• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DI PESISIR DAN LAUT

Dalam dokumen Proceeding ToT ICM. Proceeding ToT ICM (Halaman 51-53)

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT SERTA PENGELOLAAN SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN

PRINSIP PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DI PESISIR DAN LAUT

Perencanaan dan Proses Pemilihan Lokasi

Kawasan konservasi menuntut adanya proses perencanaan khusus yang terkait dengan tahapan pengelolaan dari suatu kerangka pengelolaan kawasan konservasi. Hasil dari perencanaan lokasi adalah rencana pengelolaan lokasi kawasan konservasi. Sebagai tahapan awal dari perencanaan lokasi, diperlukan suatu rencana pendahuluan dari pemilihan lokasi yang berisi kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk diimplementasikan, sasaran program dan kerangka strategi dasar untuk mencapai sasaran program (Salm et al, 2000).

Perencanaan strategis mengharuskan adanya penelitian pendahuluan, pengumpulan data, analisis isu, dialog dan negosiasi yang diperlukan untuk menetapkan masalah, memahami pilihan, dan meletakkan dasar untuk rencana pengelolaan lokasi kawasan konservasi.

Proses perencanaan lokasi kawasan konservasi harus didasarkan pada sasaran dan tujuan kawasan konservasi secara jelas, sebagaimana diuraikan dalam sasaran dan tujuan penetapan kawasan konservasi. Untuk mencapai sasaran dan tujuan dimaksud, informasi dasar tentang lokasi sangat dibutuhkan, khususnya menyangkut karakteristik ekosistem dan sumberdaya, tingkat pemanfaatan sumberdaya dan ancaman terhadap sumberdaya. Rancangan lokasi yang didasarkan pada informasi dasar tersebut diatas, dapat dilanjutkan dengan informasi lainnya tentang elemen-elemen dasar yang diperlukan untuk mengalokasikan suatu kawasan konservasi dan persiapan rencana pengelolaan lokasi.

Dalam rencana pengalokasian kawasan konservasi, diperlukan sedikitnya 4 (empat) tahapan dalam proses pemilihan lokasi (Agardy, 1997): 1. Identifikasi habitat atau lingkungan kritis; distribusi

sumberdaya ikan ekologis dan ekonomis penting, dan bila memungkinkan lokasi proses-proses ekologis kritis, dan dilanjutkan dengan memetakan informasi-informasi tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis.

2. Teliti tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber-sumber degradasi di kawasan; petakan konflik pemanfaatan sumberdaya, berbagai ancaman langsung (misalnya over-

eksploitasi) dan tidak langsung (misalnya pencemaran) terhadap ekosistem dan sumber- daya.

3. Tentukan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi (misalnya lokasi yang diidentifikasi oleh pengambil kebijakan menjadi prioritas untuk dilindungi).

4. Kaji kelayakan suatu kawasan prioritas yang dapat dijadikan kawasan konservasi, berdasar- kan proses perencanaan lokasi.

Batas dan Zonasi Lokasi

Masalah utama dalam pengalokasian suatu kawasan konservasi adalah menetapkan batas ekologis yang dapat digunakan untuk merancang suatu kawasan konservasi. Selama ini, batas kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik geologis kawasan (batas daratan dan laut), batas administratif (nasional, propinsi atau kabupaten), atau biaya (lokasi yang lebih kecil memerlukan biaya yang lebih kecil untuk melindungi atau mempertahankan keberadaannya).

Secara umum sangat sedikit alasan ekologis yang dijadikan dasar untuk menentukan batas kawasan konservasi, namun alasan ekologis yang tepat haruslah digunakan untuk menentukan batas dan zonasi kawasan konservasi.Tidak ada aturan baku yang menetapkan ukuran optimal dan rancangan dari suatu kawasan konservasi. Namun demikian secara umum terdapat 2 (dua) kategori ukuran kawasan konservasi, yakni : kategori disagregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil), dan kategori agregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran besar). Setiap kategori ukuran memiliki keunggulan sendiri. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda- beda, serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan adanya zonasi, maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi.

Pengelolaan zona dalam kawasan konservasi didasarkan pada luasnya berbagai pemanfaatan

sumberdaya kawasan. Aktivitas di dalam setiap zona ditentukan oleh tujuan kawasan konservasi, sebagaimana ditetapkan dalam rencana pengelolaan. Zona-zona tertentu menuntut pengelolaan yang intensif, sementara zona lainnya tidak perlu.

Secara umum zona-zona di suatu kawasan konservasi dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) zona, yaitu:

Zona Inti atau Perlindungan.

Habitat di zona ini memiliki nilai konservasi yang tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan, dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktivitas manusia. Zona ini harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang tinggi, serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi.

Zona Penyangga.

Zona ini bersifat lebih terbuka, tapi tetap dikontrol, dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan. Penyangga di sekeliling zona perlindungan ditujukan untuk menjaga kawasan konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu, dan melindungi kawasan konservasi dari pengaruh eksternal.

Zona Pemanfaatan

Lokasi di zona ini masih memiliki nilai konservasi tertentu, tapi dapat mentolerir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia, dan layak bagi beragam kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan konservasi.

Penzonasian tersebut di atas ditujukan untuk membatasi tipe-tipe habitat penting uuntuk perlindungan keanekaragaman hayati dan konservasi sumberdaya ekonomi, sebagaimana sasaran kawasan konservasi di pesisir dan laut.

Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Konservasi

Identifikasi dan pemilihan lokasi potensial untuk kawasan konservasi di pesisir dan laut menuntut penerapan kriteria. Kriteria berfungsi untuk mengkaji kelayakan suatu lokasi bagi kawasan konservasi. Penerapan kriteria sangat membantu dalam mengidentifikasi dan memilih lokasi perlindungan secara obyektif, dimana secara mendasar terdiri atas kelompok kriteria ekologi, sosial dan ekonomi (Salm

et al, 2000).

Kriteria Ekologi

Nilai suatu ekosistem dan spesies biota di pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut:

a. Keanekaragaman hayati: didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem, habitat, komunitas dan jenis biota. Lokasi yang yang sangat beragam, harus memperoleh nilai paling tinggi. b. Kealamian: didasarkan pada tingkat degradasi.

Lokasi yang terdegradasi mempunyai nilai yang rendah, misalnya bagi perikanan atau wisata, dan sedikit berkontribusi dalam proses-proses biologis. c. Ketergantungan: didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses- proses ekologis yang berlangsung di lokasi. d. Keterwakilan: didasarkan pada tingkat dimana

lokasi mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologi, ciri geologi atau karakteristik alam lainnya.

e. Keunikan: didasarkan pada keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah. f. Integritas: didasarkan pada tingkat dimana

lokasi merupakan suatu unit fungsional dari entitas ekologi.

g. Produktivitas: didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di lokasi memberikan manfaat atau keuntungan bagi biota atau manusia.

h. Kerentanan: didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi baik oleh pengaruh alam atau akibat aktivitas manusia.

Kriteria Sosial

Manfaat sosial dan budaya pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut: a. Penerimaan sosial: didasarkan pada tingkat

dukungan masyarakat lokal.

b. Kesehatan masyarakat: didasarkan pada tingkat dimana penetapan kawasan konservasi dapat membantu mengurangi pencemaran atau penyakit yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat.

c. Rekreasi: didasarkan pada tingakat dimana lokasi dapat digunakan untuk rekreasi bagi penduduk sekitar.

d. Budaya: didasarkan pada nilai sejarah, agama, seni atau nilai budaya lain dari lokasi.

e. Estetika: didasarkan pada nilai keindahan dari lokasi.

f. Konflik kepentingan: didasarkan pada tingakat dimana kawasan konservasi dapat berpengaruh pada aktivitas masyarakat lokal.

g. Keamanan: didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi manusia karena adanya arus kuat, ombak besar dan hambatan lainnya.

h. Aksesibilitas: didasarkan pada kemudahan mencapai lokasi baik dari darat maupun laut. i. Kepedulian masyarakat: didasarkan pada tingkat

dimana monitoring, penelitian, pendidikan atau pelatihan di dalam lokasi dapat berkontribusi pada pengetahuan, apresiasi nilai-nilai lingkungan dan tujuan konservasi.

j. Konflik dan Kompatibilitas: didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat membantu menyelesaikan konflik antara kepentingan sumberdaya alam dan aktivitas manusia, atau tingkat dimana kompatibilitas antara sumberdaya alam dan manusia dapat dicapai.

Kriteria Ekonomi

Manfaat ekonomi pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut:

a. Spesies penting: didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial tergantung pada lokasi. b. Kepentingan perikanan: didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan.

c. Bentuk ancaman: didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia.

d. Manfaat ekonomi: didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang. e. Pariwisata: didasarkan pada nilai keberadaan atau

potensi lokasi untuk pengembangan pariwisata.

PENTINGNYA PENGELOLAAN

Dalam dokumen Proceeding ToT ICM. Proceeding ToT ICM (Halaman 51-53)