• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 3. Luas Kawasan Hutan menurut fungsi di Sub SWP DAS

E. Kondisi Ideal yang Diharapkan

1. Terjadinya peningkatan pendapatan dan partisipasi masyarakat.

2. Pemulihan kondisi dan pemulihan keseimbangn lingkungan. 3. Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat.

4. Peningkatan peran serta para pihak

IV. PENUTUP

Pembangunan Kehutanan bidang RLKT ditujukan untuk memberikan manfaat sebesa-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi hutan, mengutamakan pelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan, serta memberikan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.

Upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis melalui RLKT serta pengembangan fungsi DAS yang ditinggalkan dapat lebih meningkatkan daya dukung lingkungan hidup. Kunci keberhasilan pembangunan RLKT adalah perencanaan yang akurat dan handal, pengendalian yang konsisten dan mengacu pada permasalahan yang akan dicari solusinya. Pelaksanaan pembangunan RLKT memerlukan dukungan partisipasi masyarakat di dalam dan disekitar hutan serta peningkatan peran serta kelembagaan seperti koperasi dan LSM. Upaya RLKT yang dilaksanakan melalui pendekatan DAS harus bersifat menyeluruh dan terpadu antar berbagai sektor pembangunan kehutanan dan disiplin ilmu.

Prosiding Kupang, 12 November 2007

| 70

DAFTAR PUSTAKA

BPDAS.BN. 2005. Data Dasar Wilayah Kerja Balai Pengelolaan DAS Benain Noelmina Tahun 2005.

BPDAS.BN. 2006. Penyusunan Peta Iklim Wilayah Kerja Balai Pengelolaan DAS Benain Noelmina Tahun 2006.

BPDAS.BN. 2007. Penyusunan Spasial Lahan Kritis Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2007.

Departemen Kehutanan. 2007. Petunjuk Pelaksanaan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2007.

49 Lampiran 1. Luas lahan kritis di Propinsi NTT

Kriteria lahan kritis

Tidak kritis Potensial kritis Agak kritis Kritis Sangat kritis

No Kabupaten Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % 1 Kodya Kupang 0,00 0,00 145,26 0,91 4.165,67 25,98 11.723,05 73,11 0,02 0,00 2 Kupang 464,35 0,08 16.442,69 2,79 148.034,32 25,10 375.051,81 63,59 49.822,85 8,45 3 Timor Tengah Selatan 236,16 0,06 3.792,58 0,96 77.013,68 19,51 285.734,81 72,39 27.922,77 7,07 4 Timor Tengah Utara 0,00 0,00 1.461,92 0,55 69.168,04 25,91 180.318,61 67,54 16.021,43 6,00 5 Belu 3.123,43 1,28 3.231,09 1,32 60.760,72 24,84 160.534,16 65,64 16.910,60 6,91 6 Rote Ndao 59,20 0,05 8.069,66 6,30 61.793,06 48,27 51.787,07 40,46 6.301,01 4,92 7 Alor 0,00 0,00 3.248,33 1,13 77.306,38 26,99 125.310,57 43,74 80.604,72 28,14 8 Lembata 0,00 0,00 3.329,08 2,63 21.333,25 16,85 63.619,24 50,24 38.356,43 30,29 9 Flores Timur 130,65 0,07 5.473,16 3,02 47.569,33 26,24 84.465,00 46,59 43.643,87 24,08 10 Sikka 0,00 0,00 4.910,40 2,84 46.816,81 27,03 69.588,74 40,18 51.874,04 29,95 11 Ende 0,00 0,00 2.076,64 1,01 43.412,79 21,21 72.434,00 35,39 86.736,58 42,38 12 Ngada 692,65 0,23 21.074,43 6,94 56.249,52 18,52 154.395,66 50,82 71.377,75 23,50 13 Manggarai 953,06 0,23 68.000,60 16,23 52.576,75 12,55 142.977,69 34,13 154.381,90 36,85 14 Manggarai Barat 517,51 0,18 23.315,84 7,91 74.291,74 25,21 108.323,86 36,75 88.301,05 29,96 15 Sumba Barat 2.700,76 0,67 28.227,17 6,97 123.908,63 30,58 177.305,42 43,76 73.048,01 18,03 16 Sumba Timur 12.784,34 1,83 88.574,38 12,65 218.332,29 31,19 199.387,44 28,48 180.971,55 25,85 Jumlah NTT 21.662,10 0,46 281.373,24 5,94 1.182.732,96 24,98 2.262.957,12 47,79 986.274,58 20,83

4

7

50

KEUNGGULAN KOMPARATIF DI NUSA TENGGARA TIMUR7

Oleh :

Sumardi8, Tigor Butar Butar9 dan Bayu Adrian Victorino10

ABSTRAK

Studi kesesuaian lahan untuk rehabilitasi hutan dan lahan di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan menggunakan jenis kayu putih (Melaleuca cajuputi subsp. Cajuputi) telah dilakukan. Pemilihan jenis tanaman kayu putih didasarkan pada kemampuan jenis ini disamping dapat digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi, daunnya dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan baku industri penyulingan minyak kayu putih. Hal tersebut diharapkan dapat menciptakan enbaling condition, sehingga akan menimbulkan kesadaran diri pada masyarakat untuk melakukan rehabilitasi, karena disamping kegiatan rehabilitasi

masyarakat dapat mengambil keuntungan untuk meningkatkan

pendapatan sebagai salah satu alternatif peningkatan kesejahteraan. Studi dilakukan dengan mengkompilasi data persyaratan tempat tumbuh kayu putih dengan kondisi alam yang ada di NTT. Kondisi alam yang dimaksud meliputi faktor curah hujan, suhu udara, jenis tanah dan kelerengan. Alternatif model rehabilitasi yang ditawarkan adalah rehabilitasi menggunakan kayu putih dengan tanaman campuran tumpangsari berupa tanaman pangan seperti jenis kacang-kacangan, jagung dan ketela pohon. Dengan model tersebut diharapkan masyarakat dapat mengambil keuntungan jangka pendek berupa tanaman pangan untuk menjaga ketahanan pangan, jangka menengah dan panjang berupa pemanfaatan daun kayu putih untuk industri penyulingan, dengan tidak mengabaikan fungsinya sebagai tanaman rehabilitasi.

Kata kunci : Rehabilitasi, kayu putih, enbaling condition

I. PENDAHULUAN

Rehabilitasi hutan dan lahan merupakan suatu keharusan untuk segera dilaksanakan. Hal ini karena adanya peningkatan kerusakan hutan akibat penebangan liar dan pengelolaan hutan yang kurang optimal, sehingga menyebabkan lahan kritis semakin luas. Disamping itu akibat penggunaan lahan yang melebihi kapasitas produksi menyebabkan tingkat kesuburan tanah semakin menurun sampai pada tingkat marginal. Kerusakan hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai kondisi kritis. Laju kerusakan hutan di Indonesia diperkirakan telah mencapai angka

7

Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian BPK Kupang. Kupang, 13 Desember 2007

8

Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Kupang

9

Kepala BPK Kupang

10

Perpustakaan Balai Penelituran Kehutanan Kupang Alih Media Tahun 2011

51 2,8 juta hektar per tahun, bahkan angka laju kerusakan hutan tersebut jauh lebih besar seperti dilansir oleh Ornop, yaitu mencapai 3,8 juta hektar per tahun (Wibowo, 2006).

Kondisi peningkatan kerusakan hutan dan lahan juga terjadi di wilayah NTT. Salah satu sebabnya adalah aktifitas di atas lahan pada skala besar maupun kecil. Aktifitas skala besar misalnya kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atau pemerintah untuk tujuan kepentingan tertentu tanpa memperhitungkan aspek kelestarian, sementara dalam skala kecil misalnya aktifitas masyarakat di atas lahan. Aktifitas skala kecil jika dilakukan secara berulang-ulang tanpa memperhatikan aspek kelestarian akan berpengaruh besar dalam proses penurunan kualitas lahan. Kebiasaan aktifitas sebagian masyarakat NTT di dalam maupun di luar kawasan hutan seperti penebangan liar untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar, pembakaran lahan untuk penyiapan lahan garapan pertanian, penggembalaan liar dan pertanian berpindah merupakan aktifitas yang dapat mempercepat penurunan kualitas lahan. Penurunan kualitas lahan juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang berkorelasi positif dengan kebutuhan lahan untuk kepentingan tersebut di atas. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab peningkatan lahan kritis di NTT. Luas lahan kritis di NTT tahun 2004 adalah seluas 3.242.591 ha, yang terdiri atas 966.680 ha berada pada kawasan hutan lindung, 1.083.703 ha pada kawasan budidaya dan 1.192.208 ha pada kawasan lindung (Anonimous, 2005). Luasan dan sebaran wilayah lahan kritis pada kawasan hutan lindung, budidaya dan lindung pada masing-masing Kabupaten di NTT disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Lahan kritis (ha) masing-masing kabupaten di NTT

Kabupaten Kawasan hutan lindung Kawasan budidaya Kawasan lindung

Kota Kupang 2.321 4.951 0

Kabupaten Kupang 173.030 212.468 39.185

Kabupaten TTS 72.034 211.950 29.434

Kabupaten TTU 99.493 82.846 13.995

Kabupaten Belu 47.180 119.510 10.579

Kabupaten Rote Ndao 23.675 32.826 482

Kabupaten Alor 48.922 34.367 122.100

Kabupaten Lembata 28.029 22.745 51.165

Kabupaten Flores Timur 25.915 36.173 65.994

Kabupaten Sikka 32.906 12.951 75.542

Kabupaten Ende 33.149 8.379 117.616

Kabupaten Ngada 71.790 59.376 94.433

Kabupaten Manggarai 50.047 64.590 190.666

Kab. Manggarai Barat 50.832 31.451 106.842

Kabupaten Sumba Barat 69.133 106.060 75.174

Kabupaten Sumba Timur 138.224 43.060 199.001

Jumlah 966.680 1.083.703 1.192.208

Total 3.242.591

52

relatif besar jika dibandingkan dengan total luas daratan NTT seluas 4.735.000 ha (Anonimous, 2005).

Bencana banjir dan tanah longsor yang semakin sering terjadi di NTT akhir-akhir ini, merupakan salah satu indikasi peningkatan luas kawasan hutan yang rusak dan lahan kritis yang semakin meningkat. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang pernah dan sedang dilakukan di wilayah NTT belum banyak menunjukkan keberhasilan. Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan, kondisi sosial budaya masyarakat dan minimnya daya dukung informasi dan teknologi rehabilitasi untuk mendukung keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka makalah ini akan membahas mengenai faktor-faktor yang mendukung keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan, permasalahan dan beberapa upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dapat dilakukan. Diharapkan informasi ini dapat bermanfaat terutama dalam upaya rehabilitasi lahan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman yang memiliki keunggulan di Nusa Tenggara Timur.

II. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG KEBERHASILAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN