• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 3. Luas Kawasan Hutan menurut fungsi di Sub SWP DAS

B. Alternatif Model Rehabilitasi

Dengan menciptakan enbaling condition bagi masyarakat untuk menunjang keberhasilan rehabilitasi, maka masyarakat dengan sendirinya akan berusaha untuk melakukan atau memelihara jenis tanaman rehabilitasi. Hal ini dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab pentingnya program rehabilitasi oleh pemerintah, selain kepentingan masyarakat untuk mendapatkan tambahan penghasilan dari pemanfaatan jenis tanaman rehabilitasi. Untuk mempertahankan enbaling condition tersebut, selain jenis tanaman kayu putih pada lahan yang sama dilakukan penanaman jenis tanaman tumpangsari berupa tanaman pangan untuk menjaga ketahanan pangan bagi masyarakat.

Model rehabilitasi yang ditawarkan disini adalah rehabilitasi lahan dengan menggunakan jenis tanaman kayu putih (M. cajuputi subsp. cajuputi) dengan menggunakan tanaman campuran tumpangsari berupa tanaman pangan. Tanaman pangan yang dapat ditumpangsarikan berupa tanaman kacang-kacangan, jagung dan ketela pohon. Penanaman jenis kayu putih dilakukan dengan jarak tanam 3 x 1 meter, hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang yang cukup bagi penanaman jenis tanaman tumpang sari seperti kacang tanah, jagung dan ketela pohon. Kayu putih sebagai tanaman utama untuk tujuan rehabilitasi, daunnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bahan baku industri penyulingan minyak kayu putih. Pemanenan daun kayu putih jadikan sebagai hasil jangka menengah dan jangka panjang. Pemanenan kacang tanah, jagung dan ketela pohon dimanfaatkan masyarakat sebagai hasil antara untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sebelum masyarakat dapat memanen daun kayu putih.

Pemilihan jenis tanaman tumpangsari dengan kacang-kacangan dan jagung dilakukan dengan pertimbangan, bahwa tanaman ketela pohon dan jagung yang ditanam berselang-seling dengan kacang-kacangan akan meningkat hasilnya, karena terjadinya peningkatan N tersedia di dalam tanah. Selain itu ditinjau dari persyaratan tempat tumbuh dari segi pH tanah, ketiga jenis tanaman pangan yang digunakan sebagai tanaman tumpangsari tersebut memiliki persyaratan tumbuh yang dapat digunakan sebagai lahan pengembangan dan penanaman kayu

60

tanah 5,5 – 7,5 dan kacang tanah pada pH tanah 5,0 – 7,5. C. Lokasi Rehabilitasi Dengan Jenis Kayu Putih

Pemilihan lokasi yang dijadikan sebagai site untuk penanaman jenis tertentu dari kegiatan rehabilitasi merupakan salah satu faktor penentu dalam menunjang keberhasilannya. Pemilihan lokasi rehabilitasi menggunakan jenis tanaman kayu putih dengan model campuran dengan tanaman tumpangsari jenis tanaman pangan disini, masih dibatasi pada faktor curah hujan, tanah dan kelerengan.

Dengan mempertimbangkan persyaratan tumbuh jenis tanaman kayu putih (M. cajuputi subsp. cajuputi) meliputi faktor curah hujan, jenis tanah dan kelerengan seperti telah disampaikan sebelumnya maka untuk menentukan lokasi penanaman kayu putih untuk tujuan rehabilitasi tentunya data-data persyaratan tempat tumbuh kayu putih akan dikompilasi dengan kondisi alam yang ada di NTT. Kondisi alam NTT yang meliputi faktor iklim yang didasarkan pada curah hujan sepuluh tahun terakhir yaitu tahun 1994 sampai dengan 2003, tanah dan kelerengan (kelerengan yang digunakan adalah dibawah 40%) telah disampaikan pada bagian sebelumnya.

Berdasarkan data persyaratan tempat tumbuh kayu putih dan kondisi alam NTT maka didapatkan beberapa lokasi yang optimal untuk penanaman kayu putih. Lokasi-lokasi tersebut disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan 5. Dari Lampiran tersebut terlihat bahwa hampir semua wilayah NTT dapat digunakan untuk penanaman jenis tanaman kayu putih, yang didasarkan dari faktor iklim yang meliputi data curah hujan, tanah dan kelerengannya. Hal tersebut sangat sesuai dengan kenyataan pada beberapa dekade terdahulu bahwa wilayah NTT merupakan salah satu tempat tumbuh alami M. cajuputi subsp. cajuputi.

Namun demikian diantara semua wilayah NTT yang dapat digunakan untuk penanaman kayu putih ada beberapa lokasi yang optimal untuk lokasi penanaman. Lokasi yang optimal tersebut adalah seperti disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan 6 pada peta yang ditandai dengan adanya warna hijau dengan batas luar garis berwarna biru. Lokasi tersebut meliputi sebagian dari sejumlah kabupaten yang ada di NTT, dengan persentase terbesar berturut-turut berada di wilayah Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur dan Daratan Timor. Sementara lokasi selain itu merupakan lokasi yang kurang optimal namun masih dapat digunakan sebagai site untuk penanaman kayu putih yang ditandai dengan warna kuning dengan batas luar garis berwarna biru, karena masih berada pada batas persyaratan tumbuh kayu putih.

Perpustakaan Balai Penelituran Kehutanan Kupang Alih Media Tahun 2011

61 Berdasarkan data tersebut di atas maka jenis tanaman kayu putih disarankan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif jenis tanaman untuk tujuan rehabilitasi hutan dan lahan kritis di wilayah NTT disamping untuk tujuan ekonomis.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kondisi alam di NTT yang didasarkan dari faktor iklim yang meliputi data curah hujan sepuluh tahun terakhir yaitu antara tahun 1994 sampai dengan 2003, jenis tanah dan kelerengan, hampir seluruh wilayah di NTT sesuai untuk penanaman jenis tanaman kayu putih, dengan berbagai persyaratan tempat tumbuh jenis tanaman tersebut.

Dengan demikian hendaknya jenis tanaman kayu putih dijadikan sebagai salah satu jenis tanaman untuk tujuan rehabilitasi hutan dan lahan kritis di wilayah NTT. Hal ini karena disamping fungsinya sebagai tanaman rehabilitasi, daunnya dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan baku penyulingan minyak kayu putih sebagai sumber tambahan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2005. Data Base dan Informasi DAS di Wilayah BPDAS Benain Noelmina Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2005. Kerjasama BPDAS Benain Noelmina dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Cendana. Kupang.

Biro Pusat Statistik. 2005. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kupang.

Doran, J.C., A. Rimbawanto, B.V. Gunn and A. Nirsatmanto. 1998. Breeding Plan for Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi in Indonesia. CSIRO Forestry and Forest Products, Australian Tree Seed Centre and Forest Tree Improvement Research and Development Institute, Indonesia.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Schmidt, F.H. & J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia ith Western New Guinea. Verhand. No. 42. Kementrian Perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Sunanto, H. 2003. Budidaya dan Penyulingan Kayu Putih. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Susanto M., P. Tambunan dan Mulyanto. 1998. Laporan Ekplorasi Benih Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi di Kepulauan

62

Yogyakarta kerjasama dengan CSIRO Forestry and Forest Products.

Wibowo, S. 2006. Rehabilitasi Lahan Pasca Operasi Illegal Logging. Wana Aksara. Banten.

1 Lampiran 1. Peta lokasi yang sesuai untuk penanaman kayu putih di Kabupaten Alor dan Lembata

S e l a t O m b a i Kab. Lembata Kab. Alor ATADEI OMESURI LEBATUKAN ILE APE BU YASAR I NUBATUKAN NAGAW UTU NG WUL ANDON I

AD ONARA TI MUR AL OR TIMU R

PAN TAR BARAT PAN TAR AL OR BARAT DAYA AL OR TIMU R L AU T AL OR SELATAN TEL UK MUTIARA AL OR T EN GAH UTAR A AL OR BARAT LAUT Sumber :

- Peta Sistem Lahan RePPPRoT Provinsi NTT Tahun 1989 Skala 1 : 2 50.000

- Peta Administrasi Nusa Tenggara Timur Tahun 1998, S kala 1 : 100.000 - Peta Rupa Bumi Indonesia tahun 1999, Skala 1 : 25.000 - Analisa Data tahun 2007

Kelerengan Kurang Sesuai ( > 40 % ) Kelerengan Sesuai ( < 40 % ) Keterangan :

Jenis Tanah Kurang Optimal ( Andosol, Kambisol, Podsolik )

Jenis Tanah Optimal ( Alluvial, Grumosol, Latosol, Mediteran, Oxisol, Regosol, Renzina ) Skala 1 : 850.000

10 0 10 20 30 Km

PETA KESESUAIAN TANAMAN KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi)

DI PULAU ALOR DAN LEMBATA

N E W S 9 ° 0 0 ' 9 ° 0 0 ' 8 ° 3 0 ' 8 ° 3 0 ' 8 ° 0 0 ' 8 ° 0 0 ' 1 2 3 ° 3 0 ' 1 2 3 ° 3 0 ' 1 2 4 ° 0 0 ' 1 2 4 ° 0 0 ' 1 2 4 ° 3 0 ' 1 2 4 ° 3 0 ' 1 2 5 ° 0 0 ' 1 2 5 ° 0 0 ' 1 2 4 1 2 4 1 2 5 1 2 5 -9 - 9 -8 - 8

2