• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

4. Analisa Kasus IV

Data Almarhum

1. Nama : YS

2. Jenis kelamin : Laki-laki

3. Usia : 70an tahun

4. Pendidikan : MILO

5. Pekerjaan : Pensiunan PNS 6. Agama : Kristen Katolik 7. Tempat tinggal : Tinore

Riwayat Kematian Almarhum

Almarhumah meninggal tahun 2005. Upacara kematiannya sendiri dilaksanakan bulan Juli 2006, jadi almarhum disemayamkan selama satu tahun di rumahnya. Pihak keluarga sangat tidak menyangka almarhum akan meninggal karena kondisi kesehatannya yang baik-baik saja. Selama hidupnya, almarhum tidak memiliki riwayat penyakit yang cukup parah yang bisa membuatnya meninggal. Subjek disimpan di rumahnya sebelum dipestakan. Beliau diletakkan di ruang tengah rumah panggungnya. Almarhum diletakkan di atas tempat tidur yang ditutupi oleh kelambu. Selama masa penyimpanan ini, tiap Sabtu dan Minggu malam diadakan ibadah penghiburan di rumah duka. Pelaksanaan upacara kematian inipun sudah merupakan kesepakatan keluarga besar. Kendala-kendala yang dihadapi juga tidak terlalu besar karena hampir segala sesuatu yang dibutuhkan dapat disediakan oleh keluarga lainnya.

Di bawah ini adalah data subjek yang merupakan keluarga dan kerabat dari YS. Tabel 6 Data Subjek Subjek 10 11 12 Nama TS MK LS Hubungan

Kekerabatan Istri Kemenakan/teman Anak

Usia 59 tahun 48 tahun 25 tahun

Pendidikan Sekolah Rakyat S1 SMU

Pekerjaan Petani PNS (Camat) -

Agama Kristen Katolik Kristen Protestan Kristen Katolik

(bangsawan menengah) (bangsawan menengah) (bangsawan menengah) Hasil Analisa

a. Reaksi saat pertama mendengar tentang kematian

Almarhum berada dalam kondisi yang sehat-sehat saja ketika ia meninggal, sehingga kematiannya cukup mengagetkan pihak keluarga. Ketiga subjek menampakkan reaksi yang hampir serupa, yakni kaget dan tidak percaya.

Reaksi anak almarhum, LS, saat pertama kali mendengar kabar ini yakni kaget dan tidak percaya karena almarhum tidak mengalami sakit penyakit yang parah.

“……… Ya antara percaya dengan tidak karena bapak waktu itu masih sehat-sehat kan paginya. Orang bawa ke rumah sakit masih begitu kan. Ya karna dia masih sempat bicara, karna bapak disini dak sakit. Pas tiba disini baru benar-benar… Saya ndak bisa terima awalnya, orang tidak sakit kok tiba-tiba meninggal… lama-lamapi baru saya yakin betul kalo betul-betul meninggalmi itu bapak.” (W12.13.107)

“Kaget, tidak percaya, ya karna tadi itu, bapak itu ndak ada tanda-tanda sakit. Jadi waktu meninggal saya kaget sekali. Langsung saya duduk itu dirumah, menangis karena sedih toh.” (W12.20.108)

Hal serupa dirasakan oleh MK. Pada malam sebelum almarhum meninggal, MK masih sempat bertemu dan berbincang-bincang. Kondisi almarhum yang sehat-sehat saja membuatnya tidak percaya saat mendengar kabar kematiannya. Ia baru percaya setelah memastikan kabar tersebut, namun ia kurang bisa langsung menerima kabar tersebut. Ia merasa sedih dan kehilangan sosok yang selama ini dihormatinya.

“E…kaget karna hari Sabtu kan meninggal di sana toh, saya masih bercanda-canda itu, sama tetangganya masih sempat cerita sampai jam 7 malam, e…jam 8. Pagi-pagi sudah ada kabar meninggal bapak itu, saya bilang ah pasti bohong itu karna masih bercanda kemarin. Saya tidak percaya itu bilang sudah meninggal. Nanti saya telpon ulang baru betul-betul yakin kalo sudah meninggal. Ya, kaget skali memang, kurang dapat diterima awalnya.” (W11.13.105)

“Seperti tadi saya bilang, kaget, tidak percaya, setelah yakin betul baru ada rasa kehilangan sosok yang dihormati, teman bicara, sedih, sedih pastinya.” (W11.20.106)

Sedangkan istri almarhum, TS, juga sangat tidak menyangka almarhum akan meninggal saat itu sebab pada malam sebelumnya kondisi almarhum masih sehat-sehat saja. Rasa kaget sangat dirasakannya sehingga ia menjadi bingung dan tidak tahu harus melakukan apa. .

“……Saya ndak percaya skali itu, kayaknya susah skali saya terima. Langsung saya ndak bisa bikin apa-apa, duduk saja, saya masih pikir itu, kenapa bisa ? Masak iya orang sehat begitu tiba-tiba meninggal?...” (W10.13.102)

“Sedih sekali, kayaknya ada perasaan mau pergi juga sama bapak. ……… kayak bingung begitu, dak tau mo buat apa lagi. Bagaimana ya ? Susah skali lah, air mata itu kayak dak bisa berhenti turun.” (W10.21.103)

b. Lama bersedih

Waktu berduka paling lama dirasakan oleh istri almarhum karena ia masih belum bisa menerima kepergian suaminya. Sedangkan dua subjek lainnya tidak terlalu lama bersedih karena mereka harus mengurus persiapan upacaranya.

LS tidak terlalu lama tenggelam dalam kesedihan, terutama karena ia yang mendampingi ibunya selama masa berduka. Begitu juga

dengan MK yang beranggapan bahwa masih banyak hal lain yang harus diurus sehubungan dengan persiapan upacara kematiannya.

“Kalo yang tenggelam dalam kesedihan itu karna….begini ya, kita bersaudara itu ada sekitar 30an lebih. Jadi antara bersedih, antara dukacita dengan sukacita yang ada saat itu. Karna saudara kita yang jauh datang, ya datang menghibur jadi kita agak senang juga, karna kebetulan rasa rindu kita sama saudara kita kan timbul kembali. Ya jadi..antara..saat ini kita antara berdukacita dengan bersukacita.” (W12.14.108)

“Ah tidak lama itu, saya memang orangnya begini, tidak bisa itu lama-lama bersedih, pokoknya harus langsung bisa diatasi, karna masih banyak hal mo diurus setelahnya.” (W11.14.105)

Sedangkan TS mengalami dukacita paling dalam selama 2 bulan lebih. Selama itu ia berada dalam masa ketidakpercayaan atas kematian suaminya. Ia akhirnya meminta anaknya agar tinggal bersamanya untuk sementara waktu.

“Agak lama itu, beberapa bulan, mungkin ada 2 bulan lebih. Betul-betul itu kadang-kadang saya betul-betul tidak percaya. Makanya ini anak saya sampai tinggalkan rumahnya untuk tinggal sama saya, biar dia temani saya toh. Untung ada yang temani saya, jadi kami suka baku cerita tentang bapak, tentang apa saja. Akhirnya saya dak terlalu sedihmi lagi.” (W10.14.102)

c. Pengaruh kematian terhadap diri subjek

Perbedaan pengaruh kematian yang timbul disebabkan karena penerimaan kedua subjek yang baik atas kematian almarhum. Sedangkan bagi istrinya, kematian tersebut belum bisa diterimanya sehingga kematian almarhum sangat berpengaruh bagi dirinya.

Kematian almarhum tidak terlalu membawa berpengaruh pada kegiatan sehari-hari MK dan LS. Mereka beranggapan bahwa masih

banyak hal lain yang harus diurus sehubungan dengan persiapan upacara kematian almarhum.

“Ee…mungkin tidaklah karna kebetulan kita ndak kerja begitu kan. Sehari-hari mungkin teringatlah, tapi sebentar kok. Lagipula waktu itu saya terus juga yang dampingi mama sampai kayaknya dak ada itu waktu untuk urus diri sendiri.” (W12.15.108)

“Sudah tidak ada pengaruhnya lagi, sudah lama kok. Kemarin-kemarin juga tidak terlalu berpengaruh dalam kerja saya sehari-hari.” (W11.15.105)

Sedangkan TS merasa ia tidak sanggup berbuat apa-apa. Kerjanya hanya duduk, melamun, terus-menerus menangis, dan jarang makan. Keberadaan jenazah almarhum di rumah juga semakin menambah rasa dukacita subjek.

“Aduh, waktu itu berpengaruh sekali, saya sampai dak bisa bikin apa-apa, maunya duduk melamun saja, menangis, jarang makan. Apalagi tiap hari bisa dibilang kita liat trus itu bapak toh, jadi tambah susah kalo mo biasa-biasa saja. ………” (W10.15.103)

d. Perasaan selama persiapan upacara

Sementara dua subjek sibuk mengurus keluarga dan melakukan persiapan upacara, istri almarhum semakin merasa tidak rela karena almarhum yang selama ini masih ditempatkan di rumah akan segera dikuburkan.

Selama persiapan upacara, baik MK dan LS sibuk dengan segala urusan dan keluarga sehingga mereka tidak merasa berduka lagi.

MK : “Yang pasti tidak ada lagi rasa berduka, yang ada itu kesibukan terus hampir tiap hari, capek, lelah lah pokoknya.” (W11.21.106

LS : “Ya senang karna ada kesibukan lain, selama inikan cuma tinggal saja di rumah urus anak. Jadi selama persiapan kemarin saya lumayan

sibuk, urus sana-sini, ketemu-ketemu sama keluarga, ya…senanglah ada kegiatan. Walaupun cape kan, sempat saya sakit juga kemarin itu, tapi ya puaslah sudah kerja.” (W12.21.108)

Lain halnya dengan TS. Ia merasa bahwa almarhum benar-benar akan berpisah dengan dirinya. Hal ini membuatnya merasa sedih lagi dan merasa tidak rela.

“Ingat lagi sama bapak, kan lama toh itu baru dipesta, 1 tahunlah kira-kira. Sempat dak terlalu sedih memang, tapi waktu persiapan upacara mo dimulai, wah…kayaknya betul-betul ini bapak sudah mo diambil, dikubur begitu. Selama inikan ditaruh di rumah, jadi tiap hari bisa diliat. Kalo sudah dipestakan artinya sudah mo dikubur. Jadi ya…kayaknya benar-benar perpisahan dengan bapak. Itu rasa ndak rela muncul lagi, ………..” (W10.22.103)

e. Perasaan selama upacara Rambu Solo’ berlangsung

Selama upacara berlangsung, kesedihan ketiga subjek sudah mulai berkurang. Upacara ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk memberikan pelayanan mereka kepada almarhum untuk yang terakhir kalinya sehingga mereka harus melakukannya dengan sebaik-baiknya.

Ketiga subjek, TS, MK dan LS mengatakan bahwa kesedihan mereka semakin berkurang saat berlangsungnya upacara ini. Mereka bersyukur masih diberikan kesempatan untuk bersama dengan almarhum dan memberikan penghormatan dan pelayanan untuk yang terakhir kalinya.

TS : “Sekarang sudah biasami, sudah rela. Kita juga tidak pernah diam ato duduk tenang, selalu kerja kesana-kemari, jadi ya sibuk, dak ada rasa mau menangis lagi, plong, lega. Senang juga ketemu orang banyak, terharu karna mereka perhatian sekali ke kami.” (W10.23.104)

TS : “Sangat menolong saya dalam mengurangi kesedihan. Terasa sekali itu, eh…jadi sepertinya masih ada waktu untuk sama-sama bapak

walaupun cuma sebentar, jadi dak langsung dikuburkan. Kita juga ada kesempatan untuk mm…memberikan penghormatan terakhir buat bapak.” (W10.24.104).

Dokumen terkait