• Tidak ada hasil yang ditemukan

Majalah Desa Medkeu Jan Feb 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Majalah Desa Medkeu Jan Feb 2015"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME X

| NO. 93 / JUNI 2015

(2)

MediaKEUaNgaN

(3)

Daftar Isi

5

Dari Lapangan Banteng

6

Eksposur

10

Lintas Peristiwa

Reportase 25Pembiayaan Pembangunan, Tantangan Negara-Negara Asia-Pasiik 26Kunjungan Kerja Menkeu

di Gorontalo

Wawancara 27Indonesia Hindari Jebakan Kelas Menengah

Potret Kantor 30Menghimpun Data, Menghimpun Penerimaan Negara

Figur

32 Anak Kolong Sampai Ke Negeri Orang

Ekonomi Terkini 32Kerja Ekstra Pada Kuartal Berikutnya

Kolom Ekonom 40 Cukai Plastik dan Bahaya Polusi Putih

Generasi Emas 44Lulus Cumlaude Berkat Sampah

Opini

46Babak Baru Faktur Pajak Elektronik

Regulasi

48Keringanan Pajak Untuk Investor

Inspirasi 50Cinta di Antara Bumi dan Langit

Renungan

52Makhluk Tak Tahu Diri

Film

53 Passion is Nothing

Laporan Utama

13Banyak Jalan Membangun Desa 16 Infograis

18Menata Dana Desa

21Belajar Pada Panggungharjo 23 Dana Desa yang Adil dan Merata

Kuliner 54Menikmati Kuliner Minang di Tempat Asalnya

Selebriti 56Sensasi Imajinasi Laura Basuki

Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya.

13.

Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pelindung: Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Ketua Pengarah: Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin. Pemimpin Umum/Penanggung Jawab:

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Neneng Euis Fatimah. Pemimpin Redaksi:

Herry Siswanto. Redaktur Pelaksana: Dianita Suliastuti. Dewan Redaksi: Supriyatno, Rizwan Pribhakti, Agung Ardhianto, Fery Gunawan. Redaktur Unit Eselon I: Arief Rahman Hakim (DJBC), Wawan Ismawandi (BPPK), Hasan Lufthi (Ditjen PBN), Dendi Amrin (DJP), Sri Moedji Sampurnanto (DJA), Etti Dyah Widyati (Itjen), Fachroedy Junianto (DJPK), Adya Asmara Muda (BKF), Syahruddin (DJPU), Dwinanto (DJKN), Joko Triharyanto (BKF).

Redaktur Foto: Gathot Subroto, Muchamad Ardani, Fr. Edy Santoso, Eko P.W, Tino Adi

Prabowo, Andi Al Hakim, Aminuddin Aif, Muhammad Fath Kathin, Arif Setiyawan, Putu Chandra Anggiantara, Imam Joedono, Faisal Ismail, Aditya Ariianto. Tim Redaksi: Hadi Siswanto, Rezha S. Amran, Titi Susanti, Budi Sulistyo, Ahmady Muhajiri, Rahmat Widiana, Dewi Rusmayanti, Iin Kurniati, Eva Lisbeth, Indri Maria, Dwinanda Ardhi, Bagus Wijaya,

Arindo Briyan Santoso, Wardah Adina, Danik Sulistyowati, Krisna, Cahya Setiawan,

Nurul Fajar Dwi Yuwono, Mohamad Imron, Muparrih, Shera Betania, Purwito, Pandu Putra Wiratama, Gondo Harto, Putra Kusumo Bekti, Victorianus M.I. Bimo Adi, Yeti Wulandari,

Novita Asri Hartati, Pradany Hayyu M., Irma Kesuma Dewi, C.S. Purwowidhu, Amelia Saitri,

(4)

MediaKEUaNgaN

(5)

tweet

Membangun

Indonesia

dari Desa

tweet

Dari Lapangan Banteng

Kementerian Keuangan Republik Indonesia @KemenkeuRI

Jika Anda menjadi Kepala Desa, apa yang akan Anda lakukan dengan #DanaDesa? Bagikan opini Anda dengan tagar #OpiniAnda #DanaDesa

@robbianadania

Perlu pendampingan @KemenkeuRI. Namun demikian, #DanaDesa diprioritaskan u/ biayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ~ PP No. 60/2014

@lindasb88

#DanaDesa #OpiniAnda kumpulin dl problem yg ada, tentuin prioritas, hire profsional, bikin plan, bikin estimasi, br execute

@AchmadfauziID

Support Kegiatan Ukm #DanaDesa 

@laurenciadiana

membenahi Koperasi Unit Desa, membangun Techno Park (pusat pembelajaran dan pelatihan) demi SDM berkualitas #OpiniAnda

@GunungApiPurba

utk peningkatan kapasitas masyarakat sbgai pelaku desa wisata #opinianda #DanaDesa

@baim18

Untuk bikin rehabilitasi mangrove, desaku tergerus abrasi tiap tahun, sekarang kalo rob jalanan susah dilewati

“M

embangun Indonesia

dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.” Itulah bunyi salah satu Nawa cita yang digagas oleh Presiden Jokowi.

Banyak jalan memajukan desa. Salah satunya dengan memberikan dana desa. Dana Desa diberikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan dana desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa serta memperkuat

masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Sesuai Pasal 72 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Dana Desa adalah salah satu dari tujuh sumber pendapatan desa. Tujuan dana desa

ini dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan

pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa. Selain itu, diharapkan perekonomian desa semakin maju, kesenjangan pembangunan antar desa dapat teratasi, dan mampu memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.

Dalam hal memajukan Desa, Kementerian Keuangan memegang empat peranan, yaitu menganggarkan dana desa dalam APBN, mengalokasikan dana desa ke setiap kabupaten atau kota, menyalurkan dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD), dan melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap realisasi penggunaan dana desa.

Lalu bagaimana cara

pengalokasiannya? Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

22 Tahun 2015, sebagai perubahan atas PP Nomor 60 Tahun 2014 dengan memenuhi prinsip pemerataan dan keadilan. Disebutkan bahwa alokasi dana desa dihitung berdasarkan formula: jumlah penduduk(bobot 30 persen), angka kemiskinan (bobot 50 persen), dan luas wilayah (bobot 20 persen).

Selain itu, salah satu aspek yang sangat penting dalam menjaga akuntabilitas penggunaan Dana Desa, adalah “Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa”. Hal ini akan dilakukan melalui mekanisme pelaporan secara berjenjang antar tingkat pemerintahan. Sanksi akan diberikan apabila laporan tidak atau terlambat disampaikan, baik dari desa kepada kepala daerah, maupun dari Kab./Kota kepada Menteri Keuangan. Sanksi tersebut berupa penundaan penyaluran sampai dengan diterimanya laporan tersebut.

Kemenkeu RI @KemenkeuRI

(6)

Eksposur

MediaKEUaNgaN

6 Foto

Bend Abidin Santosa

Pantang

Pulang

Sebelum

(Menang)

Lelang

(7)
(8)

Eksposur

MediaKEUaNgaN

(9)

M

odernisasi membuat hidup serba lebih mudah. Berbekal jemari, semua informasi bisa dicari lewat gawai. Namun, modernisasi sesungguhnya sekaligus melahirkan permaslahan-permasalahan baru. Di sinilah letak kekuatan masyarakat Baduy. Mereka hidup dan berpikir sesederhana mungkin. Kesederhanaan yang menangkal beban persoalan dari dunia luar yang konon lebih modern.

Foto

Andi Al Hakim

Harmoni di

(10)

Lintas Peristiwa

Daerah

27

/

04

Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dan Duta Besar AS untuk Indonesia Robert O. Blake menyaksikan penandatanganan kesepakatan, antara Direktur Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dengan Chancellor University of Illinois at Urbana Champaign Phyllis L. Wise. Acara ini berlangsung di Aula Djuanda Kementerian Keuangan. LPDP terus berupaya memperluas hubungan dengan institusi pendidikan baik di dalam maupun luar negeri. Sebelumnya, LPDP telah bekerjasama dengan banyak universitas terbaik di wilayah Eropa dan Australia, dan sekarang dengan salah satu universitas terbaik dunia yaitu di wilayah Amerika Serikat.

LPDP Perluas Kerjasama

dengan Universitas Asal AS

28

/

04

Teks dan Foto

DJBC

Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dengan mengusung tema “Berdaya Guna dalam Bekerja, Berkarya Nyata untuk Bangsa” di Aula Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta. Menteri Keuangan dalam sambutannya sekaligus membuka Rapimnas, mengapresiasi semangat Ditjen Perbendaharaan untuk terus meluncurkan karya terbaiknya, antara lain Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G2), dan Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual. Hasil dari Rapimnas ini berupa sebuah deklarasi yang berisi kesepakatan bersama, yang dinamai “Deklarasi Hayam Wuruk”.

27

/

04

Teks

JJPB

Foto Anas Nur Huda

Rapimnas DJPB

Teks

Kukuh Perdana

Foto Anas Nur Huda

Petugas Bea dan Cukai Teluk Nibung berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika jenis methampetamine/sabu. Sabu tersebut ditinggalkan oleh seorang penumpang kapal ferry internasional MV. Millenium Ekspress 2 dengan inisial SA dari Perak, Malaysia menuju Tanjung Balai di Terminal Ferry International Pelabuhan Teluk Nibung. Berdasarkan hasil pencitraan mesin X-Ray petugas Bea dan Cukai mencurigai sebuah kardus bewarna coklat yang terdapat nama Said yang berisi serbuk, kardus tersebut akan diangkat oleh seorang karyawan TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) tetapi dicegah oleh petugas Bea dan Cukai. Kemudian terhadap paket benda tersebut dilakukan pencacahan dan diketahui berat total bruto paket benda tersebut adalah 1.023 gram.

Bea dan Cukai Teluk

Nibung Gagalkan

Penyelundupan Sabu

1023 Gram

MediaKEUaNgaN

(11)

Agenda

30

/

04

Kementerian Keuangan memperoleh Penghargaan Keterbukaan kategori Mitra Stategis dari Komisi Informasi Pusat (KIP). Penghargaan ini

diserahkan langsung oleh Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono di Gedung Joeang 45, Jakarta. Penganugerahan penghargaan tersebut diserahkan dalam rangkaian acara peringatan lima tahun pemberlakuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Pencanangan Hari Keterbukaan Informasi Nasional yang diselenggarakan oleh KIP. Selain Kementerian Keuangan, ada sebelas badan publik lain yang memperoleh penghargaan dalam kategori yang sama. Kesebelas badan publik tersebut yaitu

Mahkamah Agung, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Penyiaran Indonesia, Badan Pengawas Pemilu, Ombudsman RI, Arsip Negara Republik Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Aliansi Jurnalis Independen, Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Manajemen Sistem Internasional, dan Kompas.com.

Kemenkeu Terima

Penghargaan Keterbukaan dari

Komisi Informasi Pusat

Teks

Kukuh Perdana

Foto Anas Nur Huda

8-10

/06

8-19

/06

9

/06

16

/06

19-21

/06

Serah terima asset dari Pemerintah Pusat ke Loksumawe – Aceh

Trilateral meeting di Jakarta

Peresmian KPPN Filial Teluk Bintuni

Kepala BKF mewakili Menkeu sebagai keynote speaker pada Euromoney Indonesia Infrastructure Finance Conference di Jakarta

Kick of penerapan ISO terhadap tahap konsultasi pada KPPN Bandung I, KPPN Balikpapan, KPPN Denpasar

Daerah

Lelang Sukarela

KPKNL Padang

30

/

04

Teks dan Foto

DJKN

(12)

Lintas Peristiwa

Daerah

20

/

05

19

/

05

Disaksikan Presiden Jokowi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan penandatanganan nota kesepakatan dengan empat kementerian/lembaga (K/L) dalam negeri di Istana Negara, Jakarta. Penandatanganan nota kesepakatan ini dilakukan dalam rangka pemenuhan target penerimaan pajak tahun 2015 sebesar Rp1.295 triliun. Keempat K/L yang melakukan penandatanganan nota kesepakatan ini adalah Kejaksaan RI, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Kementerian Sosial (Kemensos).

Amankan Target Pajak, Kemenkeu Jalin

Kerja Sama dengan Empat K/L

15

/

05

Teks dan Foto

DJP

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melelang barang gratiikasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada 269 jenis Barang Milik Negara (BMN) yang dilelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta V. Menurut Kepala Subdirektorat Pengelolaan Kekayaan Negara III, barang yang dilelang tersebut terdiri dari berbagai jenis serta merk, antara lain pemutar musik, telepon genggam, lemari es, kalung, bahan pakaian serta voucher belanja.

DJKN Berhasil Melelang

56 Lot Barang Gratiikasi

dari KPK

DJP Uji Cobakan

Mobile Tax Unit di

Ketapang

Teks

Amelia Saitri

Foto Arief, DJP

Teks dan foto

DJKN

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan launching uji coba program Mobile Tax Unit (MTU) di Borneo City Mall, Ketapang, Kalimantan Barat. MTU ini diluncurkan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat/wajib pajak dan untuk lebih memudahkan masyarakat/wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Sebelum meresmikan MTU, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Kalimantan Barat, Eddy Marlan dalam sambutannya menyampaikan bahwa tahun 2015 ini telah resmi dicanangkan oleh Presiden RI sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 pada tanggal 29 April lalu. Pencanangan ini merupakan bagian dari strategi pengamanan target penerimaan 2015 sebesar Rp. 1,295 Triliun.

MediaKEUaNgaN

(13)

Laporan Utama

Jam masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi saat sekitar dua puluh aparat Desa

Panggungharjo berkumpul di halaman samping Ruang Pelayanan Terpadu Pemerintah Desa.

Senin (11/5) itu, mereka bersiap melakukan apel mingguan. Program kerja seminggu ke depan,

evaluasi program seminggu sebelumnya, apa saja informasi baru yang perlu diberitahukan kepada

masyarakat, hingga agenda kerja lurah desa disampaikan kepada seluruh perangkat desa.

B

agaimana aparat Desa Panggungharjo memulai pekerjaan dengan apel pagi itu meruntuhkan bayangan tentang kantor desa yang sepi atau baru siap memberikan pelayanan menjelang siang. Panggungharjo, yang dipimpin oleh Lurah Desa Wahyudi Anggoro Hadi, adalah contoh desa maju yang ada di Indonesia. Pada tahun 2014, desa ini dinobatkan oleh Kementerian Dalam Negeri sebagai pemenang Lomba Desa dan Kelurahan Tingkat Nasional Tahun 2014.

Keunggulan Desa Panggungharjo adalah adanya inovasi-inovasi yang dilakukan pemerintah desa seperti melakukan MoU dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparasi keuangan, bekerjasama dengan Kantor Arsip Kabupaten Bantul dalam penerbitan koran desa, pembentukan Badan Usaha Milik Desa di bidang pengelolaan sampah, hingga menjadikan desa mereka sebagai Kampung Dolanan Anak yang melestarikan permainan-permainan tradisional.

Sayangnya, belum banyak desa maju seperti Panggungharjo di Indonesia. Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gajah Mada, Mudrajad Kuncoro, saat ini masih ada 27.360 dari

Banyak Jalan

Membangun Desa

79.702 desa yang tertinggal di nusantara. Mudrajad, mengutip data dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tahun 2014 juga mengungkapkan bahwa masih ada 183 dari 415 kabupaten dan kota berstatus tertinggal.“Tujuh puluh persen daerah tertinggal ada di Kawasan Timur Indonesia,” kata Mudrajad. Oleh karena itu, dia mendukung inisiatif Presiden Jokowi untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan sebagaimana tercantum dalam Nawacita ketiga.

Ada banyak jalan membangun desa. Jalan itu makin terbuka setelah disahkannya Undang-Undang (UU) UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada awal tahun lalu. Melalui UU ini, setiap desa diberikan keleluasaan untuk mengatur kewenangannya sendiri, baik kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal berskala desa, dan kewenangan yang ditugaskan pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota sesuai ketentuan perundang-undangan.

(14)

Sosialisasi Kebijakan Dana Desa.

Foto

Anas Nur Huda

pendapatan asli desa; alokasi APBN (Dana Desa); bagian dari pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) kabupaten/kota, minimal sebesar 10 persen dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; dan alokasi Dana Desa, yaitu bagian dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota diluar Dana Alokasi Khusus sebesar 10 persen. Di samping itu, desa juga bisa mendapatkan pendanaan dari bantuan keuangan dari APBD provinsi/kabupaten/kota; hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; serta lain-lain pendapatan desa yang sah.

Peraturan penunjang

Sebagai amanat pelaksanaan UU Desa, saat ini telah diterbitkan dua Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 dan PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber Dari APBN yang telah diubah dengan PP Nomor 22 Tahun 2015.

PP Nomor 43 Tahun 2014 mengatur seluruh aspek desa. Mulai dari penataan, kewenangan, pemerintahan, tata cara penyusunan peraturan, keuangan dan kekayaan, pembangunan desa/ perdesaan, BUMDesa, kerjasama antardesa, lembaga kemasyarakatan/adat desa, sampai

dengan pembinaan dan pengawasan. Sementara itu, PP Nomor 22 Tahun 2015 mengatur soal penganggaran Dana Desa, pengalokasian, baik dari pusat ke kabupaten/kota maupun dari kabupaten/kota ke desa, penyaluran, penggunaan, serta monitoring dan evaluasi Dana Desa.

Pada pembukaan Sosialisasi Kebijakan Dana Desa di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Jumat (15/05), Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan bahwa perubahan atas PP Nomor 60 Tahun 2014 perlu dilakukan karena dua hal.”Pertama adalah untuk mempersempit ketimpangan pengalokasi dana desa antara satu desa dengan desa lainnya,” kata dia. Sebelumnya, pengalokasian dalam PP itu adalah baik dari pusat ke kabupaten/kota maupun dari kabupaten/kota ke Desa dihitung berdasarkan formula jumlah penduduk (dengan bobot 30 persen), angka kemiskinan (50 persen), dan luas wilayah (20 persen).

Dalam pelaksanaannya, formula tersebut telah menimbulkan perbedaan atau ketimpangan yang tinggi dalam penerimaan Dana Desa antara satu desa dengan desa lainnya dalam satu kabupaten/kota. “Ini berpotensi mengganggu terpeliharanya stabilitas nasional,” ujar Menkeu. Contohnya adalah ketimpangan pengalokasian Dana Desa di Kabupaten Sidoarjo yang mencapai 1:11 dengan alokasi terendah untuk sebuah desa Rp38 juta dan tertinggi Rp403,6 juta. Di Kabupaten Batang, hal ini pun terjadi. Ketimpangan alokasi antardesa mencapai 1:14, dimana desa terendah mendapat Rp35 juta dan tertinggi Rp472 juta.

Bupati Bone Bolango, Hamim Pou, yang hadir dalam Sosialisasi Kebijakan Dana Desa itu, bersyukur dengan lahirnya PP Nomor 22 Tahun 2015. Ketimpangan itu sempat terjadi juga di wilayah yang dipimpinnya.“Dulu (sebelum revisi PP), kami sangat tertekan karena ada desa yang terima hanya 65 juta rupiah dan dalam waktu yang sama ada desa yang menerima 460 juta rupiah. Menurut saya akan menimbulkan gejolak di antara pemimpin desa atau desa itu,” kata Hamim.

Dalam PP Nomor 22 Tahun 2015, diatur bahwa Dana Desa dibagi secara merata ke seluruh desa (alokasi dasar) sebesar 90 persen dan alokasi yang dibagi berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan tingkat kesulitan geograis (formula based) sebesar 10 persen. Kabupaten Bone Bolango termasuk contoh salah satu daerah yang cepat melengkapi persyaratan penyaluran Dana Desa

MediaKEUaNgaN

(15)

Teks Dwinanda Ardhi

"Alokasi

Dana Desa

sebenarnya

hanya

merupakan

salah satu

bagian dari

kewenangan

yang

diberikan

oleh negara

kepada

desa."

Wahyudi

Tahap I. Pada tanggal 4 Mei 2015, 40 persen dari pagu Dana Desa Kabupaten Bone Bolango Rp42,75 miliar sebesar Rp 17,1 miliar sudah disalurkan.

Masih dalam sosialisasi yang sama, Menkeu juga mengungkapkan bahwa alasan kedua perubahan PP Nomor 60 Tahun 2014 adalah untuk mempercepat penyaluran Dana Desa tahap ketiga dari semula bulan November menjadi bulan Oktober. Dana Desa sendiri akan disalurkan tiga tahap, dimana tahap pertama pada minggu kedua April sebesar 40 persen, sedangkan tahap kedua pada minggu kedua Agustus sebesar 40 persen dan tahap ketiga pada minggu ketiga bulan Oktober sebesar 20 persen.

Tidak akan ditinggalkan

Menkeu mengungkapkan bahwa tantangan kebijakan implementasi Dana Desa adalah kesiapan jajaran desa. Oleh karena itu, Menkeu meminta dukungan para pimpinan di daerah. Pemerintah Pusat secara aktif sepanjang tahun ini akan melakukan sosialisasi di 215 kabupaten/ kota penerima Dana Desa.

Sosialisasi ini dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan dengan melibatkan unsur DPR dan kementerian terkait, yaitu Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Menkeu menjamin bahwa para kepala desa dan jajarannya tidak akan ditinggalkan sendiri dalam penggunaan dan pertanggungjawaban Dana Desa. ”Akan ada sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan,” jelas Menkeu.

Syarat penyaluran dan penggunaan

Total anggaran Dana Desa secara nasional untuk tahun anggaran 2015 adalah sebesar Rp20,7 triliun sebagaimana ditetapkan dalam APBNP 2015. Dengan jumlah tersebut, masing-masing desa sedikitnya akan menerima Dana Desa sebesar Rp254 juta. Jumlah daerah penerima Dana Desa tahun 2015 adalah 434 Kabupaten/Kota.

Untuk bisa mendapatkan alokasi Dana Desa tahap I, syarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah kabupaten/kota adalah sudah disampaikannya peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan dana desa ke setiap desa kepada pemerintah pusat. Sementara itu, syarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah desa adalah sudah disampaikannya Peraturan Desa mengenai APB Desa kepada pemerintah kabupaten/kota.

Selanjutnya, syarat untuk penyaluran tahap II dan III adalah sudah disampaikannya laporan realisasi pengggunaan Dana Desa semester sebelumnya.

Menkeu menegaskan bahwa penggunaan Dana Desa pada dasarnya dapat diarahkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Namun, sesuai ketentuan PP Nomor 22 Tahun 2015, penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, PDT dan transmigrasi.“Untuk kegiatan yang tidak termasuk prioritas, tetap dapat dibiayai dari Dana Desa sepanjang kebutuhan untuk kegiatan prioritas telah terpenuhi, setelah terlebih dahulu mendapatkanpersetujuan bupati/walikota,” ujar Menkeu.

Harapan

Impelementasi Dana Desa melahirkan harapan percepatan pembangunan dan pemberdayaan desa. Sebagai pimpinan daerah, Hamim berharap agar pengalokasian 10 persen Dana Desa yang bersumber dari APBN, yang direncanakan mulai diberikan pada 2017, dapat lebih cepat. Hal ini dimaksudkan untuk mengakselerasi pembangunan desa-desa tertinggal di wilayah Kabupaten Bone Bolango.

Sementara itu, Wahyudi selaku Lurah Desa Panggungharjo berharapagar kewenangan-kewenangan yang ada yang sudah diberikan oleh negara kepada desa bisa betul-betul dimanfaatkan untuk mewujudkan pembaruan di desa. “Alokasi Dana Desa sebenarnya hanya merupakan salah satu bagian dari kewenangan yang diberikan oleh negara kepada desa,” kata dia. Dengan implementasi kewenangan sebagaimana amanat UU Desa, seharusnya terdapat ruang-ruang partisipasi bagi warga masyarakat desa untuk terus terlibat dalam proses pembangunan di desa.

(16)

MediaKEUaNgaN

16

Filosofi

Roadmap*

Alokasinya dan Distribusi

Pengalokasian dana desa diharapkan dapat

meningkatkan pemerataan pembangunan

kesejahteraan desa melalui peningkatan

pelayanan publik di desa, memajukan

perekonomian desa, mengatasi kesenjangan

pembangunan antar desa serta memperkuat

masyarakat desa sebagai subjek dari

pembangunan.

*persentase dihitung dari total transfer ke daerah **total transfer ke daerah tahun 2015 Rp643,8 triliun

Rp 20.766 M

total alokasi dana desa

15,88%

2015

**

3,23

%

2016

6,00

%

2017

7,00

%

Sampai dengan tanggal 15 Mei 2015, telah

disalurkan Dana Desa kepada 186

Kabupaten/Kota yang telah memenuhi persyaratan

dengan jumlah sebesar Rp3,3 triliun atau 15,88 %

dari total Dana Desa.

Hulu ke Hilir

Dana Desa

(17)

Alokasinya Per Pulau/Kepulauan

(dalam miliar rupiah)

Jawa

Sula

w

esi

Kalimantan

Bali, NTB, NTT

Papua

0 100 200 300 400

Sumater

a

Jumlah kabupaten/kota penerima

Dana Desa tahun 2015.

Persyaratan

Syarat penyaluran Dana Desa dari

Kabupaten/Kota ke Desa adalah Desa

telah menetapkan APB Des dan telah

menyampaikan kepada Pemerintah

Kabupaten/Kota.

Selain itu menyampaikan Peraturan

Bupati/Walikota mengenai tata cara

penghitungan dan penetapan rincian Dana

Desa setiap Desa kepada Kementerian

Keuangan c.q. Direktorat Jenderal

Perimbangan Keuangan.

434

(18)

Laporan Utama

Menata

Dana Desa

MediaKEUaNgaN

(19)

Desa harus jadi

kekuatan ekonomi.

Agar warganya

tak hijrah ke kota.

Sepinya desa adalah

modal utama.

Untuk bekerja dan

mengembangkan

diri.

Foto Langgeng Wahyu Penggunaan dana desa diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

S

atu bait bertajuk Desa karya Iwan Fals tersebut berusaha menggambarkan kondisi real masyarakat pedesaan saat ini. Pesatnya pertumbuhan ibu kota hingga daerah penopangnya menambah tinggi tingkat kesenjangan antara kota dan desa.

Akibatnya, fenomena urbanisasi menyeruak. Lantas, kota menjadi sasaran perbaikan

hidup masyarakat. Beruntung bila penduduk pendatang merupakan golongan terampil dan berpendidikan, tetapi bila tidak tepat maka yang terjadi kesejahteraan masyarakat akan jalan ditempat.

***

Palu diketuk, para kepala desa bersorak saat Paripurna DPR mengesahkan Undang Undang Desa. Tak lama berselang, alokasi dana desa siap dikucurkan. Bahkan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2015 besaran alokasi dana desa dinaikkan.

Disinilah peran Kementerian Keuangan dalam menganggarkan, mengalokasikan, menyalurkan serta mengawasi dan mengevaluasi penyaluran alokasi dana desa. Sebagai pemegang otoritas iskal, Kementerian Keuangan bertanggung jawab pada penganggaran dana desa dalam APBN. Tak kurang dari Rp20,7 triliun atau 3,23 persen dari dana transfer daerah siap digelontorkan untuk 74 ribu desa yang tersebar dalam 434 kabupaten/kota.

Kemudian, cara pengalokasiannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2015, sebagai perubahan atas PP Nomor 60 Tahun 2014 dengan memenuhi prinsip pemerataan dan keadilan. Menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Boediarso Teguh Widodo, penerbitan PP tersebut memiliki dua misi utama. “Tujuannya untuk mempercepat pemenuhan dana desa dan mempersempit kesenjangan atau ketimpangan alokasi,” ujar Boediarso.

Setidaknya, kata Boediarso, ada tiga perubahan substansi mendasar dalam PP Nomor 22 tahun 2015. Pertama, dibukanya

kemungkinan penyesuaian pagu dana desa melalui APBNP 2015, sepanjang belum memenuhi 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah. Kedua, dibuatnya road map pemenuhan alokasi dana desa mencapai sebesar 10 persen dari dari dan di luar dana transfer ke daerah.

Pada tahun 2016 anggaran dana desa akan diusulkan naik minimum 6 persen dari transfer ke daerah dan tahun 2017 akan dinaikkan menjadi 10 persen dari transfer ke daerah. Maka diperkirakan, alokasi dana desa rata-rata per desa secara nasional mencapai sekitar Rp1 miliar di tahun 2017.

Ketiga, melakukan penyempurnaan formulasi pengalokasian dana desa melalui penerapan alokasi dasar dan perubahan formula. Alokasi dasar yang ditetapkan sebesar 90 persen dari total pagu anggaran dana desa atau setara dengan Rp18,7 triliun ini akan dibagi rata ke seluruh jumlah desa di Indonesia. Hasilnya, rata-rata setiap desa akan memperoleh dana sebesar Rp252 juta.

Sisanya, sebanyak 10 persen dari pagu anggaran dana desa akan dialokasikan

berdasarkan formula. Formula tersebut dihitung berdasarkan basis jumlah penduduk sebesar 25 persen, luas wilayah sebesar 10 persen, angka kemiskinan sebesar 35 persen dan tingkat kesulitan geograis sebesar 30 persen.

Selanjutnya, alokasi dana tersebut akan disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dalam tiga tahap. Tahap pertama, dana tersalur sebesar 40 persen, paling lambat pada minggu kedua April dengan syarat Pemda Kabupaten/Kota telah menyampaikan Perda APBD dan peraturan bupati/walikota mengenai pembagian dana desa.

(20)

Teks Iin Kurniati

Setelah program pembangunan

desa dilaksanakan, maka

kewajiban Kepala Daerah ialah

mempertanggungjawabkan

penggunaan dana desa.

"Semua

akan kita

cocokkan,

apakah

penggunaan

dana desa

sesuai

prioritasnya.

Kalau sudah

dilakukan

tidak ada

masalah."

Boediarso

Semester I tahun berjalan. Setelah dana desa masuk ke RKUD Kabupaten/Kota, maka paling lambat tujuh hari kerja, Pemda harus segera mentransfer dana tersebut ke Rekening Kas Desa.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, sampai dengan tanggal 15 Mei 2015, pemerintah telah menyalurkan Rp3,3 triliun untuk 186 kabupaten/kota. Dengan kata lain, realisasi penyaluran dana desa sudah mencapai 39,8 persen dari pagu tahap pertama sebesar Rp8,3 triliun atau sebesar 16 persen dari total pagu dana desa.

“Sisanya 248 Kabupaten/Kota belum (tapi) Menteri Keuangan sudah menyampaikan surat edaran kepada seluruh bupati dan walikota. Mengingatkan agar mereka segera menyampaikan peraturan bupati (perbup) dan peraturan walikota (perwali) tentang penetapan alokasi dana desa,” ungkap Boediarso.

Keterlambatan penyampaian perbup/ perwali disebabkan sebagian daerah baru memproses penetapan perbup/perwali setelah peraturan PP No.22/2015 dan Peraturan Menteri Keuangan No.93/2015 baru disahkan pada bulan Mei 2015.

Setelah dana desa tersalurkan, dana desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Penggunaan dana desa sendiri diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Setelah program pembangunan desa dilaksanakan, maka kewajiban Kepala Daerah ialah mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa. Kepala Desa menyusun laporan realisasi penggunaan dana desa kepada Kepala Bupati/Walikota paling lambat pada bulan Juli (laporan semester I) dan bulan Januari tahun

berikutnya (laporan semester II).

Lalu, Kepala Bupati/Walikota menyampaikan laporan konsolidasi realisasi penyaluran dan penggunaan dana desa kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada sejumlah Kementerian teknis. Laporan tersebut paling lambat diterima pada bulan Maret di tahun berikutnya.

Kementerian Keuangan memegang peranan penting dalam pemantauan dan evaluasi penggunaan dana desa. “Jadi yang dipantau peraturan bupati/walikota (sementara) evaluasi dilakukan terhadap perhitungan pembagian besaran dana desa pada setiap desa oleh Kabupaten/Kota. Semua akan kita cocokkan, apakah penggunaan dana desa sesuai prioritasnya. Kalau sudah dilakukan tidak ada masalah,” ujar Boediarso.

Apabila pemerintah kabupaten/kota terbukti melakukan pelanggaran dalam pengelolaan dana desa, maka dapat diberikan sanksi. Kementerian Keuangan berhak memberikan sanksi berupa penundaan penyaluran dan/ atau pemotongan penyaluran dana desa yang dilakukan secara berjenjang antar tingkatan pemerintahan sesuai kewenangannya.

Turun ke desa

Berdasarkan pemantauan lapangan yang dilakukan oleh Mudrajad Kuncoro, Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, banyak aparat desa yang belum benar-benar memahami pengelolaan dana desa.

Mudrajad menyatakan bahwa idealnya pemerintah harus memiliki pendekatan spasial dalam perencanaan, keuangan, dan pembangunan. Oleh karena itu, Mudrajad memandang pentingnya sosialisasi terkait mekanisme pemantauan, evaluasi, alokasi, penyaluran, dan penggunaan dana desa.

“Pemerintah pusat perlu sering turun ke daerah. Tolong lebih banyak turun ke desa untuk menjelaskan dana desa. Manfaatkan kami yang diperguruan tinggi untuk advokasi. Kementerian Keuangan nanti bersinergi dengan PTN dan PTS seluruh Indonesia untuk sosialisasi dana desa,” ungkapnya.

Untuk itu, pada 25-27 Maret 2015 lalu, Kementerian Keuangan telah melakukan workshop mengenai pengelolaan dana desa kepada seluruh perwakilan dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Dalam acara tersebut, Kementerian Keuangan mensosialisasikan template untuk membuat peraturan bupati/peraturan walikota sebagai salah satu persyaratan pencairan alokasi dana desa.

Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah mensosialisasikan cara menghitung alokasi dana desa untuk setiap desa

berdasarkan formula. Ke depan diharapkan, pengalokasian dana desa ini sejalan dengan tekad pemerintah dalam membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa.

MediaKEUaNgaN

(21)

Foto

Dwinanda Ardhi

Laporan Utama

Lurah desa bertukar pikiran dengan penduduk desa.

"Mengembalikan

kepercayaan itu

susahnya minta

ampun sehingga

transparan dan

akuntabel itu

harga mati."

Wahyudi

Belajar Pada

(22)

Teks Irma Kesuma

Sejak April 2015

dana desa mulai

disalurkan secara

bertahap. Beberapa

pihak masih

mengkhawatirkan

kesiapan setiap

desa untuk

mengelola dana

yang dikucurkan

pemerintah pusat

ini. Jika ternyata

ada desa yang

belum siap, bisa

saja dana yang

dimaksudkan untuk

mengembangkan

potensi desa ini

malah berakibat

buruk. Selain

pembangunan

desa tidak

berjalan, perangkat

desa berpotensi

menghadapi

masalah hukum

bila terjadi

penyalahgunaan.

D

alam pembangunan desa, terdapat contoh yang sangat baik dari salah satu desa di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul. Desa ini berhasil mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) dan aspek sektoral desa sehingga mandiri dan maju. Panggungharjo bahkan memenangkan Perlombaan Desa Tingkat Nasional pada 2014, mengalahkan 72.000 desa lain di seluruh Indonesia.

Keunggulan Panggungharjo terletak pada prakarsa yang dilakukan pemerintah desa (Pemdes) mulai dari bidang pendidikan hingga kesehatan, Reformasi birokrasi konsisten dilakukan untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi. Pemdes setempat juga membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengelola sampah sehingga menguntungkan desa. Selain itu Panggungharjo dikenal sebagai kampung dolanan anak melalui pelestarian mainan tradisional.

Saat ditemui di kantornya, Lurah Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi

menceritakan pendapatan sektoral Panggungharjo saat ini sekitar 78 miliar per tahun. Sekitar 75 persen dari pendapatan tersebut ditopang oleh sektor jasa dan perdagangan. Sisanya 25 persen ditopang oleh sektor pertanian. Luas Panggungharjo sekitar 560 hektar dimana sekitar 48 persen merupakan lahan pertanian, sedangkan 52 persen merupakan pemukiman termasuk infrastruktur jalan. “Kalau dari sisi keluasan, potensi pertanian sebenarnya harusnya dapat ditingkatkan,” katanya.

Dijelaskan Wahyudi lebih lanjut, jumlah penduduk Panggungharjo sampai tahun 2014 28.000 jiwa. Meski begitu sebenarnya yang berdomisili di Panggungharjo lebih dari 40.000 jiwa karena di desa ini terdapat tiga perguruan tinggi dan satu pondok pesantren besar. Jumlah mahasiswa dan santrinya kira-kira 15.000 jiwa dan 95 persen bukan berasal dari Panggungharjo. “Jadi secara keseluruhan kita mempunyai potensi sumber daya manusia yang luar biasa banyak”, tutur Wahyudi.

Panggungharjo tercatat sebagai desa dengan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) terbesar di Bantul atau sekitar Rp 2 miliar setahun. Arah gerak pembangunan Panggungharjo dipandu oleh satu visi kemandirian. Wahyudi berpandangan upaya memandirikan desa dengan partisipasi warga hanya bisa dilakukan ketika tata kelola pemerintahan desa bersih. Pemdes Panggungharjo menolak segala bentuk gratiikasi dari semua penanam modal di desa ini. Segala donasi yg diterima hanya digunakan untuk membiayai

sejumlah program sosial bagi warga miskin. “Mengembalikan kepercayaan itu susahnya minta ampun sehingga transparan dan akuntabel itu harga mati”, tegas Wahyudi.

Untuk mendapatkan dana desa, setiap desa harus menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa. Namun jauh sebelum diminta RPJMDes dan RKP Panggungharjo yang merupakan terjemahan visi misi lurah desa sudah siap. Panggungharjo bahkan menjadi satu-satunya desa yang menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran desa. “Bersama BPKP kami mengkaji RPJMDes agar dapat dijabarkan sampai capaian kerja yang kongkrit dan dengan indikator yang terukur”, ujarnya.

Rencananya dana desa yang diterima Panggungharjo sebesar Rp 300 Juta akan digunakan sesuai RPJMDes. Pemdes berencana memprioritaskan capacity building dan tata kelola pemerintahan yang selama ini kerap diabaikan karena dianggap sulit diukur. “Infrastruktur di Panggungharjo sudah tidak masalah. Akses kemanapun dekat dan saluran air lancar. Bagi penduduk yang penting adalah bagaimana agar tata kelola pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi mereka lebih baik”, kata Wahyudi mantap.

Ditanya mengenai kesiapan aparatur desa untuk mengelola dana secara transparan, Wahyudi menuturkan bahwa Pemdes selalu membuka Rencana Kegiatan dan Anggaran. Masyarakat punya akses penuh atas informasi tersebut secara rinci. Mulai dari besaran pendapatan desa, sumber pendapatannya, fasilitas dari pemerintah pusat dan daerah hingga gaji lurah desa. “Kita juga baru mengembangkan SMS gateway untuk komunikasi baru. Kebetulan 60 persen penduduk terbiasa main gadget.” katanya

Di sisi lain, Wahyudi berharap agar wacana terkait pembagunan desa bukan hanya mengenai anggaran . Baginya banyak yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kedaulatan warga desa. Jangan sampai persoalan anggaran mendistorsi ‘ruh’ dari Undang-Undang Desa yang sebenarnya. “Kadang-kadang malu juga ketika para kepala desa ramai-ramai menuntut anggaran yang lebih besar. Intinya kan bagaimana kita mengembalikan energi sosial di desa untuk tumbuh kembang secara mandiri”, tutup Wahyudi.

MediaKEUaNgaN

(23)

Laporan Utama

Desa yang maju, apik, dan berkembang pesat kini bukan

lagi impian. Dana desa pun disalurkan demi mempercepat

terwujudnya desa yang mandiri dan sejahtera.

P

residen Joko Widodo optimis dengan menjadikan desa-desa di seluruh Indonesia sebagai pusat perekonomian yang mensejahterakan. Kini saatnya desa mampu menjadi tonggak perekonomian negara. Simak perbincangan Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mulai dari peran Kementerian Keuangan dalam penyaluran dana desa hingga koordinasi dengan kementerian lainnya.

Sebenarnya apa ilosoi atau pengertian dari dana desa itu sendiri? Apa tujuan mendasar adanya dana desa?

Sesuai Pasal 72 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Dana Desa adalah salah satu dari tujuh sumber pendapatan desa. Karena itu, Dana Desa yang bersumber dari APBN ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan kewenangan desa. Kewenangan ini bisa berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal yang berskala desa, maupun kewenangan yang ditugaskan baik oleh pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota.

Tujuan dana desa ini dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa. Selain itu, diharapkan perekonomian desa semakin maju, kesenjangan pembangunan antardesa dapat teratasi, dan mampu memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.

Apa saja peran Kementerian Keuangan dalam penyaluran dana desa? Bagaimana koordinasi dengan kementerian lain?

Kementerian Keuangan memegang empat peranan, yaitu menganggarkan dana desa dalam APBN, mengalokasikan dana desa ke

Dana Desa

yang Adil

dan Merata

Foto

(24)

Dalam

pengalokasian

anggaran,

tantangan

terberatnya

yaitu

ketersediaan

data, meliputi

jumlah

penduduk,

angka

kemiskinan,

luas wilayah,

serta tingkat

kesulitan

geograis.

Data tersebut

belum

tersedia

secara

lengkap dan

akurat.

Teks Pradany Hayyu

setiap kabupaten atau kota, menyalurkan dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD), dan melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap realisasi penggunaan dana desa. Alokasi dana desa yang bersumber dari APBN berasal dari belanja pusat dengan mengefektifkan program-program berbasis desa secara merata dan berkeadilan.

Setelah dana desa masuk ke RKUD, kabupaten atau kota harus segera mentransfer ke rekening kas desa dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja. Pengelolaan keuangan di desa ini berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Peraturan tersebut mengatur tentang asas pengelolaan keuangan desa, kekuasaan pengelolaan keuangan desa, anggaran, pendapatan, dan belanja desa, serta semua aspek pengelolaan keuangan desa. Aspek tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban keuangan desa.

Sedangkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi berperan pada tataran pelaksanaan dana desa, seperti menentukan kegiatan prioritas yang dapat dibiayai dari dana desa maupun kegiatan pendampingan dalam rangka pelaksanaan dana desa. Mengenai penggunaan dana desa, hal itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No. 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Pengguanaan Dana Desa Tahun 2015.

Saat ini seluruh dana desa masih belum dapat tersalurkan, apa kendala yang tengah dihadapi?

Salah satu persyaratan penyaluran dana desa yaitu apabila kabupaten atau kota telah menyampaikan Peraturan Bupati atau Walikota (Perbup atau Perwali) mengenai pembagian dana desa ke setiap desa. Sampai dengan 15 Mei 2015, baru 186 kabupaten atau kota yang menyampaikan Perbup atau Perwali dari total 434 kabupaten atau kota penerima dana desa (sekitar 43 persen). Keterlambatan penyampaian Perbup atau Perwali antara lain disebabkan sebagian daerah baru memproses penetapan Perbup atau Perwali setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2015 pada awal Mei 2015 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.07/2015 tentang Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, dan Monitoring dan Evaluasi Dana Desa yang Bersumber dari APBN pada minggu kedua bulan Mei 2015.

Adakah upaya yang dilakukan untuk mempercepat penetapan Perbup atau Perwali demi kelancaran penyaluran dana desa?

DJPK telah melaksanakan beberapa upaya, antara lain mengadakan workshop penghitungan dana desa dengan menggandeng Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Sebelum revisi PP No 60 Tahun 2014 ditetapkan, telah diselenggarakan workshop mengenai penghitungan dana desa. Dalam workshop tersebut, diberikan cara menghitung dana desa ke masing-masing desa, lengkap beserta data pendukungnya. Selain itu juga diberikan template Perbup atau Perwali, dengan harapan begitu peserta pulang ke tempat masing-masing, sudah segera bisa menyusun Perbup atau Perwalinya, sambil menunggu revisi PP No. 60 tahun 2014.

Pada 15 Mei 2015 lalu, Kementerian Keuangan sudah mengirimkan Surat Edaran Menteri Keuangan kepada para bupati dan walikota agar melakukan percepatan penyusunan dan penyampaian Perbup atau Perwali kepada Kementerian Keuangan. Pada saat yang sama, Menteri Keuangan juga telah menyurati Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, agar serentak mengingatkan dan mendesak para bupati atau walikota untuk segera menyampaikan Perbup atau Perwali-nya kepada Menteri Keuangan.

Apa saja tantangan yang dihadapi Kementerian Keuangan dalam proses penyaluran dana desa?

Dalam pengalokasian anggaran, tantangan terberatnya yaitu ketersediaan data, meliputi jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta tingkat kesulitan geograis. Data tersebut belum tersedia secara lengkap dan akurat. Untuk itu, DJPK berkoordinasi dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemisikinan , Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pusat Statistik untuk pengembangan database. Di samping itu, tantangan tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mempercepat penyampaian Perbup atau Perwali tentang penetapan alokasi dana desa sebagai syarat penyaluran dana desa tahap I.

MediaKEUaNgaN

(25)

Reportase

Teks Amelia Saitri

Pembiayaan Pembangunan,

Tantangan Negara-Negara Asia-Pasiik

K

ementerian Keuangan bersama Economic and Social Commissions for Asia and the Paciic (UNESCAP) menyelenggarakan Asia-Paciic High-Level Consultation on Financing for Development di aula Djuanda I Kemenkeu, Jakarta, Rabu (29/4).

Forum yang dihadiri sekitar 200 perwakilan negara Asia-Pasiik ini memberi kesempatan bagi anggota UNESCAP dan para stakeholders lainnya untuk mengevaluasi peran sumber-sumber pembiayaan tradisional. Selain itu, dalam forum ini peserta juga dapat melakukan eksplorasi instrumen inovatif, dan berbagi tools untuk membiayai investasi di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan dari pembangunan berkelanjutan.

Dalam pidatonya, Menteri Keuangan mengungkapkan bahwa tahun lalu Kemenkeu sudah bekerja sama dengan UNESCAP dalam pembahasan Asia-Paciic Outreach Meeting on Sustainable Development Financing. “Pemerintah Indonesia

Foto

Anas Nur Huda Asia-Paciic High-Level Consultation on Financing for Development di Jakarta.

merasa bangga bisa menjadi co-host dari acara ini bersama UNESCAP,” ungkapnya.

Tahun 2015 ini, penyelenggaran High-Level Consultation on Financing for Development merupakan salah satu upaya dalam menyusun Jakarta Consensus, sebuah dokumen hasil konsultasi regional. Dokumen tersebut dipenuhi muatan diskusi dan rekomendasi mobilisasi serta penggunaan efektif sumber daya keuangan di Asia dan Pasiik.

Dokumen ini nantinya akan menjadi masukan negara-negara Asia-Pasiik pada persiapan dan keputusan Third International Conference on Financing for Development yang akan diselenggarakan di Addis Ababa (Juli 2015) dan Summit (September 2015). Isinya terkait dengan adopsi agenda pembangunan pasca 2015. “Acara hari ini ditujukan untuk melihat lebih jauh perspektif secara kewilayahan, dalam hal pembiayaan untuk pembangunan,” tambahnya.

Menurut Menkeu, acara ini relevan

dengan keadaan terkini. Selain karena pas dengan agenda pengembangan pasca-2015 yang transformatif, isu mengenai pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan adalah salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh negara-negara di Asia-Pasiik. “Topik ini juga dekat dengan prioritas pemerintah kita yang tertuang dalam 5 pilar pembangunan yang berkesinambungan,” kata Menkeu.

(26)

Reportase

Kunjungan Kerja Menkeu

di Gorontalo

Teks Novita Asri

M

enteri Keuangan (Menkeu) Bambang P.S. Brodjonegoro melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Gorontalo pada 14-15 Mei 2015. Ini merupakan kunjungan kerja pertama Menkeu sejak Provinsi Gorontalo dibentuk empat belas tahun silam. Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat yang juga Mantan Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad turut hadir bersama Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Emma Sri Martini.

Setibanya di Gorontalo, Menkeu langsung melakukan audiensi dengan jajaran pimpinan dan pegawai kantor vertikal Kementerian Keuangan

(Kemenkeu) di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Gorontalo. Setelah beraudiensi, Menkeu lalu meninjau Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. H. Aloei Saboe.

Dalam kesempatan tersebut, Walikota Gorontalo Marten Taha mengungkapkan, meskipun sudah

menjadi RSUD rujukan regional, tetapi sarana dan prasarana alat kesehatan dan jumlah sumber daya manusia di RSUD ini masih terbatas. Pada tahun 2016 mendatang, RSUD berencana meningkatkan fasilitas, antara lain dengan membangun gedung cardiac center dan penambahan tempat tidur kelas III. Oleh karena itu, pihaknya berharap dapat memperoleh dukungan dana dari pemerintah dan pinjaman dari PT SMI.

Menanggapi hal tersebut, Menkeu mengungkapkan bahwa saat ini, pemerintah tengah mendorong PT SMI untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur sosial. Oleh karena itu, ia berharap Walikota Gorontalo dapat segera mengajukan usulan pinjaman kepada PT SMI. “Ada bagian dari DAK (Dana Alokasi Khusus) yang lebih bisa dimanfaatkan untuk dana infrastruktur. Jika belum cukup, PT SMI sangat terbuka melihat kelayakan proyek infrastruktur sosial.

(Pemerintah) daerah tidak perlu khawatir,” ungkap Menkeu.

Selain rumah sakit, Walikota juga mengharapkan dukungan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur lain, seperti jembatan, sarana olahraga, pariwisata, pendidikan, sarana prasarana perikanan tangkap, sarana perekonomian pasar, dan pengembangan sarana air minum.

Selanjutnya, Menkeu mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Uap Molotabu di Kabupaten Bone Bolangu, yang dikelola PT Tenaga Listrik Gorontalo (TLG)-CFPP Molotabu 2x10,5 MW. PT TLG merupakan salah satu contoh perusahaan yang memperoleh dukungan pendanaan dari PT SMI sebesar US$28 juta.

Menurut Direktur Utama PT SMI, PT TLG beroperasi di wilayah seluas enam hektar dan menjadi satu-satunya coal

ire power plant di Gorontalo. Saat ini, PT TLG mampu menyuplai hingga 30 persen dari kebutuhan listrik di Gorontalo. PT TLG masih memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat sampai saat ini, Gorontalo masih mengalami deisit listrik mencapai 25 MW.

Foto

Bagus Wijaya Kunjungan kerja Menkeu di PLTU Molotabu.

MediaKEUaNgaN

(27)

Wawancara

Indonesia

Hindari Jebakan

Kelas Menengah

L

ima tahun terakhir, Indonesia sudah masuk dalam

golongan Negara middle income (pendapatan menengah). Meski begitu ancaman stagnansi pertumbuhan ekonomi masih

membayangi. Bagaimana agar Indonesia tidak terjebak dalam kelas menengah (middle income trap) dan bisa beranjak menjadi negara maju? Berikut petikan

wawancara Media Keuangan dengan Sunarsip, Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence.

Apa penyebab middle income trap?

Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik dibanding Negara-negara lain atau sekitar 5 persen. Dari pertumbuhan ini terdapat peningkatan jumlah penduduk dengan pendapatan

Foto

Iin Kuniati Chief Economist

(28)

menengah (middle income). Namun peningkatan penduduk berpenghasilan menengah atas lebih tinggi dibanding pertumbuhan penduduk berpenghasilan rendah ke penghasilan menengah bawah. Jika pertumbuhan kelas menengah atas menggunakan deret ukur, maka pertumbuhan kelas menengah bawah menggunakan deret hitung. Golongan kedua ini termasuk menengah, tetapi sesungguhnya masih pas-pasan. Gap inilah yang dapat dikatakan terjebak dalam kondisi pendapatan menengah.

Masyarakat berpendapatan rendah yang bergeser ke menengah tentu mengalami perubahan kebutuhan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Misalnya penduduk yang semula tidak mempunyai telepon saat ini merasa membutuhkan smart phone. Contoh lain, penduduk yang biasanya makan di warung mulai bergeser ke rumah makan yang lebih nyaman.

Sayangnya peningkatan pendapatan ini tidak dibarengi dengan peningkatan supply sehingga dapat menjadi persoalan sosial. Diversiikasi industri kita juga terbatas. Seperti kita lihat saat ini sebagian bahan sandang dan juga pangan masih diimpor. Akibatnya neraca perdagangan kita selama dua tahun ini mengalami deisit. Selama bertahun-tahun kita terlambat membangun supply yang dibutuhkan oleh kelas menengah.

Adakah contoh Negara yang berhasil keluar dari kondisi ini?

Struktur ekonomi pada setiap Negara berbeda. Pada tingkat global yang banyak membahas mengenai middle income trap biasanya Negara-negara dengan kondisi mirip dengan Indonesia seperti Thailand dan Malaysia. Sedangkan Negara yang lebih maju seperti Amerika dan Negara Eropa tidak terlalu banyak membahas masalah ini karena mereka lebih concern pada kepentingan mereka sendiri seperti perdagangan bebas. Tahun 2012 lalu Indonesia sempat menjadi tuan rumah penyelenggaraan Seminar Internasional “Avoiding the Middle Income Trap” di Nusa Dua, Bali. Peserta dari seminar ini adalah Negara emerging market. Beberapa Negara sudah menyadari isu ini sejak lama sehingga perencanaannya juga lebih baik. Contohnya Cina yang menyadari bahwa dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang sangat besar mereka membutuhkan energi yang juga sangat besar, sementara mereka tidak punya sumber energi. Hampir seluruh kebutuhan minyak Cina diimpor. Untuk memenuhi kebutuhan energinya Cina pun melakukan ekspansi

global. Diplomasi energi terus dilakukan untuk

mengamankan lebih banyak pemasok di luar negeri. Itu sebabnya kita banyak melihat kontrak energy dengan Cina seperti PetroChina.

Sejauh mana pengaruh kondisi demograi?

Tidak mudah memang melakukan lompatan dari kelompok kelas menengah ke berpenghasilan tinggi. Namun sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang besar. Alam Indonesia sangat kaya. Indonesia juga memiliki sekitar 250 juta penduduk. Secara demograi struktur penduduk Indonesia didominasi oleh usia produktif. Hal ini pula yang menyebabkan Indonesia relatif lebih cepat pulih dari krisis.

Sebagai perbandingan kita bisa melihat Jepang dan Negara-negara Eropa. Disana struktur penduduknya didominasi oleh usia lanjut.

Fenomena ini menyebabkan terjadinya kelangkaan Sumber Daya Manusia (SDM) produktif yang dapat menopang perekonomian. Terlebih lagi SDM merupakan hal penting dalam kegiatan produksi, Penduduk usia tua juga menambah tingkat ketergantungan ekonomi.

Sejak terjadi krisis global tahun 1998 mulai dari Jepang hingga Amerika kondisinya masih sulit pulih hingga saat ini. Bandingkan dengan Indonesia yang dalam beberapa tahun saja bisa pulih dan bertumbuh dengan cepat karena besarnya kelompok produktif yang menjadi engine of growth. Kinerja ekonomi makro kita dapat dikatakan cukup baik.

Bonus demograi ini diperkirakan akan bisa dinikmati oleh Indonesia mulai tahun 2015 hingga 2035. Tentu akan membawa dampak sosial ekonomi. Salah satunya menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung

(29)

Teks Irma Kesuma Dewi

penduduk non-produktif (usia tua dan anak-anak) menjadi lebih rendah. Pemanfaatan SDM yang produktif ini secara keseluruhan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga menguntungkan pembangunan.

Kondisi demograi Indonesia ini sebenarnya merupakan buah dari program Keluarga Berencana (KB) yang dilakukan secara luas dan sangat serius sejak tahun 1970an. Pemerintah ketika itu cukup berhasil menurunkan tingkat fertilitas, sehingga tingkat pertumbuhan perkapita untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia.

Di sisi lain penduduk usia produktif juga rawan memicu ledakan penduduk. Oleh karena itu program Keluarga Berencana harus tetap dilakukan secara merata. Dengan pertumbuhan penduduk yang terkendali, maka produktivitas dapat dipertahankan bahkan meningkat karena penduduk tidak terbebani tanggung jawab terhadap anak yang terlalu besar.

Kebijakan apa yang perlu diambil?

Indonesia bisa saja keluar dari negara berpendapatan menengah. Syaratnya, selain peningkatan kualitas SDM juga pembangungan infrastruktur secara habis-habisan. Semua stakeholder pemerintah pusat dan daerah wajib terlibat.

Saya mengapresiasi langkah pemerintah yang berani mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan melakukan realokasi anggaran bagi pembangunan infrastruktur. Kita tahu jenis dan kuantitas subsidi yang dialokasikan pemerintah tak bisa dibilang kecil. Permasalahan kian

kompleks ketika alokasi subsidi BBM membengkak setiap tahun.Saat ini premium sudah tidak disubsidi dan solar hanya diberikan subsidi tetap sebesar Rp 1000/liter.

Sebenarnya pencabutan subsidi ini sudah harus dilakukan sejak pemerintahan sebelumnya. Infrastruktur sudah lama menjadi persoalan karena masalah pendanaan yang terbatas. Namun pemerintah ketika itu masih khawatir akan adanya gejolak sosial. Padahal kita lihat saat ini gejolak yang timbul hanya sementara.

Masyarakat kita termasuk bisa segera beradaptasi dengan kebijakan yang baru. Apalagi dengan semakin mudahnya akses informasi dan edukasi sebenarnya masyarakat menyadari siapa yang selama ini menikmati subsidi BBM. Subsidi idealnya hanya diberikan kepada kelompok sasaran yaitu masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin.

Pembangunan infrastruktur khususnya transportasi, energi dan dan konektivitas antar pulau sudah mendapat perhatian sejak pemerintahan sebelumnya. Dengan memiliki infrastruktur yang baik otomatis ekonomi akan lebih cepat tumbuh. Kita bisa lihat contohnya di Thailand yang bahkan hingga ke desa-desa memiliki jalan raya yang terintegrasi. Arus supply barang terutama bahan pangan dan pertanian semakin mudah.

Program tol laut yang dicanangkan saat ini juga sangat baik. Visi menciptakan konektivitas antar pulau di seluruh Indonesia ini akan cepat terwujud. Kalau sudah terhubung, biaya logistik yang selama ini mahal jadi bisa ditekan. Saya juga berharap pemerintah melihat lagi kebijakan iskal dan moneter untuk setiap sektor. Masing-masing industri memiliki kekhususan karakter masing-masing sehingga pengenaan pajak, pemberian insentif, serta skema pembiayaan/kredit tidak bisa sama.

Tantangan apa yang perlu segera diatasi?

Salah satunya adalah situasi politik. Faktor suhu politik pasti berdampak pada perekonomian, terutama pada iklim investasi dan kebijakan ekonomi. Disinilah Pemerintah perlu konsisten menerapkan kebijakan yang akan berdampak positif dalam jangka panjang. Riak-riak politik di luar kebijakan tersebut tidak perlu terlalu ditanggapi.

Sistem ekonomi dan politik memang selalu beriteraksi satu sama lain. Dalam hal ini kita bisa mencontoh Amerika Serikat (AS) saat mengalami great depression. Presiden AS saat itu, Franklin Delano Roosevelt berhasil memulihkan keterpurukan ekonomi melalui kebijakan New Deal I dan New Deal II. Terdapat konsistensi untuk mereformasi regulasi.

(30)

Potret Kantor

Menghimpun Data,

Menghimpun Penerimaan Negara

Kantor Pengolahan Data Eksternal DJP

Kantor Pengolahan Data Eksternal (KPDE) hadir untuk memudahkan kinerja para penghimpun pajak negara.

Tentunya demi mencapai target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.489,3 triliun pada tahun 2015.

Ruang Kantor Pengolahan Data Eksternal.

Kepala KPDE Gatot Sulandoko.

Foto

Dok. KPDE, Aditya Ariiyanto

M

edia Keuangan berkesempatan berbincang dengan Kepala KPDE GatotSulandoko dan Kepala Seksi Pengelolaan Data dan Dukungan Operasional Primadona Harahap. Kantor yang berlokasi di Gedung B Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak tersebut tampak rapi dan tertata apik meski dipenuhi oleh tumpukan berkas. “Kami butuh ruangan yang lebih besar,” kata Dona sembari tersenyum, sapaan akrab Primadona Harahap.

KPDE memang tergolong unit baru. Unit setingkat eselon tiga ini dibentuk karena adanya tuntutan Undang-Undang Pasal 35 A dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). “Peraturan tersebut mewajibkan kepada seluruh instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP,” lanjutnya.

Sebelum KPDE dibentuk, tidak ada unit di DJP yang khusus menangani pengolahan data dari pihak ketiga. Data tersebut tersebar di

MediaKEUaNgaN

(31)

Teks Pradany Hayyu

beberapa direktorat. Pada akhirnya, Direktur Jenderal Pajak saat itu, Fuad Rahmany, mendesak untuk membentuk KPDE berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data Eksternal yang ditetapkan pada 18 Agustus 2011. Kepala KPDE bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Pajak dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.

Peranan penting data eksternal

Kebutuhan akan data pihak ketiga (data eksternal) ini memang tidak main-main. Hal ini selaras dengan DJP yang menerapkan self assesment, yaitu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi tanggung jawab untuk menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang harus dibayar. Dengan begitu, tugas DJP hanyalah mengawasi apakah pelaporan tersebut sudah lengkap dan benar. Demi pengawasan yang eisien, tentunya dibutuhkan data pembanding, dalam hal ini data pihak ketiga.

Dona mencontohkan, “Misalnya saya mau melapor SPT, saya punya mobil mewah dan saham di beberapa perusahaan. Kalaupun saya tidak melaporkan aset tersebut, DJP tidak akan tahu. Makanya butuh data pembanding dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) untuk data kepemilikan saham dan kantor Samsat untuk data kepemilikan mobil,” jelasnya.

Secara umum, KPDE memiliki beberapa tugas pokok, salah satunya menghimpun data, baik secara aktif maupun pasif. “Maksud menghimpun data aktif yaitu kami mengambil sendiri datanya kepada ILAP, bisa jadi karena berkasnya terlalu banyak, jadi tidak bisa dikirim lewat pos karena sifatnya rahasia,” jelas wanita yang menjabat sebagai Kepala Seksi Pengoloaan Data dan Dukungan Operasional dari pertengahan tahun 2012 ini. Sedangkan data pasif yaitu para ILAP sendiri yang menyerahkan data ke KPDE, baik berupa hard copy atau melalui email.

Setelah data masuk, unit yang saat ini terdiri dari 41 orang pegawai ini juga

melakukan pengecekan dan normalisasi. Tahapan ini sangat diperlukan karena tidak semua ILAP memberikan data sesuai dengan ketentuan yang telah diatur pada Peraturan Menteri Keuangan. “Masih saja ada ILAP yang memberikan data dalam bentuk hard copy, padahal dimintanya data elektronik,” lanjutnya.

Proses selanjutnya, data perlu dilakukan pengecekan ulang atau biasa disebut cleansing. Misalnya data nomor induk kepegawaian (NIK). Setelah ditelusuri, ternyata KPDE menemukan beberapa orang yang memiliki NIK lebih dari satu. Hal ini tentu melanggar aturan. Maka data tersebut perlu dilakukan konirmasi ulang sebelum masuk ke dalam database. Setelah itu, akan dilakukan tahapan identiikasi matching yang merupakan core business KPDE. “Tugas kami harus mencarikan nomor pokok wajib pajaknya (NPWP). Ada lho orang yang punya (mobil) Lamborghini tapi nggak punya NPWP,” tuturnya.

Tantangan dan Harapan

Gatot Sulandoko yang menjadi Kepala KPDE sejak awal dibentuk pada akhir tahun 2011 ini mengungkapkan suka duka yang dialami selama hampir empat tahun KPDE berdiri. Gatot, sapaan akrabnya menjelaskan, KPDE yang setara dengan unit eselon 3 ini perlu banyak berbenah dari segi eselonisasi. “Kami sering melakukan koordinasi ke ILAP lain, seringkali yang menemui kami adalah direktur jenderal atau menteri, kan nggak enak,” katanya sembari tertawa. “Level KPDE minimal setingkat eselon dua,” lanjutnya. Hal ini yang nantinya perlu pembahasan lebih lanjut demi eisiensi kinerja KPDE ke depan.

Seluruh pegawai KPDE benar-benar

gigih menghimpun data eksternal. Tak semua ILAP dengan senang hati bersedia memberikan data mereka. Sebagian justru menolak dengan alasan karena data tersebut rahasia dan telah diatur oleh Undang-Undang mereka sendiri. UU Pasal 35 A mengenai KUP sudah jelas bahwa seluruh ILAP wajib memberikan data terkait perpajakan kepada KPDE. “Kementerian Hukum dan HAM sudah menegaskan bahwa ILAP harus memberikan datanya kepada DJP. Saat ini sudah kita naikkan ke tingkat Mahkaman Agung (MA), meskipun sampai sekarang belum keluar. MA kan lebih tinggi dan lebih mengikat,” jelas pria yang sebelumnya bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gambir Dua, Jakarta.

Ke depan, Gatot berharap akan ada revisi UU KUP sehingga dunia perbankan bisa memberikan data nasabah kepada DJP. “Kantor pajak di negara-negara lain sudah punya kewenangan untuk mengakses data nasabah bank, karena data tersebut memang memiliki andil yang besar sebagai data pembanding, hanya Indonesia yang belum menerapkan hal itu,” kata Gatot. Dukungan penuh dari Presiden kepada DJP sangatlah dibutuhkan. Sebelumnya Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 mengenai penguatan pertukaran data perpajakan. “Kami harap Presiden mengumpulkan semua kementerian/ lembaga untuk menghimbau agar memberikan datanya kepada DJP,” harapnya.

(32)

Figur

Figur

Anak

Kolong

Sampai

Ke Negeri

Orang

Rahayu Puspasari

Anak kolong identik dengan karakter

keras dan urakan. Puspa membuktikan

bahwa berkat bahasa anak kolong bisa

berprestasi internasional.

MediaKEUaNgaN

(33)
(34)

G

adis 6 tahun yang tinggal di tangsi itu tampak biasa saja melihat seorang lelaki membawa seekor macan hasil berburu di hutan sekitar tahun 1978 silam. Sudah bukan hal asing baginya bermain di alam, mandi di sungai atau bergulat ditempat-tempat kumuh hingga mengorek-ngorek tempat sampah.

Ialah Rahayu Puspasari, seorang anak tentara yang sering berpindah-pindah dari satu area ke remote area lainnya mengikuti tempat dimana sang ayah ditugaskan. Sebutan anak kolong pun melekat pada diri Puspa – panggilan akrabnya. Meskipun demikian, karakter anak kolong yang cenderung keras, kasar dan urakan justru tidak tergambar dari anak pasangan Soemadji dan Atik ini.

Kedekatan masa kecil wanita kelahiran Pontianak, 43 tahun lalu ini dengan alam membentuk pribadi yang berani dan mudah beradaptasi di lingkungan baru. “Saya punya pengalaman adaptasi yang cepat karena pindah-pindah terus. Kita tidak bisa survive kalau tidak beradaptasi, (karena) tak mudah melakukan penyesuaian,” kata Puspa.

Dibesarkan oleh seorang ayah yang terus memotivasi untuk belajar bahasa asing sejak dini dan Ibu yang selalu meyakinkan dirinya bahwa setiap orang

itu bisa, Puspa memiliki prinsip ‘think big start small’. Puspa yakin, banyak kesempatan berhasil diraih berkat kemampuan bahasa yang ia pelajari sejak kecil sedikit demi sedikit.

Terbukti, saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, Puspa mendapat kesempatan menjadi siswa pertukaran pelajar ke Jepang tahun 1990. Kala itu, Indonesia di mata masyarakat Jepang masih dianggap sebagai dunia ketiga atau negara-negara yang terbelakang dan negara miskin. Karena itulah, Puspa akhirnya memilih giat memperdalam kemampuan berbahasa Jepang dan menulis Kanji.

Tak lama kemudian, Puspa mengikuti speech contest dan menjadi satu-satunya peserta dari Indonesia. Beruntung, Puspa berhasil menjadi First Winnerof Japanese Speech Contest, di Universitas Hiroshima and Televisi RCC, Jepang.

“Ini momen bagus untuk mempromosikan Indonesia. Di kota itu saya tiba-tiba jadi duta, (merasa) terkenal, disorot media, masuk televisi. Selama tiga bulan terakhir, saya memiliki kesempatan promosi budaya Indonesia, bikin pameran. Ketika pulang bawa pengaruh. Beberapa orang di sekolah ambil kuliah jurusan bahasa Indonesia. Image (Indonesia) jadi berubah,” ujarnya.

Sekembalinya ke Indonesia, Puspa

yang sudah hidup mandiri sejak duduk di bangku sekolah menengah tak lantas tinggal diam. Puspa mencoba menawarkan jasa mengajar bahasa Indonesia pada sejumlah pelanggan toko batik yang berkebangsaan Jepang.

Kemudian, setelah lulus SMA, Puspa pun melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mulanya, Puspa diterima di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, namun takdir mengantarkan dirinya ke Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Bukan tanpa alasan Puspa memilih STAN. Puspa awalnya hanya menjawab tantangan seorang teman yang menganggap miring pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Waktu itu saya bilang, kamu tidak bisa mengubah sesuatu kecuali kamu masuk ke dalamnya,” kata Puspa. Ia yakin bahwa STAN merupakan salah satu sekolah high proile dimana lulusannya akan terjamin bekerja sebagai PNS di Kementerian Keuangan, salah satu institusi yang dinilai terbaik kala itu.

Setelah masuk STAN, Puspa mengaku aktif di berbagai organisasi seperti koperasi mahasiswa, majalah Purnawarman, dan STANIA Nusantara. Dari kemampuan bahasa pula, selain mengajar, Puspa terlibat menjadi interpreter hingga tour guide bila ada tamu-tamu Jepang yang berkunjung ke

(35)

Teks Iin Kurniati

TTL: Pontianak, 12 Februari 1972

PENDIDIKAN: D3 Keuangan Spesialisasi Akuntansi STAN Jakarta (1994), Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi, STIE Perbanas, Jakarta (1997), Master of Business Administration, Monash University, Victoria, Australia (2001), Doctor of Business Administration, Curtin University, Western Australia (2015) RIWAYAT JABATAN: Kepala Seksi Pengembangan Jabatan Fungsional Perbendaharaan, Ditjen PBN (Maret 2005- Juni 2007) Kepala Sub Direktorat Barang Milik Negara II (2007-2009), Kepala Sub Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan I, Direktorat KND, DJKN (Januari – Agustus 2014), Tenaga Pengkaji Restrukturisasi, Privatisasi dan Efektiitas Kekayaan Negara Dipisahkan (Agustus 2014 - sekarang)

PENUGASAN KHUSUS: Sekretaris Satuan Tugas Penertiban Barang Milik Negara, Kementerian Keuangan (2007-2009), Ketua Tim Gugus Tugas (Task Force) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (2015), Ketua Tim Gugus Tugas Pendirian Badan Layanan Umum Manajemen Aset di DJKN (2015), Ketua PMO DJKN Program Transformasi Kelembangaan Kementerian Keuangan (2015).

Indonesia.

Money making banget. Di STAN, saya mendapat uang saku sebesar Rp125 ribu per bulan tetapi dari mengajar saya dapat tambahan hingga Rp2,5jt per bulan. Ibarat makanan, belajar itu (seperti) nasi tetapi lauk-pauknya kita dapatkan dari kegiatan-kegiatan lain yang membesarkan seseorang sampai ia siap bekerja. Rugi juga kalau dikampus hanya belajar,” tegasnya.

Pengalaman terbesar

Tahun 1994, Puspa ditempatkan di Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) sebagai unit Eselon I yang merintis penyusunan laporan keuangan dan neraca pemerintah. Pada waktu itu, Puspa menjadi satu-satunya wanita di antara 20 orang yang ditempatkan di BAKUN, Jakarta.

Tak lama berselang, penggemar snorkeling dan fotograi ini meneruskan pendidikan Master Administrasi Bisnis di Universitas Monash, Australia. Ketika kembali ke tanah air, Puspa terlibat pada dua peristiwa besar. Pertama, penyusunan Rancangan Undang-Undang Paket Bidang Keuangan Negara. “Saya sekretariat waktu itu. Meskipun cuma tukang ketik, itu proses pembelajaran yang bagus, jadi kalau sosialisasi selalu terlibat.”

Kedua, terjadinya perubahan tata organisasi di Departemen Keuangan. Puspa dipercaya sebagai Wakil Ketua Project Manajement Ofice (PMO) Reorganisasi Departemen Keuangan. Mulanya, Direktorat Jenderal Anggaran melaksanakan dua fungsi yaitu fungsi anggaran dan perbendaharaan. Melalui reorganisasi, terbentuklah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. “Ini salah satu pengalaman terbesar karena melibatkan 6 Eselon I dan 52 Eselon II di Kemenkeu.”

Kemudian tahun 2007, Puspa diberi amanah untuk mengkaji dan mengembangkan jabatan fungsional pengelola perbendaharaan. Sayangnya, sebelum konsep tersebut terwujud, Puspa diberi kepercayaan lain, yaitu sebagai Kepala Seksi Barang Milik Negara II di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

“Saya ditugaskan menjadi sekretaris tim satuan tugas penertiban Barang Milik Negara (BMN). Itu national project karena kita melakukan inventarisasi dan penilaia

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hal ini diatas karena pemberian pupuk cair Azolla yang diberikan dapat menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman sehingga mampu meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah

Fabián la busca en el baño pero no está, inmediatamente busca por la habitación y no la encuentra, sale por las calles del pueblo hasta que la ve con el mismo Hombre que

Pada hakekatnya zakat, infaq/sedekah maupun dana sosial lainnya yang diamanahkan melalui Lembaga Amil Zakat Swadaya Ummah didayagunakan untuk meningkatkan taraf hidup kaum

ANALISA PENGARUH PENGGUNAAN SISTEM VVTI TOYOTA AVANZA TERHADAP KERJA MESIN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR. PEMBUATAN MODEL SISTEM PISTON HONDA SUPRA X 125 DENGAN

Baris ini berisi tombol workspace (workspace switcher), menu dan aplikasi lainnya. 2) Toolbar Document, berisi tombol-tombol yang digunakan untu menampilkan

Sebagai contoh, Toronto merupakan wilayah tepian danau tercemar berat, dengan penggunaan konsep kota tepian air, dalam waktu singkat dari tahun 1980 sampai tahun

Lokasi terminal model nearside coba diterapkan dengan adanya permasalahan arus pergerakan dalam kota dengan adanya terminal terpadu (terminal lama). Pemindahan terminal lama