• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

B. Analisis Struktural Novel Sarunge Jagung

3. Alur

Sebuah karya sastra dapat dipahami isinya karena adanya alur yang tersusun dan merupakan kesatuan rangkaian jalan cerita yang memiliki keruntutan. Alur yang baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan amanat dari peristiwa-peristiwa serta adanya hubungan kausalitas (sebab akibat) yang wajar antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain

Alur atau plot merupakan struktur rangkaian kejadian atau peristiwa dalam sebuah cerita yang disusun secara logis atau tidak terputus-putus, maka suatu kejadian dalam cerita manjadi sebab atau akibat dari kejadian-kejadian lain. Alur dibagi menjadi 5 bagian sebagai berikut:

a. Situation (tahap penggambaran suatu keadaan)

Dalam novel Sarunge Jagung membuka cerita dengan menceritakan tentang kehidupan masa kecil Enggar Jemparing Kusumaratri tapi biasa dipanggil Ratri pada waktu sekolah dasar, yang pandai menari, menyanyi, dan bermain drama.

Kutipan:

”Kait cilik jik SD biyen pancen Ratri ya wis longguh-longguh ndhuk taman iku, nek leren merga kesel latihan nari utawa rekaman lagu dolanane arek cilik mbarek Pak Broto guru narine. Liyane pinter nari pancen swarane Ratri

ya enak barang, nik dijak maen drama Ratri ya mesthi oleh peran penting.” (hal: 1)

commit to user

Terjemahan:

Sudah dari kecil pada waktu sekolah SD Ratri sering duduk-duduk di taman itu, biasanya kalau sehabis kecapekan latihan menari atau rekaman lagu maianan untuk anak kecil dengan guru tari yang bernama Pak Broto. Selain pintar menari Ratri mempunyai suara enak didengar, kalau diajak bermain drama pasti Ratri mendapat peran penting.

Alur cerita selanjutnya ketika Ratri sudah bersekolah di perguruan tinggi yang mempunyai kekasih yang bernama Bagus Rendra Pratama pekerjanya sebagai tentara meskipun pangkat baru sersan sekaligus anak rektor kampus di Surabaya tempat Ratri kuliah. Sebenarnya Ratri tidak terlalu suka dengan Bagus, karena orang tua Ratri lebih setuju anak perempuannya mendapat jodoh seorang yang mempunyai masa depan yang jelas serta Bagus ternyata juga tidak terlalu suka dengan kemampuan Ratri yang bisa menari, bermain drama, dan baca puisi.

Kutipan:

”Asline Ratri gak pati ngesir, tapi wong ibu-bapake Ratri koyoke setuju, Ratri malih mekir-mekir maneh, mergane angger didhayohi kanca lanang, ibuk- bapake Ratri mesthi sengkot-sengkot gak setuju bareng iku anake wong

gedhe, kok ngekeki angin. Ratri malih eling omongane ibuke biyen.”

”Nik Bagus iku ya apik, Tri, mbok gae temenan. Anake wong genah, masa depane ya jelas. Golek sing apa maneh koen iku? Salah-salah ketlenyok sing

bongkeng koen engkuk!”.

”Pas ngono iku Ratri ya pas nangis mergane bengung katene nampa lamarane Bagus Rendra Pratama. Mangka Bagus iku kanca sekolahe SMA, Ratri ngreti nek Bagus iku gak alirane wong seni. Gak tau ngreken masiya Ratri menang lomba nari, lomba drama, lomba nyanyi utawa baca puisi. Nik pethuk ya mek pelajaran sekolah thok sing diomongna. Paling-paling

dibumboni, ”Tri aku kangen mbek koen”. (hal: 3) Terjemahan:

Sebenarnya Ratri tidak terlalu suka, tapi bagaimana lagi ibu dan bapaknya sepertinya setuju, Ratri kemudian berpikir-pikir kembali, karena setiap didatangi teman laki-laki, ibu dan bapak Ratri selalu cemberut tidak setuju setelah tahu itu anaknya orang yang mempunyai derajat tinggi, malah diberi kesempatan, Ratri kemudian ingat omongan ibunya dulu.”

commit to user

”Kalau Bagus itu juga baik, Tri, kalau bisa sungguh-sungguh. Anaknya orang yang jelas, masa depannya juga jelas. Mencari yang mana lagi kamu itu? Salah-salah dapat yang buruk nanti kamu sengsara!”.

”Pada waktu itu juga Ratri menangis karena bingung karena setelah menerima lamaran dari Bagus Rendra Pratama itu adalah teman sekolah SMA, Ratri tahu kalau Bagus itu tidak aliran orang seni. Tidak pernah mau tahu meskipun Ratri menang lomba nari, lomba drama, lomba nyanyi utawa baca pusisi. Kalau berjumpa pembicaraannya hanya tentang pelajaran sekolah saja. Paling-paling dibumbui, ”Tri aku kangen sama kamu”.

Keputusan Ratri untuk membatalkan pernikahan meskipun sudah bertunangan dikarenakan keluarga orang tua Bagus tidak suka apabila mendapat menantu dari keluarga budaya Jawa, kecuali ayah Bagus yang mempunyai pendidikan tinggi sehingga tahu dan mengerti akan budaya Jawa. Orang tua Ratri yang tidak tahu duduk permasalahan, marah-marah terhadap Ratri karena membatalkan perkawinan, tapi setelah diberitahu Ratri duduk permasalahannya, akhirnya mereka mendukung keputusan Ratri untuk membatalkan perkawinan anaknya.

Kutipan:

“Cangklongan tase didhukna teka pundhake, “Ngeten, lho, Pak. Kula niki

mboten tukaran kalih Bagus. Kula mek tangklet, umpama kula buyar kalih

Bagus ngoten yok napa?” Ratri ngomong kalem-kalem.”

“Bapake kokur-kokur dhiluk, ambegan landhung terus nyauri, “Paling-paling ya isin ae mbek sesepuh kampung wong tukar cincine biyen ae Lurah sak RW-

RW ne teka, nyekseni kabeh kok gak sida iku lo…”

“Ratri langsung nyaut tase maneh karo ngadeg terus karo mbungkuk

nyidhekna nang kupinge bapake, “Nek ngoten niku mboten sepinten Pak. Sik isin kula! Diremehna tiyang! Dupeh awak dhewe wong gak duwe pangkat dhukur. Critane dawa, Pak. Pokoke intine mamine Bagus niku wong Jawa ilang Jawane. Mboten seneng anake dipek wong Jawa kados awake dhewe ngeten niki, dianggep tiyang kuna mawon, tiyang ndesit ketinggalan jaman. Kula mboten katene nerusaken orip kalih Bagus. Suwe-suwe kula niki dikira ngiler barek kamulyane Bagus. Niki kula, sori mawon, Pak! Masiya awake

dhewe wong gak duwe motor muluk, tapi duwe kehormatan”.

commit to user

Terjemahan:

“Tas diturunkan dari pundak Ratri, “Begini, lo, Pak. Saya itu tidak bertengkar dengan Bagus. Saya hanya mau bertanya, seumpama saya tidak jadi menikah dengan Bagus bagaimana?” Ratri berbicara dengan nada pelan.”

“Si bapak menggaruk-garuk sebentar, bernafas panjang terus berbicara, “Paling-paling ya malu saja terhadap sesepuh kampung, karena pada waktu tukar cincin dulu Lurah dan RW-RW juga datang, semua menjadi saksi kok akhirnya tidak jadi begitu…”.

“Ratri langsung mengambil tasnya lagi sambil berdiri terus sambil membungkuk berbicara dekat telinga bapaknya, “Kalau begitu tidak sebanding Pak. Masih malu saya! Diremehkan orang! Karena kita orang yang tidak mempunyai pangkat tinggi. Ceritanya panjang, Pak. Pokoknya intinya maminya Bagus itu orang Jawa yang hilang Jawanya. Tidak suka kalau anaknya menjadi suami orang Jawa seperti kita ini, dianggap orang kuna saja, orang ndeso yang ketinggalan jaman. Saya tidak mau meneruskan hidup dengan Bagus. Lama-lama saya itu dikira ngiler terhadap kekayaannya Bagus. Kalau saya, sori aja, Pak! Meskipun kita orang tidak mempunyai kendaraan yang bagus-bagus, tapi kita punya kehormatan”.

Dari keputusan tersebut membuat Ratri menjadi lebih dewasa dalam menentukan keputusan bahwa wanita tidak hanya sebagai kaum yang selalu kalah dari kaum laki-laki, peristiwa ini merupakan tahap pembukaan cerita menuju ke cerita yang lebih kompleks. Cerita berikutnya akan lebih rumit dengan adanya konflik-konflik dalam kehidupan.

b. Generating Circums tances (tahap pemunculan konflik)

Pengarang melanjutkan suatu pristiwa menuju permasalahan yang lebih kompleks. Pengarang menggambarkan cerita ke bagian yang lebih rumit. Ketika Ratri putus hubungan dengan Bagus, Ratri seakan-akan lepas dari semua beban yang dideritanya. Kemudian Ratri bertemu dengan Waskito seorang dosen swasta di tempat Ratri kuliah, sebenarnya Waskito suka dengan Ratri tetapi Waskito menganggap Ratri sebagai anaknya demikian juga dengan Ratri menganggap Waskito sebagai seorang bapak.

commit to user

Peristiwa dalam cerita ini menarik ketika pembicaraan Waskito dan orang tua Ratri saat menghadiri acara wisuda Ratri, Waskito ditanya oleh orang tua Ratri tentang kehidupannya kalau Waskito itu seorang duda beranak satu yang istrinya meninggal ketika melahirkan dan disuruh untuk menikah lagi. Dari pembicaraan antara Waskito dan orang tua Ratri, kelihatan bahwa kalau sebenarnya Waskito agak malu untuk menjawab tetapi dengan spontan Waskito berbicara kalau sebenarnya ingin mempersunting Ratri sebagai istrinya dengan menggunakan bahasa kias.

Kutipan:

“Nuwun sewu, lo, Pak. Ibuke Ratri niku wonten-wonten mawon ingkang dipuntangkletaken. Tamtunipun Pak Waskito rak nggih sampun kagungan

calon, ta, nggih, Pak?”

”Waskito durung kober nyauri, ibuke Ratri wis takon maneh.” ”Lare Mediun, ta Pak?”

”Estunipun dereng gadhah, kok, Pak, Bu. Menawi wonten idzining Allah, kepareng kula ngentosi prawan etan kali kemawon”. Bapak ibuke Ratri rada

kaget, delok-delokan, mbedhek-mbedhek, apa prawan etan kali iku Ratri, sing

dikarepna? (hal: 74)

Terjemahan:

”Maaf, lo, pak. Ibunya Ratri itu ada-ada saja yang ditanyakan. Tentunya Pak Waskito sudah punya calon kan, Pak?”

”Waskito belum sempat menjawab, ibunya Ratri sudah bertanya lagi.”

”Sebenarnya saya belum punya calon, kok, Pak, Bu. Tetapi kalau ada izin dari Allah, bolehkah saya menunggu gadis perawan timur sungai saja”. Bapak ibuke Ratri agak kaget, saling lihat-lihatan, mengira-ira, apa perawan timur sungai itu Ratri, yang diingingkan Waskito?

Dan setelah selesai dari acara wisuda Ratri dan kedua orang tuanya pergi untuk merayakannya ke sebuah warung makan bakso dengan mengendarai mobil, tiba-tiba sopir tidak bisa ikut dikarenakan istrinya sedang melahirkan, tidak disangka Waskito datang kemudian menawarkan bantuan untuk Waskito saja

commit to user

yang menyetir, karena bapaknya Ratri belum pandai mengendarai mobil. Sewaktu ke empat orang tersebut di dalam mobil semuanya tampak senang itu terlihat dari raut muka yang selalu senyam-senyum entah apa yang membuat orang-orang yang berada di dalam mobil itu merasa senang mungkin sesuai dengan apa yang diinginkan. Dari peristiwa itu, alur selanjutnya dalam cerita ini agak meloncat tokoh Waskito seolah-olah sudah tidak ada lagi ini semakin membuat ceritanya lebih menarik dan membuat pembaca bertanya-tanya bagaimana selanjutnya cerita ini.

c. Rising Action (konflik mulai berkembang)

Kondisi mencapai puncak sebagai klimaks dalam novel Sarunge Jagung

terjadi ketika Ratri disuruh menari oleh Lurah Jemur untuk mengisi acara penerimaan penghargaan dari kotamadya karena telah menang juara satu lomba penghijauan. Setelah acara selesai Ratri bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama Wid yang sebenaranya Wid itu adalah anak Lurah Jemur dan sebentar lagi menggantikan bapaknya. Dari pertemuan itu Ratri jatuh cinta dengan Wid juga sebaliknya Wid juga suka dengan Ratri, kemudian mereka berpacaran selama satu setengah tahun.

Selama berpacaran selama satu setengah tahun Ratri dan Wid berjalan dengan lancar tapi kemudian Ratri memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan Wid, karena Ratri dan Wid sama sibuk dengan aktivitas masing-masing, Ratri yang sibuk pentas menari apalagi Wid mempunyai grup musik orkes Melayu kalau setiap pentas Wid selalu ditemani oleh penyanyi wanita sehingga

commit to user

membuat Ratri cemburu. Keputusan ini malah membuat Ratri semakin tersiksa karena sebenarnya Ratri sangat suka dengan Wid.

Kutipan:

”Rasa tresna? Ratri gragapan maneh, ”Oh, Gusti, apa iki rasane aku nduweni rasa tresna nang wong lanang?” batine Rtari. Tapi apa gak kasep?

Wong Ratri wis kadung medhotna sesambungan? Lo lo lo lo lo...bok bok bok...! Getun keduwung apa tambane, Rat? Lagek sakiki Ratri krasa sepi, gak onok seng ngalem, gak onok sing nggandheng, gak onok sing nggregetna

atine Ratri, gak onok sing digodhani.”(hal: 98) Terjemahan:

”Rasa suka? Ratri kembai terbangun kembali, ”Oh, Tuhan, apa ini rasanya aku mempunyai rasa suka dengan seorang lelaki?” batinnya Ratri. Tapi apa tidak terlanjur? Kalau Ratri sudah terlanjur memutuskan hubungan? Lo lo lo lo lo...bok bok bok bok...! Sudah terlajur kecewa apa obatnya, Rat? Baru sekarang ini Ratri merasa kesepian, tidak ada yang memuji, tidak ada yang menggandeng, tidak ada yang bisa membuat greget hati Ratri, tidak ada yang digoda.”

Ratri semakin tersiksa setelah dia memutuskan hubungan dengan Wid, sebenarnya di dalam hati Ratri yang paling dalam dia ingin kembali merakit hubungan dengan Wid tetapi nasi sudah menjadi bubur dan tidak bisa dulang kembali.

Kutipan:

”Eh! Gendheng, bekne! Ratri nglabrak awake dhewe. Wong wis dibuwak kok diarep-arep balike maneh, ya tangeh lamun, Rat! Gak! Ratri gak oleh ngarep- arep sing enggak-enggak! Uwong sing digugu apane? Lak ya cangkeme, se? Mangkene tah, nik wis pedhot, ya pedhot, gak usah didondomi maneh.

Salahmu dhewe, gak usah digetuni maneh. Batine Ratri umeg.” (hal: 98-99)

Terjemahan:

”Eh! Gila, ternyata! Ratri memarahi dirinya sendiri. Kalau sudah dibuang kok diharap-harap kembali lagi, ya tidak bakal bisa, Rat! Gak! Ratri tidak boleh mengharap-harap yang tidak-tidak! Orang itu yang dipercaya apanya? Ya bibirnya (ucapannya), kan? Makanya, kalau sudah putus, ya putus, tidak usah

commit to user

dirajut kembali. Salahmu sendiri, tidak usah kecewa lagi. Dalam batin Ratri berkecamuk.

d. Climax (mencapai titik puncak)

Pengarang mengambarkan titik puncak dari peristiwa dan masalah yang terjadi. Ratri sangat sedih sekali karena telah memutuskan hubungan dengan Wid sampai Ratri jatuh sakit dan mengharap Wid datang untuk menjenguk dan meminta Ratri kembali menjadi pacaranya.

Hal ini memuncak ketika Wid datang kerumah Ratri untuk meminta Ratri menari di acara pernikahan Wid. Hati Ratri hancur dan sedih sekali karena mendengar langsung dari Wid, tetapi malah seolah-olah Ratri bersikap tenang.

Kutipan:

“Aku pingin awakmu nari karonsih kanggo mantenanku. Dadi kades teladhan diobrak-obrak wong ae dikongkon ndang rabi, he? Ya wis tak lakkoni ae,

mompung onok sing gelem, kathik kabeh wis disiyapna kana, hare?”

“Ratri koyok disamber bledheg rasane, awake lemes, kringete ambrol! Tapi

akinge digawe tenang, koyok gak ngreken ae.” (hal: 100)

Terjemahan:

“Aku mau kamu menari untuk acara pernikahanku. Menjadi kades teladan diobrak-obrak banyak orang untuk disuruh menikah, ha? Ya sudah aku jalankan saja, mumpung ada yang mau, apalagi semua sudah dipersiapkan semua, hayo?”

“Ratri seperti disambar petir hatinya, badannya lemas, keringatnya keluar! Tetapi aktingnya dibuat tenang, seperti tidak memperhatikan saja.”

Pada saat pernikahan Wid, Ratri datang untuk menari tapi pada saat memasukkan kalung melati pada leher Wid, Ratri jatuh pingsan, kemudian dibawa oleh temannya. Setelah sadar Ratri langsung pulang tanpa berpamitan,

commit to user

pada saat di jalan Ratri malah ngebut karena dia ingin lepas dari bayang-bayang Wid.

Kutipan:

”Ratri gak ngreken, gase dipol sak kuwate apa maneh iku jam sepoluh bengi dalan A. Yani wis rodok sepi. Ratri kepingin mecah bengi iku, mecah atine, ngorahi jiwane teka lelangenane ambek Wid. Ratri kepingin ngguwak kabeh perih atine, resik gasik uripe teka pengangen-angene arek lanang sing

jenenge Merak Badra Waharuyung sing diceluki Mas Wad-Mas Wid iku.”

(hal: 102) Terjemahan:

”Ratri tidak menggubris, gas ditancap sekuatnya apalagi jam sepuluh malam jalan A. Yani sudah agak sepi. Ratri ingin memecah malam itu, mecah hatinya, membersihkan jiwanya dari pikirannya dengan Wid. Ratri berkeinginan membuang semua pedih hatinya, bersih hidupnya dari pikiran- pikiran anak lelaki yang bernama Merak Badra Waharuyung yang dipanggil Mas Wad-Mas Wid itu.”

e. Denoument (tahap penyelesaian)

Pengarang memberikan pemecahan dari semua pristiwa, masalah-masalah dalam cerita menuju penyelesaian. Penyelesaian masalah yang terdapat dalam novel Sarunge Jagung adalah pada akhirnya Ratri menikah dengan Waskito. Pertemuan mereka berdua secara tidak sengaja di SMA swasta Kristen. Ketika itu Ratri sedang melamar pekerjaan sebagai guru tari dengan berbagai macam tes Ratri lulus, kemudian Ratri disuruh menghadap kepala sekolah untuk tes wawancara pada saat tes wawancara ternyata ada pembicaraan bahwa yang mengajar musik karawitan adalah Pak Waskito, Ratri bertanya-tanya dalam hati apakah itu dosennya dulu yang sudah dianggap seperti bapaknya sendiri.

commit to user

Kutipan:

“Karawitane sinten, Pak, ingkang nyepeng?”

”Anu, Pak Waskito. Nanging mboten tamtu, amargi Pak Waskito asring tindak luar negri”. ”Mucal dhateng perguruan tinggi napa, kok”. Ratri rodok

gojag-gajeg, apa Pak Waskito sing wis dianggep koyok Bapake iku? Batine

Ratri.” (hal: 107) Terjemahan:

”Yang mengajar musik karawitan siapa Pak?”

”Itu, Pak Waskito, tapi belum tentu, karena Pak Waskito sering pergi keluar negri”. ”mengajar di Perguruan Tinggi apa, kok”. Ratri agak bertanya-tanya, apakah Pak Waskito yang sudah dianggap seperti bapaknya itu? Dalam batinnya Ratri.”

Ternyata benar apa yang ada dalam benak Ratri, Pak Waskito yang sudah dianggap seperti bapaknya sendiri sedang latihan musik karawitan, kemudian Ratri datang menghampiri. Waskito merasa gembira sekali karena sudah lama tidak bertemu, tetapi rasa gembira itu ditahan karena banyak orang, tatapan matanya biasa saja seperti guru dengan muridnya.

Kutipan:

”Oh, ya ketepakan. La iki ya pas latihan ngene. Ya wis, gek ndhang garapen,

wong lehku mulang tari-tari dadi kok, ora garapan. Gawe judhul apa, ta?”

Waskito sajakne ya rodok kemesar dhadhane wong wis suwe gak kepethuk. Saking diempet ae wong onok wong akeh. Polatane digawe biyasa, koyok

saklumrahe murid karo gurune.” (hal: 108)

Terjemahan:

”Oh, ya pas sekali. Ini juga sedang latihan. Ya sudah, cepat latihan, aku di sini mengajar tari-tarian yang sudah jadi bukan garapan. Buat judul apa, ta?” Waskito sepetinya agak berdebar dadanya karena sudah lama tidak bertemu. Ditahan saja rasa kangennya karena banyak orang banyak. Tatapan matanya dibuat biasa, seperti sewajarnya antara guru dengan muridnya.”

Cerita ini diakhiri dengan Waskito melamar Ratri, Ratri menyetujui lamaran tersebut, akhirnya Waskito pulang setelah empat bulan mengajar di luar

commit to user

negeri, Ratri dan Waskito menikah. Baru dua tahun menikah sudah dikaruniai satu anak laki-laki, ternyata Ratri sudah mengandung lagi. Ratri menyuruh Waskito untuk mengambil mangga yang belum matang ada di pohon depan rumah. Sewaktu mengambil mangga Waskito mengeluarkan air mata teringat akan masa lalunya ketika dia sedang jatuh cinta dengan Ratri yang penuh perjuangan dan beratnya untuk mendapatkan cinta dari Ratri, ternyata Ratri yang berada disampingnya juga ikut mengeluarkan air mata.

Kutipan:

”Waskito mbrebes mili eling ”Peleme selak dipangan codhot” biyen, tresnane

nang Ratri olehe ngempet patang taun, disidhem-sidhem, disingit-singitna.

Abot-abote nyengitna tresna, “Sarunge Jagung” arane klobot, tresna pancen

abot, mlaku sleyat-sleyot, nyabrang kali ditemah nguwot, mbelani peleme

selak dipangan codhot.”

”Lakok saiki wis mbobot maneh. Ratri dirangkul, dikekep, digothekna pelem

enom, ditumpangna nang wetenge Ratri.”

”E, dadakna Ratri ya mbrebes mili.”(hal: 117) Terjemahan:

”Waskito menangis teringat ”manganya keburu dimakan burung codot” dulu, menahan rasa cinta terhadap Ratri selama empat tahun, disimpan-simpan, dijauh-jauhkan. Berat-beratnya menjauhkan rasa cinta, kulit pembungkus jagung namanya klobot, jatuh cinta itu berat, berjalan tak menentu, menyebrang sungai melewati jembatan kecil, memperjuangkan mangganya keburu dimakan burung codot.”

”Sekarang sudah mengandung lagi. Ratri dirangkul, didekap, diambilkan mangga yang belum matang, ditaruh di atas perutnya Ratri.”

”E, ternyata Ratri juga ikut menangis.”

Penjabaran alur dalam novel Sarunge Jagung karya Trinil S. Setyowati tersebut dapat dilihat alur yang digunakan meliputi, alur lurus dan sorot balik. Dalam penyusunan rentetan alur cerita, tidak semua mengunakan alur lurus atau mundur. Secara garis besar, alur cerita terlihat lurus tetapi didalamnya terlihat kilas balik. Alur dalam novel Sarunge Jagung menurut saya sangat baik, karena alur

commit to user

yang dimunculkan sangat mendukung dalam proses pengungkapan tema dan amanat dari peristewa-peristiwa di dalam cerita dan ada hubungan sebab akibat yang jelas antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.

4. Penokohan

Sebuah cerita pasti ada pelaku yang bertugas membawa tema cerita ke suatu sasaran tertentu. Watak tokoh dapat diketahui dengan mengunakan teknik pengembangan rupa pribadi atau watak diri pribadi. Pengarang dalam melukiskan tokoh dengan mengunakan beberapa cara, tapi tidak semua perwatakan diterapkan dalam analisis ini, melainkan hanya bagian-bagian tertentu yang terlihat dominan mengambarkan sikap dan watak para tokohnya.

a. Ratri (Enggar Jemparing Kusumaratri)

1. Pyisical Description (bentuk lahir), Ratri merupakan wanita yang cantik jelita,

itu terlihat banyak laki-laki yang suka. Lihat kutipan berikut. Kutipan:

“Angger arek lanang nom nyawang Ratri mesthi nontok. Paling thithik

nglerik pokoke. La yok apa, wong ancene Ratri iku suwejuk, lencir, koning, rambute lurus ireng, didawakna, diore koyok sponsor shampo ndhuk tipi-tipi ngono iku, lo. Salah matane sipit, irunge cilik tapi mbangir,

Dokumen terkait