• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

1.5 Kerangka pikir

Waduk Jatigede merupakan waduk serba guna sehingga semua aktivitas pemanfaatannya tidak boleh tumpang tindih. Waduk Jatigede yang berfungsi sebagai sumber air minum harus memiliki kualitas air yang baik dengan tingkat kesuburan oligotrofik sampai dengan mesotrofik. Adannya kegiatan perikanan budidaya tidak boleh menyebabkan terjadinya peningkatan status kesuburan perairan. Kegiatan penebaran selain bertujuan meningkatan produksi perikanan tangkap, juga dapat mengurangi beban masukkan limbah fosofor total dari budidaya.

Aktivitas budidaya selain memberikan keuntungan dan sumber pendapatan tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan. Polutan fosfor total dari budidaya sistem intensif berasal dari pakan yang digunakan. Pakan ikan komersil pada umumnya memiliki konsentrasi fosfor lebih tinggi dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh ikan. Pakan ikan tersebut sebagian diubah menjadi biomassa ikan dan sebagian masuk ke perairan sebagai bahan organik tersuspensi atau terlarut seperti karbon, nitrogen dan fosfor. Feses ikan merupakan salah satu sumber fosfor di perairan. Pengkayaan nutrien fosfor sebagai akibat dari budidaya di indikasikan dengan peningkatan konsentrasi fosfor

di kolom air dan sedimen (Matijevic et al. 2008). Oleh karena itu perlu adanya

kajian mengenai daya dukung Waduk Jatigede untuk kegiatan budidaya agar kualitas perairan tetap terjaga.

Kelimpahan dan biomassa ikan alami yang berasosiasi dengan aktivitas budidaya dapat mengurangi dampak pakan yang terbuang terhadap lingkungan

(Fernandez-Jover et al. 2007). Keberadaan ikan nila yang bersifat omnivora dapat

memanfaatkan limbah dari budidaya sistem intensif (Muangkeow et al. 2007).

Fosfor dan nitrogen merupakan nutrien pembatas untuk pertumbuhan fitoplankton. Beban masukkan fosfor yang besar dapat menyebabkan peningkatan

kelimpahan fitoplankton. Biomassa ikan nila yang besar pada suatu perairan

sangat berhubungan dengan tingginya konsentrasi klorofil-a (Starling et al. 2002).

Fitoplankton tersebut akan menjadi sumber makanan bagi ikan penyaring (filter

feeder) seperti bighead carp (Aristichthys nobilis), mola (Hypophthalmichthys molitrix), bandeng (Channos channos) dan nila (Mo et al. 2014).

Keberadaan ikan nila dan mola dapat mengurangi kelimpahan

Chlorophyceae (Scenedesmus, Ankistrodesmus dan Tetraedron) dan

Cyanobacteria (Microcystis). Ikan nila dapat menekan populasi fitoplankton yang

berukuran kecil (Turker et al. 2003). Ikan nila dapat menyaring bakteria (1µm)

dan fitoplankton dengan ukuran 5 µm sedangkan ikan mola dapat menyaring fitolankton berukuran lebih besar. Keberadaan ikan mola akan menurunkan

kelimpahan Oscillatoria (>15 µm) dan Cylindrospermopis sp (100 µm). Ikan

yang lainnya yang bisa ditebar d iperairan umum adalah ikan bandeng. Ikan ini dapat memanfaatkan fitoplakton sebagai pakan alaminya (58,1-75%). Adanya penebaran ikan bandeng di Waduk Jatiluhur memperlihatkan dampak positif

dimana setelah penebaran tidak pernah terjadi blooming Microcystis. Hal ini

mengindikasikan bahwa ikan yang ditebar dapat memanfaatkan biomassa fitoplankton. Adanya penebaran diharapkan akan dapat meningkatkan hasil tangkapan nelayan. Dengan demikian diharapkan pemanfaatan Waduk Jatigede dapat optimal dan berkelanjutan.

1.6 Hipotesis

Konsentrasi nutrien pada suatu badan air dipengaruhi oleh besarnya beban masukkan dari DTA dan aktivitas di perairan tersebut. Konsentrasi fosfor total di perairan dapat diestimasi dari beban masukkan DTA sekitar perairan tersebut. Pemanfaatan lahan pada DTA akan menentukan besarnya fosfor total yang masuk ke perairan dan konsentrasinya diperairan tersebut. Produktivitas perairan ditentukan oleh konsentrasi nutrien tersebut. Produktivitas primer perairan merupakan parameter yang digunakan untuk mengestimasi potensi produksi ikan dan jumlah benih yang dapat ditebar. Daya dukung perairan untuk kegiatan budidaya dapat diestimasi berdasarkan beban masukkan fosfor total yang dapat diterima oleh lingkungan.

Budidaya ikan dalam KJA dengan sistem intensif akan menghasilkan limbah dari pakan yang terbuang dan sisa metabolisme ikan. Sisa pakan tersebut akan memberikan nutrien karbon, nitrogen dan fosfor ke perairan. Peningkatan nutrien tersebut dapat meningkatkan biomassa fitoplankton yang merupakan salah satu pakan alami ikan. Penebaran ikan diharapkan dapat mengurangi beban nutrien yang terbuang ke lingkungan perairan. Ikan yang ditebar diharapkan dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap di Waduk Jatigede. Produksi ikan yang berasal dari perikanan budidaya dan tangkap diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar perairan.

2. STATUS MUTU AIR PADA BEBERAPA SUNGAI INLET

WADUK JATIGEDE, SUMEDANG- JAWA BARAT

2.1 Pendahuluan

Pembendungan sungai dengan tujuan pembuatan suatu waduk akan menyebabkan perubahan dari kondisi mengalir menjadi tergenang. Hal ini menyebabkan terperangkapnya nutrien dan material organik dari hulu sungai sehingga menyebabkan perairan waduk menjadi subur (Hagglund & Sjoberg 1999). Perubahan kualitas air sebagai akibat pembendungan tersebut akan

mempengaruhi proses ekologi di waduk yang terbentuk (Xiaoyan et al. 2010).

Kondisi fisik, biologi, dan kimia perairan waduk sangat dipengaruhi oleh kualitas air yang masuk ke dalam waduk. Pemantauan kualitas air sungai inlet merupakan komponen penting untuk pendugaan dan evaluasi dampak aktivitas terhadap

lingkungan waduk (Kartamihardja et al. 1987). Hasil penelitian pada beberapa

waduk di Polandia Selatan menunjukkan bahwa kualitas air waduk dipengaruhi oleh kualitas air pada sungai inlet (Jagus & Rzetala 2011).

Penentuan status mutu air merupakan acuan dalam pemantuan kualitas air yang bertujuan mengetahui mutu suatu sistem akuatik (Matahelumual 2007). Pemanfaatan DTA yang semakin intensif sebagai lahan pertanian, industri dan pemukiman menyebabkan semakin besarnya polutan yang masuk ke sungai (Bichi

et al. 2015). Polutan yang berasal dari lahan pertanian akan memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap kualitas air di pada suatu badan air (Zhang et

al. 2012). Waduk Kotmale, Sri Lanka merupakan waduk dengan DTA didominasi

oleh lahan pertanian. Setelah lima tahun penggenangan terjadi eutrofikasi dan

blooming Mycrocystis aeruginosa (Payasiri 2000). Hal ini disebabkan oleh beban

masukkan nutrien yang berasal dari anak sungai yang masuk kedalam badan air

(Kennen et al. 2004). Tujuan penelitan adalah untuk mengkaji status mutu air

2.2 Metode Penelitian

2.2.1 Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Mei 2015 pada tiga lokasi yaitu 1. Cinambo 2. Cialing, dan 3. Cimanuk (Gambar 2). Lokasi tersebut merupakan sungai inlet Waduk Jatigede. Pengambilan contoh air dilakukan pada kedalaman

0,5 m dengan menggunakan kemmerer water sampler volume 5L dan dimasukkan

kedalam botol polyetilen 500 ml. Contoh air yang digunakan untuk analisa nitrat

(N-NO3), nitrit (N-NO2), nitrogen dan fosfor totaldiberi pengawet H2SO4 pekat

sedangkan untuk pengamatan klorofil-a diberi pengawet MgCO3.

Gambar 2. Lokasi pengambilan contoh air

Pengamatan suhu, padatan terlarut total, kecerahan, pH dan oksigen terlarut dilakukan secara insitu. Untuk fosfor dan nitrogen total dianalisa di Laboratorium Produktivtas Primer dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Parameter nitrat (N-NO3), nitrit (N-NO2), dan klorofil-a diamati di Laboratorium

Kimia Air, Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Jatiluhur. Parameter yang diamati dan metode/alat yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter dan metode/alat yang digunakan

Parameter Satuan Metode/alat

Fisika

-Suhu oC YSI Professional Plus

-Padatan terlarut total mg L-1 YSI Professional Plus

-Kecerahan cm Keping secchi (ϴ 20 cm) Kimia

-pH YSI Professional Plus

-Oksigen terlarut mg L-1 YSI Professional Plus

-N-NO3 mg L-1 Brucine sulfat

-N-NO2 mg L-1 SNI 06-6989.9-2004 -Nitrogen total mg L-1 APHA 2012, 4500-N-C

-Fosfor total mg L-1 APHA 2012, 4500-P-E

-Klorofil-a mg m-3 Tricometrik

2.2.2 Analisa data

Status mutu air di sungai inlet Waduk Jatigede dianalisa menggunakan indeks pencemaran. Analisa dilakukan dengan membandingkan nilai beberapa parameter kualitas air sungai inlet hasil pengukuran dengan baku mutu kualitas air sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengedalian Pencemaran Air. Parameter yang digunakan dalam perhitungan indeks pencemaran dan baku mutu sesuai peruntukannya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter dan baku mutu yang digunakan dalam perhitungan indeks pencemaran

Parameter Satuan Baku mutu

I II III

Padatan terlarut total mg L-1 50 50 400

Oksigen terlarut mg L-1 6 4 3

pH 6-9 6-9 6-9

Fosfor total mg L-1 0,2 0,2 0,1

N-NO2 mg L-1 0,06 0,06 0,06

N-NO3 mg L-1 10 10 20

Beberapa ketentuan dalam penggunaan indeks pencemaran dalam penentuan status mutu air adalah:

1. Parameter yang dipilih merupakan parameter yang menunjukkan kualitas air

membaik jika bernilai rendah

2. Pilih baku mutu yang tidak memiliki rentang

3. Penggunaan nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran jika nilai ini lebih kecil dari 1

4. Penggunaan nilai (Ci/Lij) baru hasil pengukuran jika nilai ini lebih besar dari 1

dengan menggunakan rumus:

(Ci/Lij) baru= 1+P log(Ci/Lij) hasil pengukuran

Prosedur perhitungan menggunakan indeks pencemaran (Pollution Index) berdasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003. Perhitungan menggunakan indeks pencemaran dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Keterangan:

PIj = indeks pencemaran bagi peruntukkan (j)

Ci = konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran Lij = baku mutu air sebagai peruntukan tertentu

(Ci/Lij)M = nilai Ci/Lij maksimum

(Ci/Lij)R = nilai Ci/Lij rata-rata

Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat atau tidaknya air sungai dipakai untuk penggunaan tertentu. Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan Indeks Pencemaran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan indeks pencemaran Indeks pencemaran Klasifikasi pencemaran

0,0 ≤ PIj≥ 1,0 memenuhi baku mutu (kondisi baik)

1,0 ≤ PIj≥ 5,0 cemar ringan

5,0 ≤ PIj≥ 10,0 cemar sedang

PIj ≥ 10,0 cemar berat

Status kesuburan sungai inlet Waduk Jatigede diestimasi berdasarkan parameter nitrogen total, fosfor total, dan klorofil-a. Status kesuburan tersebut ditentukan berdasarkan kriteria dari Dodds et al. 1998 yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi status trofik untuk perairan sungai

Status kesuburan Klorofil-a (μgL-1) Nitrogen total (μgL-1) Fosfor total (μgL-1)

Oligotrofik <10,0 < 700 <25

Mesotrofik 10-30 700-1500 25-75

Status kesuburan perairan

Status kesuburan sungai inlet Waduk Jatigede di estimasi menggunakan indeks status kesuburan (TSI) Carlson (Carlson 1977). Estimasi status kesuburan

tersebut berdasarkan konsentrasi fosfor total (Ptot), klorofil-a (CHL-a) dan

kecerahan (SD) dengan persamaan sebagai berikut:

=

=

=

TSI =

Untuk menentukan status kesuburan perairan nilai TSI kemudian dibandingkan dengan nilai kriteria status kesuburan pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi status kesuburan berdasarkan nilai TSI Status kesuburan Nilai TSI

40 Oligotrofik

40-50 Mesotrofik

60-70 Medium eutrofik

70-80 Eutrofik

2.3 Hasil dan Bahasan

Pemanfaatan waduk tergantung pada kualitas air waduk tersebut yang dipengaruhi besarnya beban masukkan polutan (Wiatkowski & Paul 2009). Waduk dapat menjadi tempat terakumulasinya nutrien yang berasal dari DTA sekitar badan air (Szalinska 2010). Pembendungan Sungai Mogi-Guacu

menyebabkan peningkatan konsentrasi nitrogen, fosfor dan klorofil-a yang

menggambarkan peningkatan status trofik waduk (Brandimarte et al. 2008).

Waduk dapat mengendapkan nutrien fosfor total sehingga jumlah fosfor total yang berpindah ke hilir menjadi lebih sedikit. Hal ini menjadikan perairan waduk

rentan terhadap peningkatan kesuburan (eutrofikasi) (Powers et al. 2014).

Nilai indeks pencemaran sungai inlet Waduk Jatigede di sajikan pada Gambar 3. Secara umum air sungai inlet yang masuk ke dalam wilayah genangan Waduk Jatigede termasuk dalam kategori tidak tercemar-tercemar ringan. Nilai indeks pencemaran pada lokasi Cinambo, Cialing dan Cimanuk masing-masing berkisar 0,52-3,58; 0,26-2,34 dan 0,27-3,58.

Gambar 3. Indeks pencemaran di sungai inlet Waduk Jatigede berdasarkan kelas I ( ) II ( ) dan III ( ) memenuhi baku mutu ( ) tercemar ringan ( )

Nilai indeks pencemaran setiap stasiun pengamatan berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa beban masukkan polutan pada setiap stasiun berbeda. Sumber masukkan nutrient sungai inlet berasal dari pertanian dan limbah antropogenik. Status mutu air sungai inlet genangan Waduk Jatigede berdasarkan baku mutu peruntukan I dan II adalah tercemar ringan. Jika berdasarkan baku mutu peruntukan III menujukkan kondisi baik (memenuhi baku mutu). Parameter yang mempengaruhi status mutu air sungai inlet Waduk Jatigede antara lain padatan terlarut, oksigen terlarut dan fosfor total. Ke tiga parameter tersebut cenderung tinggi pada stasiun pengamatan Cimanuk dan Cinambo. Status mutu air Sungai Inlet Waduk Jatigede hampir sama jika dibandingkan dengan Sungai Cimanuk bagian hulu. Status mutu air di bagian hulu Cimanuk pada tahun 2008 adalah tidak tercemar-tercemar ringan dengan nilai indeks pencemaran 0,57-3,87 (Erwin et al. 2011).

Perhitungan indeks pencemaran berdasarkan data sekunder hasil pengamatan Juni 2013, Desember 2013 dan Nopember 2014. Parameter tambahan yang digunakan dalam perhitungan IP menggunakan data sekunder antara lain Mn, As, Zn, BOD dan COD.

Gambar 4. Indeks pencemaran di sungai inlet Waduk Jatigede berdasarkan kelas I ( ) II ( ) dan III ( ) memenuhi baku mutu ( ) tercemar ringan ( ) (Data

sekunder)

Perhitungan menggunakan data sekunder menyatakan bahwa indeks pencemaran termasuk kedalam kategori tidak tercemar-tercemar ringan (Gambar 4). Nilai indeks pencemaran di Cinambo, Cialing dan Cimanuk masing-masing berkisar 0,52-3,58; 0,51 dan 0,45-3,39. Status mutu air sungai inlet Waduk Jatigede yang dihitung dengan parameter tambahan (Mn, As, Zn, BOD dan COD) menunjukkan status mutu air yang sama dengan analisa menggunakan data hasil penelitian 2015. Namun secara umum nilai indeks pencemaran lebih tinggi pada pengamatan 2015 dibandingkan dengan pengamatan Juni dan Desember 2013 dan November 2014. Hal ini menujukkan beban pencemaran di sungai inlet bertambah besar. Hal ini kemungkinan berasal dari beban limbah antropogenik. Lokasi pengambilan contoh air merupakan lokasi yang padat pemukiman. Tata guna lahan disekitarnya merupakan lokasi lahan pertanian dan perkebunan.

Status mutu air pada sungai inlet Waduk Jatigede lebih rendah jika dibandingkan dengan mutu air di Sungai Ciambulawung, Banten. Indeks pencemaran di Sungai Ciambulawung berkisar 0,56-0,78 yang menggambarkan

perairan tersebut dalam kondisi baik (Effendi et al. 2015). DTA di beberapa badan

air di Hong Kong dapat memberikan sumbangan nitrogen dan fosfor total masing-

masing sebesar 6,9 dan 40,4 kg ha-1 tahun-1 (Li et al. 2003). Adanya pertambahan

penduduk dan lahan pertanian dapat meningkatkan konsentrasi nutrien dan

menurunkan konsentrasi oksigen terlarut (Zhou et al. 2012). Peningkatan luasan

lahan pertanian dan pemukiman sebesar 24,4 dan 41,6% menyebabkan

meningkatnya beban P total dari 130 kghari-1 menjadi 376 kg hari-1. Hal ini

menyebabkan status mutu air Sungai Manyame, Zimbabwe menjadi buruk

(Kibena et al. 2014). Konsentrasi nitrogen dan fosfor di perairan sungai akan

semakin meningkat dengan bertambah luasnya lahan pertanian dan berkurangnya

lahan pertanian cenderung memiliki konsentrasi N dan P yang tinggi (eutrofik)

(Szczykowska et al. 2015).

Penggunaan lahan disekitar sungai untuk pemukiman, pertanian dan

industri dapat mempengaruhi kualitas air (Davie et al. 2008). Kegiatan pertanian

yang menggunakan pupuk akan mempengaruhi kualitas air sungai melalui

buangan polutan dari lahan pertanian (Kovacic & Ravbar 2005; Agustiningsih et

al. 2012). Hal ini terjadi pada beberapa sungai di Rwanda dimana 54% dari DTA

berupa lahan pertanian (Naphi et al. 2011). Nutrien dari lahan pertanian berasal

dari pupuk yang digunakan (Hema & Muthalagi 2009). Beban fosfor total yang berasal dari pertanian di DAS Blukar, Kabupaten Kendal sebesar 25 943,84 kg

tahun-1 (Agustiningsih et al. 2012). Pada bagian Sungai Citarum dengan kondisi

tercemar berat, tata guna lahannya didominasi oleh sawah, industri dan pemukiman (Cahyaningsih & Harsono 2010). Kegiatan pertanian, peternakan dan rumah tangga merupakan sumber masukkan nitrogen dan fosfor total ke perairan

(Siahaan et al. 2003). Di Sungai Sabarmati, sumber pencemaran non point yang

mengandung nutrient mempengaruhi kualitas air (Panchani & Pandya 2013). Semakin kecil tutupan hutan dan beragamnya pemanfaatan lahan menyebabkan kualitas air semakin buruk (Supangat 2008). Peningkatan luasan pemukiman dan lahan pertanian di DAS Progo menyebabkan indeks kualitas lingkungan hidup

menjadi lebih rendah (Darmanto et al. 2013). Hasil Pengukuran kualitas air di

DAS Cimanuk wilayah genangan Waduk Jatigede di Sajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil pengukuran beberapa paraneter kuaitas air di sungai inlet Waduk Jatigede selama penelitian

Parameter Satuan Cinambo Cimanuk Cialing

Kecerahan Cm 15-35 15-30 25-40

Padatan terlarut total mg L-1 189,5-299,0 134,5-182 60,45-139,75

pH 7,99-8,63 7,72-8,52 7,47-8,85 Oksigen terlarut mg O2 L-1 4,39-5,70 4,24-6,18 3,88-6,38 mg L-1 0,01-0,104 0,001-0,037 0,006-0,074 mg L-1 0,493-2,724 0,371-2,814 0,097-2,642 Nitrogen total mg L-1 6,487-12,003 7,744-14,643 10,709-12,709 Fosfor total mg L-1 0,113-1,001 0,010-1,019 0,159-0,670 Klorofil-a mg m-3 5,790-7,053 7,489-7,901 2,111-3,114 Secara umum, kualitas air pada beberapa inlet Waduk Jatigede menunjukkan kualitas air yang baik. Namun harus diperhatikan bahwa konsentrasi

nutrien nitrogen dan fosfor total menunjukkan kondisi eutrofik (Smith et al.

1999). Jika mengacu pada kondisi sumber air inletnya, Waduk Jatigede diperkirakan akan memiliki tingkat kesuburan sedang (mesotrofik) sampai dengan

subur (eutrofik). Konsentrasi oksigen terlarut berkisar 3-5 mgL-1, suhu 25-30oC

dengan tingkat kesuburan oligo-mesotrofik (Ismail el al. 2000). Jika ditinjau dari

parameter oksigen terlarut, pH dan tingkat kesuburan menunjukkan bahwa kualitas air sungai inlet Waduk Jatigede layak untuk kegiatan perikanan. Konsentrasi fosfor dan nitrogen total serta klorofil-a disajikan pada Tabel 6. Konsentrasi fosfor dan dan nitrogen total cenderung tinggi pada ke tiga stasiun pengamatan. Hal ini disebabkan karena ke tiga stasiun tersebut terletak di lokasi yang dikelilingi oleh lahan pertanian. Lahan pertanian dapat memberikan beban

masukkan nutrien yang berasal dari penggunaan pupuk. Status kesuburan sungai inlet Waduk Jatigede berdasarkan parameter di sajikan pada Tabel 7. Status kesuburan sungai inlet Waduk Jatigede adalah meso-eutrofik.

Tabel 7. Status kesuburan sungai inlet Waduk Jatigede Lokasi Nitrogen total Fosfor total Klorofil-a Cinambo Eutrofik Eutrofik Mesotrofik Cimanuk Eutrofik Eutrofik Mesotrofik Cialing Eutrofik Eutrofik Mesotrofik

Nilai indeks status trofik yang dihitung dengan metode Carlson menunjukkan bahwa status trofik sungai inlet Waduk adalah subur dengan nilai

rataan berkisar 60-100,1. untuk parameter fosfor total, klorofil-a dan kecerahan

untuk bulan februari masing-masing adalah 103,8; 54,8 dan 83,2 dengan rata-rata 65,64. Jika dibandingkan dengan klasifikasi status kesuburan Nurnberg (1996), menunjukkan kesuburan perairan sungai inlet Waduk Jatigede adalah eutrofik. Ditinjau dari parameter fosfor dan nitrat perairan Sungai Citarum dan beberapa anak sungainya adalah perairan dengan kesuburan sedang (mesotrofik). Berdasarkan tingkat kesuburan sumber airnya, maka pendugaan status kesuburan Waduk Cirata pada awal penggenangan adalah meso sampai dengan eutrofik

(Kartamihardja et al. 1987). Waduk mempunyai kemampuan pulih diri yang lebih

rendah dari pada sungai yang disebabkan oleh waktu tinggal air yang lebih lama dengan laju sedimentasi nutrien yang cepat. Oleh karena waduk dapat menahan polutan yang berasal dari DTA sehingga tidak mencapai bagian hilir sungai (Zalewski 2012). Tingginya konsentrasi nutrien ini kemungkinan besar bersumber dari lahan pertanian dan limbah antropogenik. DTA disekitar sungai inlet didominasi oleh lahan pertanian dan pemukiman penduduk (Gambar 4). DTA Sungai Cimanuk meliputi wilayah kabupaten Garut, Sumedang, Majalengka dan

Indramayu (Triastutiningrum et al. 2006). Tata guna lahan pada DTA Cimanuk

disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 5.

Tabel 8. Tata guna lahan pada DAS Cimanuk

Tata guna lahan Luasan (ha) Persentase (%)

Air tawar 3 960,5 1,0 Belukar 56 257,8 13,8 Gedung 80,8 0,0 Hutan 31 417,1 7,7 Kebun 58 530,7 14,4 Pemukiman 36 269,8 8,9 Rumput 2 451,1 0,6 Sawah Irigasi 82 093,4 20,1

Sawah tadah hujan 61 239,8 15,0

Tanah berbatu 41,4 0,0

Tegalan 75 302,7 18,5

Gambar 5. Daerah tangkapan air (DTA) dan tata guna lahan Daerah Aliran Sungai Cimanuk (skala 1:950 000)

Kualitas air dibeberapa inlet Waduk Jatigede ini tidak jauh berbeda dengan inlet beberapa Waduk di Polandia. Hasil penelitian Jagus & Rzetala

(2011) menyatakan bahwa, air sungai yang menjadi inlet bagi beberapa waduk

(Kozlowa Gora, Przeczyce dan Laka) di Polandia Selatan merupakan sungai dengan konsentrasi nitrogen dan fosfor total yang tinggi. DTA didominasi oleh aktivitas pertanian (48,6-77,1%) sedangkan tutupan lahan berupa hutan berkisar 12,7-43,8%. Konsentrasi rata-rata parameter kualitas di sungai yang masuk ke beberapa waduk di Polandia di Sajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Konsentrasi parameter kualitas air di sungai inlet ke beberapa waduk di Polandia

Parameter Satuan Brynca Czarna Przemsza Pszczynka

pH 7,3 7,5 7,3-7,5

Oksigen terlarut mgO2L-1 9,0-11,5 9,5-10,3 5,5-6,7

mgL-1 0,08-0,16 0,12-0,15 0,31-0,78

mgL-1 15,4-20,1 12,3-13,3 10,4-15,5

Nitrogen total mgL-1 4,91-6,28 4,31-4,59 4,96-6,53

Fosfor total mgL-1 0,08-0,21 0,18-0,20 0,17-0,26

Sumber: Jagus & Rzetala 2011

Peningkatan kesuburan perairan disebabkan peningkatan beban masukkan

dari DTA sebagai akibat dari aktivitas manusia (Chang et al. 2009). Hal ini dapat

mengakibatkan sering terjadinya blooming alga dan kematian ikan (Ruley &

Rusch 2004). Pemanfaatan pupuk yang berlebihan pada DTA berupa lahan perkebunan dapat menyebabkan peningkatan beban masukkan nutrien kedalam suatu badan air. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas air dan meningkatkan kesuburan perairan (Junakova & Balintova 2012).

2.4 Simpulan

Penilaian status mutu air sungai inlet Waduk Jatigede berdasarkan parameter nutrien dan logam. Berdasarkan kajian tersebut, Sungai inlet Waduk Jatigede tidak memenuhi baku mutu untuk pemanfaatan kelas I dan II dengan nilai indeks pencemaran berkisar 1,06-3,58 (tercemar ringan). Untuk pemanfaatan kelas III (untuk perikanan), sungai inlet Waduk Jatigede memenuhi persyaratan baku mutu dengan nilai 0,26-1,64 (tidak tercemar). Namun secara umum status mutu air sungai inlet Waduk Jatigede masih tergolong baik. Jika ditinjau status mutu air sungai inlet, di Waduk Jatigede layak untuk dikembangkan kegiatan budidaya. Konsentrasi nutrien nitrogen dan fosfor total cenderung tinggi di inlet Waduk Jatigede yang menunjukkan status kesuburan meso-eutrofik.

3.

ESTIMASI KONSENTRASI FOSFOR TOTAL DAN

DAMPAKNYA BAGI STATUS KESUBURAN PERAIRAN

WADUK JATIGEDE, SUMEDANG-JAWA BARAT

3.1 Pendahuluan

Wilayah genangan Waduk Jatigede mempunyai luas sebesar 4122 ha dengan kedalaman rata-rata 25,8 m. Waduk ini terletak di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat merupakan waduk multifungsi yaitu sebagai pembangkit listrik, sumber air minum, irigasi, pengendali banjir dan perikanan. Daerah tangkapan air (DTA) merupakan wilayah daratan yang menampung dan menyimpan air hujan yang kemudian mengalirkannya ke laut atau danau melalui sungai utama (Hehanusa & Haryani 2001). Perubahan tata guna lahan merupakan faktor utama

yang mempengaruhi beban masukkan nutrien ke suatu badan air (El-Khoury et al.

2015). Besarnya beban masukkan nutrien akan berdampak pada kualitas air. Oleh karena itu perlu adanya data tutupan lahan disekitar badan air dalam pengelolaan

lingkungan (Bartley et al. 2012).

Beban masukkan nutrien kedalam sutau ekosistem akuatik dapat berasal

dari sumber point dan non point. Besarnya kontribusi kedua sumber nutrien

tersebut tergantung komposisi tata guna lahan dan kepadatan penduduk (Smith et

al. 1999). Aktivitas pertanian di sekitar badan air mempunyai dampak yang

signifikan terhadap kualitas air yang disebabkan oleh pupuk yang digunakan. Perubahan tutupan lahan pertanian dari 19,3% menjadi 73,43% dari luas total

DTA dapat meningkatkan beban masukkan nutrien sebesar 2,9% (Kimwaga et al.

2011). Beban masukkan fosfor total dari aktivitas pertanian ke dalam suatu badan

air dapat mengakibatkan penyuburan (Jordan et al. 2005). Pengelolaan lahan

pertanian yang baik dapat mengurangi beban masukkan fosfor total sebesar 40%

(Roberts et al. 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis beban

masukkan fosfor total dari sungai inlet serta dampaknya terhadap status kesuburan Waduk Jatigede, Sumedang-Jawa Barat.

3.2 Metode penelitian 3.2.1 Pengumpulan data

Contoh air yang digunakan untuk analisis parameter fosfor total diambil pada bulan Februari-Mei 2015. Pengambilan contoh air dilakukan menggunakan

Kemmerer Water Sample 5L pada tiga stasiun yaitu Sungai Cinambo, Sungai Cialing dan Sungai Cimanuk. Contoh air diambil pada kedalaman 0,5 m dari

Dokumen terkait