JATIGEDE, SUMEDANG-JAWA BARAT
PEMBAHASAN UMUM
Status mutu air beberapa sungai inlet Waduk Jatigede termasuk dalam kategori tidak tercemar-tercemar ringan. Namun konsentrasi total fosfor dan nitrogen cukup tinggi. Luas daerah tangkapan air (DTA) Waduk Jatigede adalah 144 328,7 ha yang terdiri dari lahan pertanian (57,1%); hutan (11,6%), pemukiman (10,8%) dan tanah berbatu (0,1%). Sumber pencemaran DAS Cimanuk sebagian besar berasal dari lahan pertanian yaitu sebesar 43,1 ton
tahun-1. Estimasi konsentrasi fosfor total di Waduk Jatigede sebagai akibat beban
masukkan fosfor dari DTA adalah 20,9 μg L-1. Estimasi konsentrasi klorofil-a
dan kecerahan di Waduk Jatigede masing-masing adalah 5,5 μgL-1 dan 2,8 m.
Status trofik Waduk Jatigede berdasarkan ke tiga parameter tersebut adalah mesotrofik.
Ikan yang ada di perairan waduk pada umumnya berasal dari perairan sungai yang dibendung. Ikan yang tertangkap di DAS Cimanuk wilayah genangan Waduk Jatidede sebanyak 11 spesies. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan bobot total dan jumlah ikan didominasi oleh ikan genggehek dan lalawak. Pakan alami yang telah dimanfaatkan oleh komunitas ikan antara lain detritus, krustase, anelida, moluska, tumbuhan dan fitoplankton. Ikan nila dan genggehek memanfaatkan fitoplankton sebagai makanan tambahan. Hasil penelitian Purnomo & Satria (2013) dan Kartamihardja (1994) ikan nila dan genggehek yang tertangkap di perairan danau memanfaatkan fitoplankton sebagai pakan utamanya. Hal ini menunjukkan kemungkinan akan terjadi perubahan pemanfaatan pakan alami oleh komunitas ikan ketika Waduk Jatigede telah digenangi. Berdasarkan kebiasaan makan komunitas ikan di Waduk Jatigede, relung pakan alami yang dapat dimanfaatkan oleh ikan tebaran adalah fitoplankton.
Penggenangan lahan pertanian menjadi perairan waduk menyebabkan perubahan dan atau mata pencaharian masyarakat. Oleh karena itu harus ada upaya untuk memberikan alternatif mata pencaharian pengganti. Alternatif mata pencaharian pengganti yang disiapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang adalah pariwisata. Kegiatan perikanan merupakan fungsi sekunder dari waduk namun dapat menjadi salah satu alternatif mata pencaharian pengganti. Kegiatan perikanan yang boleh dikembangkan di Waduk Jatigede adalah perikanan tangkap. Untuk kegiatan perikanan budidaya belum mendapat dukungan dari beberapa pihak terkait. Namum hal ini masih terus dikaji oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumedang. Hal ini dilakukan dengan membuat zonasi sehingga budidaya tidak mengganggu fungsi lain dari waduk. Luas waduk yang layak untuk lokasi kegiatan budidaya di Waduk Jatigede adalah 560,33 ha atau 14% dari luas total waduk.
Waduk Jatigede adalah waduk multi fungsi yaitu sebagai sumber air minum, irigasi, pengendali banjir, pembangkit listrik dan perikanan. Oleh karena itu, pemanfaatan waduk ini tidak boleh saling tumpang tindih. Pemanfaatan air waduk sebagai sumber air minum membutuhkan status kesuburan oligotrofik sampai dengan oligo-mesotrofik. Adanya kegiatan lain tidak boleh menyebabkan status kesuburan air melebihi batas tersebut. Status mutu air suatu badan air sangat mempengaruhi pemanfaatan dari badan air tersbut. Menurut O’Sullivan (2005), kondisi kesuburan waduk yang digunakan sebagai baku air minum, pariwisata dan olah raga air adalah oligo-mesotrofik, untuk kegiatan perikanan tangkap adalah meso-eutrofik sedangkan untuk irigasi adalah eutrofik.
Perhitungan daya dukung ini juga dapat mencegah konflik pemanfaatan
waduk (Utoyo et al. 2007). Adanya kegiatan budidaya yang melebihi daya
dukung dapat meningkatkan kesuburan perairan. Kesuburan perairan tersebut sebagai akibat beban fosfor total. Pelepasan nutrien N dan P yang dihasilkan dari kegiatan budidaya menjadi pertimbangan utama karena dapat menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan (Azevedo et al. 2011). Hal ini disebabkan oleh
pemberian pakan yang berlebih serta berlebihnya biomassa ikan yang dibudidayakan (Araullo 2001). Produksi per unit menurun dengan naiknya tingkat kesuburan perairan (Krismono 1992). Oleh karena itu, perlu perhitungan daya dukung untuk kegiatan budidaya. Daya dukung di Waduk Jatigede untuk kegiatan perikanan budidaya jaring tunggal untuk ikan nila, mas dan bawal masing-masing
adalah 6 977, 6 599 dan 8 377 ton tahun-1. Jika dalam satu tahun terdapat tigakali
masa tanam maka daya dukung untuk budidaya ikan nila dan mas adalah 1 550; 1 466 dan 1 861 ton untuk satu periode. Daya dukung kegiatan perikanan budidaya tersebut dapat ditingkatkan dengan sistem jaring ganda. Jaring ganda digunakan untuk mengurangi jumlah pakan yang terbuang kelingkungan sehinga beban masukkan fosfor total kelingkungan dapat dikurangi. Secara fisik, keramba yang ada hanya boleh menutupi perairan sebesar 1% dari luasan total waduk. Jika ukuran satu petak KJA adalah 7x7x3 m maka luasan yang digunakan untuk kegiatan budiaya adalah 9,3; 8,8 dan 11,2 ha. Rasio luas waduk untuk lokasi budidaya dengan luasan waduk total adalah 0,22; 0,21 dan 0,3 %.
Budidaya merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan pada
perairan waduk (Fausia et al. 1996). Kebijakan pengelolaan perairan waduk dalam
hubungannya dengan kegiatan KJA yaitu penetapan tata ruang, pemantauan kualitas air, penetapan kriteria KJA, pengaturan izin dan pengendalian jumlah
KJA (Nasution 2005). Koswara (1999) dalam Siagian (2010) mengemukakan,
bahwa strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan KJA di waduk adalah dengan meningkatkan produksi dan produktivitas, usaha introduksi jenis ikan, melakukan pengaturan tata ruang, meningkatkan kualitas lingkungan perairan, mengembangkan teknologi budidaya KJA yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan budidaya ini sangat ditentukan oleh penggunaan pakan yang optimal meminimalkan kematian ikan yang dibudidayakan (Barton 1997). Budidaya ikan yang merupakan kegiatan usaha yang relatif baru, oleh karena itu perlu adanya peningkatan pengetahuan pelaku budidaya mengenai kualitas bibit dan pakan yang baik. Kedua variabel tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas usaha budidaya (Suryana et al. 2014).
Produksi perikanan yang berasal dari budidaya maupun tangkap di PUD Kabupaten Sumedang sebesar 6 397,7 ton. Produksi perikanan tangkap menyumbang 3% dari produksi total ikan air tawar. Upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan produksi ikan perairan umum daratan adalah dengan budidaya dan penebaran. Penebaran ikan bandeng di Waduk Jatiluhur meningkatkan produksi perikanan 84,8% (Kartamihardja 2015). Produksi ikan di waduk dan danau di Propinsi Yuan, Cina yang berasal dari penebaran adalah 187,7 dan 120 kg ha-1 tahun-1 (Li 1996).
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk peningkatan produksi ikan antara lain introduksi spesies, penebaran dan penyuburan perairan (FAO 1997).
Perikanan berbasis budidaya (Culture-based fisheries, CBF) adalah aktivitas
penebaran benih ikan secara teratur untuk meningkatkan hasil perikanan tangkapan (Lorenzen 1995). Keuntungan kegiatan CBF di perairan umum yaitu tidak memerlukan pakan tambahan dan tidak memanfaatkan badan air secara ekslusif (De Silva 2003). Penebaran dan introduksi secara umum dilakukan untuk mengurangi dampak dari penurunan stok, meningkatkan produksi perikanan tangkap atau menciptakan perikanan baru (Cowx 1999). Aktivitas penebaran yang dilakukan pada suatu badan air harus mempertimbangkan daya dukung perairan agar jumlah benih yang ditebar dapat optimal. Pelepasan benih ikan ke habitat
akuatik merupakan teknik peningkatan stok ikan (Bell et al. 2008).
Dampak dari adanya kegiatan budidaya adalah peningkatan kesuburan perairan dan produktivitas perairan. Kegiatan budidaya dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap yang dilakukan dengan penebaran (Quiros & Mari 1999). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ketersediaan pakan alami berupa fitoplankton yang dapat dimanfaatkan oleh ikan alam (Lukman 2006). Jumlah benih ikan yang dapat ditebar bertambah besar dengan adanya masukkan fosfor total. Benih ikan nila, bandeng dan tawes yang dapat ditebar ketika kegiatan budidaya sama dengan daya dukung perairan adalah 132 865; 153 388 dan
535 194 ekor tahun-1.
Penebaran ikan pada suatu badan air tidak selalu berdampak negatif bagi komunitas ikan asli (Sentosa & Wijaya 2013). Ikan yang menjadi kandidat untuk ditebar adalah ikan bandeng. Ikan bandeng dan patin yang ditebar di Waduk Jatiluhur memanfaatkan fitoplankton sebagai pakan utamanya sebesar 65,36% (Purnamaningtyas & Tjahjo 2013). Penebaran ikan merupakan salah satu cara
yang digunakan untuk memperbaiki kualitas air (Gorman et al. 2012). Penebaran
ikan pemakan plankton selain meningkatkan produksi juga merupakan salah satu upaya penendalian dampak budidaya. Ikan bandeng yang ditebar di Waduk
Jatiluhur mengurangi frekuensi terjadinya blooming mycrocystis (Kartamihardja
2012). Penebaran ikan mola di Waduk Cirata mampu mengurangi biomassa fitoplankton di perairan tersebut (Herawati 2005).
Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penebaran adalah ketersediaan benih. Ikan yang dapat dibenihkan oleh Unit perbenihan rakyat (UPR) di Kabupaten Sumedang antara lain mas, nila, tawes, nilem, tambakan, sepat siam, mujair, dan lele. Jumlah total benih ikan yang dihasilkan UPR di
Kabupaten Sumedang sebanyak 113 313 000 ekor tahun-1 yang didominasi oleh
ikan mas (30,5%) dan nila (37,4%). Untuk menunjang keberhasilan penebaran khususnya bandeng perlu dukungan pemerintah setempat untuk memberikan pelatihan perbenihan ikan patin dan bandeng. Hal ini dilakukan agar benih untuk penebaran tetap tersedia sehingga kegiatan penebaran dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Waduk Jatigede sangat diperlukan. Adanya kelembagaan nelayan untuk perikanan tangkap dan budidaya sangat diperlukan. Untuk kegiatan penebaran, pemerintah hanya sebagai inisiator dan hanya menambah sebagian dari jumlah benih pada kegiatan tersebut. Dana untuk pembelian benih sebagian berasal dari nelayan. Pengumpulan dana dapat dilakukan dengan penyisihan sebagian hasil penjualan ikan tangkapan. Hal ini
dilakukan di Waduk Malahayu dimana setiap satu kilo hasil tangkapan, nelayan menyisihkan sebesar Rp 1000 untuk pembelian benih. Ketaatan nelayan dalam pada aturan yang berlaku sangat diperlukan. Misalnya ukuran mata jaring yang digunakan, waktu dan jumlah penangkapan. Hal ini bertujuan agar ikan yang ditebar dapat tumbuh hingga ukuran besar dan memperbesar hasil tangkapan.
Simpulan
1. Beban masukkan fosfor total yang masuk kedalam genangan Waduk Jatigede
sebesar 385 276,9 kg tahun-1. Estimasi konsentrasi fosfor total di Waduk
Jatigede adalah 130,9 μgL-1 dengan status kesuburan mesotrofik.
2. Daya dukung Waduk Jatigede semakin besar jika menggunakan jaring ganda
jika dibandingkan dengan jaring tunggal.
3. Jumlah benih ikan nila, bandeng dan tawes yang dapat ditebar diperairan
ketika kegiatan budidaya KJA optimal sesuai dengan daya dukung adalah
132 865; 153 388 dan 535 194 ekor tahun-1.
Saran
Perlu adanya monitoring kualitas air secara berkelanjutan setelah penggenangan di Waduk Jatigede dan adanya kegiatan KJA. Hal ini dilakukan sebagai upaya preventif jika terjadi perubahan kualitas air dari faktor-faktor yang belum diperhitungkan dalam penelitian ini. Monitoring hasil tangkapan ikan tebaran untuk mendapatkan parameter biologi ikan yang digunakan perhitungan jumlah benih yang ditebar.
Daftar Pustaka
Abery NW, Sukadi F, Budhiman AA, Kartamihardja ES, Koeshendrajana S, Budhiman, de Silva SS. 2005. Fisheries and cage culture of three reservoirs in West Java, Indonesia; a case study of ambitious development
and resulting interaction. Fisheries Management and Ecology 12: 315-330
Adewolu MA, Akintola SL, Jimoh AA, Owodehinde FG, Whenu OO, Fakoya KA. 2009. Environmental threats to development of aquaculture in Lagos
State, Nigeria. European Journal of Scientific Research 34 (3): 337 – 347
Affandi R. Sjafei DS. Rahardjo MF. Sulistiono. 2009. Fisiologi ikan pencernaan
dan penyerapanmakanan. IPB Pres. Bogor: 240
Agustiningsih D. Sasongko SB, Sudarno. 2012. Analisa kualitas air dan beban pencemaran berdasarkan penggunaan lahan di sekitar Sungai Blukar
Kabupaten Kendal. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan: 30-37
Ahmed R, Shahabuddin AM, Habib MAB, Yasmin MS. 2010. Impact of
aquaculture practices in Naogaon Distric of Bangladesh. Research Journal
of Fisheries and Hydrobiology 5 (2). 56 – 65p
Akin, E. Buhan K, Winemiller O, Yilmaz H. 2005. Fish assemblage structure of Koycegiz Lagoon – estuary, Turkey: Spatial and temporal distibution
patterns in relation to environmental variation. Estuarine, Coastal and
Shelf Science 64. 671 – 684p
Al Abdulhadi HA. 2005. Some comparative histological studies on alimentary
tract of tilapia fish (Tilapia spilurus) and sea bream (Mylio cuvieri).
Egyptian Journal of Aquatic Research 31(1): 387-397
Ali M, Rais AH. 2010. Habitat ikan tilan (Mastacembalus erythrotaenia) di
perairan Sungai Musi Bagian Hilir. Eds: Djumanto, H. Saksono., N. Probosunu., R. Widaningrum & Suad: Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan.1-5
Araullo DB. 2001. Aquaculture practices and their impact on Philippine lakes, pp.
25-28. In Santiago CB, Cuvin-Aralar ML and Basiao ZU (eds.).
Conservation and Ecological Management of Philippine Lakes in Relation to Fisheries and Aquaculture. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department, Iloilo, Philippines; Philippine Council for Aquatic and Marine Research and Development, Los Baños, Laguna, Philippines; and Bureau of Fisheries and Aquatic Resources, Quezon City, Philippines. 187 pp.
Asche F, Roll KH, Tveteras R. 2009. Economic ineffeciency and environmental
impact: An application to aquaculture production. Journal of
environmental economics and management 58: 93 – 105p
Awaad AS, Moawad UK, Tawfiek MG. 2014. Comparative histomorphological
and histochemical studies on the oseophagus of nile tilapia Oreochromis
niloticus and african catfish Calrias gariepinus. Journal of Histology:1-10 Azevedo PA, Podemski CL, Hesslein RH, Kasian SEM, Findlay DL, Bureau DP.
2011. Estimation of waste output by rainbow trout cage farm usaing a
nutritional approach and monitoring of lake water quality. Aquaculture.
Balcerzak W. 2006. The protection of reservoir water against the eutrophication
process. Polish J. Of Environmental. Stud 15(6): 837-844
Bartley R, Speirs WJ, Ellis TW, Waters DK. 2012. A review of sediment and nutrient concentration data from Australia for use in catchment water
quality models. Marine Pollution Bulletin 65: 101-116
Barton JR. 1997. Environment, sustainability and regulation in commercial
aquaculture: The case of Chilean Salmonid Production. Geoforum 28(3-4):
313-328
Bechmann ME, Berge D, Eggestad HO, Vandsemb SM. 2005. Phosphorus tranfer from agricultural areas and its impact on the eutrophication of the lakes-
two long-term integrated studies from Norway. Journal of Hydrology 304:
238-250
Bell JD, Leber KM, Blakenship HL, Loneragen NR & Masuda R. 2008. A new era for restocking, stock enhancement and sea ranching of coastal fisheries
resources. Review in Fisheries Science 16(1-3): 1-9
Beveridge MCM. 1984. Cage and pen fish farming: carrying capacity models and
environmental impact. FAO Fisheries Technical Paper. 255. Rome. 131
Beveridge MCM. 1987. Cage aquaculture. Fishing News Books, Ltd. England.
352
Beveridge MCM. 2004. Cage Culture. Third Edition. Blackwell Publishing. 368p
Bichi AA, Iguisi EO, Oladipo MOA, Bello AL, Butu AW. 2015. Impact of land use differentials on the chemical quality of water in the River Hadejia
Catchment, Nigeria. International Conference on Chmeical, Food
Environment Engineering (ICCFEE’15): 28-34.
http://dx.doi.org/10.17758/IAAST.A0115075
Bogard JR, Thilsted SH, Marks GC, Wahab MdA, Hossain MAR, Jakobsen J, Stangoulis J. 2015. Nutreint composition of important fish species in Bangladesh and potentiual contribution to recommended nutrient intakes.
Journal of Food and Analysis 42: 120-133
Borlongan IG, Satoh S. 2001. Dietary phosphorus requirement of juvenile
milkfish, Chanos chanos (Forsskal): Aquaculture Research 32: 26-32
Brandimarte AL, Anaya M, Shimizu GY, Meirelles ST, Canepelle D. 2008. Impact of damming the Mogi-Guacu River (Sao Paulo State, Brazil) on
reservoir limnological variables. Lakes & Reservoirs: Research and
Management 13: 23-35
Bramick U. 2002. Estimation of fish yield potential of lake in north-east
Germany. Edited by IG Cowx. Management & Ecology of Lake &
Reservoir Fisheries: Blackwell Science. Iowa: 26-33
Bramick U, Lemcke R. 2003. Regional application of a fish yield estimation
procedure to lakes in north-east Germany. Limnologica 33: 205-213
Brummett RE. 2002. Comparison of Africa tilapia partial harvesting systems.
Aquaculture 214: 103-114
Cahyaningsih A, Harsono B. 2010. Dsitibusi spasial tingkat pencemaran air di
DAS Citarum. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca 11(2): 1-9
Chaichana R, Jongphadungkiet S. 2012. Assessment of teh invasive catfish
Pterygoplichthys pardalis (Castelnau, 1855) in Thailand: ecological
impacts and biological control alternatives. Tropical Zoology 25(4): 173-
Champeau TR, Stevens PW, Blewett DA. 2009. Comparison of fish community metrics to assess long term changes and hurricane impact at Peace River,
Florida. Florida Scient 72 (4). 289 – 309
Choudhary S, Kumar U, Kumar U. 2014. Study of morpho histology of
alimentary canal in relation to feeding behaviour of Channa Punctatus
from the wetlands (Chaur) of Begusarai Distric N. Bihar India. Global
Journal For Research Analysis 3(7): 129-133
Clerk S, Selbie DT, Smol JP. 2004. Cage aquaculture and water quality changes in the LaCloche Channel, Lake Huron, Canada: a Paleolimnological
assessment. Can. J. Fish. Aquat. Sci 61. 1691 – 1701
Cohen JE. 1977. Ratio of prey to predators in community food webs. Nature
270(5633): 165-167
Cowx IG. 1994. Stocking strategy: Fisheries management and ecology 1: 15-30 Cowx IG. 1999. An appraisal of stocking strategies in the light of developing
country constrains. Fisheries Management and Ecology 6: 21-34
Crivelli AJ. 1995. Are fish introduction a threat to endemic freshwater fishes in
the Northern Mediteranean Region? Biological Conservation 72: 311-319
Darmanto D, Andryan T, Setiawan A, Antoro MD. 2013. Kajian perubahan penggunaan lahan (Landuse) terhadap indkes kualitas lingkungan hidup di
DAS Progo Bagian Hilir. Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi
Geospatial: 159-163
Davies BR, Biggs J, William PJ, Lee JT, Thompson S. 2008. A comparioson of the catchment size of rivers, streams, ponds, ditches and lakes: implications for protecting aquatic biodiversity in an agricultural
landscape. Hydrobiologia 597: 7-17
De Silva SS. 2001. Reservoir and culture-based fisheries: biology and
management. Proceedings of an International Workshop held in Bangkok,
Thailand from 15–18 February 2000. ACIAR Proceedings No. 98. 384pp
De Silva SS. 2003. Cultured-based fisheries: an underutilitied opportunity in
aquaculture development. Aquaculture 221: 221-243
Demir N, Kirkagac MU, Pulatsu S, Bekcan S. 2001. Influence of trout cage culture on water quality, plankton and benthos in an Anatolian dam Lake.
The Israel Journal of Aquaculture-bamidgeh.53(3-4): 115-127
Dillon PJ, Rigler FH. 1974. A test of a simple nutrient budget model predicting
the phosphorus concentration in lake water. J. Fish. Res. Board Can 31:
1771-1778
Dillon PJ. 1975a. The phosphorus budget of Cameron Lake, Ontario: The
importance of flushing rate to the degree of eutrophy of lakes. Limnology
and Oceanography 20(1): 28-39
Dillon PJ, Rigler FH. 1975. A simple method for predicting the capacity of a lake
for development based on lake trophic status. J. Fish. Res. Board Can. 32:
1519-1531
Dodds WK, Jones JR, Welch EB. Suggested classification of stream trophic state: Dsitributions of temperate stream types by chlorophyll, total nitrogen and
Domalgalski J, Lin C, Luo Y, Kang J, Wang S, Brown LR, Munn MD. 2007. Eutrophication study at the Panjiakou-Daheiting Reservoir system, northern Hebei Province, People’s Republic of China: Chlorophyll-a
model and source of phosphorus and nitrogen. Agricultural Water
Management 94: 43-53
Downing JA, Plante C, Lalonde S. 1990. Fish production correlated with primary
productivity, not the Morphoedaphic index. Can. J. Fish. Aquat Sci 47:
1929-1936
Donoriyanto DS. 2011. Analisis dampak lahan pemukiman terhadap kualitas air
Sungai Bengawan Solo Kabupaten Lamongan. Prosiding Konferensi
Nasional “Inovasi dalam Desain dan Teknologi. 331-340
Edmonson WT. 1959. Freshwater biology. 2 nd Ed. John Wiley & Sonc. Inc.
New York.1248
Effendie MI. Biologi perikanan. Yayasan Pusaka Nusantara. Yogyakarta: 163 Effendi H, Romanto, Wardiatno Y. 2015. Water quality status of Ciambulawung
River, Banten Province, based on pollution indeks and NSF-WQI.
Procedia Environmental Sciences 24: 228-237
El-Khoury A, Seidou O, Lapen Que Z, Mohammadian M, Sunohara M, Bahram D. 2015. Combinedimpacts of future climate and land use changes on discharge, nitrogen and phosphorus loads for a Canadian river basin.
Journal of Environmental Management 151: 76-86
FAO. 1997. Fisheries management. FAO Technical Guidelines forResponsible Fisheries 4: Rome. 82
Fausia L, Nurhayati P, Oktariza W, Sobari MP. 1996. Studi perbandingan pengelolaan usaha perikanan jaring apung di DAS Citarum (Waduk
Jatiluhur, Saguling dan Cirata. Buletin Ekonomi Perikanan 2(2): 52-63
Fernandez-Jover D, Sanches-Jerez P, Bayle-Sempere J, Carratala A, Leon VM. 2007. Addition of dissolved nitrogen and dissolved organic carbon from wild fish and food around Mediterranean fish farms: Implication for waste-
dispersal models. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology.
340: 160-168
Filqueira R, Grant J, Strand O, Asplin L, Aure J. 2010. A simulation model of carrying capacity for mussel culture in Norwegian Flord: Role of induced
upwelling: Aquaculture 308: 20-27.
Gokcek K. 2011. Tilapia, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) and Himri
Barbel Carasorbabus luteus (Heckel, 1843), Duoculture in net Cages.
Journal of Animal and Veterinary Advances 10(9): 1102-1105
Gorman MW, Zimmer KD, Herwig BR, Hanson MA, Wright RG, Vaoughn SR, Younk JA. 2014. Relative importance of phosphorus , fish biomass, and watershed landuse as drivers of phytoplankton abudance in shallow lakes.
Science of the total environmental 466-467: 849-855
Guo L, Li Z. 2003. Effect of nitrogen and phosphorus from fish cage-culture on the communities of a shallow lake in middle Yangtze River basin of
China. Aquaculture. 226: 201-212
Gu DE, Ma GM, Zhu YZ, Xu M, Luo D, Li YY, Wei H, Mu XD, Luo JR, Hu YC.
2015. The impacts of invasive nile tilapia (Oreochromis niloticus) on the
fisheries in the main rivers of Guandong Province, China. Biochemical
Haggard BE, Moore Jr PA, Chaubey I, Stanley EH. 2003. Nitrogen and phosphorus concentration and export from an Ozark Plateau catchment in
the United States. Biosystemengineering 86 (1): 75-85
Hagglund A, Sjoberg G. 1999. Effect of beaver dams on the fish fauna of forest
streams. Forest Ecology and Management 115: 259-266
Haryono. 2004. Komunitas ikan suku Cyprinidae di perairan sekitar Butik Batikap
kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah. Jurnal Iktiologi
Indonesia 4(2): 79-85
Haryono, Tjakrawidjaja AH, Riyanto A. 2003. Iktiofauna di Perairan Sekitar Gunung Kabela Taman Nasional Bagani Nani Wartabone Sulawesi Utara.
Jurnal Iktiologi Indonesia 2(2): 31-40.
Hasan MR, Talukder MMR. 2005. Stocking of oxbow lakes in southwest
Bangladesh an its impact on biodiversity and environmental. FAO
Aquaculture Newslatter 32: 19 – 27
Hasan MR, Mondal MAW, Miah MI, Kibria MG. 2001. Water quality study of
some selected oxbow lakes with special emphasis on chlorophyll-a. In Se
Silva SS (edt). Reservoir and culture-based fisheries: biology and
management. ACIAR Proceedings No 98: 126-136
Hashim ZH, Md Shah ASR, Mohammad MS, Mansor M, Mohd Sah SA. 2012. Fishes of Sungai Enam and Sungai Telang in Temengor Reservoir, Perak,
Malaysia. Journal of Species and Distibustion 8(1): 27-31
Hedianto DA, Purnamaningtyas SE. 2011. Penerapan kurva ABC (Rasio kelimpahan/biomassa) untuk mengevaluasi dampak introduksi terhadap
komunitas ikan di Waduk Ir. H. Djuanda. Dalam Kartamihardja ES.
Rahardjo MF, Purnomo K (Edts). Prosiding Nasional Pemacuan Sumberdaya Ikan III: 1-11