• Tidak ada hasil yang ditemukan

JATIGEDE, SUMEDANG-JAWA BARAT

6.2 METODE PENELITIAN

6.2.2 Analisa data Estimasi produkstivitas primer

Produktivitas primer fitoplankton Waduk Jatigede dihitung berdasarkan beban masukkan fosfor total dari DTA. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan adalah persamaan dari Vollenweider & Dillon (1974):

Keterangan:

PP = produktivitas primer (gC m-2tahun-1)

L(p) = beban masukkan fosfor total (gm-2tahun-1)

Potensi produksi ikan

Estimasi potensi produksi ikan sangat penting dalam rangka optimasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan pada suatu badan air (Bramick 2002). Produktivitas primer perairan dapat digunakan untuk menduga produksi ikan di perairan tropis (Bramick & Lemcke 2003). Pendugaan potensi produksi ikan di Waduk Jatigede dihitung berdasarkan produktivitas primer dengan

pendekatan Downing et al (1990).

Keterangan:

Yc = potensi produksi ikan (kg ha-1 tahun-1)

P = produktivitas primer (gC m-2 tahun-1)

Pendekatan lainnya yang dapat digunakan dalam pendugaan potensi produksi adalah konversi produktivitas primer menjadi biomassa ikan persatuan luas berdasarkan Tabel 24 (Beveridge 2004).

Tabel 20. Konversi Σ produktivitas primer ke produksi ikan dari suatu badan air Biomassa ikan (g ikan Cm-2tahun-1) < 1 000 1,0-1,2 1 000 - 1 500 1,2-1,5 1 500 - 2 000 1,5-2,1 2 500 - 2 500 2,1-3,2 2 500 - 3 000 3,2-2, 1 3 000 - 3 500 2,1-1, 5 3 500 - 4 000 1,5-1,2 4 000 - 4 500 1,2-1,0 4 500 1,0

Estimasi jumlah benih untuk penebaran

Perhitungan jumlah benih ikan mengggunakan beberapa pendekatan berdasarkan produktivitas primer, luasan dan kecerahan perairan. Estimasi jumlah benih ikan pemakan fitoplankton untuk penebaran berdasarkan produktivitas primer dihitung dengan persamaan Welcomme & Bartley (1998) sebagai berikut:

keterangan:

= jumlah penebaran (ekor)

= potensi produksi ikan (kgha-1tahun-1)

= proporsi hasil tangkapan jenis ikan yang ditebar (%) = rata-rata berat ikan hasil tangkapan (kg/ekor) = mortalitas total (tahun-1)

= umur pada waktu tertangkap (tahun) = umur pada saat penebaran (tahun)

Kepadatan benih ikan yang ditebar dapat diestimasi berdasarkan luasan badan air dengan persamaan:

Keterangan:

Y = padat tebar benih (ekor ha-1)

X = luas badan air (ha)

Jumlah benih ikan yang ditebar untuk pemanfaatan beban fosfor yang terbuang dihitung berdasarkan perkembangan biomassa ikan yang dibudidayakan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan jumlah benih ikan yang ditebar adalah:

- 50% dari fosfor yang dihasilkan dari budidaya akan mengendap kedasar

perairan (R).

- Berat ikan saat tertangkap (panen) adalah 0,2 kg

Perhitungan jumlah benih ikan yang dapat ditebar untuk memanfaatkan limbah fosfor total akibat budidaya adalah sebagai berikut:

keterangan:

Pi = produksi ikan tebaran (kg ikan tahun -1)

Bi = bobot ikan saat panen (kg ikan ekor -1)

M = kematian alami (%)

keterangan:

LPikan = beban masukkan fosfor total dari budidaya (kgP tahun -1)

Pikan = Kosentrasi fosfor total pada tubuh ikan tebaran (kgP ton ikan -1)

keterangan:

Bib = biomassa ikan yang dibudidayakan (ton ikan tahun-1)

Likan = beban fosfor total dari ikan budidaya (kgP ton ikan -1)

Laju sintasan untuk jenis ikan tebaran diduga dengan persamaan dari Sparre & Venema (1999), sebagai berikut:

keterangan:

S = laju sintasan (tahun-1)

Z = laju kematian total (tahun-1)

Perhitungan laju sintasan dapat diubah menjadi persentase (king, 1995) menjadi

keterangan:

6.3 Hasil dan Pembahasan

Produksi ikan air air tawar di Kabupaten Sumedang pada tahun 2014 adalah 6 397 ton. Penyumbang terbesar produksi ikan air tawar berasal dari kolam air tenang (budidaya) sedangkan yang berasal dari PUD masih rendah yaitu 2,9% (Tabel 21). Adanya pembangunan Waduk Jatigede diharapkan dapat meningkatkan produksi ikan air tawar di PUD. Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah penebaran. Penebaran ikan pada 15 waduk di Sri Lanka dapat meningkatkan hasil tangkapan berkisar 42,8-134%

dengan kepadatan benih yang ditebar berkisar 217-870 ekor ha-1 tahun-1

(Phusphalatha & Candrasoma 2010). Penebaran ikan nila di Waduk Jatiluhur berdampak pada peningkatan hasil tangkapan sebesar 6,4% (Kartamihardja & Hardjamulia 1983). Beberapa contoh introduksi dan penebaran ikan lainnya yang berhasil adalah introduksi ikan mas ke Danau Tondano, Sulawesi Utara periode

1985-1991, yang mencapai 60% dari total produksi ikan 340 kg ha-1. Introduksi

ikan tawes ke Danau Tempe pada tahun 1940 dan 1948 yang menghasilkan produksi mencapai 3 650 dan 25 000 ton. Contoh lainnya adalah introduksi udang galah di Waduk Darma, Jawa Barat yang menghasilkan produksi 337,5 kg atau senilai Rp 13,5 juta dengan jumlah udang galah yang ditebar sebanyak 26.500 ekor atau sebesar 26,5% dari jumlah optimum yang ditebar yaitu 100 000 ekor

yang akan menghasilkan Rp 70-140 juta per tahun (Kartamihardja et al. 2003).

Tabel 21. Produksi ikan air tawar di Kabupaten Sumedang Lokasi Luas lahan (ha) Produksi (kg) Kolam air tenang 1 507 5 262 826

Kolam air deras 297 499 243

Mina padi sawah 867 446 764

Sungai 188 911

Total 6 397 744

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Sumedang (2015)

Ikan yang ada pada perairan waduk yang baru terbentuk umumnya berasal dari sungai yang dibendung. Oleh karena itu sebagai gambaran awal, jenis ikan yang diperkirakan akan mengisi relung pakan dan ruang adalah ikan yang sama dengan ikan di Sungai Cimanuk. Untuk melakukan kegiatan penebaran pada suatu badan air perlu diketahui antara lain ketersediaan pakan alami dan struktur

komunitas ikan (Kartamihardja 2008a; Kartamihardja 2009). Untuk penentuan

jenis ikan yang ditebar perlu diketahui potensi sumberdaya pakan dan relung ekologi dari komunitas ikan yang ada. Relung ekologi pada suatu komunitas ikan dapat digambarkan oleh kebiasaan makan, luas relung dan interaksi pemanfaatan pakan alami. Ketersediaan pakan alami berupa fitoplankton dapat diestimasi

melalui produkstivitas primer perairan dan klorofil-a (Tjahjo et al. 2001).

Ikan yang ditebar merupakan jenis ikan yang mampu memanfaatkan pakan alami yang belum termanfaatkan secara optimal oleh ikan asli (Crivelli 1995). Pemanfaatan pakan alami yang berbeda antara ikan tebaran dan ikan yang telah di ada pada suatu badan air akan mengurangi kompetisi (Purnomo & Warsa 2011). Hal ini dapat memperbesar peluang keberhasilan penebaran. Oleh karena itu, penebaran perlu mengkaji ketersediaan pakan alami dan juga pemanfaatannya oleh ikan yang ada (Kartamihardja 2012). Ikan patin yang ditebar di Situ Panjalu

dan Waduk Malahayu tidak berdampak negatif karena memanfaatkan pakan alami yang berbeda dengan komunitas ikan asli (Warsa & Purnomo 2012). Hal yang sama juga di beberapa sungai di Guangdong, China dimana introduksi ikan nila tidak berdampak negatif bagi komunitas ikan asli karena mampu memanfaatkan

relung ekologi yang kosong (Gu et al. 2015). Penebaran ikan bandeng dapat

mengurangi kelimpahan fitoplankton dan berdampak positif terhadap komunitas ikan di Waduk Jatiluhur (Hedianto & Purnamaningtyas 2011). Hasil analisa kebiasaan makan komunitas ikan menunjukkan bahwa ikan yang memanfaatkan fitoplankton adalah nila dan genggehek. Kedua jenis ikan tersebut memanfaatakan fitoplankton sebagai makanan pelengkap dengan persentase masing-masing 18,8 dan 2,4%.

Potensi produksi dari penebaran ikan sangat dipengaruhi oleh

produktivitas perairan (Lorenzen et al. 2001; Kolding & Zwieten 2006). Estimasi

produktivitas primer Waduk Jatigede yang dihitung berdasarkan beban masukkan

fosfor total sebesar 339,4 gC m-2 tahun-1 dengan potensi produksi sebesar 113 kg

ha-1 tahun-1 atau 468,4 ton tahun-1. Jika menggunakan tabel konversi Beverigde

(2004), potensi produksi ikan di Waduk Jatigede berkisar 100-120 kg ha-1 tahun-1

atau sekitar 412,2-494,6 ton tahun-1. Potensi produksi ikan di Waduk Jatigede

hampir sama dengan potensi produksi ikan di Waduk Jatiluhur yaitu 450 ton

tahun-1 (Purnomo et al. 1993). Untuk perairan eutrofik mempunyai potensi

produksi berkisar 200-850 kg ha-1 tahun-1 (Sarnita et al. 1998).

Untuk perikanan tangkap, selain bertumpu pada jenis ikan yang telah ada diperairan juga bertumpu pada penebaran ikan. Penebaran ini dilakukan untuk meningkatkan produksi yang berasal dari perikanan tangkap. Untuk kegiatan penebaran, perlu mengetahui daya dukung perairan untuk jumlah benih optimal yang dapat ditebar. Untuk kegiatan penebaran perlu perairan yang subur dengan kelimpahan plankton yang cukup sebagai sumber pakan alami. Ikan yang ditebar diharapkan dapat memanfaatkan pakan alami yang tersedia berupa fitoplankton (Stottrup & Sparrevohn 2007). Ikan yang ditebar di beberapa perairan umum daratan di Indonesia umumnya merupakan jenis ikan pemakan plankton yaitu bandeng, nila, patin dan jambal (Umar & Sulaiman 2013). Menurut Kartamihardja (2012), beberapa hal yang perlu diperhatikan introduksi suatu jenis ikan antara lain kebiasaan makan, pertumbuhan dan reproduksi. Ikan yang ditebar harus melengkapi peran jenis ikan dalam memanfaatkan pakan alami yang ada sehingga

meningkatkan produksi ikan (Tjahjo et al. 2001).

Ketersediaan pakan alami yang melimpah dapat mendukung pertumbuhan

ikan yang ditebar (Purnomo et al. 2003). Kelimpahan fitoplankton yang tinggi di

Waduk Jatiluhur dapat dimanfaatan oleh ikan bandeng yang ditebar sehingga

mempunyai laju pertumbuhan yang cepat (Tjahjo et al. 2011). Jumlah, jenis dan

ukuran yang ditebar merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan penebaran ikan (Kartamihardja & Umar 2009). Bobot ikan yang ditebar serta dipanen di Waduk Jatigede mengacu pada kegiatan penebaran beberapa jenis ikan di perairan waduk lainnya. Ukuran ikan bandeng yang ditebar di Waduk Jatiluhur

berkisar 2,8-5,8 cm (0,1-5,1 g) (Tjahjo et al. 2011) dan tertangkap pada ukuran

100-250 g (Maskur et al. 2010). Asumsi mortalitas alami dan akibat penangkapan

untuk ikan bandeng masing-masing adalah 0,95 dan 0,4 tahun-1. Benih bandeng

yang ditebar mempunyai berat 5,0 g dan dipanen dengan berat 200 g. Beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan jumlah benih ikan untuk kegiatan tebaran di sajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Parameter populasi dan biologi kandidat ikan tebaran Parameter populasi/biologi Tawes* Nila** Bandeng***

Loo (cm) 52,6 44,1 45 K (tahun-1) 0,9197 0,72 0,95 M (tahun-1) 1,5 1,34 3,5891 A 0,0413 0,129 0,0033 B 3,23 2,4608 3,32 Wo (g) 8 20 5 Wh (g) 100 250 200 F (tahun-1) 0,5 0,4 0,4

Sumber: * Kartamihardja 1988 ** Putri & Tjahjo 2010 *** Tjahjo et al. 2011 Nila Wo, Wh dan F adalah nilai estimasi

Asumsi mortalitas alami dan akibat penangkapan untuk ikan bandeng

masing-masing adalah 0,95 dan 0,4 tahun-1. Benih bandeng yang ditebar

mempunyai berat 5,1 g dan dipanen dengan berat 200 g, jumlah benih yang

dibutuhkan adalah 848 349 ekor tahun-1. Jika dibandingkan dengan luasan badan

air maka kepadatan benih yang ditebar adalah 206 ekor ha-1. Jenis ikan lainnya

yang menjadi kandidat tebaran adalah patin dan nila. Asumsi mortalitas alami

untuk ikan nila dan patin masing-masing adalah 0,5 dan 0,51 tahun-1 dengan

mortalitas tangkapan masing-masing adalah 0,4 tahun-1. Berat ikan nila dan patin

yang akan ditebar adalah 20 g dan berat ikan panen adalah 250 dan 500 g. Jumlah benih ikan nila dan patin yang dibutuhkan untuk penebaran masing-masing adalah

1 777 400 dan 723 176 ekor tahun-1 dengan kepadatan 431 dan 176 ekor ha-1

tahun-1. Nilai mortalitas ikan tawes akibat penangkapan adalah 0,5 dengan bobot

ikan yang ditangkap adalah 100 g maka jumlah benih tawes optimal yang dibutuhkan untuk kegiatan penebaran di Waduk jatigede adalah 1 288 000 ekor

dengan kepadatan 313 ekor ha-1. Bobot ikan saat tebar (Bo), bobot ikan saat panen

(Bt) serta kebutuhan benih ikan untuk penebaran disajikan pada Tabel 23. Estimasi kebutuhan benih optimal tersebut merupakan perhitungan saat belum ada ikan alami yang memanfaatakan fitoplankton.

Tabel 23. Bobot ikan saat penebaran dan panen serta kebutuhan benih ikan

Jenis ikan Bo (g) Bt(g) Jumlah Bandeng 5,0 200 844 349

Nila 20 250 1 777 400

Patin 20 500 723 176

Tawes 5 100 1 288 000

Keberhasilan penebaran ikan juga dipengaruhi oleh kepadatan dan jenis ikan (Hasan & Talukder 2005). Jumlah optimal benih ikan planktivora yang dapat ditebar di Waduk Malahayu, Kabupaten Brebes berkisar 261 253-813 679 ekor

tahun-1 dengan rata-rata 352 412 ekor tahun-1 (Warsa & Purnomo 2011).

Kepadatan benih ikan yang di tebar di Waduk Malahayu berkisar 421-1 312 ekor

ha-1 tahun-1 dengan rata-rata 568 ekor ha-1tahun-1. Jumlah benih ikan optimal yang

dapat ditebar di Waduk Sempor adalah 103 518-242 388 ekor tahun-1 dengan rata-

rata 140 174 ekor tahun-1 (Purnomo et al. 2013). Kepadatan Benih ikan yang di

tebar di Waduk Sempor berkisar 376-880 ekor tahun-1 ha-1 atau 509 ekor tahun-1

lebih sedikit jika di bandingkan dengan Waduk Malahayu dan Sempor. Hal ini

disebabkan oleh nilai produktivitas primer dan konsentrasi klorofil-a di Waduk

Malahayu dan Waduk Sempor yang lebih tinggi. Jumlah benih yang dapat ditebar pada suatu badan air sangat bergantung pada produktivitas perairan (Lorenzen 1995).

Berdasarkan pada Tabel 11 pada Bab 4, ikan yang mampu memanfaatkan fitoplankton sebagai pakan utamanya adalah ikan nila dan genggehek. Berdasarkan percobaan penangkan, komposisi hasil tangkapan ikan genggehek dan nila adalah 12,7 dan 1,7%. Estimasi komposisi hasil tangkapan ikan ikan tebaran adalah 85,6% maka jumlah benih bandeng, nila, dan tawes yang dapat

ditebar adalah 726 186; 1 521 454 dan 1 102 639 ekor tahun-1.

Adanya kegiatan budidaya akan menyebabkan masuknya nutrien fosfor total ke lingkungan perairan. Penambahan nutrien N dan P akan menyebabkan

peningkatan produksivitas primer dan biomassa fitoplankton (Nhan et al. 2006;

Sara et al. 2011; Mujiyanto et al. 2011). Masukkan nutrien dari sisa pakan yang

terbuang dapat menjadi sumber sumber nutrien yang mampu meningkatkan

produksi ikan di perairan (Khalil 1998; Yi 1998; Hasan et al. 2001; Jones-Lee &

Lee 2005; Karim et al. 2011). Peningkatan kesuburan perairan sebagai akibat

masukkan eksternal dapat meningkatkan daya dukung untuk penebaran (Quiros 1999). Jika biomassa fitoplankton rendah maka jumlah ikan yag ditebar hanya sedikit. Penebaran ikan di China umumnya dilakukan di danau dan waduk yang berukuran kecil. Sebelum penebaran badan air dipupuk menggunakan 1750 t pupuk organik dan 60-80 pupuk anorganik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan populasi fitoplankton sebagai paka alami ikan yang ditebar (Kestemont 1995).

Estimasi beban masukkan fosfor total yang berasal dari kegiatan budidaya

di Waduk Jatigede sebesar 10,6-263,8 ton tahun-1. Estimasi ini lebih kecil jika

dibandingkan dengan Waduk Jatiluhur. Beban masukkan N dan P di Waduk Jatiluhur yang berasal dari kegiatan KJA masing-masing sebesar 36 531,3 ton dan

33 968,4 ton (Krismono et al. 2001). Hasil penelitian Abery et al. (2005)

menyatakan, beban masukkan N dan P yang berasal dari pakan dalam kegiatan budidaya di Waduk Jatiluhur masing – masing sebesar 3,1 ton dan 128 kg untuk setiap petak KJA. Masukkan fosfor dari budidaya berasal dari pakan yang tidak termakan, feses, dan ekresi ikan (Seymour & Bergheim 1991). Adanya budidaya dapat menjadi sumber nutrien pada suatu badan air (Welcomme 2001). Pengkayaan nutrien fosfor sebagai akibat dari budidaya di indikasikan dengan

peningkatan konsentrasi fosfor di kolom air dan sedimen (Matijevic et al. 2008).

Kelimpahan dan biomassa ikan alami yang berasosiasi dengan aktivitas budidaya

dapat mengurangi dampak pakan yang terbuang ke perairan (Fernandez-Jover et

Nila Bandeng

Tawes

Gambar 11. Jumlah benih untuk penebaran berdasarkan beban fosfor total dari

KJA jumlah benih x 103 ( ) dan biomassa ikan budidaya ( )

Beban masukkan fosfor total ke perairan semakin besar dengan bertambanya biomassa ikan yang dibudidayakan. Jumlah benih ikan nila, bandeng dan tawes yang dapat ditebar berdasarkan perkembangan budidaya masing-

masing berkisar 5 335-132 865; 6 159-153 388 dan 21 490-535 194 ekor tahun-1.

Banyaknya jumlah benih ikan nila, bandeng dan tawes yang dapat ditebar pada saat kegiatan budidaya sama dengan daya dukung perairan sebanyak 132 865;

153 388 dan 535 194 ekor tahun-1 (Gambar 11).

Penambahan nutrien N dan P akan menyebabkan peningkatan

produktivitas primer dan biomassa fitoplankton (Nhan et al. 2006; Sara et al.

2011). Hal ini menyebabkan peningkatan daya dukung perairan terhadap biota

pemakan plankton (Filqueira et al. 2010). Biomassa ikan nila yang besar pada

suatu perairan sangat berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi klorofil-a

(Starling et al. 2002). Fitoplankton dapat menjadi sumber makanan bagi ikan

penyaring (filter feeder) seperti bighead carp, mola, bandeng dan nila (Yi & Lin

2001). Adanya peningkatan kelimpahan fitoplankton sebagai akibat masukkan fosfor total dari budidaya dapat digunakan oleh ikan planktivora (Domalgalski 2007). Pemeliharaan ikan nila pada suatu badan air secara ekstensif dapat menurunkan konsentrasi klorofil-a dan meningkatkan kecerahan perairan. Hal ini disebabkan oleh oleh karena ikan nila mampu memanfaatkan zooplankton,

Jenis ikan yang ditebar harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Cowx, 1994):

1. sesuai dengan keinginan pasar, hal ini dikarenakan tujuan utama dari CBF

adalah memperoleh keuntungan dengan menjual hasil tangkapan, jenis ikan tersebut merupakan ikan yang digemari oleh masyarakat sekitar

2. dapat memanfaatkan jenis pakan yang tersedia dan rantai pakan pendek.

Ikan yang mampu memanfaatkan fitoplankton, zooplankton dan detritus lebih disukai dibandingkan dengan ikan karnivora atau predator.

3. dapat tumbuh dengan cepat sehingga dapat mencapai ukuran yang

diinginkan oleh pasar

4. tidak berkompetisi dengan ikan yang sudah ada (mampu memanfaatkan

relung dan pakan yang kosong).

5. benih berasal dari panti benih (Hatchery) dengan jumlah induknya cukup

memadai sehingga menghindari adanya variabilitas genetik. Kualitas benih ikan yang ditebar merupakan faktor penting yang akan menentukan hasil dari penebaran.Hal tersebut terkait dengan kecepatan tumbuh ikan dan juga sintasan benih.

6. benih ikan yang akan ditebar bebas dari penyakit dan parasit serta

bersertifikat, Salah satu hal dampak buruk yang dikhawatirkan dalam kegiatan introduksi sutau jenis ikan adalah penyebaran parasit dan penyakit.

7. jenis ikan yang ditebar harus mempunyai kemampuan beradaptasi dengan

lingkungan yang buruk misalnya kondisi oksigen rendah.

Parameter yang dapat menjadi acuan pemilihan jenis ikan untuk ditebar pada suatu badan air disajikan pada Tabel 24. Parameter tersebut dapat menjadi acuan dalam prioritas ikan yang akan ditebar di Waduk Jatigede.

Tabel 24. Parameter acuan prioritas jenis ikan yang ditebar

Parameter Nila Tawes Bandeng

Pakan alami fitoplankton Fitoplankton fitoplankton

Pertumbuhan sedang Sedang cepat

Distibusi litoral Litoral limnetik

Ketersediaan benih ada Ada belum ada

Perlakuan sebelum penebaran

tidak Tidak adaptasi

Kemampuan reproduksi bereproduksi bereproduksi tidak

Kemungkinan tertangkap rendah - tinggi

Kemungkinan invasif tinggi - rendah

Jika ditinjau dari pakan alaminya ikan nila, bandeng dan tawes merupakan ikan dengan rantai makanan yang pendek. Jika ditinjau dari pakan alaminya kemungkinan ketiga jenis ikan tersebut tidak berkommpetisi dengan jenis ikan

yang telah ada. Penebaran ikan nila dan bandeng mampu mengatasi blooming

cyanophyceae di Waduk Jatiluhur (Tjahjo & Purnamaningtyas 2009) dan ikan tawes dapat menjadi agen pembersih hayati di Danau Maninjau (Syandri 2004). Intoroduksi ikan nila ke Danau Maninjau menyebabkan penurunan populasi ikan

nilem (Syandri et al. 2014). Ikan nila merupakan ikan intorduksi yang dominan

tertangkap di Waduk Malahayu (Purnomo et al. 2013) dan Sempor (Warsa &

dan oksigen rendah (Njiru et al. 2004). Ikan nilem dan nila menempati zona litoral sedangkan ikan bandeng menempati zona limnetik (Tjahjo & Purnamaningtyas 2009). Zona limnetik mempunyai keragaman ikan yang lebih sedikit dibandingkan dengan litoral (Kartamihardja 2007). Oleh karena itu penebaran ikan bandeng dapat memanfaatkan ruang serta pakan yang belum termanfaatkan secara optimal pada suatu badan air. Penebaran ikan bandeng juga berdampak positif terhadap komunitas ikan di Waduk Jatiluhur (Hedianto & Purnamaningtyas 2011).

Ikan bandeng tidak dapat bereproduksi diperaian tawar hal ini menyebabkan ikan bandeng harus ditebar secara berkala. Karena tidak bereproduksi mempermudah untuk menentukan jumlah benih yang ditebar pada tingkat optimum di periode berikutnya. Untuk ikan nila dan bandeng dapat bereproduksi pada perairan tawar sehingga ikan tidak perlu penebaran secara berkala. Kesulitan yang dihadapai jika menebar ikan yang dapat bereproduksi adalah kita akan sulit untuk menentukan jumlah benih secara optimum pada periode selanjutnya.

Keberhasilan penebaran suatu jenis ditentukan oleh kualitas dan kuantitas jenis ikan yang ditebar secara berkelanjutan dan pada jumlah yang optimum (Kartamihardja 2012). Ketersediaan suatu jenis ikan dan lokasi perbenihan yang mudah dijangkau merupakan salah satu pertimbangan untuk jenis ikan yang ditebar. Benih ikan yang tersedia di beberapa unit perbenihan rakyat (UPR) antara lain mas, nila, tawes, nilem, tambakan, sepat siam, mujair dan lele (Gambar 12). Produksi benih ikan yang tertinggi adalah mas, nila, nilem dan lele. Tingginya produksi benih ikan di Kabupaten Sumedang adalah salah satu faktor yang menunjang keberhasilan penebaran ikan di Waduk Jatigede. UPR yang ada di Kabupaten Sumedang tersebut terdapat di 26 kecamatan. Produksi benih di kecamatan Darmaraja, Situraja, Cisitu, Wado, dan Jatinunggal masing-masing adalah 2 195 000; 5 521 000; 2 726 000; 3 336 000 dan 3 728 000 ekor. Kecamatan tersebut merupakan kecematan yang terdekat dengan Waduk Jatigede dan dapat menjadi sumber benih untuk penebaran.

Pada Gambar 11 terlihat bahwa, benih ikan nila dan tawes telah dihasilkan di beberapa UPR di Kabupaten Sumedang. Ikan nila merupakan jenis ikan dengan produksi benih tertinggi. Benih ikan bandeng harus didatangkan dari tempat lain karena belum dapat diproduksi pada UPR di Kabupaten Sumedang. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada keberlajutan dari penebaran ikan bandeng di Waduk Jatigede. Ikan bandeng bukan merupakan jenis ikan air tawar oleh karena perlu adanya proses adaptasi ketika akan menebar ikan tersebut.

6.3 Simpulan

Kegiatan budidaya akan menghasilkan beban masukkan nutrien dan menyebabkan peningkatan biomassa fitoplankton. Benih ikan nila,bandeng dan

tawes untuk penebaran adalah 1 521 424; 726 186 dan 1 102 623 ekor tahun-1.

Penebaran benih ikan juga dilakukan dalam rangka pemanfaatan masukkan fosofr total dari kegiatan budidaya. Jumlah benih nila, bandeng dan tawes yang ditebar berdasarkan beban masukkan fosfor jika budidaya maksimal sesuai dengan daya

dukung perairan sebanyak 132 865; 153 388 dan 535 194 ekor tahun-1. Diantara

ikan-ikan tersebut yang menjadi prioritas utama untuk ditebar adalah ikan bandeng

Dokumen terkait