• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amandemen Pasal 22 D dalam UUD NRI Tahun

Dalam dokumen IUS CONSTITUENDUM KEWENANGAN DAN FUNGSI (Halaman 80-91)

METODE PENILITIAN 3.1 Jenis Penilitian

C. Tugas DPD RI dalam Bidang Pengawasan

4.2 Ius Constituendum Kewenangan dan Fungsi DPD RI melalui Amandamen Ke V Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

4.2.2 Amandemen Pasal 22 D dalam UUD NRI Tahun

Dalam bahasa Ingris perkataan to amend berarti merubah, dari kata to amandemen itu terbentuklah istilah amandement yang berarti perubahan atau amandemen. Dalam bahasa belanda terdapat istilah wijzigen, verenderen, herzen

yang merupakan kata kerja. Dalam kaitanya “mengubah konstitusi” (undang- undang dasar) di tentukan bagian kalimat yag berbunyi “to amend the constitution”, sedangkan perubahan undang-undang dasar adalah “constitution amandement”, adapun yang di maksud dengan mengubah undang-undang dasar adalah sebagai berikut:117

1. Menjadikan lain bunyi atau rumusan yang terdapat dalam konstitusi (Undang-undang Dasar)

2. Menambahkan sesuatu yang tidak (belum) terdapat dalam konstitusi (Undang-Undang Dasar)

117 HRT. Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia, Pemikiran dan pandangan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2015), Hal.21-22

3. Yang tercantum dalam konstitusi, karena faktor-faktor tertentu dilaksanakan berbeda.

Selain pergantian secara menyeluruh, tidak jarang pula negara mengadakan perubhan sebagian UUD-nya. Perubahan ini dinamakan amandemen. UUD biasanya memuat prosedur untuk menampung hasrat melakukan perubahan perisal tersebut. Di Indonesia wewenang untuk mengubah UUD ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan ketentuan bahwa kuorum adalah 2/3 dari angota MPR, sedangkan usul perubhan UUD harus diterima oleh 2/3 dari angota yang hadir (pasal 37). Sejak tahun 1999, tak lama setelah rezim orde baru berakhir kekuasaan, UUD 1945 telah 4 kali diamandemen. Banyak perubahan yang sangat subtansial dalam ketatanegaraan kita yang berubah akibat adanya amandemen tersebut.118

Di inggris, Parlemen-lah yang di anggap sebagai badan yang tertinggi (Parliamentary supr3macy atau legislative Supremacy) dan oleh karena ituhanya parlemenlah yang boleh menafsirkan ketentuan-ketentuan konstitusional dan menjaga agar semua undang-undang dan peraturan sesuai dan tidak bertantangan dengan ketentuan UUD. Hal ini berdasarkan gagasan bahwa kedaultan rakyat diwakili kepada Parlemen sehingga badan itu merupakan pemegang kedaulatan rakyat tertinggi. Berbeda halnya dengan paham yang berlaku di negara-negara yang berbentuk federasi, paham yang berlaku di sana adalah bahwa perlu ada satu badan di luar badan legislatif yang berhak meneliti apakah sesuatu undang-undang bertantangan atau tidak dengan UUD. Di amerika Serikat, India, dan Jerman Barat wewenang itu ada ditangan Mahkamah Agung Federal. Di negara itu berlaku Asas 118 Mariam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik edisi revisi, Op...,cit,Hal.183

Judicial Supremacy dan Mahkamah Agung dianggap sebagai pengaman UUD (Guardian of the constitution).Wewenang Mahkamah Agung ini antara lain berdasarkan angapan bahwa angota badan legislatif terlalu mudah terpengaruh oleh pihak lain dan kedudukanya pun terpengaruhi oleh fluktuasasi politik, sehingga lebih wajarlah wewenang ini diberikan kepada hakim-hakim Mahkamah Agung. Mereka diangap lebih bijak dan profesional karena pendidikan dan pengalamanya di bidang hukum dan karena kedudukanya yang agak bebas dari tekanan dan fluktualisasi politik. Di negara yang mempunyai UUD tak tertulis (seperti di Inggris dan Israel) adalah sukar untuk membedakan antara hukum UUD dan hukum biasa, oleh karena itu setiap ketentuan konstitusional apakah berupa undang-undang biasa atau keputusan hakim dapat diubah atau ditinjau kembali oleh parlemen, jadi statusnya tidak berbeda dengan undang-undang biasa.119

Dalam kaitanya perubahan konstitusi atau UUD berbagai negara, paling tidak ada dua sistem yang sedang berkembang yaitu rewel (pembaharuan) di anut di negara-negara Eropa kontinental dan Amandemen (perubahan) seperti di negara-negara Anglo-Saxon. Sistem pertama, ialah apabila suatu konstitusi atau UUD dilakukan perubahan (dalam arti diadakan pembaharuan), maka diberlakukan adalah Konstitusi yang baru secara keseluruhan. Di antara negara yang menganut sistem ini adalah: Belanda, jerman, dan Prancis, sedangkan sistem yang kedua, apabila suatu konstitusi diubah (diamandemen), maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata lain, hasil amandemen tersebut merupakan bagian

atau dilampirkan dalam konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Negara Amerika Serikat misalnya.120

Perbincangan tentang perubahan UUD meliputi pula cara perubahan, cara perubahan UUD berkaitan erat dengan klasifikasi rigid dan fleksibel. UUD diklasifikasikan rigid atau fleksibel tergantung dari sulit atau mudah konstitusi itu diubah. UUD yang sulit diubah disebut rigid, dalam konteks ini mengapa silit diubah karena sejatinya UUD tersebut dibuat telah beriorentasi ke depan, sehingga perubahan sebuah konstitusi harus benar-benar mempertimbangkan dari berbagai aspek secara matang, sementara undang-undang dasar yang mudah diubah disebut

fleksibel, model perubahan UUD ini memang dapat dilakukan sewaktu-waktu. UUD fleksibel umumnya tidak berorientasi ke depan, namun lebih bertitik tolak kepada kepentingan politik. Di sinilah berlaku toeri politik dominan atas hukum. Sistem perubahan konstitusi yang dipergunakan oleh negara-negara dalam mengubah konstitusinya, dapat dibedakan menjadi dua macam: UUD lama (aslinya) akan dicabut dan digantikan oleh UUD baru secara keseluruhan. Kedua, perubahan melalui amandemen, di sini UUD atau konstitusi lama (aslinya) tetap dipertahankan keberlakuanya, sedangkan amandemen perubahan atas pasal- pasalnya itu disisipkan sebagai lampiran atau adendum dari UUD atau konstitusi asli tersebut. Sistem perubahan yang ke dua inilah (adendum) yang saat ini menjadi pilihan sistem perubahan Indonesia.121

120 Novendri M. Nggilu, Hukum dan Teori Konstitusi, Paham Konstitusi Yang Partisipatif dan Populis, (Jogjakarta, UII Press Jogjakarta, 2015), Hal-40

Menurut C.F Strong, prosedur perubahan konstitusi-konstitusi ada empat macam cara perubahanya, yaitu:122

1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi menurut pembatasan-pembatasan tertentu;

2. Perbuahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui referendum; 3. Perubahan konstitusi dan ini berlaku dalam negara serikat yang

dilakukan oleh sejumlah negara-negara bagian;

4. Perubahan konstitusi yang dilakukandalam satu konvensi dilakukan oleh suatu lembaga negara yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Proses perubahan UUD ke depan (gagasan amandemen kelima) penting untuk melibatkan Komisi Konstitusi sebagai lemabaga negara penunjang (staat auxaliary organ) yang independen, profesional dalam melaksanakan perubahan UUD 1945, dan menjadi penting adalah pembentukan komisi konstitusi haruslah dibentuk sebelum dilakukanya perubahan UUD 1945, tidak seperti komisi konstitusi yang dibentuk pada tahun 2003 yang telah kehilangan momentum.

Pentinganya untuk membentuk komisisi konstitusi yang bertugas untuk melakukan perubahan UUD 1945, pertama, keberhasilan reformasi konstitusi yang dilakukan oleh negara tersebut. Indonesia dalam kondisi kekinian memperlihatkan sebuah kondisi yang masih belum stabil, dan mengarah kepada transisi yang eksperimental. Hal ini salah satu penyebabnya adalah reformasi konstitus. yang tidak memiliki paradigma perubahan yang jelas, dan juga disebabkan aadalah adanya kompromi yang sifatnya pragmatis jangka pendek yang terjadi dalam proses perubahan UUD 1945 di tahun 1999-2002. Kedua,

konstitusi sebagaimana dimaksud merupakan hukum dasar yang mendasari kehidupan bernegara. Kosntitusi ini pun merupakan menjadi sumber dari segala sumber hukum, dengan kata lain konstitusi adalah hal yang paling urgen dan penting dalam sebuah negara. Konstitusi yang merupakan sesuatau yang mendasar tersebut haruslah dibuat/dibentuk secara sunguh-sunguh, berkualitas dan propesional, sehingga berkualitas pula mendasari seluruh kehidupan bernegara.

Ketiga, secara filosofis, terdapat perbedaan antara konstitusi dengan politik, filosofi konstitusi adalah membatasi kekuasaan, sedangkan filosofi partai politik adalah untuk sebanyak-banyaknya memperoleh kekuasaan. Sehingga melambangkan proses perubahan konstitusi lewat lembaga yang profesional, independen dan non partisan adalah solusi yang menjadi penting untuk dilakukan. Di samping itu adanya fakta bahwa banyaknya produk lembaga legislator (DPR) dalam hal ini UU yang dibatalkan oleh MK lewat kewenanganya menguji UU terhadap UUD semakin menambah kuat ketidakpercayaan terhadap lembaga legislatif itu untuk melakukan perubahan UUD.123

Pada pokok amandemen atau perubahan Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945 sebagai berikut:124

a. Pasal 22C ayat :

(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam

setahun. 123 Ibid, Hal.104-106

124 Lihat Pasal 22C dan Pasal 22 D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan Undang-undang.

b. Pasal 22 D ayat:

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah.

(2) Dewan Perwakakilan Daerah ikut membahas rancangan undang- undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang angaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama

(3) Dewan Perwakilan Daerah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : Otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan, hubungan pusat dan daerah pengololaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, pelaksanaan angaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama, serta menyampaikan hasil pengawasanya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatanya, yang syarat –syarat dan tata caranya diatur dalam undang- undang

Penjabaran Pasal 22 D dapat di lihat bahwa kewenangan dan fungsi DPD tentu sangat mempirhatikan di mana DPD dalam menajalankan tugas, kewenangan dan fungsi sangat dibatasi, di lain pihak DPD sebagai lembaga legislatif yang memperjuangkan kepentingan daerah maka perlu untuk di berikan kewenangan yang setara dengan DPR, kewenangan yang setara yang peniliti maksudkan adalah DPD perlu di berikan kewenangan dalam memutuskan atau menyetujui rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang dalam rapat

yang diagendakan oleh legislatif. Berangkat dari amanat Pasal tersebut maka jenis perubahan yang dimaksudkan oleh peniliti adalah: mengubah dan membuat rumusan baru terhadap pasal yang berkaitan dengan kewenangan DPD yang mengatur secara tegas tentang perluasan kewenangan DPD, di mana rumusan pasal 22 D tentang perluasan kewenangan yang dimaksudkan oleh peniliti adalah sebagai berikut:

a. Rumusan Pasal 22 D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang semula berbunyi:125

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah.

(2) Dewan Perwakakilan Daerah ikut membahas rancangan undang- undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang angaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

(3) Dewan Perwakilan Daerah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : Otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan, hubungan pusat dan daerah pengololaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, pelaksanaan angaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama, serta menyampaikan hasil pengawasanya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. (4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari

jabatanya, yang syarat –syarat dan tata caranya diatur dalam undang- undang

b. Usulan perubahan Pasal 22 D menjadi:126

125 Lihat Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah.

(2) Dewan Perwakakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang angaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

(3) Dewan Perwakilan Daerah memberikan Persetujuan atau tidak melakukakan persetujuan terhadap rancangan undang-undang menjadi undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah.127

(4) Dewan Perwakilan Daerah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : Otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan, hubungan pusat dan daerah pengololaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, pelaksanaan angaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama, serta menyampaikan hasil pengawasanya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

(5) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatanya, yang syarat –syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang

Dengan adanya penambahan ayat pada Pasal 22 D maka tentu yang mengatur tentang kewenangan dan fungsi yang setara dengan DPR, maka tentu ini akan mengembalikan optimalisasi DPD sebagai lembaga legislatif yang memperjuangkan kepentingan daerah di pusat yang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan pengabungan, pelaksanaan angaran pendapatan belanja negara serta 127 Cetak tebal miring usulan peniliti terhadap penambahan kewenangan dan fungsi DPD RI pada amandemen ke V Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

urusan daerah lainya sesuai yang tekah diamanantkan oleh UUD, di samping itu dengan adanya penerapan dan perluasan kewenangan DPD maka ini tentu akan mencerminkan sistim chek and belance dalam pelaksanaan hubungan kerja pada bidang legislatif, di mana DPR sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan kepentingan rakyat, serta paham politik sedangkan DPD tentu akan memperjuangkan kepentingan daerah di pusat. Sehingga secara langsung ini mencerminkan adanya

check and belance antara DPR dan DPD, di samping itu dengan adanya perluasan kewenangan dan fungsi kepada DPD tentu ini mencerminkan yang sistem strong bicameral atau sistem dua kamar yang kuat, di mana maksud dari sistim strong bicameral adanya kewenangan yang setara atau kuat antara DPR dan DPD. Ini tentu menjadi harapan yaang sebenarya di mana dalam sistem ketatanegaraan Indonesia perlu adanya penerapan sistem bicameral sepenuh hati bukan penerapan sistem

bicameral yang semu atau setengah hati, di mana di Indonesia telah dipraktekan sesuai amanat UUD pada amandemen ke empat pelaksanaan sistem bicameral semu, yang mengakibatkan adanya ketidakseimbanganya atau tidak mencerminkan check and belance pada pelaksanaan kewenangan antara DPR dan DPD, atau dapat dikatakan DPR tentu memilki kewenangan yang lebih di bandingkan dengan DPD pada urusan persetujuan rancangan Undang-undang menjadi Undang- undang. Di lain pihak untuk menjadi anggota DPD di lakukan melalui seleksi yang begiu ketat karena pada dasarnya dipilih secara demokrasi

melalui pemilihan umum tanpa melalui partai politik berbeda dengan DPR di mana untuk menjadi angota DPR di pilih melalui pemilihan umu tetapi dengan rekomendasi partai politik, jika kita menelisik lebih jauh tentang proses pencalonan antara DPD dan DPR. Peniliti dapat menyimpulkan bahwa untuk menjadi anggota DPD sangat sulit di mana harus berjuang dan bersaingan dengan utusan daerah lainya tanpa dibantu dengan kekuatan partai politik, belum lagi bahwa untuk menjadi anggota DPD dibatasi yang jumlahnya tentu sangat berbeda dengan anggota DPR, tetapi peniliti lebih menekenkan pada persoalan perlu adanya amandemen pasal 22 D karena selama ini anggota DPD sangat disayangkan memiliki kewenangan dan fungsi yang begitu lemah sehingga dengan adanya keadaan seperti ini peniliti dapat mengasumsikan bahwa eksitensi DPD pada persoalan urusan legislatif dapat dikatakan sebagai boneka parlemen. Sehingga melalui amandemen ke lima peniliti berharap mampu meberikan angin segar pada lembaga parlemen sehingga check and belence benar-benar terwujud demi meningkatkan optimalisasi kerja pada tataran perumusan Undang- undang, pelaksanaan sistem strong bicameral dapat tercapai di mana antara DPR dan DPD memilki kewenangan yang setara atau seimbang dalam setiap perumusan rancangan undang-undang, DPR memperjuangkan aspirasi rakyat serta paham politik sedangkan DPD memperjuangkan urusan daerah pada penentuan kebijakan pusat, yang padaa prinsipnya kedua lembaga parlemen ini benar-benar menciptakan

regulasi atau produk hukum yang tepat demi mewujudkan apa yang menajadi cita-cita kemerdekaan Negara Indonesia sesuai amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alineaa ke empat yaitu:128 kemudian daripada itu memajukan

kesejahtaraan umum, mencerdaskan kehidupan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilaan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan meweujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam dokumen IUS CONSTITUENDUM KEWENANGAN DAN FUNGSI (Halaman 80-91)