BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN …
A. Unsur Intrinsik Novel Pulang …
3. Alur
Alur yang digunakan dalam novel Pulang adalah alur sorot-balik karena cerita diawali dengan penangkapan Hananto Prawiro, kemudian dilanjutkan dengan terdamparnya Dimas Suryo di Paris pada tahun 1968, setelah itu barulah kronologis waktu bercampur dari masa kisah itu diceritakan, kembali ke masa lalu, sampai pada akhir cerita pemakaman Dimas di Karet, Jakarta tahun 1998. Tahap alur yang dikemukakan Tasrif (dalam Nurgiantoro) dapat diterapkan ke dalam novel Pulang dengan klasifikasi sebagai berikut ini:
1) Tahap situation
Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Novel Pulang karya Leila S. Chudori ini mengawali cerita dengan ditangkapnya Hananto Prawiro.
30
Cerita tersebut digambarkan dengan menggunakan sudut pandang Hananto
sendiri dalam bagian “Prolog: Jalan Sabang, Jakarta, April 1968”.
Aku membayangkan suasana sepanjang jalan Sabang, suara bemo yang cerewet, opelet yang bergerak dengan malas, derit becak dan kelenengan sepeda yang simpang-siur menyebrang, serta penjual roti yang menyerukan dagangannya.31
Kemudian “Paris, Mei 1968” merupakan pengenalan tokoh sentral
dari Pulang, Dimas Suryo yang tertahan di Paris dan bertemu dengan seorang mahasiswa Sorbone, Vivienne Deveraux. Kemudian keduanya pun menjalin hubungan.
Pengenalan berikutnya digambarkan pada bagian “Hananto Prawiro”. Pada bagian ini dijelaskan asal usul terdamparnya Dimas dan ketiga temannya di Paris. Cerita diliputi oleh kegiatan ruang redaksi Kantor Berita Nusantara dan perselisihan ideologi yang saling berseberangan antara kubu “kiri” dan kubu M. Natsir.
2) Tahap generating circumstances
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik. Konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap awal munculnya konflik dapat dilihat pada bagian
“Surti Anandari”, “Paris, April 1998”, “Narayana Lafebvre”, “L’irreparable”, “Sebuah Diorama”, “Bimo Nugroho”, “Keluarga Aji Suryo”. Pada bagian itu dijelaskan perjalanan hidup Dimas dan Risjaf
dalam menjalani rasa cinta yang masing-masing kepada Surti dan Rukmini pada saat menjadi mahasiswa. Namun, kisah cinta mereka tidak berjalan mulus karena terhalang oleh Hananto dan Nugroho.
Bagian “Paris, April 1998” merupakan awal perjalanan Lintang
untuk menggarap tugas akhirnya di Indonesia sebagai mahasiswa yang membuat film dokumenter tentang kisah para korban yang terlibat langsung atau tidak pasca kejadian 30 September 1965.
31
“Narayana Lafebvre” merupakan bagian yang mengisahkan kerinduan Lintang akan masa kecil yang memiliki keluarga pernuh kehangatan. Pada bagian ini diceritakan pula awal jalan masuk Lintang mengenal Indonesia selain dari cerita Ayah dan ketiga teman eksilnya.
Bagian selanjutnya merupakan “L’irreparable”. Pada bagian ini dikisahkan Lintang mengenalkan Narayana kepada Dimas. Dimas memandang sebelah mata pada Nara karena dia termasuk kalangan orang berada. Hal itu merupakan pemicu renggangnya hubungan antara Dimas dan Lintang.
Pertemuan pertama kali antara Lintang dan Segara Alam, anak dari Hananto Prawiro dan Surti Anandari, adalah langkah awal Lintang menggarap tugas akhirnya yang diceritakan pada bagian “Sebuah Diorama”. Kisah hidup keluarga yang ditinggalkan eksil diceritakan pada
bagian “Bimo Nugroho” dan “keluarga Aji Suryo”. Kisah kehidupan
keluarga yang selalu ditekan dan dianggap ikut berdosa untuk menanggung dosa turunan karena pilihan ideologi salah satu anggota keluarga mereka.
3) Tahap rising action
Pada tahap peningkatan konflik ini, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang. Tahap peningkatan konflik pada novel ini terdapat pada bagian “Terre D’ Asile”, “Ekalaya”, “Surat
-surat Berdarah” dan “Potret yang Muram”. “Terre D’ Asile”
Di Santiago, di tengah konfrensi itu, kami mendengar dari ketua panitia Jose Ximenez tentang meletusnya peristiwa 30 September.32 Kutipan di atas menceritakan kepanikan Dimas dan kawan-kawan yang sedang ditugaskan ke luar negeri dan tidak bisa kembali ke Indonesia. Suasana Indonesia memanas karena beredar kabar pembunuhan
32
para jenderal yang dituduh PKI. Dikisahkan pula tentang perjalanan mereka sebelum menetap dan berjuang hidup di Paris, Prancis.
“Ekalaya”
Ayah adalah seorang Ekalaya. Dia ditolak tapi dia akan bertahan meski setiap langkahnya penuh jejak darah dan luka.33
“Ekalaya” adalah bagian yang menceritakan tentang tokoh kisah wayang kegemaran Dimas karena memiliki kesamaan nasib, yaitu penolakan dari yang diharapkan dapat menerima.
“Surat-surat Berdarah” mengisahkan ketegangan di Indonesia
melalui surat-surat yang dikirim oleh Aji, Surti, Kenanga, dan Amir untuk Dimas. Pada bagian “Potret yang Muram” menjelaskan bahwa Lintang
menambatkan hatinya pada Alam, serta kisah Surti bertahan hidup setelah pemburuan Hananto oleh pemerintah yang tak kunjung menuai hasil. 4) Tahap climax
Pada tahap klimaks, konflik dan pertentangan yang terjadi mencapai titik intensitas puncak. Tahap klimaks yang terdapat pada
Pulangterdapat pada bagian “Vivienne Deveraux” dan “Mei 1998”.
Pada saat itulah aku tahu: aku tak pernah dan tak akan bisa memiliki Dimas sepenuhnya. Saat itu pula aku tahu mengapa dia selalu ingin pulang ke tempat yang begitu cintai.34
Pada kutipan di atas menjelaskan penyebab perceraian pernikahan Dimas dan Vivienne yang didasari oleh rasa cinta Dimas terhadap Surti yang tak kunjung hilang. Hal itulah yang mengakibatkan Dimas selalu mengikat diri dengan segala simbol yang tertuju pada Surti dan memaksa Dimas untuk terus mengingat wanita itu dan segala yang ada di Indonesia.
“Mei 1998”
Kami tiba di Kampus Trisakti sekitar pukul 10 lewat beberapa menit.35 33 Ibid., h. 197. 34 Ibid., h. 216. 35 Ibid., h. 414
Kutipan di halaman sebelumya menggambarkan Lintang yang terlibat dalam keriuhan demo dan peristiwa Mei 1998.
5) Tahap denouement
Pada tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap penyelesaian pada Pulang terdapat pada bagian “Epilog:Jakarta, 10 Juni 1998”
Akhirnya Ayah pulang ke Karet
Akhirnya dia bersatu dengan tanah yang menurut dia “memiliki aroma yang berbeda” dengan tanah Cimetiere du Pere Lachaise.
Tanah Karet. Tanah tujuan dia untuk pulang.36
Kutipan di atas mengisahkan kembalinya Dimas ke Indonesia, ke Karet. Akhir pengembaraanmya ditutup dengan pemakaman yang dilakukan di Karet, Jakarta.