bahwa berkat bahasa anak kolong bisa
berprestasi internasional.
MediaKEUaNgaN
Foto Abdul Aziz
G
adis 6 tahun yang tinggal di tangsi itu tampak biasa saja melihat seorang lelaki membawa seekor macan hasil berburu di hutan sekitar tahun 1978 silam. Sudah bukan hal asing baginya bermain di alam, mandi di sungai atau bergulat ditempat-tempat kumuh hingga mengorek-ngorek tempat sampah.Ialah Rahayu Puspasari, seorang anak tentara yang sering berpindah- pindah dari satu area ke remote area lainnya mengikuti tempat dimana sang ayah ditugaskan. Sebutan anak kolong pun melekat pada diri Puspa – panggilan akrabnya. Meskipun demikian, karakter anak kolong yang cenderung keras, kasar dan urakan justru tidak tergambar dari anak pasangan Soemadji dan Atik ini.
Kedekatan masa kecil wanita kelahiran Pontianak, 43 tahun lalu ini dengan alam membentuk pribadi yang berani dan mudah beradaptasi di lingkungan baru. “Saya punya pengalaman adaptasi yang cepat karena pindah-pindah terus. Kita tidak bisa survive kalau tidak beradaptasi, (karena) tak mudah melakukan penyesuaian,” kata Puspa.
Dibesarkan oleh seorang ayah yang terus memotivasi untuk belajar bahasa asing sejak dini dan Ibu yang selalu meyakinkan dirinya bahwa setiap orang
itu bisa, Puspa memiliki prinsip ‘think big start small’. Puspa yakin, banyak kesempatan berhasil diraih berkat kemampuan bahasa yang ia pelajari sejak kecil sedikit demi sedikit.
Terbukti, saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, Puspa mendapat kesempatan menjadi siswa pertukaran pelajar ke Jepang tahun 1990. Kala itu, Indonesia di mata masyarakat Jepang masih dianggap sebagai dunia ketiga atau negara-negara yang terbelakang dan negara miskin. Karena itulah, Puspa akhirnya memilih giat memperdalam kemampuan berbahasa Jepang dan menulis Kanji.
Tak lama kemudian, Puspa mengikuti speech contest dan menjadi satu-satunya peserta dari Indonesia. Beruntung, Puspa berhasil menjadi First Winnerof Japanese Speech Contest, di Universitas Hiroshima and Televisi RCC, Jepang.
“Ini momen bagus untuk mempromosikan Indonesia. Di kota itu saya tiba-tiba jadi duta, (merasa) terkenal, disorot media, masuk televisi. Selama tiga bulan terakhir, saya memiliki kesempatan promosi budaya Indonesia, bikin pameran. Ketika pulang bawa pengaruh. Beberapa orang di sekolah ambil kuliah jurusan bahasa Indonesia. Image (Indonesia) jadi berubah,” ujarnya.
Sekembalinya ke Indonesia, Puspa
yang sudah hidup mandiri sejak duduk di bangku sekolah menengah tak lantas tinggal diam. Puspa mencoba menawarkan jasa mengajar bahasa Indonesia pada sejumlah pelanggan toko batik yang berkebangsaan Jepang.
Kemudian, setelah lulus SMA, Puspa pun melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mulanya, Puspa diterima di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, namun takdir mengantarkan dirinya ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Bukan tanpa alasan Puspa memilih STAN. Puspa awalnya hanya menjawab tantangan seorang teman yang menganggap miring pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Waktu itu saya bilang, kamu tidak bisa mengubah sesuatu kecuali kamu masuk ke dalamnya,” kata Puspa. Ia yakin bahwa STAN merupakan salah satu sekolah high proile dimana lulusannya akan terjamin bekerja sebagai PNS di Kementerian Keuangan, salah satu institusi yang dinilai terbaik kala itu.
Setelah masuk STAN, Puspa mengaku aktif di berbagai organisasi seperti koperasi mahasiswa, majalah Purnawarman, dan STANIA Nusantara. Dari kemampuan bahasa pula, selain mengajar, Puspa terlibat menjadi interpreter hingga tour guide bila ada tamu-tamu Jepang yang berkunjung ke
Foto Dok. Pribadi Mengajar bahasa Inggris setiap Sabtu. MediaKEUaNgaN 34
Teks Iin Kurniati TTL: Pontianak, 12 Februari 1972 PENDIDIKAN: D3 Keuangan Spesialisasi Akuntansi STAN Jakarta (1994), Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi, STIE Perbanas, Jakarta (1997), Master of Business Administration, Monash University, Victoria, Australia (2001), Doctor of Business Administration, Curtin University, Western Australia (2015) RIWAYAT JABATAN: Kepala Seksi Pengembangan Jabatan Fungsional Perbendaharaan, Ditjen PBN (Maret 2005- Juni 2007) Kepala Sub Direktorat Barang Milik Negara II (2007- 2009), Kepala Sub Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan I, Direktorat KND, DJKN (Januari – Agustus 2014), Tenaga Pengkaji Restrukturisasi, Privatisasi dan Efektiitas Kekayaan Negara Dipisahkan (Agustus 2014 - sekarang) PENUGASAN KHUSUS: Sekretaris Satuan Tugas Penertiban Barang Milik Negara, Kementerian Keuangan (2007- 2009), Ketua Tim Gugus Tugas (Task Force) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (2015), Ketua Tim Gugus Tugas Pendirian Badan Layanan Umum Manajemen Aset di DJKN (2015), Ketua PMO DJKN Program Transformasi Kelembangaan Kementerian Keuangan (2015). Indonesia.
“Money making banget. Di STAN, saya mendapat uang saku sebesar Rp125 ribu per bulan tetapi dari mengajar saya dapat tambahan hingga Rp2,5jt per bulan. Ibarat makanan, belajar itu (seperti) nasi tetapi lauk-pauknya kita dapatkan dari kegiatan-kegiatan lain yang membesarkan seseorang sampai ia siap bekerja. Rugi juga kalau dikampus hanya belajar,” tegasnya.
Pengalaman terbesar
Tahun 1994, Puspa ditempatkan di Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) sebagai unit Eselon I yang merintis penyusunan laporan keuangan dan neraca pemerintah. Pada waktu itu, Puspa menjadi satu-satunya wanita di antara 20 orang yang ditempatkan di BAKUN, Jakarta.
Tak lama berselang, penggemar snorkeling dan fotograi ini meneruskan pendidikan Master Administrasi Bisnis di Universitas Monash, Australia. Ketika kembali ke tanah air, Puspa terlibat pada dua peristiwa besar. Pertama, penyusunan Rancangan Undang-Undang Paket Bidang Keuangan Negara. “Saya sekretariat waktu itu. Meskipun cuma tukang ketik, itu proses pembelajaran yang bagus, jadi kalau sosialisasi selalu terlibat.”
Kedua, terjadinya perubahan tata organisasi di Departemen Keuangan. Puspa dipercaya sebagai Wakil Ketua Project Manajement Ofice (PMO) Reorganisasi Departemen Keuangan. Mulanya, Direktorat Jenderal Anggaran melaksanakan dua fungsi yaitu fungsi anggaran dan perbendaharaan. Melalui reorganisasi, terbentuklah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. “Ini salah satu pengalaman terbesar karena melibatkan 6 Eselon I dan 52 Eselon II di Kemenkeu.”
Kemudian tahun 2007, Puspa diberi amanah untuk mengkaji dan mengembangkan jabatan fungsional pengelola perbendaharaan. Sayangnya, sebelum konsep tersebut terwujud, Puspa diberi kepercayaan lain, yaitu sebagai Kepala Seksi Barang Milik Negara II di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
“Saya ditugaskan menjadi sekretaris tim satuan tugas penertiban Barang Milik Negara (BMN). Itu national project karena kita melakukan inventarisasi dan penilaian aset tetap pemerintah di Pemerintah Pusat dengan jumlah satker lebih dari 22 ribu satker. Tahun 2009, program itu baru selesai 70 persen, diteruskan lagi tahun 2012 sampai mengangkat opini pemerintah dari disclaimer jadi WDP,” ungkap Puspa.
Antara tahun 2009 hingga 2014, Puspa meneruskan pendidikan S3 Administrasi Bisnis di Universitas Curtin, Australia. Setelah memperoleh gelar Doktor, Puspa diberi kepercayaan menjadi Tenaga Pengkaji Restrukturisasi, Privatisasi dan Efektivitas Kekayaan Negara Dipisahkan. Saat ini, Puspa tengah fokus pada pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Manajemen Aset dan PMO
Transformasi Kelembagaan.
“Tantangan terberat dalam membereskan aset ialah melakukan fungsi peningkatan status aset menjadi nonfree and clear. Lalu, mengoptimalkan aset-aset non free and clear tersebut. (Misalnya) Aset-aset yang belum free and clear bisa di jual tapi kalau tidak (bisa dijual), caranya digunakan saja karena itu aset dikuasai negara,” jelasnya.
Setia Learning
Di samping menggeluti rutinitas pekerjaan, ibu dari Enggartyas Setyanto dan Luthia Ilmi ternyata memiliki kegiatan sosial di Menteng Wadas. Program yang diberi nama Setia Learning ini mengajarkan anak-anak yayasan sebuah panti asuhan dan anak-anak yang tinggal di lingkungan sekitarnya untuk belajar bahasa Inggris setiap hari Sabtu. “Dengan sodaqoh waktu, we feel good.”
Tak jarang, setelah belajar, ada sesi cerita dan berbagi pengalaman. “Kita menularkan semangat, memotivasi mereka karena (kadang) lingkungan membuat mereka tidak terpikir punya cita-cita tinggi. Waktu awal tidak ada suaranya. Lalu ketika diajari bahasa Inggris saya bilang syaratnya cuma berani teriak. Lalu satu hingga tiga kali pertemuan mereka sudah jawab sekeras- kerasnya,” katanya.
Puspa bercita-cita ingin membuat kegiatan serupa di tempat lain (cloning) bahkan membuat sekolah. Saat ini dirinya tengah menyiapkan modul pengajaran dan sistemnya sehingga ke depan tinggal mempertemukan lingkungan yang butuh pembelajaran dengan guru-guru yang sudah disiapkan.
Terakhir, komitmen, antusias dan usaha terbaik menjadi tiga kata yang dipegang teguh oleh Puspa hingga kini. “Jika sudah melakukan sesuatu maksimal tetapi hasilnya belum, artinya akan ada something better. Hiduplah seolah-olah kamu mati besok. Waktu kita sangat pendek, kita tidak pernah tau kapan misi kita di dunia ini terselesaikan,” tuturnya.
Ekonomi Terkini