• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran

KAJIAN TEORI

C. Anak Berhadapan Dengan Hukum

1.Pengertian Anak Nakal dan Anak Berhadapan Dengan Hukum

Undang-undang No. 23 tahun 2002, tentang Perlindungan anak

menjelaskan bahwa “Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan dan belum menikah”. Menurut pedoman penanganan anak berkonflik hukum, Yanrehsos Depsos membatasi anak berkonflik hukum adalah anak yang telah berkonflik dengan hukum dan berdasarkan hasil penyidikan/pemeriksaan membutuhkan pembinaan di panti sosial. Berdasarkan batasan tersebut artinya anak telah melakukan tindakan melanggar hukum. Dalam UU No. 3 tahun 1997 tentang peradilan anak menyebutkan bahwa anak nakal sebagai anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Berdasarkan definisi tersebut, pemahaman anak berkonflik hukum dapat dianalogkan dengan anak nakal.

Menurut Beijing Rules, peraturan minimum Standar PBB mengenai Administrasi Peradilan bagi Remaja dalam peraturan 2.2 adalah:

a. Seorang anak atau orang muda yang menurut sistem hukum masing-masing dapat diperlakukan atas suatu pelanggaran hukum dengan cara yang berbeda dari perlakuan terhadap orang dewasa.

b. Suatu pelanggaran hukum adalah pelaku apapun (tindakan atau kelalaian) yang dapat dihukum menurut sistem hukum masing-masing.

c. Seorang pelanggar hukum berusia remaja adalah seorang anak atau orang muda yang diduga telah melakukan atau yang telah melakukan suatu pelanggaran hukum.

Menurut pekerjaan sosial, anak nakal adalah anak yang mengalami kesulitan penyesuaian diri yang menyebabkan melanggar hukum, sulit dididik dalamm keluarga dan dapat membahayakan orang lain.14

2. Kriteria Anak Berhadapan Dengan Hukum

a. Kenakalan dengan taraf ringan seperti kadang berbohong, malas, suka bolos sekolah, bermain melampaui batas waktu.

b. Kenakalan dengan taraf sedang seperti melawan orang tua, mencoba mencuri di lingkungan keluarga, merokok bagi siswa SLB-E, mencoba minum minuman keras, selalu berbohong, jarang pulang ke rumah (keluyuran tanpa batas waktu).

c. Kenakalan dengan taraf berat, antara lain minum-minuman keras, ganja (narkotika), malak, mencuri, sering melakukan perkelahian.

d. Kenakalan anak yang berkonflik dengan hukum:

a) Anak yang melakukan tindak pidana baik menurut Undang-undang maupun peraturan pemerintah atas putusan hakim menjalani pidana di Lapas.

b) Anak Negara berdasarkan putusan hakim diserahkan kepada negara.

14

Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Penanganan Anak Berkonflik Hukum, (Jakarta: Puslitbang Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Departemen Sosial, 2007), h. 11-12.

c) Anak Sipil atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas.15

3. Penyebab Anak Berhadapan Dengan Hukum

Permasalahan anak yang timbul tidak lepas dari faktor keluarga dan lingkungan dimana klien bertempat tinggal antara lain:

1) Ketelantaran fisik (physical neglect), hal ini berkaitan sekali dengan tingkat pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal.

2) Ketelantaran emosional (emotional neglect), halm ini berkaitan dengan kasih sayang, perawatan dan kepengasuhan.16

Jadi Evaluasi Program adalah suatu penilaian apakah suatu rencana kegiatan atau kegiatan yang sedang berjalan dapat dikatakan berhasil atau gagal dengan beberapa metode sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program. Model Evaluasi Program yang peneliti gunakan yaitu Model Evaluasi menurut Pietzrak yang dimana terdiri dari evaluasi input, proses dan hasil. Untuk memberikan penilaian terhadap Terapi Psikososial di Rumah Antara, peneliti menggunakan indikator relevan dalam evaluasi input, yang dimana indikator tersebut menilai apakah pelayanan yang diberikan tepat atau tidak. Indikator efisien peneliti terapkan dalam evaluasi proses, yang

15

Sarino, dkk., Petunjuk Teknis Penanganan Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Di PSMP Handayani Jakarta (Jakarta : 2007), h. 17-18.

16

dimana menunjukkan bahwa suatu program yang sedang dilaksanakan tidak terjadi pemborosan sumber daya manusia, dan waktu pelayanan yang diberikan pun tepat guna. Kemudian untuk evaluasi hasil, peneliti menggunakan indikator dampak untuk mengetahui bahwa pelayanan yang diberikan membawa perubahan pada penerima manfaat di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani. Adapun alasan peneliti melakukan evaluasi terhadap Terapi Psikososial di Rumah Antara yaitu melihat apakah tujuan dari Terapi Psikososial sudah tercapai, memperbaiki kekurangan yang terdapat di Terapi Psikososial, dan meningkatkan perencanaan yang lebih baik dari sebelumnya. Tabel 2.1. Kerangka Penelitian Evaluasi Program Terapi Psikososial Indikator Relevan Indikator Efisien Indikator Dampak Input : 1) Klien 2) Staff 3) Program

Proses : 1) Pelaksanaan terapi yang dilakukan

oleh Pekerja Sosial

Output :

1) Dampak yang dirasakan oleh

Pada bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang Sejarah Berdirinya Panti Sosial Marsudi Putra Handayani (PSMP) Jakarta Timur, Profil Rumah Antara, Visi dan Misi, Falsafah Lembaga, Struktur Organisasi, Program Pelayanan Panti Sosial Marsudi Putra Handayani, Jangkauan Layanan, Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana, Pola Pendanaan,dan Kemitraan Dengan Pihak Luar.

A. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani

Berawal pada tahun 1957, di mana semakin maraknya permasalahan cross boys dan cross girls di masyarakat, mendorong Departemen Sosial mendirikan suatu Camp bernama Pilot Proyek Karang Taruna Marga Guna dengan Surat Keputusan Kepala Jawatan Pekerja Sosial Nomor : 3/BUL-DJPS-A/62 yang diresmikan tanggal 21 Desember 1959. Selanjutnya melalui Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-2-49/4479 tanggal 30 Oktober 1965 ditetapkan menjadi Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna. Pilot proyek ini terdiri dari Taman Rekreasi Sehat Anak-anak Dwikora, Observation Home untuk anak-anak mogol (drop out), serta Usaha Kesejahteraan Wanita/gadis-gadis desa/LSD.

Pada periode berikutnya dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Sosial No. HUK 3-1-48/144 tanggal 7 Oktober 1968, yang menetapkan proyek tersebut menjadi Panti Anak Tuna Sosial Wisma Handayani, Sanggar Rekrasi Sehat Ade Irma Suryani, Pusat Perkemahan Remaja (termasuk pramuka) dari jakarta dan sekitarnya, serta Pusat Pendidikan,

Kursus-kursus dan Upgrading petugas Direktorat Jenderal Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Masyarakat Departemen Sosial. Melalui Rapat Dinas Staf Direktorat Kesejahteraan Anak dan Taruna dengan staf Pilot Proyek Taruna Loka Marga Guna tanggal 18 Oktober, 30 Oktober dan 5 November 1971, dihasilkan suatu keputusan bahwa mulai tanggal 1 Desember 1971 kegiatan proyek tersebut menjadi :

1. Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial Wisma Handayani sebagai kegiatan pokok

2. Pelayanan umum (community service) sebagai kegiatan suplementer

Terbitnya Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 1975 yang salah satunya melahirkan Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial di dalam Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen Sosial, maka nama Panti Pendidikan Anak Tuna Sosial dirubah menjadi Panti Rehabilitasi Sosial Anak Nakal (PRAN) Wisma Handayani. Tahun 1983 secara resmi PRAN Wisma Handayani dialihkan statusnya dari pengolahan Direktorat Rehabilitasi Tuna Sosial menjadi salah satu Unit Pelaksana Teknis Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta.

Pada tahapan terakhir, melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI Nomor : 06/KEP/BRS/IV/1994 tanggal 1 April 1994 dan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 14/HUK/1994 tanggal 23 April 1994 tentang pembakuan penamaan Panti/Sasana, Panti Rehabilitasi Anak Nakal Wisma Handayani berubah menjadi Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani.

Sejak berdiri tahun 1968 hingga tahun 2011, PSMP Handayani telah menangani lebih dari 4.000 anak yang mengalami penyimpangan perilaku, terutama penyimpangan terhadap nilai dan norma yang berlaku baik yang masuk ke dalam kategori anak nakal dan anak yang berhadapan dengan hukum (AN dan ABH).1

B. Rumah Antara

Pada awalnya PSMP Handayani dibentuk untuk menjawab permasalahan-permasalahan anak nakal yang belum berhadapan hukum dengan variasi masalah yang masih ringan, berkisar membolos, merokok ataupun mencuri di dalam keluarga. Namun dengan perkembangan zaman maka permasalahan anak semakin komplek. Melihat semakin banyak anak yang kenakalannya sampai pada proses hukum, dan penjara bukan merupakan tempat yang baik bagi anak, maka sasaran garapan tidak hanya pada anak dengan kenakalan rujukan orang tua/masyarakat namun rujukan putusan pengadilan maupun rujukan sementara menunggu proses hukum.

Rumah Antara merupakan salah satu program yang penting dalam meningkatkan kualitas rehabilitasi sosial bagi penerima manfaat ABH, yang memiliki latar belakang yang sangat komplek permasalahannya. Rumah Antara adalah rumah pensterilan bagi anak yang didatangkan dari putusan pengadilan maupun rujukan. Rumah Antara dibentuk guna untuk melakukan penyembuhan fisik, observasi terhadap pola perilaku dan memberikan terapi sosial kepada penerima manfaat ABH baik yang

1

Data diambil dari File yang diberikan oleh Pihak Panti Sosial Marsudi Putra Handayani pada tanggal 12 Mei 2014

putusan pengadilan maupun rujukan sementara guna menunggu proses hukum berjalan. Dengan adanya Rumah Antara penerima manfaat dapat berkurang traumatisnya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial sehingga siap mengikuti proses program rehabilitasi selanjutnya. Adapun jenis-jenis terapi yang akan digunakan namun disesuaikan dengan kondisi penerima manfaat antara lain :

1) Terapi Psikososial, dalam terapi psikososial bertujuan untuk mengenal diri, memahami, mengevaluasi dan mencari solusi. Ada 5 perubahan perilaku yang dapat dilakukan antara lain :

a. Cognitive change, berkaitan dengan pola pikir, rencana hidup maupun kecerdasan ABH, karena biasanya pola pikir penerima manfaat masih belum matang, seperti tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk untuk dirinya. Selain itu juga tidak dapat memikirkan dampak selanjutnya setelah penerima manfaat sudah melakukan hal tersebut.

b. Emotive change, berkaitan dengan emosional ABH, pada umumnya ABH memiliki kondisi emosional yang kurang stabil, seperti emosi penerima manfaat suka bergejolak dan terkadang cenderung memberontak, seperti tidak dapat mengontrol dirinya, sulit untuk bekerja sama, terjadi pemberontak jika dilarang.

c. Behavior change, berkaitan dengan perubahan perilaku pada ABH, yang biasanya penerima manfaat melakukan penyimpangan tingkah laku, seperti merokok, menggunakan narkoba, melakukan hubungan suami isteri diluar nikah, dan sebagainya. Perubahan

perilaku ini snagat dipengaruhi oleh emosi penerima manfaat yang stabil

d. Environmental change, berkaitan dengan lingkungan yang mendukung terjadinya masalah maupun yang mendukung terjadinya perubahan terhadap perilaku normatif ABH.

e. Relief from suffering, berkaitan dengan pembebasan tekanan/penderitaan pada diri ABH, karena biasanya penerima manfaat memiliki trauma pada proses penangkapan ataupun ketika penerima manfaat mendekam dibalik jeruji.

Beberapa contoh terapi psikososial :

a. Abreaction atau Chatarsis. yaitu terapi berupa lepasnya emosi yang intens yang diikuti dengan terungkapnya suatu emosi yang bersifat traumatic dengan tujuan tercapainya suatu resolusi. Pelaksanaan Terapi ini dengan cara meluapkan emosinya lewat menulis dalam bentuk naratif, dan bisa juga dengan cara face to face dengan memancing emosi negative agar keluar.

b.Terapi Realitas. terapi ini bertujuan untuk membangkitkan komitmen akan realitas dirinya, dan meningkatkan tanggung jawab melalui kesadaran penerima manfaat akan realitas dirinya. Dalam pelaksanaannya sebagai berikuti :

a) Minta anak untuk mengungkapkan keinginan, harapan, atau cita-cita secara spesifik, bergantian dengan peksos. (want) b) Minta anak untuk mengutarakan apa-apa yang telah mereka

c) Minta anak untuk mengutarakan apa-apa yang telah mereka lakukan selama ini yang mendukung ataupun merugikan pencapaian keinginan secara spesifik. (evaluation)

d) Minta anak untuk mengutarakan apa yang mereka lakukan untuk mewujudkan keinginan, harapan atau cita-cita secara spesifik. (planning)

e) Minta anak untuk berjanji pada dirinya dan pada terapis secara spesifik untuk melakukan apa yang mendukung pencapaian keinginan. (commitment)

c.Sharing Feeling, terapi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi emosi penerima manfaat pada hari ini, dengan cara menceritakan kegiatan penerima manfaat hari ini dengan diiringi dengan perasaannya setelah melakukan kegiatan-kegiatan di Rumah Antara, selain itu juga penerima manfaat diminta untuk menceritakan tentang kelebihan dan kekurangan teman-teman di Rumah Antara. Diterapi ini Pekerja sosial juga memberikan bimbingan rohani seperti ceramah agar penerima manfaat lekas bertaubat, tidak merasa terpukul dengan kesalahan yang telah diperbuatnya, dan termotivasi untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

d.Terapi Kognitif, terapi ini bertujuan agar terbentuknya pola pikir penerima manfaat menjadi matang atau lebih dewasa, dalam pelaksanaan terapi dengan cara menonton film-film inspirasi yang dapat memotivasi penerima manfaat untuk berubah menjadi lebih

baik, selain menonton film dengan memberikan stimulus seperti memberikan cerita yang dapat memotivasi penerima manfaat. e. Terapi EFT (Emotional Freedom Technique) yaitu suatu teknik

terapi untuk membersihkan emosi negatif melalui proses penyelarasan energi tubuh dengan penyadaran dan penerimaan emosi. Pelaksanaan dari terapi ini yaitu dengan cara melakukan taping atau ketukan pada bagian titik tubuh seperti di alis, samping mata, dan bagian atas dada dengan diiringi menentukksn

masalah atau emosi negative yang dirasakan. Contohnya “saya

sadar bahwa saya trauma dengan kekerasana yang dilakukan

dipenjara, dan saya terima trauma saya ini”. Sambil mengucap,

tangan menekan titik tubuh dengan mengetuk dua ujung jari kebagian titik tersebut.

2) Terapi Olahraga, terapi olahraga diarahkan pada kegiatan membangun kekuatan fisik ABH, pada terapi olahraga biasanya dilakukan in door

maupun out door. In door bisa berupa tenis meja, karambol maupun catur, sedangkan out door jogging.

3) Terapi Mix Farming, terapi ini merupakan terapi yang sudah dilaksanakan di PSMP Handayani, biasanya digunakan untuk memberikan sanksi kepada penerima manfaat yang melanggar aturan yang berlaku. Terapi ini menggunakan mediasi menanam pohon, mulai dari menyiapkan lahan, menanam, merawat hingga tanaman tersebut berbuah. Dengan memberikan pendampingan untuk menjelaskan proses menanam dengan mengibaratkan dirinya

(manusia), manusia akan tumbuh dan berkembang dengan baik maka perlu perawatan dengan baik dan juga menanamkan rasa tanggung jawab pada ABH. Dalam pelaksanaan mix farming di Rumah Antara dilaksanakan dengan menggunakan lahan sempit (pot) atau pollybag

yang berada di halaman Rumah Antara dengan tanaman hasil panen yang memerlukan waktu pendek seperti cabe, tomat, bunga atau yang dapat di tanam pada media yang mudah perawatannya.

4) Terapi Role Model, terapi ini akan menggunakan contoh dengan menggunakan penerima manfaat ABH yang telah berhasil karena mampu mengikuti proses rehabilitasi dengan baik.

5) Terapi Vokasional, terapi ini diarahkan pada keterampilan yang membutuhkan waktu yang singkat dan mudah untuk dilaksanakan oleh ABH. Selain untuk pengisian waktu luang bagi ABH juga dimaksudkan ABH memiliki keterampilan yang dapat membantu kemandirian ABH apabila kembali pada keluarga, seperti service HP, pembuatan gantungan baju dari sisa kabel listrik ataupun pemisahan karet dengan benangnya. Pada keterampilan vokasional ini selain memerlukan waktu yang singkat juga memiliki nilai ekonomis bila dipasarkan.

Rumah Antara menjadi syarat proses penerimaan penerima manfaat (klien), jadi penerima manfaat yang baru tidak langsung ditempatkan di asrama reguler dengan penerima manfaat yang sudah lebih dulu berada di panti, hal ini dikarenakan untuk mencegahnya penerima manfaat yang baru memberi pengaruh buruk yang kuat terhadap penerima manfaat yang lama seperti

mentransformasikan perilaku buruk yang didapatkannya dari LAPAS, selain itu juga mencegah supaya tidak menularkan penyakit kulit.. Untuk jangka waktu penerima manfaat di Rumah Antara yaitu dari perilakunya, Pekerja Sosial akan memberikan waktu selama 2 minggu untuk berperilaku baik selama di Rumah Antara, jika penerima manfaat dapat berperilaku baik, Pekerja Sosial akan mencoba mengikutinya ke kelas bimbingan sosial, lalu jika dalam 1 minggu uji coba ke kelas bimbingan sosial menunjukkan sikap yang positif, Pekerja Sosial akan mengikutinya ke kelas salah satu keterampilan seperti las, mesin pendingin, dan otomotif. Jika penerima manfaat dapat menunjukkan sikap yang positif, penerima manfaat akan ditempatkan di asrama reguler dan melanjutkan rehabilitasi sosial yang diberikan PSMP Handayani.2

Dokumen terkait