• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia

Perpindahan tenaga kerja dari sektor informal ke sektor formal mempengaruhi alokasi kerja rumahtangga pada berbagai kegiatan produktif yang selama ini telah dilakukan rumahtangga. Oleh karena itu pendekatan ekonomi rumahtangga digunakan dalam penelitian ini untuk melihat dampak proyek terhadap alokasi kerja dan konsumsi rumahtangga Penelitian-penelitian berikut adalah penelitian yang memberikan gambaran secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi waktu kerja produksi, konsumsi dan pendapatan suatu rumahtangga.

Chuzaimah (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Keragaan Ekonomi Rumahtangga Petani Peserta dan Non Peserta Rice

Estate di Lahan Pasang Surut Delta Telang I Kabupaten Banyuasin Sumatra

Selatan” menyimpulkan bahwa tingkat pendapatan dan pengeluaran petani peserta Rice Estate lebih besar dibandingkan petani non peserta, dimana luas lahan dan jumlah pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi peserta dan non peserta. Luas lahan, upah, pendapatan dari usahatani dan usia kepala keluarga berpengaruh nyata terhadap tenaga kerja keluarga pada usahatani. Alokasi tenaga kerja di luar usahatani dan pendapatan total berpengaruh nyata terhadap pendapatan di luar usahatani. Pendapatan total, jumlah tanggungan keluarga dan

pendidikan istri berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan. Produksi tahun lalu, konsumsi pangan, dan total pendapatan berpengaruh nyata terhadap stok peserta serta konsumsi pangan dan pendapatan total terhadap non peserta. Pendidikan kepala keluarga berpengaruh nyata terhadap rekreasi peserta dan pendapatan total, luas lahan dan dummy asal petani terhadap non peserta.

Faradesi (2004) dalam penelitiannya dengan judul ”Dampak Pasar Bebas Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Padi di Kabupaten

Cianjur: Suatu Analisis Simulasi Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian”

menemukan bahwa dampak pasar gabah yang tanpa proteksi dan ketiadaan subsidi input memberikan dampak yang buruk bagi kinerja usahatani yang ditunjukkan oleh penurunan produksi per luas lahan, penurunan penggunaan pupuk dan benih serta penurunan investasi usahatani. Kondisi pasar bebas dimana intervensi pemerintah masih dimungkinkan ternyata mampu meningkatkan kinerja usahatani yang ditunjukkan dengan meningkatnya investasi usahatani, produksi per luas lahan, penggunaan pupuk dan benih. Adanya subsidi yang efektif serta diberlakukan tarif impor yang tinggi, namun pemerintah tidak dapat mengatasi masuknya beras ilegal mengakibatkan penurunan produksi per luas lahan, penggunaan pupuk dan benih serta investasi usahatani tetapi tidak separah bila tidak ada proteksi dan subsidi input.

Soepriati (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Peranan Produksi Usahatani dan Gender Dalam Ekonomi Rumahtangga Petani Lahan Sawah:

Studi Kasus di Kabupaten Bogor” menyatakan bahwa alokasi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi, ubi jalar dan ubi kayu di lokasi

penelitian lebih kecil daripada alokasi waktu yang dicurahkan untuk kegiatan non usahatani. Hal ini disebabkan faktor resiko kegagalan panen dan penurunan harga serta kondisi sumberdaya yang dimiliki berupa lahan yang terbatas, sehingga sebagian besar rumahtangga petani mencari tambahan penghasilan di bidang jasa atau beternak untuk mencukupi konsumsi pangan dan non pangan. Curahan kerja untuk meningkatkan produksi dipengaruhi oleh curahan kerja luar usaha terutama untuk tanaman padi yang lebih banyak membutuhkan tenaga kerja luar keluarga. Peningkatan curahan kerja luar keluarga sangat dipengaruhi oleh besarnya upah yang diperoleh. Pola pengeluaran rata-rata rumahtangga petani lahan sawah menunjukkan bahwa konsumsi pangan lebih besar dari non pangan yang dipenuhi dari pendapatan non usahatani. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi usahatani padi, ubi jalar, dan ubi kayu adalah kepemilikan lahan, curahan kerja keluarga dan penggunaan pupuk. Curahan kerja di luar usahatani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur, pendapatan yang diharapkan. Curahan kerja pada usahatani dipengaruhi oleh pendapatan dari usahatani, curahan kerja luar keluarga, jumlah anggota keluarga dan curahan kerja non usahatani. Pengeluaran konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan total keluarga, jumlah anggota rumahtangga dan pengeluaran untuk investasi pendidikan.

Aryanto (2004) dalam penelitiannya yang berjudul ”Alokasi waktu dan Ekonomi Rumahtangga Pekerja pada sektor Industri Formal Berdasarkan

Gender” menemukan bahwa pemegang kendali kegiatan mencari nafkah masih didominasi suami, dimana faktor yang dominan mempengaruhi alokasi waktu dan

ekonomi rumahtangga pada rumahtangga pekerja pria adalah umur anak terkecil, gaji pokok, jenis industri, alokasi waktu suami bekerja di luar industri, jenis pekerjaan istri, disposeable income, konsumsi pangan dan non pangan, jumlah anak yang sekolah dan tabungan rumah tangga. Pada rumah tangga pekerja wanita hal yang dominan mempengaruhi alokasi waktu kerja dan ekonomi rumahtangga adalah pendapatan istri dari luar industri, umur anak terkecil, gaji pokok, jam lembur, alokasi waktu istri di luar industri, pendidikan suami, total pendapatan rumahtangga, ukuran rumahtangga, disposeable income, tabungan rumahtangga dan konsumsi rumahtangga.

Rosalinda (2004) dalam penelitiannya yang berjudul ”Kajian Curahan Tenaga Kerja, Produksi dan Konsumsi Rumahtangga Petani Lahan Kering

di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sukabumi” menyimpulkan bahwa orientasi petani padi gogo mengarah pada usahatani subsisten, yang disebabkan oleh penguasaan lahan yang relatif sempit dan minimnya sumber uang tunai untuk membeli input tunai serta harga gabah yang tidak memadai. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada lahan ini dipengaruhi oleh luas areal, total pendapatan rumahtangga dan ukuran keluarga. Kegiatan produksi dipengaruhi oleh biaya penggunaan saprotan, umur petani, dan proporsi nilai produksi padi gogo terhadap produksi total, sedangkan konsumsi pangan dipengaruhi oleh besarnya produksi, ukuran keluarga, dan konsumsi pangan dari usahatani lahan sawah. Selain itu ia juga menemukan bahwa semakin besar total pendapatan yang diterima rumahtangga petani maka semakin sedikit tenaga kerja keluarga yang dicurahkan

pada usahatani lahan gogo dan semakin besar nilai produksi usahatani, semakin besar bagian produksi yang dikonsumsi.

Sari (2002) dalam penelitiannya yang berjudul ”Alokasi Waktu dan Pendapatan Tenaga Kerja Perempuan: Studi Kasus Rumahtangga

Kerajinan Tenun di Kenagarian Pandai Sikek Kabupaten Tanah Datar

Provinsi Sumatra Barat” menemukan bahwa alokasi waktu, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga dipengaruhi secara dominan oleh waktu kerja dan pendapatan yang diperoleh masing-masing anggota rumahtangga, dimana faktor upah merupakan faktor utama yang mempengaruhi alokasi waktu dan pendapatan sektor non pertanian. Disposeable income pada berbagai tingkat sensitivitas merupakan faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan, non pangan, pendidikan dan kesehatan.

Dirgantoro (2001) dalam penelitiannya yang berjudul ”Alokasi Tenaga Kerja dan Kaitannya dengan Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga

Petani Sawi” menemukan bahwa secara keseluruhan kenaikan harga sawi dan upah di luar pertanian serta kombinasi keduanya akan meningkatkan curahan tenaga kerja rumahtangga, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani sawi.

Dari semua penelitian di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa alokasi waktu kerja dari masing-masing rumahtangga berdampak kepada tinggi rendahnya pendapatan yang diterima oleh suatu rumahtangga. Dimana curahan kerja suatu rumahtangga pada suatu kegiatan produksi sangat dipengaruhi oleh tingkat upah yang diterima, jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan di luar kegiatan tersebut. Disposeable income merupakan salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi konsumsi pangan san non pangan dari setiap rumahtangga yang terkait dengan produksi yang dilakukan. Oleh karena itu keputusan produksi dan konsumsi suatu rumahtangga saling terkait sehingga memerlukan suatu analisis secara simultan.