh BP-Migas dan BP

di Kawasan Teluk Bintuni diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

signifikan bagi pengembangan ekonomi daerah melalui lapangan kerja baru yang

terbentuk, peluang tumbuhnya berbagai kegiatan bisnis baru, pembelian

produk-produk lokal hasil usaha masyarakat Papua, dan pembayaran berbagai jenis pajak

dan non-pajak kepada pemerintah (UNIPA, 2004). Berdasarkan riset untuk

Ethical Corporation tahun 2004 diperkirakan pemerintah Indonesia akan

memperoleh pendapatan kurang lebih sebesar 12 milyar dollar Amerika Serikat

yang bersumber dari produksi bersama dan pajak selama proyek tersebut

beroperasi, dimana pemerintah pusat akan memperoleh 8.7 milyar dollar

sedangkan pemerintah daerah Papua akan memperoleh sekitar 3.6 milyar dollar

Amerika Serikat. Aliran pendapatan ini baru bisa dinikmati oleh masyarakat

Papua pada tahun 2012 karena perolehan pendapatan pada tahun-tahun

sebelumnya diprioritaskan untuk membayar para penanam modal yang telah

menanamkan sahamnya (PPI India, 2006).

Laporan mengenai pendapatan yang akan diterima oleh masyarakat Papua

secara terpisah yang dilaporkan oleh Tangguh Independent Advisory Panel

(TIAP) dalam DTE 60 (2004) yaitu jumlah pendapatan yang akan diterima oleh

pemerintah Papua mencapai antara 100 juta dollar pertahun pada tahun 2016

hingga 225 juta dolar pertahun pada tingkat produksi puncak. Pendapatan ini

sangat tergantung pada seberapa banyak terminal LNG dibangun. Selain itu dalam

(17)

masalah pembagian pendapatan di masa datang antara pemerintah Indonesia dan

pemerintah di tingkat lokal dan provinsi.

Sebaliknya dari pihak BP-Migas sendiri melalui Pudyantoro (2007)

mengemukakan bahwa bagi hasil migas setelah adanya undang-undang otonomi

khusus lebih banyak yang diterima pemerintah daerah setempat, yang dapat dilihat

pada Gambar 1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa sebagian besar dana yang

masuk ke pemerintah Indonesia, sebagian besarnya dialokasikan untuk pemerintah

daerah baik pada bahan tambang minyak maupun gas setelah dikurangi dengan

berbagai potongan yang berkaitan dengan pembangunan proyek tersebut.

Keterangan:

Keterangan:

PSC: Production Sharing Contract

Gambar 1. Mekanisme Bagi Hasil Migas Era Otonomi Khusus

Mekanisme PSC

Bahan

tambang US$ 50.00

> 12 mil 4-12 mil <4 mil

Minyak Pemerintah pusat 100 %

PDRD, PBB, PPN Reimbursment, FeeKegiatan Hulu Misal : US$ 13.250

(18)

Proyek Tangguh diperkirakan mulai beroperasi pada tahun 2008, pada

kuartal keempat. Pada bulan Mei 2007 sudah dilakukan pengeboran eksplorasi

pada dua sumur di anjungan lepas pantai B yang merupakan salah satu target dari

15 sumur yang direncanakan akan dieksplorasi hingga tahun 2009. Gas alam cair

ini telah mempunyai pembeli yang berkomitmen untuk memasok yaitu Fujian

(Cina) sebesar 2.6 juta ton per tahun, K-Power dan Posco (Korea) sebesar 1.1 juta

ton pertahun, Sempra Energy LNG Marketing Corp (Meksiko) sebesar 3.6 juta

ton per tahun (DOT, 2007).

Terlepas dari semua keuntungan ekonomi yang akan dinikmati,

pembangunan proyek LNG Tangguh ini juga mempunyai kemungkinan

menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian maupun lingkungan fisik dan

sosial di wilayah tersebut. Beberapa dampak yang mungkin ditimbulkan oleh

adanya pembangunan proyek ini seperti yang tercatat dalam PERTAMINA & BP

(2002), antara lain :

1. Dampak sosial ekonomi pekerja konstruksi diperkirakan mencapai 5 800 dan

500 pekerja lapangan.

2. Pemukiman kembali penduduk Desa Tanah Merah yang pemukimannya

merupakan lokasi pembangunan proyek tersebut.

3. Hilangnya hak ulayat masyarakat lokal atas tanah dan daerah perairan dekat

pantai.

4. Gangguan terhadap lahan, hilangnya kayu, dan hilangnya habitat satwa liar

(19)

5. Dampak terhadap daerah hutan mangrove dari perpipaan dan fasilitas dermaga

khusus.

6. Dampak terhadap kualitas air akibat pembuangan air terproduksi (produced

water), air limbah domestik, air buangan lainnya, dan dari sedimen selama

konstruksi dan saat pengerukan di dekat pantai dan lepas pantai.

7. Dampak terhadap perikanan lepas pantai dan dekat pantai serta jalur

penangkapan ikan (right of way).

8. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri dan kegiatan masyarakat.

9. Dampak kualitas udara selama konstruksi dan operasi dari sumber bergerak

dan tidak bergerak, dan dari debu halus lepasan (fugitive dust).

10.Dampak kebisingan dan penyinaran (lampu).

11.Dampak dari keterbatasan akses untuk daerah penangkapan ikan dekat pantai.

12.Daerah pertanian dan perburuan tradisional, dan penggunaan lahan yang lain.

13.Dampak-dampak lain yang berhubungan dengan kegiatan proyek seperti ini.

Dalam pembangunan proyek ini tentu saja pemerintah harus

memperhatikan dampak yang ditimbulkan olehnya. Desa-desa yang terletak dekat

lokasi proyek baik lokasi tempat kegiatan eksploitasi gas, kegiatan transmisi gas,

kegiatan kilang LNG, pembangunan pelabuhan dan bandara diduga akan

merasakan dampak negatif akibat kegiatan konstruksi selama proses konstruksi

berlangsung, seperti berkurangnya wilayah penangkapan ikan dan daerah

perburuan tradisional, kebisingan dan lain sebagainya. Sedangkan desa-desa yang

terletak jauh dari proyek kemungkinan tidak akan merasakan dampak tersebut.

(20)

proyek dan juga kesempatan untuk menjual hasil-hasil pertanian dan perikanan

serta hasil produksi rumahtangga lainnya, baik bagi penduduk yang berada di desa

yang terletak di dekat proyek maupun yang jauh dari proyek, meskipun demikian

peluang lebih besar terdapat di desa-desa yang lebih dekat dengan lokasi proyek.

Beberapa desa yang terletak dekat dengan lokasi proyek ini adalah Desa Tanah

Merah, Desa Simuri, Desa Weriagar, Desa Toweri, Desa Tofoi, Desa Tomu dan

Desa Taroy. Ketujuh desa tersebut tersebar pada empat kecamatan atau distrik di

kawasan Teluk Bintuni, yaitu Distrik Babo, Distrik Aranday, Distrik Kokas dan

Distrik Simuri. Sedangkan desa-desa yang terletak jauh dari proyek antara lain

Desa Sidomakmur, Desa Irarutu III, Desa Aroba, Desa Yaru, Transmigrasi SP I,

Transmigrasi SP II dan Desa Kalitami.

1.2. Perumusan Masalah

Wilayah Papua merupakan wilayah dimana terdapat sumberdaya alam

yang potensial di berbagai sektor, baik itu pertanian, perikanan, kehutanan serta

pertambangan. Investasi juga terus dilakukan di wilayah ini, hal ini terlihat dari

adanya perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di berbagai sektor di wilayah

tersebut. BPS Provinsi Papua (2003) mencatat bahwa hingga tahun 2003, total

investasi di Papua adalah sebesar Rp. 27 456 752 037 000 dan jumlah industri

yang ada 4 387 yang menyerap tenaga kerja sebesar 49 689 pekerja pada berbagai

level pendidikan. Jumlah tersebut sangat rendah dibandingkan dengan jumlah

(21)

Pembangunan di wilayah ini terkesan lamban dibandingkan pembangunan

di wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Barat. Hal ini dipicu karena

lambatnya perkembangan infrastruktur di wilayah tersebut yang dibutuhkan untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pemanfataan sumberdaya

yang ada dan didukung oleh infrastruktur yang memadai, perkembangan wilayah

ini seharusnya tidak berbeda jauh dengan perkembangan pembangunan di wilayah

Indonesia barat, tetapi ternyata hal tersebut jauh dari yang diharapkan. Sekalipun

terkesan lamban, pembangunan di wilayah ini terus mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari PDRB yang terus meningkat dari tahun ke

tahun seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Menurut Kelompok Sektor Tahun 2002-2003

Kelompok sektor

Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan 1993

(Juta Rp) Pertumb

uhan (%) (Juta Rp)

Pertumb uhan (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Primer 17 025 837.53 21 700 209.55 27.45 6 266 240.29 6 740 100.09 1.13 Sekunder 1 769 270.32 2 083 308.09 17.82 627 731.49 688 291.22 8.53 Tersier 4 302 413.53 4 941 277.07 14.85 1 347 664.39 1 488 367.60 8.67 PDRB 23 096 521.38 28 742 794.71 24.37 8 201 636.17 8 916 758.92 8.67 Sumber: BPS Provinsi Papua, 2003

Tabel 3 menunjukkan bahwa sektor primer merupakan sektor penyumbang

terbesar pada PDRB Papua sekalipun pertumbuhannya lebih rendah dibanding

sektor sekunder dan tersier. Sektor primer adalah sektor pertanian, sektor

pertambangan dan galian, sedangkan sektor sekunder adalah sektor industri

pengolahan, sektor listrik dan air minum serta sektor konstruksi. Sektor sisanya

adalah sektor tersier.

Dibangunnya proyek LNG Tangguh yang baru di Papua tentu saja akan

(22)

proyek ini dianggap sebagai mesin pembangunan ekonomi di Papua setelah

Freeport yang berlokasi di Timika Papua. Salah satu komitmen yang diberikan

kepada masyarakat oleh proyek LNG Tangguh adalah adanya penyerapan tenaga

kerja lokal dan tenaga kerja di sekitar wilayah kepala burung seperti yang terlihat

pada Tabel 4 .

Tabel 4. Target Tenaga Kerja Konstruksi Proyek Liquified Natural Gas

Tangguh

(%

jam-orang

)

Semua pekerja yang mewakili persentase jam kerja selama masa konstruksi

Dari Tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar dari tenaga kerja yang terserap di

wilayah Papua untuk tahapan konstruksi proyek LNG Tangguh merupakan

pekerja dengan tingkat ketrampilan menengah ke bawah. Hal ini tidak

mengherankan karena hingga tahun 2003 persentase jumlah penduduk yang

termasuk angkatan kerja yang mempunyai pendidikan sekolah dasar hingga

sekolah menengah tingkat pertama adalah sebesar 80.38 persen dan sisanya adalah

pendidikan diploma dan strata satu (BPS Provinsi Papua, 2003). Target proyek

LNG Tangguh adalah menyerap 42.75 persen angkatan kerja orang Papua selama

masa konstruksi dari keseluruhan target rekrutmen, baik melalui rekrutmen oleh

(23)

Di daerah yang masuk kategori daerah yang terkena dampak langsung,

pada tahap konstruksi, kontraktor akan menawarkan satu jenis pekerjaan kepada

setiap rumah tangga di kampung-kampung tersebut dengan memperhatikan

kemampuan masing-masing rumah tangga. Tenaga kerja yang direkrut merupakan

tenaga kerja kontraktor. Artinya tenaga kerja tersebut akan bekerja untuk

mendapatkan upah dari kontraktor dan menerima perintah kerja dan bekerja di

bawah pengawasan kontraktor. Pekerjaan yang diberikan merupakan pekerjaan

yang bersifat jangka pendek. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

setiap pencari kerja adalah KTP atau kartu keluarga (UNIPA, 2006).

Proses rekrutmen tenaga kerja di desa yang terletak dekat dengan proyek

seperti yang dilaporkan oleh Tim Peneliti UNIPA (2006) adalah sebagai berikut :

1. Kontraktor memberikan informasi mengenai kebutuhan tenaga kerja dan

meminta bantuan kepada BP.

2. BP meneruskan informasi tersebut kepada kepala kampung dan kepala distrik

yang bersangkutan.

3. Kepala kampung diharapkan merekomendasikan kepada BP nama-nama calon

tenaga kerja.

4. BP menyampaikan nama-nama calon yang direkomendasikan oleh kepala

kampung kepada kontraktor.

5. Kontraktor mengadakan proses seleksi. Pada tahap ini, dimungkinkan ada

(24)

6. Calon yang lulus seleksi diharuskan mengikuti tes kesehatan yang dapat

dilakukan di kampung tempat calon berasal atau di tempat lain yang ditunjuk

oleh kontraktor.

7. Setelah calon dinyatakan lulus tes kesehatan, kontraktor/BP akan memberitahu

kepada calon tenaga kerja tersebut, kapan ia harus mulai bekerja.

Proses rekrutmen tenaga kerja di kampung yang dekat dengan proyek dapat dilihat

pada Gambar 2.Proses rekrutmen akan dilakukan di luar kampung dekat proyek

jika masih terdapat kekurangan tenaga kerja melalui pusat-pusat penerimaan atau

Hiring Points yang didirikan oleh kontraktor di empat kota, yaitu : Bintuni,

Fakfak, Sorong dan Manokwari.

4 3

1 2 5

6

Gambar 2. Proses Rekrutmen Tenaga Kerja

Kontraktor tidak akan melakukan penerimaan tenaga kerja di lokasi proyek.

Informasi mengenai rekrutmen tenaga kerja tersebut dapat diperoleh di

kantor-kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Teluk Bintuni, Fakfak, Sorong dan

Manokwari. Bila ada kebutuhan tenaga kerja, Proyek Tangguh/kontraktor

mengumumkan hal tersebut melalui media massa dan berkoordinasi dengan

kantor Dinas Tenaga Kerja di Bintuni, Manokwari, Fak-fak dan Sorong.

Pada tahap konstruksi proyek, tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga

kerja yang memiliki ketrampilan yang rendah dan menengah. Posisi tenaga kerja

Kontraktor BP Ka. Kampung / Ka.

Distrik

Test Penerimaan

(25)

dengan ketrampilan menengah oleh pemrakarsa proyek diberikan pelatihan agar

penduduk di dekat proyek tersebut dapat memenuhi kualifikasi pekerjaan tersebut.

Posisi pekerjaan dengan tingkat ketrampilan menengah tersebut antara lain:

tukang cat, tukang kayu, supir dan pembantu tukang las sedangkan posisi

pekerjaan dengan ketrampilan yang rendah seperti cleaning service. Pada tahap

operasional, tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja terampil karena

baik untuk operasionalisasi peralatan maupun pemeliharaannya membutuhkan

ketrampilan yang tinggi. Oleh karena itu oleh pihak pemrakarsa proyek ditetapkan

target kesempatan kerja pada jangka pendek, menengah dan jangka panjang agar

penduduk di sekitar proyek dapat memenuhi berbagai kualifikasi yang dibutuhkan

dalam setiap posisi pekerjaan (PERTAMINA & BP, 2002). Hingga bulan Januari

2007, jumlah pekerja lokal yang direkrut adalah sebanyak 635 pekerja dari 868

angkatan kerja dari seluruh desa-desa yang terkena dampak langsung

pembangunan proyek tersebut atau sekitar 73.16 persen. Keseluruhan pekerja

lokal yang direkrut tersebut berasal dari 502 rumahtangga dari total 870

rumahtangga yang ada di desa-desa yang terkena dampak langsung (UNIPA,

2007).

Dengan adanya pembangunan proyek tersebut termasuk rekrutmen tenaga

kerja yang dilakukan dalam tahapan konstruksi tersebut secara langsung akan

mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi para pekerja lokal di wilayah Papua,

terutama masyarakat yang berdomisili di desa yang terdekat dengan proyek.

Sumber mata pencaharian penduduk di sekitar proyek dapat dibagi menjadi dua,

(26)

sumberdaya alam seperti kegiatan bertani, menangkap ikan, berburu dan menokok

sagu yang merupakan sektor non formal dan sumber mata pencaharian dari

keterlibatan mereka pada berbagai industri yang ada di wilayah tersebut yang

merupakan sektor formal.

Perekrutan tenaga kerja lokal di sekitar wilayah proyek LNG Tangguh

membuka peluang berpindahnya tenaga kerja potensial yang selama ini bekerja di

sektor informal ke sektor formal. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan

terjadinya perubahan-perubahan di dalam setiap rumahtangga yang salah satu

anggota keluarganya bekerja di proyek tersebut. Pilihan untuk bekerja di proyek

LNG Tangguh dapat disebabkan oleh respon positif terhadap pendapatan tunai

yang dapat mereka terima ataupun karena tekanan demografi akibat jumlah

tanggungan keluarga yang besar sehingga mendorong rumahtangga untuk

menetapkan pilihan-pilihan rasional didalam memenuhi kebutuhan keluarga

mereka.

Berkurangnya tenaga kerja potensial yang selama ini mengalokasikan

kerjanya pada sektor informal akibat keputusan bekerja di proyek mengakibatkan

alokasi kerja pada sektor tersebut juga menurun pada setiap rumahtangga. Hal

tersebut akan berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga penduduk

yang bekerja di proyek tersebut, baik dalam pengambilan keputusan produksi,

alokasi kerja anggota rumahtangga dan konsumsi mereka.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka hal-hal yang menjadi fokus dalam

(27)

1. Apakah penyerapan tenaga kerja lokal pada proyek LNG Tangguh

mengakibatkan adanya perubahan alokasi kerja pada berbagai aktivitas

produksi yang bergantung kepada potensi sumber daya alam? Bagaimana

dampaknya terhadap struktur pendapatan rumahtangga dan konsumsi

rumahtangga?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi produksi dan konsumsi dari

rumahtangga yang bekerja pada proyek LNG Tangguh?

3. Apakah dengan adanya peningkatan cash income karena adanya penyerapan

tenaga kerja pada proyek pembangunan LNG Tangguh tersebut

mempengaruhi alokasi kerja dan konsumsi rumah tangga?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis keadaan

ekonomi rumahtangga masyarakat yang bekerja pada proyek LNG Tangguh,

sedangkan tujuan spesifiknya adalah:

1. Menganalisis dampak adanya penyerapan tenaga kerja lokal pada proyek LNG

Tangguh terhadap alokasi kerja rumahtangga, struktur pendapatan dan

konsumsi rumahtangga.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan produksi dan

konsumsi rumahtangga yang bekerja pada proyek LNG Tangguh.

3. Menganalisis pengaruh peningkatan proporsi cash income karena adanya

penyerapan tenaga kerja lokal terhadap aktivitas produksi dan konsumsi yang

(28)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi management proyek

LNG Tangguh dan pemerintah daerah setempat dalam rangka mengembangkan

masyarakat di desa yang berada di sekitar wilayah pembangunan proyek tersebut.

Selain itu penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan informasi yang aktual

mengenai perkembangan desa di sekitar lokasi proyek tersebut.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini hanya melihat dampak pembangunan proyek

LNG Tangguh terhadap keadaan ekonomi rumah tangga penduduk yang bekerja

pada proyek LNG Tangguh baik kegiatan produksi maupun konsumsinya.

Dampak lain akibat pembangunan proyek seperti limbah proyek, kualitas air dan

hak ulayat masyarakat tidak termasuk dalam penelitian ini. Data yang digunakan

adalah data primer dan sekunder. Data primer selanjutnya akan dianalisis secara

simultan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonomi

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Sumberdaya Alam di Kawasan Teluk Bintuni

Kawasan Teluk Bintuni merupakan kawasan yang terletak di kepala

burung pulau Papua yang merupakan wilayah administrasi Kabupaten Teluk

Bintuni. Sebelumnya kabupaten ini adalah merupakan salah satu kecamatan di

wilayah administrasi Kabupaten Manokwari yang mengalami pemekaran

berdasarkan Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2002. Kabupaten ini terdiri dari

sebelas kecamatan dan 96 desa dengan ibukota kabupaten di Bintuni yang

merupakan pusat pemerintahan kabupaten tersebut. Luas kabupaten ini adalah

18 637 km2 atau 13.02 persen dari keseluruhan wilayah Provinsi Papua Barat

( BPS, 2008).

Kawasan ini merupakan kawasan yang kaya potensi sumberdaya alam

seperti kehutanan, perikanan, perkebunan dan pertambangan, sehingga sektor

primer merupakan sektor unggulan di kawasan ini. Potensi hutan di kawasan ini

mencapai 1.1 juta hektar yang terdiri dari hutan produksi 3.74 persen, hutan

produksi konversi 30.4 persen, hutan produksi terbatas 11.2 persen, kawasan

konservasi 15.2 persen dan hutan lindung sebesar 5.8 persen. Sektor perkebunan

yang dikembangkan di wilayah ini adalah kelapa sawit, kakao dan kelapa, dimana

luas lahan yang tersedia untuk digarap adalah 250 000 hektar. Sektor perikanan di

wilayah ini didominasi oleh perikanan laut terutama ikan dan udang dengan

kepadatan masing-masingnya 1 059 ton per km2 dan 0.041 ton per km2. Selain itu

(30)

wilayah ini karena wilayah ini dipenuhi bakau sepanjang sungai-sungai yang ada.

Sektor unggulan lainnya adalah sektor pertambangan. Jumlah cadangan gas alam

cair (LNG) di kawasan ini mencapai 23.7 triliun kaki kubik yang berada pada

hampir semua kawasan Teluk Bintuni. Selain itu kandungan minyak bumi

diperkirakan mencapai 45 juta ton yang terletak di Kecamatan Muskona Selatan.

Kawasan ini juga mempunyai potensi batu bara dan mika dengan cadangan

masing-masing mencapai 14.3 juta ton batu bara dan 150 juta metrik ton mika

(BAPPEDA, 2005).

Dengan adanya potensi sumberdaya alam yang cukup banyak tersebut,

maka tidaklah mengherankan bila Kawasan Teluk Bintuni merupakan kawasan

yang menjadi target para investor didalam menanamkan sahamnya terutama di

sektor primer. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah perusahaan skala besar yang

berinvestasi di wilayah tersebut. Adapun perusahaan-perusahaan yang bergerak

di sub sektor kehutanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Jenis Perusahaan Sektor Kehutanan di Wilayah Provinsi Irian Jaya Barat Sesuai Perijinan Tahun 2004

No. Kabupaten

Jumlah Perusahaan Yang memiliki Ijin Sah

HPH Kopermas ISL IPH

HK Σ Luas (Ha) Σ Luas (Ha) Σ Σ 1. Kabupaten Fakfak 2 309 300 10 10 000 2 *) 2. Kabupaten Teluk Wondama 2 311 800 12 12 000 *) *) 3. Kabupaten Sorong 4 691 450 27 27 000 3 3 4. Kabupaten Raja Ampat 1 51 600 5 5 000 *) *) 5. Kabupaten Kaimana 7 1 319 010 7 7 000 9 4 6. Kabupaten Teluk Bintuni 8 1 396 140 33 33 000 6 5 7. Kabupaten Sorong Selatan 3 609 500 5 5 000 *) *) 8. Manokwari 1 85 000 10 10 000 27 7 Total 28 4 773 800 109 109 000 47 19 Sumber: Tokede et al, 2006

Keterangan : *) Kabupaten pemekaran, belum tersedia data dan kemungkinan terpaut dalam data Kabupaten induk.

(31)

Lebih lanjut PERTAMINA dan BP (2002) dalam laporan AMDAL mencatat

bahwa di Kecamatan Babo, pemerintah daerah telah melaporkan bahwa terdapat

rencana pengembangan perkebunan kelapa sawit sebagai berikut:

1. PT Varita Maju Utama (Kelapa Sawit) – 60 000 atau 90 000 ha untuk

perkebunan dan100 ha untuk pabrik.

2. PT Yapen Mitra Agricultura (Kelapa Sawit) – 36 000 ha.

3. PT Kasuari Aria Kencana (Kelapa Sawit) – 36 000 ha.

4. PT Intsia Palembanica Lestari (Kelapa Sawit) – 3000 ha.

Selain itu jumlah perusahaan yang bergerak di sub sektor perikanan pada tahun

2002 di kawasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perusahaan Penangkapan Ikan yang Bermarkas di Wimbro Tahun 2002

Nama Perusahaan Kegiatan Wilayah Operasi PT Mina Raya Wimro – Babo dan ke

sembilan anak perusahaannya: a. PT Irian Marine Product Development (IPMD)

b. PT West Irian Fishing Industry (WIFI)

c. PT Alfa Kurnia d. PT Dwi Bina Utama e. PT Nusantara Fishing f. PT Mina Indo Kencana g. PT Timika Jaya Nusantara h. PT Tunggal Jaya Utama i. PT Daya Guna Samudera

Eksploitasi Udang Wilayah operasinya adalah seluruh Teluk Berau/Bintuni pada 3 Distrik: 1. Distrik Babo

2. Distrik Bintuni 3. Distrik Aranday

Sumber: PERTAMINA & BP, 2002.

2.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Teluk Bintuni

Penduduk asli Kawasan Teluk Bintuni terdiri dari tujuh suku, yaitu suku

Sough, Wamesa, Irarutu, Sebyar, Kuri, Simuri dan Moskona. Sebaran populasi

(32)

Suku Kuri, Wamesa, Irarutu, Simuri, dan Sough. Di Distrik Aranday populasi

suku yang terbanyak adalah suku Sebyar sedangkan di Distrik Bintuni pemilik

hak ulayat adalah suku Wamesa dan Sough. Masing-masing suku ini dipimpin

oleh kepala suku yang disebut ondoafi yang tergabung dalam Pilar Lembaga

Masyarakat Adat Teluk Bintuni (LMATB). Bila timbul masalah yang berkaitan

dengan kepentingan umum disampaikan dalam forum ini yang merupakan sarana

penyambung lidah kepada pemerintah setempat.

Mata pencaharian utama penduduk di kawasan ini adalah petani dan

nelayan, kegiatan sampingan mereka umumnya adalah menokok sagu dan

berburu. Menurut PERTAMINA dan BP (2002), rata-rata jumlah pendapatan

penduduk yang terkena dampak langsung pembangunan proyek LNG Tangguh

adalah berkisar antara Rp. 504 000 hingga Rp. 1 305 000 per bulan, sedangkan

desa yang terkena dampak tidak langsung yang terletak dekat proyek berkisar

Rp. 324 000 hingga Rp. 2 881 000. Di desa yang terkena dampak tidak langsung

yang terletak jauh dari proyek rata-rata pendapatan penduduknya Rp. 549 000

hingga Rp. 1 554 000 per bulannya. Pendapatan tersebut cenderung mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun sebagai akibat adanya peningkatan harga.

Sebagai contoh, berdasarkan survei yang dilakukan di 6 desa pada bulan Maret

1991 diperkirakan bahwa penghasilan total rata-rata dari barang yang

diperdagangkan adalah Rp. 1 400 000 per tahun per KK. Bila hasil produksi

rumahtangga tidak dijual juga dimasukkan dalam komponen pendapatan, maka

nilai total penghasilan rata-rata menjadi Rp. 9 000 000 per KK per tahun. Survei

(33)

bahwa di Simuri (Saengga) penghasilan rata-rata adalah Rp. 840 000 per bulan per

KK dengan kisaran antara Rp. 550 000 per bulan hingga Rp. 1 817 000 per bulan.

Dimana sumber penghasilan utama penduduk adalah dari penjualan udang

sebesar 56 persen atau sekitar Rp. 473 000 per bulan. Kemudian pada bulan Maret

2002 sensus yang dilakukan oleh PERTAMINA dan BP memperkirakan

penghasilan rumahtangga di Simuri (Saengga) adalah Rp. 18 311 000 per tahun

per KK, dimana 41 persen dari penghasilan tersebut merupakan hasil dari

penangkapan udang.

2.3. Tugas dan Wewenang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau yang

lebih dikenal dengan BP- Migas merupakan organisasi yang ditetapkan oleh

pemerintah Republik Indonesia sebagai Pembina dan Pengawas Kontraktor

Kontrak Kerja Sama (KKKS) berdasarkan UU No.22/2001 tanggal 23 Nopember

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan PP No.42/2002 tanggal 16 Juli 2002

guna menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas di

Indonesia. Dengan adanya lembaga ini maka segala kegiatan pengawasan dan

pembinaan kegiatan kontrak kerja sama yang sebelumnya ditangani langsung oleh

PERTAMINA dialihkan ke lembaga ini sebagai wakil dari pemerintah Indonesia.

Adapun wewenang yang dimiliki oleh BP-Migas dalam menjalankan

(34)

a. Membina kerjasama dalam rangka terwujudnya integrasi dan sinkronisasi

kegiatan operasional KKKS.

b. Merumuskan kebijakan atas anggaran dan program kerja KKKS.

c. Mengawasi kegiatan utama operasional KKKS.

d. Membina seluruh aset KKKS yang menjadi milik negara.

e. Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang diperlukan

dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu.

Kontraktor kontrak kerja sama ini meliputi perusahaan dalam dan luar negeri,

perusahaaan joint-venture antara perusahaan dalam dan luar negeri berdasarkan

tender konsesi yang dilakukan oleh BP-Migas setiap tahunnya. Dengan demikian

BP-Migas secara langsung merupakan pengawas dan pembina kontrak kerjasama

Proyek LNG Tangguh di Kawasan Teluk Bintuni.

2.4. Manfaat Pembangunan Proyek Liquified Natural GasTangguh

Tujuan pembangunan Proyek LNG Tangguh di Kawasan Teluk Bintuni

adalah memproduksi gas alam, memproses gas alam menjadi LNG, serta

mengangkut LNG dan hidrokarbon cair (kondensat) ke pasaran. Proyek ini

dilengkapi dengan Fasilitas Produksi Gas (Gas Production Facility, disingkat

GPF) dan Fasilitas Kilang LNG (termasuk fasilitas pelabuhan laut khusus dan

Bandar Udara Khusus) yang dibangun di daerah Teluk Berau/Bintuni, Provinsi

Papua Barat (PERTAMINA & BP, 2002). Total investasi untuk pelaksanaan

proyek LNG Tangguh ini adalah sebesar 5 miliar dollar Amerika Serikat. Dari

(35)

BP Migas Indonesia. Untuk tahap awal operasi, telah dibangun Kilang I dan

Kilang II yang akan beroperasi secara penuh pada tahun 2009. Pembangunan

Kilang III dan IV akan dipastikan setelah pada bulan November 2007 telah

diperoleh gambaran cadangan gas yang ada (DOT, 2007). Enam kegiatan utama

yang dilakukan didalam pembangunan proyek LNG Tangguh ini antara lain:

pembangunan fasilitas eksploitasi gas, pembangunan pipa transmisi gas,

pembangunan kilang LNG, pembangunan pelabuhan laut khusus, pembangunan

bandar udara khusus dan pemukiman kembali penduduk Desa Tanah Merah.

Tenaga kerja yang diharapkan dapat terserap dengan adanya proyek ini sebesar

5 800 tenaga kerja lepas (tidak permanen) selama 3 tahun tahap konstruksi dan

kurang lebih 500 orang pekerja tetap (350 orang akan berada di lokasi pada satu

waktu) untuk tahap operasi.

Secara umum pembangunan Proyek LNG Tangguh diharapkan bermanfaat

bagi kepentingan lokal, regional, dan nasional. Dengan adanya pembangunan

proyek ini diharapkan perekonomian kawasan Teluk Bintuni mengalami

kemajuan yang pesat di masa yang akan datang yang ditandai dengan peningkatan

pendapatan maupun kesejahteraan penduduk di sekitar kawasan tersebut karena

tujuan pemrakarsa proyek adalah memaksimumkan peluang penduduk lokal dan

tenaga kerja Papua untuk berperan serta dalam pekerjaan konstruksi dan operasi

kilang LNG. Selain itu proyek ini berperan penting dalam mempertahankan dan

memperkuat posisi Indonesia sebagai negara pengekspor LNG terbesar di dunia

(36)

2.5. Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Informal ke Sektor Formal

Pembangunan proyek LNG Tangguh pada masa konstruksi membutuhkan

tenaga kerja yang cukup besar, sekalipun pada masa operasional proyek jumlah

tenaga kerja yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Pemrakarsa proyek berusaha

memaksimalkan jumlah pekerja asal Papua di lokasi konstruksi. Berbagai

pelatihan dilakukan oleh pihak proyek untuk meningkatkan ketrampilan para

pekerja di sekitar lokasi proyek. Selain itu pemrakarsa proyek mempunyai target

rekrutmen jangka pendek, menengah dan jangka panjang seperti yang terlihat

pada Tabel 7 yang memungkinkan pada tahap operasional tenaga kerja di sekitar

proyek tetap digunakan.

Tabel 7. Target Penerimaan Tenaga Kerja Pada Proyek Liquified Natural Gas Tangguh Tahun 2005-2026

Tingkat ketrampilan Total

pekerja

2005 2007 2015 2026 L P L P L P L P

Unskilled worker 42 42 - 42 - 42 - 42 -

Low skilled worker 50 25 25 35 15 45 5 50 -

Semi skilled worker 184 3 50 15 75 20 125 46 138

Skilled worker 183 - 15 - 25 2 75 18 125

Manager/supervisor 60 - 2 - 4 - 10 - 20

Sumber : UNIPA, 2004 Keterangan: L = local area

P = other Papua region

Dengan adanya rekrutmen tenaga kerja pada proyek LNG Tangguh serta

insentif upah yang tinggi di sektor tersebut dibandingkan upah di sektor pertanian

maka rumahtangga di sekitar proyek cenderung akan memilih bekerja dan

meluangkan waktu bekerjanya di proyek dibandingkan bekerja pada sumber

matapencaharian mereka sebelumnya yaitu bertani, menangkap ikan/udang,

(37)

dikemukakan oleh Arthur Lewis dalam Ghatak dan Ingersent (1984) dapat

digunakan untuk menjelaskan fenomena ini. Dalam modelnya, Lewis

mengemukakan bahwa ada perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke

sektor industri. Adapun asumsi yang mendasari model ini adalah:

1. Dalam pembangunan ekonomi ada dua sektor yaitu sektor subsisten yang

cenderung miskin dan tertinggal yang umumnya berada di pedesaan dan

sektor kapitalis yang cenderung lebih maju dan mempunyai mekanisme pasar

yang telah berjalan dengan baik.

2. Sektor subsisten cenderung menggunakan modal yang tidak produktif

dibandingkan yang digunakan oleh sektor kapitalis. Dimana sektor kapitalis

menggunakan modal yang mampu melipatgandakan produksi yang mereka

hasilkan.

3. Elastisitas penawaran tenaga kerja pada sektor subsisten di negara-negara

yang sedang berkembang adalah tak terhingga. Hal ini disebabkan karena di

negara berkembang jumlah tenaga kerja yang dominan umumnya adalah

tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan yang rendah sehingga mereka

cenderung bersedia untuk bekerja dengan bayaran berapapun. Artinya bahwa

produktivitas marginal dari tenaga kerja melebihi penawaran tenaga kerja

yang ada dan cenderung mendekati nol.

4. Teknologi produksi pada sektor kapitalis lebih tinggi dari teknologi pada

sektor subsisten sehingga output perkapita pada sektor kapitalis lebih tinggi.

5. Upah pada sektor subsisten tidak dipengaruhi oleh produktivitas marginal

(38)

kapitalis dipengaruhi oleh produktivitas marginalnya, sehingga sangat

dipengaruhi oleh ketrampilan dari tenaga kerja yang ada. Hal ini menurut

Lewis dapat diatasi melalui pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja yang

merupakan suatu investasi sumberdaya manusia.

Menurut Lewis, transfer tenaga kerja dari sektor subsisten ke sektor

kapitalis akan bermanfaat atau menguntungkan kedua sektor tersebut, dimana

setelah adanya transfer tenaga kerja sektor subsisten akan melakukan perbaikan,

sedangkan sektor kapitalis memperoleh input tenaga kerja murah yang dibutuhkan

untuk meningkatkan outputnya. Besar kecilnya tenaga kerja yang berpindah dari

sektor subsisten ke sektor kapitalis sangat tergantung kepada seberapa besar stok

modal yang dimiliki oleh sektor kapitalis melalui investasi yang mereka lakukan

dan surplus tenaga kerja yang ada pada sektor subsisten.

Fenomena yang terjadi pada pembangunan proyek LNG Tangguh di lokasi

yang berada dekat dengan proyek dapat dilihat pada Gambar 3. Sumbu horisontal

pada kuadran I dan III menunjukkan sejumlah tenaga kerja pada sektor informal

sedangkan kuadran II dan IV menunjukkan sejumlah tenaga kerja pada proyek

LNG Tangguh (sektor formal). Sumbu vertikal pada kuadran I dan II

menunjukkan produk total pada sektor informal dan proyek LNG Tangguh

sedangkan pada kuadran III dan IV menunjukkan produktivitas marginal dan

tingkat upah yang berlaku di sektor informal dan pada proyek LNG Tangguh.

Upah yang cenderung konstan sebesar 0W pada sektor informal dapat dilihat pada

kuadran III. Pada kuadran ini terlihat bahwa sekalipun produktivitas marginal

(39)

ini tetap sama. Hal ini menunjukkan bahwa upah di sektor informal tidak

dipengaruhi oleh produktivitas marginal tenaga kerjanya. Upah pada proyek LNG

Tangguh adalah 0W’ yang lebih tinggi dari upah di sektor pertanian 0W yang

merangsang tenaga kerja di sektor pertanian untuk lebih memilih bekerja pada

proyek. Upah yang diberikan sesuai dengan produktivitas marginal dari tenaga

kerja tersebut. Profit yang diterima oleh proyek awalnya adalah sebesar daerah A.

Bila diasumsikan bahwa kaum kapitalis menginvestasikan kembali semua profit

yang diperoleh maka produktivitas marginal tenaga kerja semakin meningkat ke

M1 dan jumlah tenaga kerja yang diserap akan lebih banyak sebesar L1 dengan

tingkat upah yang sama. Hal ini mengakibatkan profit proyek meningkat sebesar

luasan daerah A ditambah dengan daerah B. Proses tersebut akan terus berlanjut

hingga surplus tenaga kerja di sektor informal terserap habis oleh proyek sehingga

upah akan mulai meningkat yang ditunjukkan oleh garis putus-putus. Kasus pada

rekrutmen tenaga kerja di proyek LNG Tangguh, pengurangan profit diakibatkan

oleh upah yang cenderung meningkat karena pihak proyek menerapkan kebijakan

pelatihan dan pendidikan bagi tenaga kerja lokal serta strategi penyerapan tenaga

kerja dalam jangka pendek, menengah dan panjang yang kecenderungannya akan

meningkatkan ketrampilan penduduk lokal. Pada fase ini menurut Lewis sektor

informal dan formal akan bersaing untuk mendapatkan tenaga kerja yang lebih

banyak. Implementasi teori Lewis tersebut pada rekrutmen tenaga kerja di proyek

LNG Tangguh pada jangka pendek hingga jangka panjang hanyalah relevan pada

penduduk yang berada di sekitar lokasi proyek, sedangkan yang berada di luar

(40)

mengurangi jumlah tenaga kerja yang berasal dari luar lokasi proyek seperti yang

terlihat pada Tabel 7. Pada tahap operasional, diperkirakan jumlah tenaga kerja

yang digunakan hanyalah sekitar 500 tenaga kerja yang mempunyai tingkat

ketrampilan yang tinggi.

L2 L1 L0 L L’

L L’

L2 L1 L0 0 L0 L1 L2

Gambar 3. Transfer Tenaga Kerja dari Sektor Informal ke Proyek Liquified Natural Gas Tangguh

L’

VMP

Upah

III

W

W’ M0

M1

A B

C Q

I

TP

II

TP0

IV

0

L

pertanian Proyek LNG

Tangguh

TP1

(41)

2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Perpindahan tenaga kerja dari sektor informal ke sektor formal

menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut mempunyai suatu keterkaitan. Sektor

formal menyerap tenaga kerja yang merupakan salah satu input didalam proses

produksi dengan upah yang relatif murah, sedangkan sektor informal menerima

pendapatan tunai berupa upah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

rumahtangga. Selain itu sektor informal juga menerima berbagai pelatihan yang

meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan mereka dalam rangka meningkatkan

produktifitas marginal mereka di sektor formal.

2.6.1. Keterkaitan Antar Sektor Dalam Pembangunan

Penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti Universitas Negeri Papua

(2001) mengenai ”Rencana Pengembangan Sektor Ekonomi Potensial Secara

Terpadu di Kawasan Teluk Bintuni” menyimpulkan bahwa kontribusi eksport

terbesar di Kabupaten Manokwari didominasi oleh sektor pertanian sebesar 85.64

persen. Sekalipun demikian masing-masing sektor saling menunjang didalam

memberikan nilai tambah di dalam perekonomian. Hal ini menunjukkan bahwa

kemajuan suatu sektor tidak mungkin tercapai tanpa adanya dukungan dari sektor

lainnya sehingga di dalam melakukan investasi perlu dilihat suatu keterkaitan

antara masing-masing sektor, baik keterkaitan ke belakang maupun ke depan.

Pada Kawasan Teluk Bintuni sektor primer adalah merupakan sektor yang

memberikan kontribusi terbesar pada PDRB (53.87 persen), diikuti oleh sektor

(42)

sektor pertanian akan meningkatkan faktor produksi berupa modal sebesar

Rp. 430 990, tenaga kerja Rp. 549 490, institusi rumahtangga Rp. 367 180,

perusahaan sebesar Rp. 66 000, output sektor pertanian Rp. 163 000, sektor

kehutanan Rp. 32 000, sektor industri Rp. 14 000, sektor angkutan dan

komunikasi Rp. 1000 dan sektor perdagangan sebesar Rp. 95 700.

Brata (2004) dengan judul penelitiannya ”Analisis Hubungan Imbal

Balik Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Daerah Tingkat

II di Indonesia” mengatakan bahwa terdapat hubungan dua arah antara

pembangunan manusia dan kinerja ekonomi. Pembangunan manusia

membutuhkan sumberdaya lain untuk pembiayaannya yang bersumber dari

pertumbuhan ekonomi, sedangkan salah satu determinan penting dalam proses

pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya manusia. Hal ini menunjukkan bahwa

suatu pembangunan hendaknya tidak hanya menekankan pada kinerja ekonomi

tetapi juga harus diimbangi dengan pembangunan manusia.

Dari kedua penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan

suatu sektor sangat terkait dengan pembangunan sektor lainnya dan harus

didukung oleh pembangunan sumberdaya manusia. Bila dikaitkan dengan

penelitian yang dilakukan maka hal utama yang dijadikan pelajaran dari kedua

penelitian tersebut adalah sektor formal yang dalam hal ini adalah Proyek LNG

Tangguh didukung oleh sektor informal karena tersedianya tenaga kerja murah

dengan tingkat ketrampilan yang rendah di desa-desa sekitar proyek. Perpindahan

tenaga kerja dari sektor formal ke sektor informal pada jangka menengah dan

(43)

pembangunan sumberdaya manusia di sekitar lokasi proyek LNG Tangguh sangat

diperlukan untuk meningkatkan produktifitas kerja di proyek.

2.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alokasi Waktu Kerja, Produksi, Konsumsi dan Pendapatan Rumahtangga di Beberapa Daerah di Indonesia

Perpindahan tenaga kerja dari sektor informal ke sektor formal

mempengaruhi alokasi kerja rumahtangga pada berbagai kegiatan produktif yang

selama ini telah dilakukan rumahtangga. Oleh karena itu pendekatan ekonomi

rumahtangga digunakan dalam penelitian ini untuk melihat dampak proyek

terhadap alokasi kerja dan konsumsi rumahtangga Penelitian-penelitian berikut

adalah penelitian yang memberikan gambaran secara umum faktor-faktor yang

mempengaruhi alokasi waktu kerja produksi, konsumsi dan pendapatan suatu

rumahtangga.

Chuzaimah (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis

Keragaan Ekonomi Rumahtangga Petani Peserta dan Non Peserta Rice

Estate di Lahan Pasang Surut Delta Telang I Kabupaten Banyuasin Sumatra

Selatan” menyimpulkan bahwa tingkat pendapatan dan pengeluaran petani

peserta Rice Estate lebih besar dibandingkan petani non peserta, dimana luas

lahan dan jumlah pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi peserta dan non

peserta. Luas lahan, upah, pendapatan dari usahatani dan usia kepala keluarga

berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja keluarga pada usahatani. Alokasi tenaga

kerja di luar usahatani dan pendapatan total berpengaruh nyata terhadap

(44)

pendidikan istri berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan. Produksi tahun

lalu, konsumsi pangan, dan total pendapatan berpengaruh nyata terhadap stok

peserta serta konsumsi pangan dan pendapatan total terhadap non peserta.

Pendidikan kepala keluarga berpengaruh nyata terhadap rekreasi peserta dan

pendapatan total, luas lahan dan dummy asal petani terhadap non peserta.

Faradesi (2004) dalam penelitiannya dengan judul ”Dampak Pasar Bebas

Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Kabupaten

Cianjur: Suatu Analisis Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian”

menemukan bahwa dampak pasar gabah yang tanpa proteksi dan ketiadaan

subsidi input memberikan dampak yang buruk bagi kinerja usahatani yang

ditunjukkan oleh penurunan produksi per luas lahan, penurunan penggunaan

pupuk dan benih serta penurunan investasi usahatani. Kondisi pasar bebas dimana

intervensi pemerintah masih dimungkinkan ternyata mampu meningkatkan kinerja

usahatani yang ditunjukkan dengan meningkatnya investasi usahatani, produksi

per luas lahan, penggunaan pupuk dan benih. Adanya subsidi yang efektif serta

diberlakukan tarif impor yang tinggi, namun pemerintah tidak dapat mengatasi

masuknya beras ilegal mengakibatkan penurunan produksi per luas lahan,

penggunaan pupuk dan benih serta investasi usahatani tetapi tidak separah bila

tidak ada proteksi dan subsidi input.

Soepriati (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Peranan Produksi

Usahatani dan Gender Dalam Ekonomi Rumahtangga Petani Lahan Sawah:

Studi Kasus di Kabupaten Bogor” menyatakan bahwa alokasi waktu kerja yang

(45)

penelitian lebih kecil daripada alokasi waktu yang dicurahkan untuk kegiatan non

usahatani. Hal ini disebabkan faktor resiko kegagalan panen dan penurunan harga

serta kondisi sumberdaya yang dimiliki berupa lahan yang terbatas, sehingga

sebagian besar rumahtangga petani mencari tambahan penghasilan di bidang jasa

atau beternak untuk mencukupi konsumsi pangan dan non pangan. Curahan kerja

untuk meningkatkan produksi dipengaruhi oleh curahan kerja luar usaha terutama

untuk tanaman padi yang lebih banyak membutuhkan tenaga kerja luar keluarga.

Peningkatan curahan kerja luar keluarga sangat dipengaruhi oleh besarnya upah

yang diperoleh. Pola pengeluaran rata-rata rumahtangga petani lahan sawah

menunjukkan bahwa konsumsi pangan lebih besar dari non pangan yang dipenuhi

dari pendapatan non usahatani. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan

produksi usahatani padi, ubi jalar, dan ubi kayu adalah kepemilikan lahan,

curahan kerja keluarga dan penggunaan pupuk. Curahan kerja di luar usahatani

sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur, pendapatan yang diharapkan.

Curahan kerja pada usahatani dipengaruhi oleh pendapatan dari usahatani,

curahan kerja luar keluarga, jumlah anggota keluarga dan curahan kerja non

usahatani. Pengeluaran konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan total

keluarga, jumlah anggota rumahtangga dan pengeluaran untuk investasi

pendidikan.

Aryanto (2004) dalam penelitiannya yang berjudul ”Alokasi waktu dan

Ekonomi Rumahtangga Pekerja pada sektor Industri Formal Berdasarkan

Gender” menemukan bahwa pemegang kendali kegiatan mencari nafkah masih

(46)

ekonomi rumahtangga pada rumahtangga pekerja pria adalah umur anak terkecil,

gaji pokok, jenis industri, alokasi waktu suami bekerja di luar industri, jenis

pekerjaan istri, disposeable income, konsumsi pangan dan non pangan, jumlah

anak yang sekolah dan tabungan rumah tangga. Pada rumah tangga pekerja

wanita hal yang dominan mempengaruhi alokasi waktu kerja dan ekonomi

rumahtangga adalah pendapatan istri dari luar industri, umur anak terkecil, gaji

pokok, jam lembur, alokasi waktu istri di luar industri, pendidikan suami, total

pendapatan rumahtangga, ukuran rumahtangga, disposeable income, tabungan

rumahtangga dan konsumsi rumahtangga.

Rosalinda (2004) dalam penelitiannya yang berjudul ”Kajian Curahan

Tenaga Kerja, Produksi dan Konsumsi Rumahtangga Petani Lahan Kering

di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sukabumi” menyimpulkan bahwa

orientasi petani padi gogo mengarah pada usahatani subsisten, yang disebabkan

oleh penguasaan lahan yang relatif sempit dan minimnya sumber uang tunai untuk

membeli input tunai serta harga gabah yang tidak memadai. Penggunaan tenaga

kerja keluarga pada lahan ini dipengaruhi oleh luas areal, total pendapatan

rumahtangga dan ukuran keluarga. Kegiatan produksi dipengaruhi oleh biaya

penggunaan saprotan, umur petani, dan proporsi nilai produksi padi gogo terhadap

produksi total, sedangkan konsumsi pangan dipengaruhi oleh besarnya produksi,

ukuran keluarga, dan konsumsi pangan dari usahatani lahan sawah. Selain itu ia

juga menemukan bahwa semakin besar total pendapatan yang diterima

(47)

pada usahatani lahan gogo dan semakin besar nilai produksi usahatani, semakin

besar bagian produksi yang dikonsumsi.

Sari (2002) dalam penelitiannya yang berjudul ”Alokasi Waktu dan

Pendapatan Tenaga Kerja Perempuan: Studi Kasus Rumahtangga

Kerajinan Tenun di Kenagarian Pandai Sikek Kabupaten Tanah Datar

Provinsi Sumatra Barat” menemukan bahwa alokasi waktu, pendapatan dan

pengeluaran rumahtangga dipengaruhi secara dominan oleh waktu kerja dan

pendapatan yang diperoleh masing-masing anggota rumahtangga, dimana faktor

upah merupakan faktor utama yang mempengaruhi alokasi waktu dan pendapatan

sektor non pertanian. Disposeable income pada berbagai tingkat sensitivitas

merupakan faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan, non pangan, pendidikan

dan kesehatan.

Dirgantoro (2001) dalam penelitiannya yang berjudul ”Alokasi Tenaga

Kerja dan Kaitannya dengan Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga

Petani Sawi” menemukan bahwa secara keseluruhan kenaikan harga sawi dan

upah di luar pertanian serta kombinasi keduanya akan meningkatkan curahan

tenaga kerja rumahtangga, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani sawi.

Dari semua penelitian di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa

alokasi waktu kerja dari masing-masing rumahtangga berdampak kepada tinggi

rendahnya pendapatan yang diterima oleh suatu rumahtangga. Dimana curahan

kerja suatu rumahtangga pada suatu kegiatan produksi sangat dipengaruhi oleh

tingkat upah yang diterima, jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan di luar

(48)

mempengaruhi konsumsi pangan san non pangan dari setiap rumahtangga yang

terkait dengan produksi yang dilakukan. Oleh karena itu keputusan produksi dan

konsumsi suatu rumahtangga saling terkait sehingga memerlukan suatu analisis

secara simultan.

2.6.3. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani di Papua

Rumahtangga petani di Papua relatif berbeda dengan rumahtangga

pertanian yang ada di wilayah lainnya di Indonesia. Perilaku subsisten masih

mendominasi rumahtangga pertanian di Papua. Hal ini ditunjukkan dengan

penggunaan input pertanian yang cukup rendah dan tenaga kerja keluarga yang

mendominasi pada berbagai aktivitas produksi. Suprapto (2001) dalam

penelitiannya yang berjudul ”Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani

Irian Jaya” menyimpulkan bahwa rumahtangga petani di Irian Jaya tidak respon

terhadap signal pasar yang ditandai oleh upah yang diperoleh tidak mempengaruhi

alokasi tenaga kerja keluarga baik di dalam maupun di luar usahatani. Dalam

berusahatani mereka sangat tergantung kepada tenaga kerja keluarga dan

teknologi yang digunakan sangat sederhana, dimana usahatani yang diusahakan

sangat tergantung oleh kebutuhan konsumsi rumahtangga.

Ongge (2001) dengan penelitiannya yang berjudul ”Analisis Curahan

Kerja Wanita dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumahtangga

Petani di Kabupaten Jayawijaya-Irian Jaya” menemukan bahwa pria dan

(49)

wanita yang lebih besar dibanding pria pada kegiatan usahatani, tetap keputusan

dalam rumahtangga tetap didominasi oleh pria.

Kedua penelitian di atas menunjukkan bahwa perilaku rumahtangga di

papua cukup berbeda dengan rumah tangga di wilayah lainnya di Indonesia,

dimana tenaga kerja keluarga mendominasi kegiatan produksi rumahtangga dan

insentif upah tidak mempengaruhi alokasi waktu kerja mereka. Keputusan dalam

rumahtangga umumnya masih didominasi oleh kaum pria sehingga pendidikan

suami cukup mempunyai peranan didalam meningkatkan kesejahteraan suatu

(50)

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga

Keadaan ekonomi rumahtangga dianalisis oleh Becker (1976) dalam

penelitiannya menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga sebagai

pengambilan keputusan dalam kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi dan

hubungannya dengan alokasi waktu produktif dan non produktif serta pendapatan

rumahtangga yang diperoleh. Dalam formulasinya Becker menyatakan bahwa ada

dua proses dalam perilaku rumahtangga yaitu proses produksi dan konsumsi yang

mempunyai keterkaitan yang sangat erat yang harus dianalis secara

bersama-sama. Studi yang dilakukan oleh Becker ini dilakukan dengan menerapkan fungsi

kepuasan sederhana dari konsumsi barang-barang dalam ekonomi rumahtangga.

Fungsi kepuasan rumahtangga yang dikemukakan Becker antara lain:

U = U (Z1, Z2, ...,Zm) ...(3.1)

dimana:

Zi = produk yang dihasilkan oleh rumahtangga (i = 1,2,…….m)

Produk yang dihasilkan oleh rumah tangga ini merupakan fungsi produksi

dari:

Zi = fi (xi, Ti) ………(3.2)

dimana:

xi = barang dan jasa ke-i yang dibeli di pasar.

(51)

Dalam memaksimumkan kepuasannya, rumahtangga dibatasi oleh kendala

anggaran dan kendala waktu yang terlihat pada persamaan (3.3) dan (3.4).

w

Tc = jumlah waktu yang dihabiskan untuk mengkonsumsi

T = jumlah waktu yang tersedia

Strauss (1986) mengembangkan formula yang dikemukakan Becker pada

rumahtangga pertanian dengan menggunakan static comparative untuk melihat

secara terpisah pendapatan dan pembelanjaan suatu rumahtangga. Berdasarkan

konsep yang dikemukakan Strauss tersebut, dalam penelitian ini diasumsikan

rumahtangga mengkonsumsi enam komoditi yaitu leisure (Xl), barang yang dibeli

di pasar (Xm) dan barang yang dihasilkan rumahtangga (Xs, Xp, Xb, Xu), sehingga

fungsi utilitas rumahtangga adalah:

U = U (Xl, Xm, Xs, Xp, Xb, Xu ) ………...(3.5)

dimana Xs, Xp, Xb, Xu masing-masing adalah barang yang dihasilkan oleh

rumahtangga dari hasil meramu sagu, menangkap ikan, berburu dan dari usahatani

(52)

dijual. Dalam memaksimumkan utilitasnya, rumahtangga dibatasi oleh kendala

dalam hal ini full income sama dengan nilai dari waktu yang tersedia ditambah

dengan nilai produksi rumahtangga dikurangi nilai dari input variabel dan nilai

dari non upah seperti yang terlihat pada persamaan berikut:

Y = p T q Q qVi pLL E

Vi = input-input variabel selain tenaga kerja, untuk i = 1, ……..,N

L = permintaan tenaga kerja

qj = harga Qj

qi = harga Vi

E = pendapatan yang bukan dari produksi rumahtangga

Untuk menghasilkan barang Qs dan dan semua barang yang dapat dijual di

pasar, rumahtangga menggunakan tenaga kerja (L), input variabel (V) dan input

tetap (K) yang merupakan fungsi produksi.

(53)

Rumahtangga dapat memaksimumkan fungsi utilitasnya dengan

kendala-kendala yang ada dengan menurunkan fungsi langrange seperti pada persamaan

(3.9)

₤ = U (Xl, Xm, Xs, Xp, Xb, Xu) + λ[pLT + (psQs + ppQp + pbQb + puQu – pLL

- qvV) + E – pLXL – pmXm – psXs – ppXp – pbXb – puXu] + µG(Qs, Qp,

Qb, Qu L, V, K) ………...(3.9)

Dimana syarat pertama yang harus dipenuhi adalah turunan pertama dari fungsi

tersebut harus sama dengan 0, sehingga turunan parsialnya adalah sebagai berikut:

(54)

0

Fungsi permintaan rumahtangga terhadap leisure dan barang diperoleh

dari persamaan (3.10) hingga (3.16) bila persamaan-persamaan tersebut

diselesaikan secara simultan. Adapun fungsi permintaan rumahtangga terhadap

leisure dan barang adalah sebagai berikut:

Da = Da (ps, pp, pb, pu, pL, pv, Y); a = Xl, Xm, Xs, Xp, Xb, Xu ...(3.24)

Fungsi penawaran tenaga kerja rumahtangga untuk kegiatan yang

berkaitan dengan seluruh aktivitas produksi di dalam rumahtangga maupun di luar

rumahtangga merupakan fungsi dari faktor-faktor sebagai berikut:

Sb = Sb(ps, pp, pb, pu, pL, pv, Y); b = p ...(3.25)

Fungsi penawaran produk yang dihasilkan oleh rumahtangga baik dari

kegiatan usahatani maupun kegiatan-kegiatan lainnya serta fungsi permintaan

Gambar

Tabel  5.  Jumlah Jenis Perusahaan Sektor Kehutanan di Wilayah Provinsi Irian Jaya Barat Sesuai Perijinan Tahun 2004
Gambar 3.   Transfer Tenaga Kerja dari Sektor Informal ke Proyek Liquified Natural Gas Tangguh
Gambar 4.  Model Keseimbangan Rumahtangga Menurut Chayanov
Gambar 5.  Efek Peningkatan Non Labor Income Pada Perilaku Kerja Rumahtangga
+7

Referensi

Dokumen terkait