• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR FUNGSIONAL EKOSISTEM PESISIR

Dalam dokumen Proceeding ToT ICM. Proceeding ToT ICM (Halaman 31-34)

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT SERTA PENGELOLAAN SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN

STRUKTUR FUNGSIONAL EKOSISTEM PESISIR

Definisi dan Batas Wilayah Pesisir

Untuk dapat mengelola pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (en- vironmental services) kawasan pesisir secara berkelanjutan (on a sustainable basis), perlu pemahaman yang mendalam tentang pengertian dan karakteristik utama dari kawasan ini.

Pertanyaan yang seringkali muncul dalam pengelolaan kawasan pesisir adalah bagaimana menentukan batas-batas dari suatu wilayah pesisir (coastal zone). Sampai sekarang belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu

wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Untuk keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif mudah, misalnya batas wilayah pesisir antara Sungai Brantas dan Sungai Bengawan Solo, atau batas wilayah pesisir Kabupaten Kupang adalah antara Tanjung Nasikonis dan Pulau Sabu, dan batas wilayah pesisir DKI Jakarta adalah antara Sungai

Dadap di sebelah barat dan Tanjung Karawang di sebelah timur.

Akan tetapi, penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai, sejauh ini belum ada kesepakatan. Dengan perkataan lain, batas wilayah pesisir berbeda dari satu negara ke negara yang lain. Hal ini dapat dimengerti, karena setiap negara memiliki karakteristik lingkungan, sumberdaya dan sistem pemerintahan tersendiri (khas).

Definisi dan batas wilayah

pesisir yang digunakan di Indonesia adalah wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut; batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang-surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Gambar 1).

Komponen Fungsional Ekosistem Pesisir

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa sumberdaya hayati perairan pesisir yang merupakan satuan kehidupan (organisme hidup) saling berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan nir-hayatinya (fisik) membentuk suatu sistem. Dengan demikian, pembahasan selanjutnya dititik beratkan pada ekosistem pesisir yang

merupakan unit fungsional komponen hayati (biotik) dan nir-hayati (abiotik).

Komponen biotik yang menyusun suatu ekosistem pesisir terbagi atas empat kelompok utama: (1) produser, (2) konsumer primer, (3) konsumer sekunder dan (4) dekomposer.

Sebagai produser adalah vegetasi autotrof, algae dan fitoplankton yang menggunakan energi matahari untuk proses fotosintesa yang menghasilkan zat organik kompleks dari zat anorganik sederhana.

Sebagai konsumer primer adalah hewan- hewan yang memakan produser, disebut herbivora. Herbivora ini menghasilkan pula materi organik (pertumbuhan, reproduksi), tapi mereka tergantung sepenuhnya dari materi organik yang disintesa oleh tumbuhan atau fitoplankton yang dimakannya.

Konsumer sekunder adalah karnivora, yaitu semua organisme yang memakan hewan. Untuk suatu analisis yang lebih jelas, kita dapat membagi lagi konsumer sekunder ke dalam konsumer tersier yang memakan konsumer sebelumnya. Sesungguhnya banyak jenis organisme yang tidak dengan mudah dapat diklasifikasikan ke dalam tingkatan trofik ini, karena mereka dapat dimasukkan ke dalam beberapa kelompok: konsumer primer dan sekunder (omnivora), konsumer sekunder dan tersier (predator atau parasit herbivora dan karnivora).

Sebagai dekomposer adalah organisme avertebrata, bakteri dan cendawan yang memakan materi organik mati: bangkai, daun-daunan yang mati, ekskreta.

Pada prinsipnya terdapat tiga proses dasar yang menyusun struktur fungsional komponen biotik ini: 1) proses produksi (sintesa materi organik), 2) proses konsomasi (memakan materi organik) dan 3) proses dekomposisi atau mineralisasi (pendaurulangan materi).

Komponen abiotik dari suatu ekosistem pesisir terbagi atas tiga komponen utama: [1] unsur dan senyawa anorganik, karbon, nitrogen dan air yang terlibat dalam siklus materi di suatu ekosistem, [2] bahan organik, karbohidrat, pro- tein dan lemak yang mengikat komponen abiotik dan biotik dan [3] regim iklim, suhu dan faktor fisik lain yang membatasi kondisi kehidupan.

Dari sejumlah besar unsur dan senyawa anorganik sederhana yang dijumpai di suatu ekosistem pesisir, terdapat unsur-unsur tertentu yang penting bagi kehidupan. Unsur-unsur tersebut merupakan substansi biogenik atau unsur hara baik makro (karbon, nitrogen, fosfor...) maupun mikro (besi, seng, magnesium...).

Karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun tubuh organisme hidup juga terdapat di lingkungan. Senyawa tersebut dan ratusan senyawa kompleks lainnya menyusun komponen organik dari kompartimen abiotik. Bila tubuh organisme hancur, selanjutnya akan terurai menjadi fragmen-fragmen dengan berbagai ukuran yang secara kolektif disebut detritus organik. Karena biomassa tanaman lebih besar dibandingkan dengan hewan, maka detritus tanaman biasanya lebih menonjol dibandingkan dengan hewan. Demikian pula tanaman biasanya lebih lambat hancur dibandingkan dengan hewan. Bahan organik terdapat dalam bentuk terlarut dan partikel. Bila bahan organik terurai, bahan tersebut dinamakan humus atau zat humik, yaitu suatu bentuk yang resisten terhadap penghancuran lebih lanjut. Peranan humus dalam ekosistem tidak sepenuhnya dimengerti, tapi diketahui dengan pasti kontribusinya pada sifat tanah.

Kategori ketiga dari komponen abiotik suatu ekosistem pesisir adalah faktor-faktor fisik (iklim). Faktor iklim (suhu, curah hujan, kelembaban) sebagaimana halnya sifat kimiawi

air dan tanah serta lapisan geologi di bawahnya, merupakan penentu keberadaan suatu jenis organisme. Faktor-faktor ini senantiasa berada dalam satu seri gradien. Kemampuan adaptasi organisme seringkali berubah secara bertahap sepanjang gradien tersebut, tapi sering pula terdapat titik perubahan yang berbaur atau zona persimpangan yang disebut ekoton (misalnya zona intertidal perairan laut).

Dimensi Ekologis Lingkungan Pesisir

Secara prinsip ekosistem pesisir mempunyai 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu: sebagai penyedia sumberdaya alam, penerima limbah, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyamanan.

Sebagai suatu ekosistem, perairan pesisir menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak langsung, seperti sumberdaya alam hayati yang dapat pulih (di antaranya sumberdaya perikanan, terumbu karang dan rumput laut), dan sumberdaya alam nir-hayati yang tidak dapat pulih (di antaranya sumberdaya mineral, minyak bumi dan gas alam). Sebagai penyedia sumberdaya alam yang produktif, pemanfaatan sumberdaya perairan pesisir yang dapat pulih harus dilakukan dengan tepat agar tidak melebihi kemampuannya untuk memulihkan diri pada periode waktu tertentu. Demikian pula diperlukan kecermatan pemanfaatan sumberdaya perairan pesisir yang tidak dapat pulih, sehingga efeknya tidak merusak lingkungan sekitarnya.

Disamping sumberdaya alam yang produktif, ekosistem pesisir merupakan penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, seperti air bersih dan ruang yang diperlukan bagi berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan, ekosistem pesisir merupakan lokasi yang indah dan menyejukkan untuk dijadikan tempat rekreasi atau pariwisata.

Ekosistem pesisir juga merupakan tempat penampung limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia. Sebagai tempat penampung limbah, ekosistem ini memiliki kemampuan terbatas yang sangat tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi.

Dari keempat fungsi tersebut di atas, kemampuan ekosistem pesisir sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan dan penyedia kenyamanan, sangat tergantung dari dua kemampuan lainnya, yaitu sebagai penyedia sumberdaya alam dan penampung limbah. Dari sini terlihat bahwa jika dua kemampuan yang disebut terakhir tidak dirusak

oleh kegiatan manusia, maka fungsi ekosistem pesisir sebagai pendukung kehidupan manusia dan penyedia kenyamanan diharapkan dapat dipertahankan dan tetap lestari.

EKOSISTEM TERUMBU

Dalam dokumen Proceeding ToT ICM. Proceeding ToT ICM (Halaman 31-34)