• Tidak ada hasil yang ditemukan

IUS CONSTITUENDUM KEWENANGAN DAN FUNGSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IUS CONSTITUENDUM KEWENANGAN DAN FUNGSI"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam

penyelengaraan suatu negara, konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang

lazim disebut undang-undang dasar dan dapat pula tidak tertulis, undang – undang

dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam

negara, dalam konteks institusi negara, konstitusi bermakna permakluman

tertinggi yang menetapkan antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, sturktur

negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan kekuasaan legislatit, kekuasaan

peradilan dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat.1

Dalam penyusunan undang-undang dasar, nilai-nilai dan norma dasar yang

hidup dalam masyrakat dan dalam praktek penyelengaraan negara turut

mempengaruhi perumusan pada naskah dengan demikian suasana kebatinan yang

menjadi latar belakang filosofi, sosiologis, politis dan histori perumusan yuridis

suatu ketentuan undang-undang dasar perlu dipahami dengan seksama, untuk

dapat mengerti dengan sebaik-baiknya ketentuan yang terdapat pada pasal –pasal

undang-undang dasar.2

Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi dan paling fundamental

sifatnya karena merupakan sumber legitimasi atau landasan otoritas bentuk –

1 Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Empat Pilar Kehidupan berbangsa dan bernegara (Jakarta, Sekretariat Jendral MPR RI, 2014 ) hal.117

(2)

bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainya, sesuai dengan prinsip

hukum yang berlaku univeral agar peraturan yang tingkatanya berada di bawah

undang-undang dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan itu tidak boleh

bertantangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut .

Pengaturan sedemikian rupa menjadikan dinamika kekuasaan dalam

proses penyelengaraan pemerintahan dan negara dapat dibatasi dan dikendalikan

sebagaimana mestinya, dengan demikian paham konstitusionalisme dalam suatu

negara merupakan konsep yang seharusnya ada .

Paham konstitusionalisme berawal dari dipergunakanya konstitusi sebagai

hukum dalam penyelengaraan negara, konstitusionalisme mengatur pelaksanaan

rule of law (supremasi hukum) dalam hubungan individu dengan pemerintahan.

Konstitusionalisme menghadirkan situasi yang dapat memupuk rasa aman, karena

adanya pembatasan terhadap wewenang pemerintah yang telah di tentukan

terlebih dahulu, konstitusionalisme mengemban the limited state (negara

terbatas), agar penyelengaraan negara dan pemerintahan tidak sewenag-wenang

dan hal di maksud dinyatakan serta di atur secara tegas dalam pasal- pasal

konstitusi.3

Pada prinsipnya paham konstitusionalisme adalah menyangkut prinsip

pembatasan kekuasaan, konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling

berkaitan satu sama lain : pertama, hubungan antara pemerintah, dengan warga

negara dan kedua, hubungan antar lembaga pemerintahan yang satu dengan

(3)

mengatur tiga hal penting, yaitu menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ

negara, mengatur hubungan antara lembaga –lembaga negara yang satu dengan

lainya dan mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga –lembaga negara

dengan warga negara .4 Konstitusi atau verfasung itu sendiri, menurut Thomas

Paine bahwa:5

A.constitution is a thing antecedent to a goverment and a goverment is only the creature of a constitution”. (Konstitusi itu mendahului pemerintahan karena pemerintahan itu justru dibentuk berdasarkan konstitusi).

Era reformasi memberikan harapan bagi terjadinya perubahan menuju

penyelengaraan negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki

akintabilitas tinggi serta terwujudnya good governance dan adanya kebebasan

berpendapat, semuanya itu diharapakan makin mendekatkan bangsa pada

pencapaian tujuan nasional sebagaimana terdapat dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu gerakan

reformasi diharapkan mampu mendorong perubahan mental Bangsa Indonesi,

baik pemimpin maupun rakyat, sehingga mampu menjadi bangsa yang menganut

dan menunjung tinggi nilai–nilai kebenaran, keadilan kejujuran, tangungjawab,

persamaan, serta persaudaraan .6

Perkembangan tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 itu menjadi kebutuhan bersama Bangsa

Indonesia, selanjutnya tuntunan itu diwujudkan secara komperhensif, bertahap,

4 Ibid Hal.120

5 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2014),Hal-16

(4)

dan sistematis dalam empat kali perubahan Undang –Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 pada empat sidang MPR sejak taahun 1999

samapai dengan 2002 .

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 yang

dilakukan oleh MPR RI, selain merupakan perwujudan tuntutan reformasi, juga

sejalan dengan pidato Ir. Soekarno, ketua panitia penyusunan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rapat panitia persiapan

kemerdekaan Indonesia ( PPKI ) tangal 18 Agustus 1945.pada kesempatan itu ia

menyatakan antara lain :7

“Bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar kita, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah Revolutiiegrondwet. nanti kita membuat undang –undang dasar yang lebih sempurna dan lengkap’’.

Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentinganya amandemen UUD 1945

adalah tidak adanya sistim kekuasaan dengan”check and balance” terutama

terhadap kekuasaan eksekutif terhadap UUD 1945 adalah marupakan suatu

keharusan, karena hal itu akan mengantarkan bangsa Indonesia ke arah tahapan

baru melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.

Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak

tahun 1999 dimana amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan

dan perubahan terhdap Pasal 9 UUD 1945, kemudian amandemen ke dua

dilakukan pada tahun 2000, amandemen ke tiga dilakukan pada tahun 2001, dan

amandemen ke empat dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2002.8

7 Ibid, Hal. 7-8

(5)

Tujuan dilakukan perubahan Undang –Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 untuk: 9

1. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam

mencapai tujuan nasional yang terulang dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan

memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

berdasarkan Pancasila .

2. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan

kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai

dengan perkembangan paham demokrasi .

3. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan

perlindungan hak asasi manusia agar sesuai perkembangan paham

hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus

merupakan syarat bagi suatu negara hukum di cita-citakan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Menyempurnakan aturan dasar penyelengaraan negara secara

demokratis dan modern, anatar lain melalui pembagian kekuasaan

yang lebih tegas, sistim saling mengawasi dan saling megimbangi

(check and balance) yang lebih ketat transparan dan pembentukan

lembaga –lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi

perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman .

5. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstutisional

dan kewajiban negara mewujudkan kesejahtraan sosial ,

(6)

mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara , menegakan

etika , moral dan solidaritas bernegara , sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara

sejahtra .

6. Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam

penyelengaraan negara bagi eksitensi negara dan perjuangan

negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara

dan pemilihan umum

7. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan

berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi , kebutuhan , serta

kepentingan bangsa dan Negara Indonesia dewasa ini sekaligus

mengakomodasi kecenderungan untuk kurun waktu yang akan

datang .

Tuntutan reformasi yang mengkehendaki agar Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebenarnya telah di awali dalam sidang

istimewa MPR yang pertama kalinya diselengarakan pada era reformasi tersebut,

MPR telah menerbitkan tiga ketetapan, ketetapan itu memang tidak secara

langsung mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, tetapi

telah menyentuh muatan Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Dewasa ini adanya semangat untuk melakukan amandemen tentu sangat

dinanti oleh seluruh elemen Bangsa Indonesia hal ini disebabkan dengan adanya

perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia maka sangat jelas

tentu akan merubah sistim ketatanegaraan Bangsa Indonesia saat ini, hal ini dapat

(7)

melahirkan lembaga baru bagi Sistim Pemerintahan Indonesia yang kita kenal

sebagai Lembaga Perwakilan, lembaga perwakilan yang di maksud adalah Dewan

Perwakilan Daerah.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Manifestasi keinginana rakyat

daerah melalui perwakilanya dalam sistim pemerintahan demokrasi, baik DPD

sebagai perwakilan maupun pemerintah daerah dan pemerintah pusat, semua itu

merupakan perwakilan rakyat dan rakyatlah yang berdaulat, sebagaimana

ditentukan “the hight law of the land”, Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

diLaksanakan menurut Undang-Undang Dasar ”. 10 Dalam pengertianya

Kelembagaan pada umumnya kedududkan Dewan Perwakilan Daerah merupakan

badan legislatif daerah, yang mencerminkan salah satu fungsi badan itu yaitu

Legislate atau membuat Undang-Undang. 11

Kelahiran DPD pada dasarnya didasari oleh semua pihak baik pemerintah

pusat maupun daerah untuk memperbaiki hubungan kerja dan penyaluran

kepentingan antara kedua level pemerintahan tersebut. Dalam hal ini, DPD juga

diharapkan hadir sebagai lembaga yang mampu membantu untuk mengatasi

kesenjangan antara pusat dan daerah sesuai semangat otonomi daerah yang

menjamin keadilan, demokrasi, dan jaminan keutuhan integritas wilayah

negara. Menurut Ramlan Surbakti beberapa pertimbangan Indonesia membentuk

DPD di antaranya, pertama, distribusi penduduk Indonesia menurut wilayah

10 Ria Casmi Arsa, Konstruksi Yuridis Politik Legislasi DPD Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, Jurnal Konstitusi Volume 12 Nomor 4, Desember 2015, Hal.756

(8)

sangat timpang dan terlampau besar terkonsentrasi di pulau Jawa; kedua, sejarah

Indonesia menunjukan aspirasi kedaerahan sangat nyata dan mempunyai basis

meteril yang sangat kuat, yaitu adanya pluralisme daerah otonom seperti daerah

istimewa dan daerah khusus. Keberadaan DPD juga memang sengaja didesain

hampir atau memang hendak menyerupai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Sebagaimana diatur dalam UUD’1945 Amandemen bahwa DPD merupakan

representasi langsung rakyat di daerah yang menjadi konstituten perwakilannya.

Tugas dan tanggung jawab DPD berkisar pada pengawasan dan pengusulan

realisasi hubungan pusat dan daerah berserta kepentingan yang ada di dalamnya

ke dalam produk perundang-undangan. Dalam hal ini, sebenarnya peran DPD

sangat strategis, karena dengan keberadaan DPD, pemerintah pusat sebenarnya

mempunyai rekan kerja yang seimbang dalam hal penyelenggaraan hubungan

pemerintah pusat dan daerah.Terlepas dari perdebatan di atas, dapat disimpulkan

bahwa tuntutan pembentukan DPD dapat dilihat sebagai salah satu usaha untuk

menghasilkan pemerintahan yang lebih demokratis mengingat beragamnya

kepentingan kondisi daerah-daerah di Indonesia. Indonesia adalah salah satu

negara di dunia yang mempunyai tingkat heterogenitas (kemajuan) yang tinggi.

Meskipun bukan merupakan satu-satunya syarat bagi tegaknya demokrasi, DPD

dianggap sebagai lembaga yang dapat mewakili kepentingan daerah-daerah secara

formal di tingkat pusat. Kehadiran lembaga ini telah membangkitkan ekspektasi

atau harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan

masalah-masalah yang dihadapi dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional.12

12 Fathuddin, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Kontruksi ketatanegaraan Indonesia,

(9)

Wewenang Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) harus

dimulai dari pertanyaan mengapa ketatanegaraan Republik Indonesia perlu

memiliki DPD RI, dan dimana kedudukan DPD RI dalam Sistem Ketatanegaraan

Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) untuk memahami perdebatan dalam

pembentukan konstitusi negara, bentuk negara kesatuan yang dipilih sama sekali

tidak pernah bermaksud menjadikan negara yang sentralistik, namun adalah

negara kesatuan yang menerapkan politik desentralistik dengan berakar

kedaerahan. Berakar kedaerahan memiliki makna bahwa desentralisasi tidak

sekedar adanya penyerahan kewenangan dari pemerintah kepada daerah, namun

ada alasan yang lebih substansial yaitu untuk menjaga, melindungi, dan

menghormati pluralistik atau keanekaragaman daerah. Menyuarakan aspirasi

daerah memiliki makna menyuarakan keanekaragaman daerah-daerah. Daerah

akan memiliki makna hidup ber-indonesia apabila dalam keputusan nasional

terakomodasi kepentingan daerah-daerah. Dalam wadah negara Indonesia yang

sangat luas, multikultural, dan kompleks, sangat mustahil dan akan melawan akal

sehat bila keputusan nasional bisa adil, dan mensejahterakan rakyat keseluruhan

tanpa memerankan representasi daerah secara kuat. makna ini baru bisa

diwujudkan kalau sistem ketatanegaraan memiliki mekanisme konstitusional

bahwa representasi daerah memiliki kekuatan seimbang (balance) dengan

representasi politik.13

(10)

Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dimaksudkan dalam

rangka mereformasi struktur Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang

terdiri dari DPR dan DPD. Dengan struktur bikameral itu diharapkan proses

legislasi dapat diselenggarakan berdasarkan sistem double-check yang

memungkin representasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat

disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas. DPR merupakan cermin

representasi politik (political representation), sedangkan DPD mencerminkan

prinsip representasi teritorial atau regional (regional representation).14

Keberadaan DPD didalam sistim parlemen telah diamanatkan didalam

Undang-undang dasar Nergara Republik Indonesia tahun 1945, yang selanjutnya

dijabarkan dalam pasal 22C dan 22D . dengan rumusan sebagai berikut :15

- Pasal 22C ayat (1) : Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

- Pasal 22C ayat (2): Anggota perwakilan daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumalah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat .

- Pasal 22 C ayat (3): Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun .

- Pasal 22 C ayat (4): Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan undang-undang.

berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar di atas maka sangat jelas

bahwa untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah sangatlah tidak mudah,

menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah harus berasal dari provinsi yang

14 M. Solly Lubis, Suhaidi, Faisal Akbar Nasution, Penguatan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/PPU-X/2012), USU Law Journal, Vol.3.No.2 ( Agustus 2015), Hal. 163

(11)

mengutusnya, di samping itu hal yang perlu diperhatiakan di dalam menjadi

anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah proses seleksi menjadi anggota dewan

perwakilan daerah sangatlah sulit karena setiap calon anggota dewan perwakilan

daerah harus mampu meraup suara terbanyak dan diseleksi diluar partai politik

sehingga dapat dikatakan bahwa untuk menjadi anggota dewan perwakilan

tidaklah mudah. Selain itu pasal yang mengatur tentang Dewan Perwakilan

Daerah dapat dilihat pada pasal sebagai berikut :16

- Pasal 22D ayat (1): Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah.

- Pasal 22D ayat (2): Dewan Perwakakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang angaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,pendidikan dan agama .

- Pasal 22D ayat (3): Dewan Perwakilan Daerah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : Otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan, hubungan pusat dan daerah pengololaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya, pelaksanaan angaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama, serta menyampaikan hasil pengawasanya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

- Pasal 22D ayat (4): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatanya, yang syarat –syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

Dari uraian di atas maka dengan adanya amanat Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengakomodir dan mengatur

(12)

tentang lembaga perwakilan dalam hal ini adalah Dewan Perwakilan Daerah atau

yang disingkat dengan DPD maka ini merupakan angin segar di dalam sisitim

lembaga perwakilan artinya adanaya cita untuk dapat melakukan perubahan yang

mengatur tentang kepentingan pusat dan daerah sehingga semua urusan daerah

dapat dijalankan dengan baik.

Di samping itu adanya semangat pembentukan dewan perwakilan daerah

semata-mata di maksudkan untuk mewujudakan check and belance antar lembaga

perwakilan sehingga Dewan Perwakilan Daerah saling mengawasi dan

mengimbanggi dalam urusan-urusan yang menyangkut tentang kebijakan daerah,

yang pada prinsipnya dimaksudkan agar setiap urusan daerah dapat mudah

dilaksanakan dengan baik.

Dewan perwakilan Daerah memiliki peranan yang sangat penting di dalam

sistim ketatanegaraan, adanya kedudukan sebagai lembaga perwakilan yang

berasal dari berbagai daerah sehingga hal ini dimaksudkan untuk dapat

memberikan warna baru di dalam sistim lembaga perwakilan yang secara tidak

langsung memiliki kedudukan sederajat dengan Dewan Perwakilan Rakyat,

adanya kewenangan yang diberikan dan dijamin oleh konstitusi seharusnya

Dewan Perwakilan Daerah mampu menjadi sebuah lembaga yang ideal di dalam

menjalani tugas dan tangung jawab DPD, misalnya mampu mengakomodir

kepentingan rakyat dan daerah di dalam perumusan kebijakan nasional, mampu

memperjuangkan hak-hak rakyat dan daerah sesuai dengan apa yang dijamin di

dalam konstitusi.

Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 melahirkan sebuah lembaga baru dalam struktur Ketatanegaraan

(13)

Sisitim Perwakilan Indonesia, DPR harusnya didukung dan diperkuat oleh DPD,

di mana DPR sebagai lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi dan paham politik

rakyat sebagai pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan lembaga untuk

meningkatkan agresi dan akomodasi kepentingan daerah-daerah serta

keanekaragaman aspirasi daerah dalam perumusan kebijakan nasional yang

berkaitan dengan negara dan daerah-daerah, selain itu untuk mencapai percepatan

demokrasi, pembangunana dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang

untuk mewujudkan kesejahtraan rakyat, maka dengan adanya DPD akan

memberikan sebuah sistim check and belance artinya sistim saling mengawasi dan

mengimbangi antar cabang kekuasaan negara dan antar lembaga legislatif sendiri

di dalam sistim ketatanegaraan, tetapi realita yang terjadi di dalam perkembangan

sistim lembaga perwakilan dalam hal ini DPD justru kewenangan dan fungsi

DPD sebagai penyalur keanekaragaman aspirasi daerah tidak dapat dijalankan

seutuhnya hal ini disebababkan adanya kewenangan dan fungsi DPD yang masih

sangat lemah di dalam bidang legislasi, anggaran, pengawasan dan pertimbangan,

Dari uraian di atas maka penulis melakukan penilitian dengan judul “ IUS

CONSTITUENDUM KEWENANGAN DAN FUNGSI DPD MELALUI

AMANDEMEN KE V UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945’’

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan dan fungsi DPD RI hasil

(14)

2. Bagaimana Ius Constituendum kewenangan dan fungsi DPD RI melalui

amandemen ke V.

1.3 Tujuan Penilitian

1. Untuk Mengetahui dan menganalisis Pelaksanaan kewenangan dan

Fungsi DPD hasil amandemen ke IV tahun 1999-2002.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Ius Constituendum Kewenangan

dan fungsi DPD melalui amandemen ke V.

1.4 Manfaat Penilitian

Gambaran mengenai tujuan- tujuan di atas, dapat di simpulkan bahwa

penilitian ini di harapakan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis.

1. Secara teoritis penilitian ini bermanfaat sebagai bahan pemikiran yang

dapat di jadikan sebagai sumber referensi atau evaluasi mengenai

kewenangan dan fungsi DPD hasil Amandemen ke IV Tahun 1999-2002. 2. Secara praktis penilitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi peniliti di bidang hukum,

mahasiswa dan berbagai pihak yang melakukan penilitian menyangkut Ius

Constituendum kewenangan dan fungsi DPD terhadap gagasan

(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ius Constitutum dan Ius Constituendum

Ius constitutum adalah hukum positif suatu negara, yaitu hukum yang

berlaku dalam suatu negara pada suatu saat tertentu sebagai contoh : hukum

Indonesia yang berlaku dewasa ini dinamakan Ius Constitutum, atau bersifat

hukum positif, juga dinamakan tata hukum Indonesia. Demikian pula hukum yang

berlaku sekarang, Inggris, Rusia, Jepang, dan lain-lain. 17 dalam istilah lain Ius positum atau ius constitutum atau disebut juga ius oparatum artinya hukum yang

telah di tetapkan atau dipositifkan (positum) atau dipilih atau di tentukan

(constitutum) berlakunya sekarang (oparitum) dalam masyarakat atau wilayah

(16)

tertentu. Ius oparatum mengandung arti bahwa hukum atau peraturan

perundang-undangan telah berlaku dan dilaksanakan dimasyarakat.18

Ius constituendum adalah hukum yang dicita-citakan oleh pergaulan hidup

dan negara, tetapi belum merupakan kaidah dalam bentuk undang-undang atau

berbagai ketentuan lain.19

Perbedaan keduanya didasarkan pada perkembangan sejarah tata hukum

tertentu, seperti dikatakan oleh W.L.G Lembdire bahwa hukum menerbitkan

pergaulan hidup manusia suatu tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.

Ia merupakan hasil perkembangan sejarah yang terbentuk dan akan hilang. Jadi

bisa dikatakan bahwa Ius Constitutum sekarang adalah Ius Constituendum pada

masa lampau. Oleh Purnabi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto ditegaskan

bahwa perbedaan Ius Constitutum dengan Ius Constituendum merupakan suatu

abstraksi dari fakta bahwa sesunguhnya segala sesuatu merupakan suatu proses

perkembangan. 20

Demikianlah bahwa hukum pun merupakan suatu lembaga masyarakat

yang senantiasa mengalami perkembangan, sedemikian rupa, sehingga apa yang

dicita-citakan, pada saatnya terwujud menjadi kenyataan, sebaliknya yang sedang

berlaku menjadi pudar ditelan waktu karena telah tidak cocok lagi (mengalami

deskrapansi atau kesenjangan antara kaidah dan kenyataan sosial).21 Ius constituendum dapat menjadi ius constitututm atau ius positum atau ius operatum

apabila sudah ditetapkan berlaku oleh penguasa yang berwenang, dan

pemberlakuanya memenuhi ketetntuan yang telah ditetapkan oleh hukum positif

18 Umar,Pengantar Hukum Indonesia,cetakan ketiga ,(Jakarta Timur,Sinar Grafika,2015), Hal-5

19Soejono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Divisi Buku Perguruan Tinggi....,loc.cit.., Hal.164

20 Ibi Hal.164

(17)

lainya yang mengatur pemberlakuan suatu hukum(undang-undang), misalnya

perundang-undangan harus telah disahkan oleh lembaga pembuat undang-undang

dan diundangkan oleh lembaga yang berwenang.22

Adanya Ius Constitutum dan Ius Constituendum menunjukan bahwa

masyrakat selalu mengalami perkembangan, dimasa lalu merupakan ius

constituendum, sedangkan sekarang merupakan ius constitutum, sementara itu,

yang sekarang merupakan ius constituendum di masa akan datang merupakan ius

constitutum.

Pergiliran seperti ini akan berlangsung terus, misalnya (1); undang-undang

yang ada diganti dengan undang-undang yang baru, (2); penafsiran terhadap

undang-undangyang berubah, (3); perkembangan atau perubahan pendapatpara

ahli hukum (doktrin).23

Ius constituendum adalah istilah asing atau bahasa yunani yang dimaknai

bahwa bagaimana hukum ke depan atau politik hukum (legal policy)..

Politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang

hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembutan hukum baru maupun

dengan pengantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Dengan

demikian politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan

dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai

tujuan negaraseperti yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945.24

Definisi yang pernah dikemukakan oleh beberapa pakar lain menujukan

adanya persamaan subtantif dengan defini yang penulis kemukakan, Padmo

Wahjono mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar yang

22 Umar, Pengantar Hukum Indonesia ,,,, Loc.., cit, Hal-5

23 Addul Rachmad, Pengantar Ilmu Hukum, (Malang,jawa timur, Bayumedia Publishing,2005), Hal.142

(18)

menentukan arah, bentuk, mapun isi hukum yang akan dibentuk, di dalam tulisan

yang lain Padmo Wahjono memperjelas definisi tersebut dengan mangatakan

bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelengaraan negara tentang apa yang

dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu yang didalamnya mencakup

pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum, Satjipto Raharjo mendefinisikan

politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk

mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yang

cakupanya meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu, 1) tujuan

apa yang hendak dicapai melalui sistim yang ada, 2) cara-cara apa dan yang mana

yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan tersebut, 3) kapan

waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah, 4) dapatkah

sesuatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam

memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan

tersebut dengan baik.25

Berbagai pengertian atau definisi tersebut mempunyai subtansi makna

yang sama dengan definisi yang penulis kemukakan yakni bahwa politik hukum

itu merupakan legal policy tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak

diberlakukan untuk mencapai tujuan negara. Di sini hukum diposisikan sebagai

alat untuk mencapai tujuan negara, terkait dengan ini Sunaryati Hartono pernah

mengemukakan tentang Hukum sebagai alat, sehingga secara praktis politik

hukum juga merupakan alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh

pemerintah untuk menciptakan sistim hukum nasional guna mencapai cita-cita

bangsa dan tujuan negara. Politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau

(19)

jangka panjang dan ada yang bersifat priodik, yang sifatnya permanena misalnya

pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan

antaa kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, penganti hukum-hukum

penigalan kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaaan sumberdaya

alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya, di sini

terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam UUD sekaligus berlaku

sebagai politik hukum, adapun yang bersifat priodik adalah politik hukum yang

dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode

tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya,

pada periode 1973-1978 ada politik hukum untuk melakukan kodifikasi dan

unifikasi dalam bidang0bidang hukum tertentu, pada periode 1983-1988 ada

politik hukum untuk membentuk peradilan Tata Usaha Negara, dan pada periode

2004-2009 ada lebih dari 250 rencana pembuatan UU yang di catumkan di dalam

Legislasi Nasional(Proglenas).26

Politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilakanakan secara

nasional oleh pemerintah indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan hukum

yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar

dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum nyang telah

ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum.

Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan

pelaksanaan hukum yang dapat menunjukan sifat dan ke arah mana hukum akan

dibangun dan ditegakan. 27

2.2 Tinajuan Kewenangan dan Fungsi

26 Ibid, Hal. 3

(20)

Kewenangan berasal dari kata wewenang dalalm Kamus Besar Bahasa

Indonesia Wewenang memilki pengertian: hak dan kekuasaan untuk bertindak,

sedangakan Kewenangan adalah: hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk

melakukan sesuatu.28

Mengenai wewenang itu, H.D. stout mengatakan bahwa :

Bevogdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kan worden omschreven als het geheel van regels dat betrekking heeft op de verkrijging en uitoefening van bestuursrechtelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuursrechttelijike rechysverkeer”

(wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan,

yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan

persoalan dan pengunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di

dalam hukum publik). Lebih lanjut H.D.Stout, dengan menyentir pendapat

Goorden, mengatakan bahwa wewenang adalah:

“het gehel van rechten en plichten dat hetzij expliciet door de wetger aan publiekrechtelijke rechtssubjecten is toegekend”,

(keseluruhan hak dan kewajiban yang secara eksplisit diberikan oleh

pembuat undang-undang kepada subjek hukum publik).29

Menurut Bagir Manan, Wewenang dalam bahasa hukum tidak sama

dengan kekuasaan (macht), kekuasaan hanya mengambarkan hak untuk berbuat

atau tidak berbuat, dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban

(rechten en plichten). Dalam kaitanya dengan otonomi hak megandung pengertian

kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregen) dan mengelola sendiri

(zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk

menyelengarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan 28 Kamus Besar Bahasa Indonesia, http:/kbbi.web.id/wewenang, di akses 26 Maret-2017, Pukul 17.50

(21)

untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara

secara keseluruhan.30

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas

(legaliteitsbeginsel atau het beginsel van bestuur), maka berdasarkan prinsip ini

bersifat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan

perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan

perundang-undangan. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu: Atribusi, Delegasi,

dan Mandat. Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D. VanWijk/ Willem

Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut31

a. Attributie: toekenning van een bestruursbevoegheid door een

weetgever aan een bestuursorgan, (atribusi adalah pemberian

wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada

pemerintah).

b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestruursorgan

aaan een ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan

dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainya)

c. Mandat: een bestruursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem

uitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan

mengizinkan kewenanganya dijalankan oleh organ lain atas namanya).

30 Ibid, Hal.99

(22)

Berdasarkan keterangan di atas tersebut, tampak bahwa wewenang yang

diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan

perundang-undangan, dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan

secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan

perundang-undangan, dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan

wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan

tangungjawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan

sepenhnya berada pada penerima wewenang (atributaris), pada delegasi tidak

ada penciptaan wewnang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat

yang satu kepada pejabat yang lainya. Tangung jawab yuridis tidak lagi pada

pemberi delegasi, sementara pada mandat, penerima mandat (mandataris) hanya

bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans).32

Pemberian kewenangan kepada administrasi negara untuk bertindak atas

inisiatif itu lazim dikenal dengan istilah Freis Emersen atau discretionary

power, suatu istilah yang di dalamnya mengandung kewajiban dan kekuasaan

yang luas, kewajiban adalah tindakan yang harus dilakukan dan kekuasaan yang

luas, Kewajiban adalah tindakan yang harus dilakukan, sedangkan kekuasaan

yang luas itu menyiratkan adanya kebebasan memilih, melakukan atau tidak

melakukan tindakan. Menurut E.Utrecht, kekuasaan administrasi negara dalam

bidang legislasi ini meliputi; pertama, kewenangan untuk membuat undang

peraturan atas inisiatif sendiri, terutama dalam mengahadapi soal-soal genting

yang belum ada peraturanya, tanpa bergantung pada pembuat

(23)

undnag puasat, kedua, kekuasaan administrasi negara untuk membuat peraturan

atas dasar delegasi.33

Pengertian fungsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: jabatan

(pekerjaan) yang dilakukan.34 Dalam hukum administrasi negara fungsi lebih

melekat pada kedudukan hukum Pemerintahan, menurut Soehardjo

Pemerintahan sebagai organisasi bilamana kita mempelajari ketentuan-ketentuan

susunan organisasi, termasuk di dalamnya fungsi, penugasan kewenangan,

badan-badan, instansi, serta dinas-dinas pemerintahan, sebagai fungsi kita

meniliti ketentuan-ketentuan yang mengatur apa dan cara tindakan aparatur

pemerintahan sesuai dengan kewenangan masing-masing35 Dalam perspektif

hukum publik, negara adalah Organisasi jabatan, menurut Logemann :36

“In zijn sociale verschijningsvorm is de staat organisatiie, een verband van functies, mat functies is dan bedoeld; een omschreven werkking in verbanda van het gehel, zij heet, met betrekking tot de staat, ambt, de staat is ambtenorganisatie”.

(Dalam bentuk kenyataan sosialnya, negara adalah organisasi yang

berkenan dengan berbagai fungsi, yang dimaksud dengan fungsi adalah

lingkungan kerja yang terperinci dalam hubungan secara keseluruhan,

fungsi-fungsi ini dinamakan jabatan, negara adalah organisasi jabatan).

Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan yang berisi

fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata

33 Ibid, Hal.15

34 Kamus Besar Bahasa Indonesia, http:/kbbi.web.id/Fungsi, di akses 26 Maret-2017, Pukul 17.50

35 Ibid, Hal.31

(24)

kerja suatu organisasi, negara berisi berbagai jabatan atau lingkungan kerja tetap

dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan negara.37

Di atas telah disebutkan bahwa jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap,

sementara pejabat dapat berganti-ganti, pergantian pejabat tidak mempengaruhi

kewenangan yang melekat pada jabatan.

Sesuai hasil penjabaran di atas dapat diberikan pengertian bahwa Fungsi

memiliki pengertian bahwa tindakan pejabat sesuai dengan kewenanganya, dan

pada prinsipnya fungsi dan kewenagan hampir memiliki kesamaan karna pada

dasarnya antara fungsi dan kewenangan melekat pada kedudukan dan tugas

badan atau organ negara.

2.3 Tinjauan Lembaga Negara

Secara sederhana, istilah Organ Negara atau lembaga negara dapat

dibedakan dari perkataan organ atau lembaga swasta, lembaga masyarakat, atau

yang biasa di sebut Ornop atau Organisasi Non-pemerintahan yang dalam nahasa

ingris disebut Non-Goverment, Organization, atau Non-Govermental

Organization(NGO’s). Oleh sebab itu lembaga apa saja yang dibentuk bukan

sebagai lembaga masyarakat dapat kita sebut sebagai lembaga negara. Lembaga

negara itu dapat berada dalam ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, ataupun yang

bersifat campuran.38

Lembaga negara bukan merupakan sebuah konsep yang secara

terminologis memiliki istilah tunggal dan seragam. Di dalam kepustakaan Inggris,

37 Ibid- Hal-71

(25)

lembaga negara disebut dengan menggunakan istilah political institution,

sedangkan dalam terminologi bahasa Belanda terdapat istilah staat organen.39

Di Indonesia, dikenal beberapa istilah yaitu: lembaga negara, badan

negara, organ negara dan alat pelengkap negara yang tak jarang istilah itu saling

dipertukarkan satu sama lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Inodonesia( KBBI

1997), kata “Lembaga” diartikan sebagai (i) asal mula atau bakal (yang akan

menjadi sesuatu); (ii) bentuk asli (rupa, wujud); (iii) acuan, ikatan; (iv) badan atau

organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan

suatu usaha; (v) pola perilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang

berstruktur.

Menurut Kamus Hukum Belanda-Indonesia, kata staatsorgan itu

diterjemahkan sebagai alat perlengkapan negara. Dalam Kamus Hukum Fockema

Andreae yang diterjamahkan oleh Saleh Adiwinata dkk., kata Organ juga diartikan

sebagai perlengkapan. Oleh karena itu, istilah Lembaga Negara, Organ Negara,

Badan Negara, dan alat Perlengkapan Negara, seringkali dipertukarkan satu sama

lain, akan tetapi menurut Natabaya, Penyususnan UUD 1945 sebelum perubahan,

cenderung konsisten mengunakan istilah Badan Negara, Bukan Lembaga Negara,

atau Organ Negara.40

Selain peristilahan Jimly mengemukakan bahwa istilah lembaga, organ,

badan, dan alat perlengkapan itu seringkali dianggap identik dan karena itu sering

saling dipertukarkan. Akan tetapi, satu sama lain sebenarnya dapat dan memang

39 Firmansyah Arifin, et.al., Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, (Jakarta; Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2005), Hal. 29

(26)

perlu dibedakan, sehingga tidak membingungkan. Untuk memahaminya secara

tepat, maka perlu mengetahui persis apa yang dimaksud dengan kewenangan dan

fungsi. Sebagai contoh, Jimly mengemukakan misalnya di dalam Dewan

Perwakilan Rakyat ada badan kehormatan, tetapi di dalam Mahkamah Agung dan

Mahkamah Konstitusi dapat dibentuk Dewan Kehormatan. Artinya, yang mana

yang lebih luas dan yang mana yang lebih sempit dari istilah dewan, badan, dan

lembaga sangat tergantung konteks pengertian yang dimaksud di dalamnya. Yang

penting untuk dibedakan apakah lembaga atau badan itu merupakan lembaga yang

dibentuk oleh dan untuk negara atau oleh dan untuk masyarakat.41

Menurut Kamus Hukum, yang ditulis oleh Andi Hamzah42, lembaga negara

diartikan sebagai badan atau organisasi kenegaraan. Sedangkan dalam kamus

Dictionary of Law, Institution diartikan sebagai (1) an organisation or society set

up for particular purpose (sebuah organisasi atau perkumpulan yang dibentuk

untuk tujuan tertentu), dan (2) building for a special purpose (bangunan yang

dibentuk untuk tujuan tertentu).43

Menurut Hans Kelsen, bahwa siapapun yang menjalankan fungsi yang

ditetapkan oleh tatanan hukum merupakan sebuah organ. Lebih lanjut dikatakan

bahwa parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga negara yang

memilih para wakilnya melalui pemilihan umumnya sama-sama merupakan organ

dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum penjahat

41Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara pasca Reformasi (Jakarta; Setjen dan Kepaniteraan MK RI, 2006), Hal. 31-32.

42Andi Hamzah, Kamus Hukum, dikutip dalam Gunawan A. Tauda, Komisi Negara Independen..., op.cit., Hal. 53.

(27)

dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga pemasyarakatan,

juga merupakan organ negara.44 pendek kata, dalam pengertian yang luas ini organ

negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan Atertentu

dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau

pejabat umum (public offices) dan pejabat publik (publik officials).45

Selain itu, Hans Kelsen juga mengemukakan adanya pengertian organ

negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materil. Individu

dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pribadi memiliki kedudukan

hukum yang tertentu.46

Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga negara atau alat-alat

kelengkapan negara selain untuk menjalankan fungsi negara, juga untuk

menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual dijelaskan oleh Sri Soemantri,

lembaga-lembaga itu hanya membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain

saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara, yang ia

istilahkan sebagai actual governmental mechanism.47

Setiap pembicaraan tentang organisasi negara, terdapat dua unsur pokok

yang saling berkaitan, yaitu organ, dan functie. Organ adalah bentuk atau

wadahnya, sedangkan functie a dalah isinya. Organ adalah bentuknya, sedangkan

functie adalah gerakan wadah itu sesuai mSaksud pembentukannya.

44 Dikutip dalam Jimly Asshiddiqie, Perkembangan..., op.cit., Hal. 32

45 Ibid.

46 Ibid., Hal. 32

(28)

Sesuai naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, organ-organ yang dimaksud ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan

ada pula yang disebut secara eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau

organ negara yang disebut baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya

akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah.

Harus diakui bahwa ditengah masyarakat kita masih berkembang

pemahaman yang luas bahwa pengertian lembaga negara dikaitkan dengan

cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif, ekselutif, dan yudikatif. Lembaga

negara dikaitkan dengan pengertian lembaga yang berada diranah kekuasaan

legislatif disebut lembaga legislatif, lembaga yang berada diranah eksekutif

disebut lembaga pemerintahan, dan yang berada diranah yudikatif disebut sebagai

lembaga pengadilan.48

Jika kita menelisik pada teori klasik, yaitu trias politica yang

dikemukakan oleh Montesquieu bahwa tercermin ada tiga lembaga kekuasaan,

yaitu lembaga legislatif (pembentuk hukum atau undang-undang negara), lembaga

eksekutif (penerapan hukum sipil), dan lembaga yudikatif (pelaksana sistem

peradilan). Namun oleh Jimly Asshiddiqie49 dikatakan bahwa teori trias politica

yang diidealkan oleh Montesquie ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini,

mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut

hanya berurusan secara ekslusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan

tersebut. Kenyataan dewasa menunjukan bahwa hubungan antar cabang

48 Jimli Asshiddiqie,Perkembangan dan Konslidasi,...., op.cit Hal.37

(29)

kekuasaan itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya

bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip

check and balances.

2.4. Demokrasi dan kedaulatan rakyat

Secara etimologi, asal kata demokrasi berasal dari bahasa yaitu damos

yang artinya rakyat dan kratos artinya pemerintahan, sehingga dapat diartikan

bahwa demokrasi artinya pemerintahan rakyat. sementara itu di dalam kamus

Bahasa Indonesia (KBBI), merumuskan demokrasi adalah bentuk atau sistim

pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantara

wakilny, atau disebut juga pemerintahan rakyat, dan gagasan atau pandangan

hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang

sama bagi semua warga negara.50 Sementara itu dalam Oxford English Dictionary di sebutkan bahwa : Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, bentuk

pemerintahanya terletak pada kedaulatan rakyat secara menyeluruh, dan dijadikan

secara langsung oleh rakyat atau oleh pejabatyang di pilih oleh rakyat. Sedangkan

Robert Dahl menyebutkan: Demokrasi memberikan kesempatan untuk:1).

Partisipasi secara efektif, 2) secara dalam hak suara, 3) menajalankan kontrol

akhir terhadap agenda, dan 4) melibatkan orang dewasa.51

Tidak dapat dibantah lagi bahwa demokrasi merupakan asas dan sistim

yang paling baik didalam sistim politik dan ketatanegaraan. Khazanah pemikiran

dan preformansi politik di berbagai negara sampai pada satu titik temu tentang ini, 50 Abdi yuhana, Sistim Ketatanegaraan Indonesia pasca perubahan UUD 1945, (Bandung, Fokus Media, 2013), Hal.34

(30)

yaitu demokrasi adalah pilihan terbaik dari berbagai pilihan lainya. Sebuah

laporan studi yang disponsori oleh salah satu organ PBB, yakni UNESCO, pada

wal 1950-an menyebutkan bahwa tidak ada satupun tangapan yang menolak “

demokrasi” sebagai landasan dan sistim yang paling tepat dan ideal bagi semua

organisasi politik dan organisasi moderen. Studi yang melibatkan lebih dari

seratus orang sarjana barat dan timur dapat dipandang sebagai jawaban yang

sangat penting bagi studi-studi tentang demokrasi.52

Kedaulatan rakyat (popular sovereignty) dimaksudkan kekuasaan rakyat

sebagai imbangan terhadap kekuasaan penguasa tunggal atau yang berkuasa.

Dalam hal ini ditarik garis pemisah yang tajam antara rakyat yang diperintah

disatu pihak dan penguasa-penguasa masyarakat sebagai pemerintahan di lain

pihak. Yang benar berdaulat dalam hubungan ini ialah rakyat yang diperintah.53

Ajaran atau teori kedaulatan rakyat (volks-souverentiteit) ini lahir dari Jean

Jaques Rousseau sebagai kelanjutan dari filsafatnya yang bersumber dari perasaan

yang melekat pada diri manusia sebagai satu-satunya mahluk yang mempunyai

peradaban (sivilisasi). Ajaran kedaulatan rakyat berpangkal tolak dari hasil

penemuan bahwa tanpa tata tertib dan kekuasaan, manusia tidak akan hidup aman

dan pasti tidak tentram. Tanpa tata tertib manusia merupakan bintang buas (homo

homini lupus), dan kehidupan berubah menjadi perang antar umat manusia

52 Ni”Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia edisi Revisi, (kota Depok, PT.Raja Grafindo Persada, 2005), Hal.259

(31)

(bellum omnium contra omnes), itulah sebabnya manusia bersepakat untuk

mendirikan negara, dan untuk itu mereka mengadakan perjanjian masyarakat.

Mengenai kedaulatan rakyat dalam kaitanya dengan contract social

(perjanjian masyarakat), terdapat dua pendapat. Pertama; kekuasaan dari rakyat

karena perjanjian masyarakat itu telah habis, sebab kekuasaan mutlak. Penguasa

itu yang berdaulat, bukan rakyat. Kedua, manusia sejak dilahirkan telah membawa

hak. Untuk menjamin hak-hak itu, maka mereka menadakan perjanjian

masyarakat untuk mendirikan negara untuk melindungi hak-hak manusia itu, jadi

kedaulatan itu tetap berada pada rakyat.54

Dalam teori Rousseau yang menjadi dasar paham “kedaulatan Rakyat

mengajarkan, bahwa Negara bersandar atas kemauan Rakyat, demikianlah pula

halnya semua peraturan-peraturan adalah penjelmaan kemauan rakyat.55

Dalam paham kedaulatan rakyat (democracy), rakyatlah yang dianggap

sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.56

Rakyatlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan diselenggarakan.

Rakyatlah yang menentukan tujuan yang hendak dicapai oleh negara dan

pemerintahannya itu. Dalam praktek, sering dijumpai bahwa di negara yang

jumlah penduduknya sedikit dan ukuran wilayahnya tidak begitu luas saja pun,

kedaulatan rakyat itu tidak dapat berjalan secara penuh. Apalagi di negara-negara

54 I Gde Pantja Astawa, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, ( Bandung, PT.Refika Aditama, 2009), Hal.113-114

55 C.ST.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta,Balai Pustaka, 1989), Hal.62

(32)

yang jumlah penduduknya banyak dan dengan wilayah yang sangat luas, dapat

dikatakan tidak mungkin untuk menghimpun pendapat rakyat seorang demi

seorang dalam menentukan jalannya suatu pemerintahan. Lagi pula, dalam

masyarakat modern seperti sekarang ini, tingkat kecerdasan warga yang tidak

merata dan dengan tingkat spesialisasi antar sektor pekerjaan yang cenderung

berkembang semakin tajam. Akibatnya kedaulatan rakyat tidak dapat dilakukan

secara murni. Kompleksitas keadaan menghendaki bahwa kedaulatan rakyat itu

dilaksanakan dengan melalui sistem perwakilan (representation).

Di Indonesia sendiri, di dalam UUD 1945 menganut ajaran kedaulatan

rakyat sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945, khususnya

setelah dilakukannya perubahan UUD 1945 di tahun 2001 (1-9 November 2001),

perubahan terjadi secara mendasar pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945, yang

sebelumnya berbunyi Kedaulatan di tangan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat”, berubah menjadi “Kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Rumusan baru

ini justru merupakan penjabaran langsung dari alinea ke IV pembukaan UUD

1945. Rumusan yang sebelumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan ada di

tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR justru telah mereduksi

paham kedaulatan rakyat itu menjadi kedaulatan negara.

Perubahan ketentuan tersebut oleh Ni’matul Huda dikatakan telah

mengalihkan negara Indonesia dari sistem MPR kepada sistem kedaulatan rakyat

(33)

utama dalam menjalankan kedaulatan rakyat. UUD-lah yang menentukan

bagian-bagian dari kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diserahkan kepada

badan/lembaga yang keberadaan, wewenang, tugas, dan fungsinya ditentukan oleh

UUD 1945 itu, serta bagian mana yang langsung dilaksanakan oleh rakyat, artinya

tidak diserahkan kepada badan/lembaga manapun, dimana langsung dilaksanakan

oleh rakyat itu sendiri melalui pemilu57.

Kedaulatan rakyat indonesia yang diselenggarakan secara langsung dan

melalui sistem perwakilan. Secara langsung kedaulatan rakyat diwujudkan dalam

tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Mejelis Permusyawaratan Rakyat

yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah

sebagai pemegang kewenangan legislatif, Presiden dan wakil Presiden sebagai

pemegang kekuasaan eksekutif, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

sebagai pelakasana kekuasaan kehakiman. Dalam menentukan kebijakan pokok

pemerintah dan mengatur ketentuan-ketentuan hukum berupa Undang-undang

Dasar dan Undang-Undang (fungsi Legislasi), serta dalam menjalankan fungsi

pengawasan (fungsi kontrol) terhadap jalannya pemerintahan, pelembagaan

kedaulatan rakyat itu disalurkan melalui sistem perwakilan, yaitu melalui Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah. Di daerah-daerah provinsi dan

kabupaten/kota, pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan melalui sistem

perwakilan, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(34)

Secara konseptual sistem perwakilan sekalipun terdapat perbedaan makna

dalam sistem perwakilan antara delegates dan trustees, dimana delegates itu

dimaknai bahwa para wakil semata-mata hanya mengikuti apa yang menjadi

pilihan dari konstituen, sedangkan trustees dimaknai bahwa para wakil mencoba

bertindak atas nama para wakil sebagaimana para wakil itu memahami

permasalahan yang dihadapi oleh konstituen58. Sekalipun terjadi perdebatan

makna tersebut, Kacung Marijan menyatakan tidak perlu membenturkannya, dan

memperbincangkan perwakilan, sebenarnya bukan sekedar pada relasi antara

kelompok wakil dan terwakil. Paling tidak ada empat hal ketika

memperbincangkan konsep perwakilan. Pertama, adalah adanya sekelompok

orang yang mewakili, yang termanifestasi ke dalam bentuk lembaga perwakilan,

organisasi, gerakan, dan lembaga-lembaga negara yang lain. Kedua, adanya

sekelompok orang yang diwakili, seperti konstituen dan klien. Ketiga, adanya

sesuatu yang diwakili seperti pendapat, kepentingan, dan perspektif. Terakhir

adalah konteks politik di mana perwakilan itu berlangsung59.

Dengan kata lain bahwa, di Indonesia yang juga menganut sistem

perwakilan yang diantaranya adalah MPR, DPR, DPD merupakan pelembagaan

kedaulatan rakyat, sebab kedaulatan rakyat tersebut tidaklah dapat dilaksanakan

secara murni bukan saja di Indonesia, tapi juga di negara-negara lainnya. Karena

kedaulatan itu tidak dapat dilaksanakan secara langsung oleh rakyat, maka

diperlukan MPR, DPR, dan DPD yang merupakan jelmaan dari seluruh rakyat

Indonesia. Tetapi, proses penentuan aturan dalam membentuk dan mengisi

58 Kacung Marijan, op.,cit. Hal. 39

(35)

lembaga perwakilan bukanlah sebuah proses yang semata-mata bersifat

formal-legalistik atau yuridis, melainkan merupakan proses politik di mana kepentingan

merupakan penentu utama. Sebab bicara tentang politik selalu berhubungan

dengan kepentingan (interest).

2.5 Pentinganya Sistem Bikameral dalam sistem Perwakilan Indonesia.

Istilah lain sturktur organisasi parlemen dua kamar atau dalam istilah yang

lain adalah bicameral dan second adalah sebagai berikut :60

a. Bicameral system: Aterm spplied by Jeremy Bentham to the division of

the legislatif body into two chamber, as in the United sates Goverment

(Sates and House.)

b. Bicameral:The divisionof legislatif or judicial body into two

componenets or chambers. The congres is a bicameral legislature,

since its divided into two house, the senate and the House

Representation.

Untuk hal penamaaan untuk kedua kamar tersebut sangatlah beragam,

misalnya untuk second chmbers atau Upper House di berbagai Negara dikenal

dengan nama seperti di inggris namanya House of lords, diSwiss dikenal dengan

nama Council of state(standerat), dijerman di kenal dengan Bundestrat,

dimalaysia dikenal dengan nama Dewan Negara dan sebagian besar seperti

diAmerika Serikat, Australia, Kanada, Francis, dinamakan Senate.

Mungkin ada dua alasan mengapa para penyususn konstitusi memilih

sistim Bicameral, alasan Pertama adalah Untuk membangun sebuah mekanisme

(36)

pengawasan dan keseimbangan (Checks and balance) serta untuk pembahasan

sekali lagi dalam bidang legislatif, alasan kedua adalah untuk membentuk

perwakilan untuk menampung kepentingan tertentu yang biasanya ridak cukup

terwakilioleh majelis pertama. Secara khusus bikameralise telah dipergunakan

untuk menjamin perwakilan yang memadai untuk daerah-daerah di dalam

lembaga legislatif .61

Sebagaimana diketahui bahwa sistem bikameral sering dikaitkan dengan

keberadaan dua kamar dalam parlemen. Dalam sistem bikameral, adanya dua

kamar tersebut dimaksudkan agar dapat menjalankan mekanisme check and

balance dalam parlemen Indonesia.

Hal itu tidak dapat terlepas dari tuntutan reformasi. Salah satu gagasan

perubahan yang ketika itu ditawarkan adalah usulan sistem dan mekanisme check

and balances di dalam sistem politik dan ketatanegaraan. Usulan ini menjadi

penting artinya karena selama era orde sebelumnya dapat diakatakan bahwa check

and balances itu tidak ada. Dalam kaitan dengan itu pula diajukan gagasan

perubahan terhadap sistem parlemen dari supremasi MPR yang terdiri dari tiga

unsur (DPR, Utusan Daerah, Utusan Golongan) menjadi parlemen sistem

bikameral (dua kamar). Dengan diadopsinya sistem bikameral juga, yang

mengharuskan adanya dua kamar yang memiliki kekuatan yang seimbang, hal itu

pula menegaskan kepentingan yang diwakili oleh kamar-kamar tersebut. jika DPR

yang merupakan kamar yang satu mewakili partai politik yang dipilih langsung

oleh rakyat, maka DPD yang merupakan kamar lainnya konteksnya mewakili

Daerah yang dipilih secara langsung pula.

(37)

Pelaksanaan Kewenangan Dan Fungsi DPD Tahun 1999-2002: DPD dapat mengusulkan Rancangan undang-undang.

DPD ikut membahas Rancangan Undang-Undang DPD dapat mengawal Pelaksanaan Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kewenangan Dan Fungsi DPD Melalui Amandemen Ke V UUD NRI Tahun 1945

Ius Constituendum Kewenangan Dan Fungsi DPD:

Komparasi Sistem Bicameral Indonesia dan Sistem Bicameral di Ingris, Amerika Serikat, Francis. Amandemen Pasal 22D UUD Tahun 1945.

Larangan DPD sebagai Kader Partai Politik

Perlu di ingat bahwa dalam pengertian konsep sistem bikameral,

dua-duanya mempunyai hak kewajiban, tanggung jawab dan peranan, serta fungsi

yang sama. Dua-duanya berhak mengusahakan dan menginisiatifkan

Undang-Undang62. Atau paling tidak kamar yang lain memiliki hak veto terhadap kamar

lain jika kamar tersebut tersebut membentuk UU yang tidak sesuai dengan

harapan dari kamar lainnya.

Lebih jauh Maswadi Rauf mengatakan pentingnya sistem strong bikameral

ini, sebab bagi Indonesia bicameralisme yang strong ini sebuah kebutuhan yang

sangat mendesak, mengingat beragamnya masyarakat kita dengan berbagai

macam kepentingan sehingga bicameralisme yang kuat ini dimaksudkan untuk

bisa memperjuangkan lebih baik aspirasi kepentingan yang berkembang di

berbagai daerah, sehingga bicameralisme yang kuat ini bisa dianggap merupakan

bagian dari usaha untuk memperkuat negara kesauan.63 Oleh karenya perlunya

memberikan kewenangan yang besar terhadap DPD, karena DPD merupakan

lembaga yang diperuntukan bagi penyaluran kepentingan daerah. Sebab selama

orde baru telah terjadi kekecewaan daerah terhadap pengelolaan hubungan pusat

dan daerah. Oleh sebab itu demi kepentingan daerah, DPD harus diberikan

kewenangan yang setara dengan DPR.

2.6 Kerangka Pikir

62 Pernyataan Afan Gaffar dalam rapat PAH 1 BP MPR ke 13. Lihat B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia.(Yogyakarta; Universitas Atma Jaya, 2009), Hal. 186.

63 Ibid., Hal. 190

(38)
(39)

BAB III

METODE PENILITIAN 3.1. Jenis Penilitian

Sesuai dengan judul penilitian ini, maka penilitian ini difokuskan pada Ius

Constituendum Kewenangan dan fungsi DPD melalui amandemen ke V

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian

penilitian ini penilitian yang bersifat Normatif atau penilitian Hukum doktrinal.64,

Penilitian Hukum Normatif merupakan penilitian kepustakaan.65 Penilitian

hukum yuridis atau penilitian hukum doktrinal dimaksudkan oleh peniliti untuk

dapat menemukan aturan hukum, prinsip hukum, asas-asas hukum, sitimatika

hukum, maupun doktrin hukum yang berlaku.

3.2 Pendekatan Penilitian

Sebagai konsekuensi dari penilitian Normatif tentang Ius Constituendum

Kewenanangan dan fungsi DPD melalui amandemen Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pendekatan yang di lakukan pada

penilitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative

approach), pendekatan konseptual (conseptual approach).66

Pendekatan undang-undang (statuta approach), dilakukan dengan menelah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan kewenangan dan

fungsi DPD dalam sistim ketetanegaraan, serta putusan mahkamah konstitusi yang

64 Suratman dan Philips , Metode Penilitian Hukum, cetakan ke satu, (Bandung, Cv.Alfabeta, 2003), Hal.66.

65 Ibid, Hal.66

(40)

menjadi yurisprudensi yang bersifat final and binding. pendekatan ini akan

membuka kesempatan bagi peniliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan

kesesuaian antara suatu undang dengan undang lainya atau

undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang-undang-undang

khususnya yang mengatur tentang kewenangan dan fungsi DPD dalam sistim

perwakilan di Indonesia.

Pendekatan historis (historical approach), pendekatan ini dilakukan

dengan menelah proses pembentukan regulasi atau peraturan perundang-undangan

dari waktu ke waktu, khususnya menelah perumusan Pasal 22C dan 22D

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada periode 1999-2002 yang

mengatur tentang Dewan Perwakilan Daerah. Pendekatan ini diperlukan untuk

mengungkapkan landasan filosofi dan pola pikir yang mempunyai relevansi

dengan masa kini.

Pendekatan komparatif (comparatif approach), pendekatan ini dilakukan

dengan membandingakan undang-undang suatu negara dengan negara lain

mengenai haal yang sama khusunya mengatur tentang kewenangan dan fungsi

DPD dalam lembaga perwakilan di masing-masing negara, serta dapat pula

membandingkan yurisprudensi yang berlaku di masing-masing negara tersebut.

Pendekatan ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui persamaan dan perbedaan

terhadap undang-undang.

Pendekatan konseptual (conseptual approach), pendekatan yang beranjak

dari pandangan-pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum,

(41)

dan fungsi DPD yang lebih baik dan memiliki kedudukan yang sama di dalam

lembaga perwakilan Indonesia, pendekatan ini bertujuan untuk menemukan ide

dan gagasan serta konsep yang yang tepat terhadap perkembangan DPD.

3.3. Bahan Hukum

Penilitian hukum normatif menitiberatkan pada studi kepustakaan, atas

dasar itu, maka data yang dijadikan bahan penilitian adalah data sekunder yang

meliputi ketiga bahan berikut:67

1. Bahan Hukum Primer, bahan hukum primer terdiri dari:

a. Norma Dasar atau kaidah dasar,yaitu pembukaan UUD 1945

b. Peraturan Dasar:

i. Batang Tubuh UUD 1945

ii. Ketetapan-ketetapan MPR RI

iii. Peraturan Perundang-undangan:

- UU dan peraturan yang setaraf

- Peraturan pemerintah dan peraturan yang setaraf

- Keputusan mentri dan peraturan yang setaraf

- Peraturan-peraturan daerah.

iv. Bahan Hukum yang tidak dikodifikasi, misalnya hukum adat.

v. Yurisprudensi

vi. Traktat

vii. Bahan Hukum dari zaman Belanda yang kini masi berlaku,

seperti KUHP.

(42)

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan ini memberikan penjelesan mengenai

bahan hukum primer :

a. Rancangan peraturan perundang-undangan

b. Hasil-hasil penilitian

c. Hasil karya dari kalangan hukum.

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu: bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

misalnaya:

a. Kamus

b. ensiklopedia

c. Indeks kumulatif

3.4 Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data pada bahan hukum dalam sebuah

penilitian normatif dilakukan dengan cara menelah arsip, dokumen

perundang-undangan atau studi pustak, misalnya buku-buku, jurnal,

skripsi, disertasi atau publikasi hasil penilitian lainya.

3.5 Analisis Bahan Hukum

Tehnik analisis bahan hukum yang digunakan adalah hermeneutika

hukum. Hermeneutika hukum sendiri adalah menafsirkan hukum yang

(43)

analisis bahan hukum, dimulai dari pengumpulan bahan hukum primer dan

sekunder.

Bahan hukum primer berupa konstitusi, undang-undang dan

instrumen-instrumen hukum internasional, sedangkan bahan hukum

sekunder berupa buku, dan publikasi hasil penilitian. Bahan hukum primer

dan sekunder ditelah dan dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan

Gambar

Tabel 1.2 : Rancangan Undang-Undandg Inisiatif DPD RI Periode
Tabel 1.3 : Komisi Negara usulan DPD84
Tabel 1.1 Hasil Pertimbangan DPD RI dalam pelaksanaan Tugas Pada bidang

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat menciptakan program acara yang berkualitas dan dapat diterima oleh pemirsa, sebuah stasiun televisi harus mampu membaca tren, isu dan polemik yang

Kotak yang lebih rendah sedikit daripada aktiviti langkah 1 digunakan. Segala perlakuan dan aktiviti adalah seperti dalam langkah 1. Pelajar dikehendaki dan diarahkan untuk

Sebaliknya, hubungan antara nilai tukar dollar terhadap rupiah bisa saja berpengaruh positif bila investor berasal dari luar negeri dan menggunakan mata uang asing

◉ Inverted index adalah sebuah struktur data index yang dibangun untuk memudahkan query pencarian yang memotong tiap kata (term) yang berbeda dari suatu daftar

Karena garis tegak lurus ditarik dari tepi atas dan tepi bawah setiap interval, maka diperoleh gambar persegi panjang-persegi panjang yang saling berimpit pada salah satu

*) Semua dokumen adalah softcopy dari dokumen asli atau fotocopy legalisir (discan dalam bentuk JPEG maksimal ukuran 1000 kb/1 MB) yang diunggah di akun

Berdasarkan uji t yang telah dilakukan, maka hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Nilai Ekspor Intra-ASEAN (X 1 ) terhadap

Terkait dengan pilar 3 tersebut, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) pada tahun 2015 memfokuskan terhadap 5 (lima) kegiatan utamanya, yaitu (1) penyiapan