• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALTERNATIF PENDEKATAN LUNAK

Dalam dokumen Proceeding ToT ICM. Proceeding ToT ICM (Halaman 113-120)

EROSI PANTAI ( COASTAL EROSION )

ALTERNATIF PENDEKATAN LUNAK

Dengan belajar dari kekurang berhasilan cara- cara penanganan masalah pesisir dengan “pendekatan keras”, maka perlu dikembangkan konsep penanganan permasalahan pesisir secara lebih lunak dan ramah lingkungan. Penggunaan pendekatan lunak tersebut sudah mulai dilakukan sejak akhir dasa-warsa 80-

Gambar 5. Simulasi model numerik perubahan garis pantai dengan adanya struktur tegak lurus

D50 = 0.1 mm, Gelombang : H = 1 m, T = 6s, case 1 : groin 100m, slope 1 : 40

an. Beberapa cara penanganan dengan pendekatan lunak antara lain dapat dilakukan dengan: peremajaan pantai, pembentukan dune, peremajaan dan restorasi mangrove, rehabilitasi koral, artificial reef, serta pengelolaan/manajemen kawasan pantai secara terpadu.

Peremajaan pantai

Untuk mengatasi erosi dan abrasi, cara restorasi dengan peremajaan pantai (beach nourishment) merupakan alternatif yang sudah cukup lama dikenal. Proses ini meliputi pengambilan material dari tempat yang tidak membahayakan dan diisikan ke tempat yang membutuhkan. Meskipun penimbunan/pengisian pesisir dengan material dari luar sistem tidak banyak dampaknya terhadap ekosistem yang ada, namun pengambilan material dapat menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Oleh karena itu, opsi ini harus ditinjau secara lebih komprehensif, terutama dari sisi sumber penyediaan sedimennya.

Akhir-akhir ini telah dikembangkan pula peremajaan pantai dengan menggunakan sistem drainasi pantai (Coastal Drain System) seperti

misalnya Beach Management System (BMS).

Pemegang patennya adalah Danish Geotechnical Institute. Metode ini adalah mengurangi tekanan air (pore water pressure) di swash zone sehingga lereng daerah ini menjadi lebih stabil, pada saat aliran

ke bawah (rundown) tidak ada sedimen yang

terbawa. Sistem ini pada prinsipnya mengurangi atau mengabsorbsi energi gelombang pada saat menggempur pantai dengan cara dihisap melalui pompa yang dihubungkan oleh pipa berlubang yang terletak dibawah permukaan pantai (de-watering).

Pembentukan dune

Perlindungan pantai berpasir dapat dilakukan dengan menyediakan “stock pile” di sisi darat berupa dune buatan atau meningkatkan dune yang sudah ada. Biasanya cara ini dilengkapi dengan usaha-usaha menahan kehilangan pasir dari daerah dune baik secara vegetatif maupun secara artifisial.

Rehabilitasi mangrove

Perbaikan dan peramajaan hutan bakau yang rusak merupakan langkah perlindungan pesisir yang ramah lingkungan. Penanganan ini dapat dikombinasi dengan bangunan sementara (hard measures) yang diharapkan dapat melindungi bakau yang baru selama masa pertumbuhannya.

Rehabilitasi koral

Terumbu karang yang rusak akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat hidup kembali. Menurut (Tomascik, 1997) massa terumbu karang setebal 500 m memerlukan waktu antara 6000 hingga 10000 tahun untuk pembentukannya. Meskipun proses rehabilitasi karang tidak secepat rehabilitasi mangrove, tetapi pendekatan ini

Gambar 6. simulasi model numerik perubahan garis pantai dengan adanya seawall

112

merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi ekosistem pesisir. Beberapa penelitian dan uji coba telah dilakukan untuk mencangkokkan organisma karang pada karang yang telah rusak dan hasilnya cukup menjanjikan (Yamashita, 1998).

Selain rehabilitasi koral secara langsung, penggunaan artificial reef sebagai alternatif perlindungan pantai yang lebih ramah lingkungan juga mulai banyak diteliti (Nizam, 1995). Sistem ini mulai banyak dipakai di Australia. Untuk melindungi pura Tanah Lot, salah satu alternatif yang diusulkan adalah menggunakan artificial reef tersebut.

Aspek pengelolaan

Agar dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan lingkungannya, maka pengelolaan pesisir yang arif perlu terus dikembangkan. Dengan mengadaptasi (IPCC, 1990), pada prinsipnya pengelolaan kawasan pesisir (coastal manage- ment) bertujuan untuk:

1. Menghindari pengembangan di daerah ekosistem yang rawan dan rentan,

2. Mengusahakan agar sistem perlindungan alami tetap berfungsi dengan baik,

3. Melindungi keselamatan manusia, harta benda dan kegiatan ekonominya dari bahaya yang datang dari laut, dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, kultur, sejarah, estetika dan kebutuhan manusia akan rasa aman serta kesejahteraan (Jansen, 1990).

Secara filosofis, penanganan daerah pantai dapat ditempuh melalui beberapa alternatif berikut:

1. Pola protektif, yaitu dengan membuat bangunan pantai yang secara langsung “menahan proses alam yang terjadi”. Cara ini yang paling banyak dikembangkan di Indonesia.

2. Pola adaptif, yakni berusaha menyesuaikan pengelolaan pantai dengan perubahan alam yang terjadi. Saat ini mulai banyak dikembangkan pendekatan “mega scale”, di mana pengelolaan pantai direncanakan berdasar pola morfodinamika spesifik di pantai yang dikembangkan.

3. Pola mundur (retreat) atau do-nothing, dengan tidak melawan proses dinamika alami yang terjadi tetapi “mengalah” pada proses alam dan menyesuaikan peruntukan sesuai dengan kondisi perubahan alam yang terjadi.

Di Indonesia, kedua pola terahir di atas saat ini belum banyak dipandang sebagai alternatif penyelesaian

permasalahan pantai. Kajian ke arah tersebut perlu dilakukan agar kelestarian sumber daya alam pantai dapat terpelihara serta kemanfaatannya dapat terus dinikmati dari generasi ke generasi.

KESIMPULAN

Dalam pengelolaan kawasan pantai, khususnya untuk mencegah/mengurangi terjadinya erosi pantai perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:

•• Hindari penambangan pasir di tepi pantai

•• Hindari penambangan karang untuk bahan bangunan

•• Hindari penggundulan hutan mangrove

•• Hindari mendirikan bangunan menjorok ke pantai

•• Penyuluhan masyarakat

Penanganan erosi pantai harus dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif yang meliputi satu kawasaan coastal cell. Penanganan yang sifatnya lokal hanya akan memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Alternatif dengan pendekatan struktur lunak (soft structure) perlu dipertimbangkan, karena pendekatan ini merupakan pendekatan untuk menangani erosi pantai yang ramah lingkungan.

Pendekatan mutakhir dan sistematis untuk penanganan masalah pantai dapat dilakukan melalui: a) penelitian lapangan (survei) untuk mengetahui pa- rameter lingkungan fisik dan data historis, b) penelitian dengan model matematika, dan c) penelitian dengan model fisik (skala laboratorium) untuk menentukan perencanaan yang secara teknis, ekonomis dan lingkungan layak dan secara estetika dan sosial budaya dapat diterima oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bijker, 1968, Llittoral Drift as Function of Waves and Current, Proceedings of 11th Conference on Coastal Engineer- ing, American Society of Civil Engineers, pp. 415-435. Bijker, 1971, Longshore Transport Computations, Proceed-

ings of 12th Conference on Coastal Engineering, Ameri- can Society of Civil Engineers, pp. 415-434.

Syamsudin & Kardana, 1997, Rehabilitasi Pantai/Zona Pesisir, P3P Dept. PU

Subandono D. et al., 2001, Erosi Pantai dan Klasifikasinya, Kasus di Indonesia, Prosiding Konferebsi Esdal 2001, BPPT

Hunter, M, 1992, Coastal Groins and Breakwaters, US Army - CE, Washington

PENDAHULUAN

Pengelolaan berbasis-masyarakat sudah merupakan suatu pendekatan yang banyak dipakai di dalam program-program pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu di berbagai negara di dunia ini, khususnya di negara-negara berkembang. Pendekatan ini secara luas digunakan di wilayah Asia Pasifik seperti di negara-negara Filipina dan Pasifik Selatan. Keberhasilan pendekatan ini semakin banyak dan didokumentasi secara baik (Polotan- de la Cruz, 1993; Buhat, 1994; Pomeroy, 1994; White et.al., 1994; Ferrer et.al., 1996; Pomeroy and Carlos, 1997; Wold Bank,1999). Di negara- negara dimana sistem pemerintahannya semakin mengarah pada desentralisasi dan otonomi lokal, pendekatan berbasis masyarakat ini dapat merupakan pendekatan yang lebih tepat guna, lebih mudah dan dalam jangka panjang dapat terbukti lebih efisien dan efektif dalam segala hal.

Pendekatan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis-masyarakat telah dicobakan diberbagai proyek pembangunan di Asia yang dibiayai oleh Bank Pembangunan Internasional. Sebagai contoh, Program Sektor Perikanan di Filipina yang bernilai 150 juta US dolar (Albaza- Baluyut, 1995), Proyek Coremap di Indonesia, juga berbagai proyek bantuan bilateral lainnya (seperti CRMP -Filipina dan Proyek Pesisir - Indonesia), memasukkan pengelolaan berbasis masyarakat sebagai bagian dari desain program. Filipina memiliki pengalaman sejarah yang cukup panjang dalam pengelolaan berbasis masyarakat sejak sekitar dua dasawarsa terakhir ini. Pendekatan ini telah menjadi pendekatan utama dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di negara ini sebagai bagian dari system pemerintahan yang desentralistis. Pada pergantian millenium ini telah ada ratusan contoh Pengelolaan

sumberdaya pesisir berbasis masyarakat yang tersebar di hampir setiap wilayah pesisir di negara ini.

Di Indonesia, dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 yang memberikan kewenangan kepada daerah dalam mengelola pesisir dan lautnya sejauh 12 mil untuk propinsi dan 4 mil untuk kabupaten memberikan peluang yang besar bagi pendekatan pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu dan berbasis masyarakat. Selain itu dengan adanya Departemen Kelautan dan Perikanan dan konteks perubahan pemerintahan di Indonesia setelah era reformasi mendorong pemerintah pusat dan di daerah mengembangkan pendekatan pembangunan yang melibatkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam bentuk pengelolaan

secara bersama (co-management) berbasis

masyarakat.

Upaya-upaya seperti ini sudah di mulai di Sulawesi Utara sejak tahun 1997 untuk mengadaptasikan pendekatan-pendekatan berbasis masyarakat ini dalam konteks pembangunan dan pengelolaan di Indonesia (Crawford & Tulungen, 1998a, 1998b, 1999a, 1999b,; Tulungen et.al., 1998, 1999; Crawford et.al, 1998) lewat Proyek Pesisir (Coastal Resources Management Project

- CRMP). Proyek Pesisir yang dimulai sejak tahun 1997 ini didasarkan pada pemikiran/hipotesa bahwa pendekatan partisipatif dan desentralistis akan mengarah lebih pada berkelanjutan dan adil/ seimbangnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir di Indonesia. Setelah melakukan kegiatan dan upaya selama empat tahun di Sulawesi Utara, contoh-contoh praktek pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis-masyarakat mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan yang mendukung validitas pemikiran/hipotesa dari Proyek Pesisir. Makalah ini merangkum pendekatan dan

PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR

Dalam dokumen Proceeding ToT ICM. Proceeding ToT ICM (Halaman 113-120)