• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Kualitas Air Sungai Cidurian

Analisa kualitas air Sungai Cidurian dilakukan dengan membagi wilayah sungai berdasarkan sub Daerah Aliran Sungai Cidurian. Ada tiga sub DAS Cidurian yaitu sub DAS Cidurian Hulu, sub DAS Cibereum, dan Sub DAS Cidurian hilir. sub DAS Bagian hulu meliputi wilayah Bendung Seuwu (Kabupaten Bogor), Kopo Maja (Kabupaten Lebak), Bendung Ranca Sumur (Kabupaten Lebak), sub DAS Cidurian hilir meliputi Cikande Hulu (Asem) (Kabupaten Serang), Cikande Hilir (Parigi) Kabupaten Serang, Kresek, Kronjo dan Tanara yang berada di Kabupaten Tangerang. Sub DAS Cibereum wilayahnya meliputi Kabupaten Serang.

Data diambil dari data sekunder yang meliputi data analisa kualitas air hasil pemantauan mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten, serta Badan Lingkungan Hidup Kab. Serang. Data primer diambil dari pemantauan langsung di lapangan, untuk selanjutnya analisa data dilakukan dengan membuat perbandingan kualitas air Sungai Cidurian berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi dengan baku mutu airnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 apabila sungai belum ditetapkan kriteria mutu airnya, maka diambil baku mutu kelas II. Sungai Cidurian belum ditetapkan kelas airnya. Kriteria mutu air yang digunakan sebagai acuan adalah baku mutu kelas II.

Hasil pengamatan langsung dilapangan yang diamati pada Bulan Oktober sampai dengan Desember untuk parameter TSS, BOD, COD, E.coli serta total

coli dapat ditunjukkan pada Tabel 7. Hasil analisa kualitas air yang diamati dari data sekunder menunjukkan bahwa, ada kecenderungan parameter yang melebihi baku mutu adalah TSS, COD, BOD , E. coli serta Total coli. Tingkat pencemaran air sungai cenderung meningkat ke arah hilir akibat semakin

besarnya input bahan pencemar dan akumulasi dari hulu. Hal ini dapat dilihat

Parameter TSS (Total Suspended Solid)

Hasil pengamatan kualitas air Sungai Cidurian untuk parameter TSS pada Bulan April 2010 sampai Bulan September 2011 seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter TSS

Lokasi Pengamatan

Konsentrasi TSS (mg/l) Bulan April 2010 sampai Bulan September  2011  Apr‐ 10 Mei‐ 10 Jul‐ 10 Sep‐ 10 Okt‐ 10 Apr‐ 11 Mei‐ 11  Jul‐ 11  Sep‐ 11

Hulu Kopo maja 32 152 62 287 102 55 66 225 65

Hulu Bd Ranca Sumur 22 75 71 410 47 79 38 204 72

Hulu Asem 136 132 300 400 395 269 276 439 184

Hilir Cikande Parigi 107 120 276 586 208 481 486 642 422

Hilir Kresek 117 155 322 634 246 145 170 1053 124

Hilir Kronjo 138 238 161 600 197 71 130 129 7

Baku Mutu 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Gambar 4 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian periode pengamatan (2010- 2011) paramer TSS

Berdasarkan hasil pengamatan konsentrasi TSS mulai Bulan April 2010 sampai dengan Bulan September 2011, konsentrasi TSS melebihi baku mutu , seperti tampak pada Gambar 4. Hal ini mengindikasikan bahwa Sungai Cidurian telah tercemar oleh partikulat yang dapat meningkatkan kekeruhan. Konsentrasi TSS yang tinggi disebabkan karena air sungai banyak mengandung endapan lumpur serta pasir halus serta jasad-jasad renik yang terbawa dari kikisan tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003). Beban pencemar TSS diakibatkan oleh faktor alam serta faktor antropogenik atau aktifitas manusia. Nilai TSS paling

tinggi berada di daerah Kresek, dan terjadi pada bulan Juli 2011. Daerah Kresek merupakan daerah hilir DAS Cidurian. Nilai TSS yang tinggi dikarenakan hasil akumulatif dari hulu sampai hilir yang melebihi baku mutu. Konsentrasi TSS dari hulu sampai ke hilir semakin tinggi. Kecenderungan dari hulu ke hilir untuk parameter TSS dapat dilihat pada Gambar 4.

 

Gambar 5 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010 - 2011) parameter TSS

Pada Gambar 5 terlihat bahwa konsentrasi TSS dari lokasi pengamatan Kopo Maja dan Bendung Ranca Sumur (bagian hulu) mengalami kenaikan ke arah lokasi hulu asem dan hilir Cikande Parigi (bagian tengah) , dan mengalami kenaikan lagi ke arah hilir Kresek. Hal ini terjadi pada bulan pengamatan April 2010, Juli 2010, September 2010 , Oktober April 2011, Mei 2011, Juli 2011, September 2011. Pada Bulan Mei 2010 konsentrasi TSS tidak mengalami kecenderungan meningkat dari hulu sampai hilir. Konsentrasi TSS di Hulu Kopo Maja pada Bulan Mei 2010 sebesar 152 mg/l melebihi baku mutu. Hal ini diduga ada pengaruh dari faktor alam seperti pelapukan batuan, sedimentasi yang terjadi di bagian hulu .(Efendi, 2003). Konsentrasi TSS mengalami kenaikan yang signifikan di daerah hilir Kresek terutama pada Bulan Juli 2011, dan rata rata menurun di daerah hilir Kronjo. Hal ini disebabkan karena lokasi Kresek merupakan lokasi hilir yang menerima akumulasi konsentrasi langsung dari bagian hulu, tengah sampai hilir. Lokasi kronjo merupakan lokasi hilir yang terletak di percabangan anak sungai. Diduga menurunnya konsentrasi TSS di

lokasi Kronjo karena faktor pengenceran. Konsentrasi TSS juga dipengaruhi oleh debit. Semakin tinggi debit sungai, konsentrasi polutan semakin kecil karena mengalami pengenceran demikian pula sebaliknya. Berdasarkan data dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Banten pada Bulan Mei 2010 debit sungai mencapai maksimum sebesar 13,474 m³/detik dan debit minimum pada Bulan September 2010 sebesar 1,166 m³/detik. Hal ini berpengaruh terhadap besarnya konsentrasi TSS pada Bulan Mei sebesar 75 mg/l lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi TSS pada saat debit mencapai minimum sebesar 410 mg/l pada Bulan September 2010.

Parameter COD (Chemical Oxygen Demand)

COD merupakan parameter kimia untuk mengetahui tingkat pencemaran air. Hasil pengamatan COD pada 6 lokasi pengamatan seperti tampak padaTabel 8.

Tabel 8. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter COD

Lokasi Pengamatan 

Konsentrasi COD (mg/l) Bulan April 2010 sampai Bulan September 2011  Apr‐ 10  Mei‐ 10 Jul‐ 10 Sep‐ 10 Okt‐ 10  Apr‐ 11 Mei‐ 11  Jul‐ 11  Sep‐ 11

Hulu Kopo maja  12,00 30,00 26,00 21,00 11,00 15,00 16,00 38, 00 24,00

Hulu Bd Ranca Sumur  13,0 24,0 34,0 23,0 46,0 19,0 15,0 39,0 25,0

Hulu Asem  29,0 29,0 23,0 22,0 19,0 28,0 26,0 47,0 33,0 Hilir Cikande Parigi  37,00 30,00 17,00 28,00 17,00 32,00 26,00 62, 00 58,00 Hilir Kresek  19,0 19,0 17,0 30,0 29,0 26,0 27,0 97, 00 69,0 Hilir Kronjo  13,00 35,00 28,00 27,00 30,00 20,00 22,00 40, 00 29,00

Baku Mutu  25 25 25 25 25 25 25 25 25

Gambar 6 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian periode pengamatan (2010 dan 2011) paramer COD

Pada Gambar 6 tampak bahwa konsentrasi COD menunjukkan kecenderungan melebihi baku mutu untuk kelas II yaitu 25 mg/l, walaupun ada beberapa tempat yang nilai COD nya masih di bawah baku mutu untuk kelas II.

       Baku

      mutu 

       Baku

Hal ini menunjukkan bahwa Sungai Cidurian telah tercemar oleh bahan organik yang sulit terurai. Seperti yang disebutkan oleh (Effendi, 2003), COD merupakan parameter untuk mengetahui konsentrasi bahan organik di perairan yang sulit terurai. Konsentrasi COD berasal dari limbah industri, domestik dan pertanian, disamping karena faktor alam. Konsentrasi COD rata-rata pada Bulan Juli dan September 2011 lebih tinggi dibandingkan dengan pada bulan pengamatan lain. Hal ini erat kaitannya dengan debit sungai pada saat Bulan Juli dan September yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bulan lain (Anonim, 2010).

 

Gambar 7 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010- 2011) paramer COD

Apabila melihat kecenderungan dari hulu sampai hilir, tampak bahwa pada bulan April 2010, September 2010, Juli 2011, September 2011, nilai COD dari hulu sampai hilir semakin meningkat. Pada bulan Mei 2010, Oktober 2010, April 2011, Mei 2011, cenderung konstan. Nilai COD tertinggi terjadi pada Bulan Juli 2011 di daerah Kresek. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah Kresek sebagai daerah hilir merupakan tempat akumulasi beban pencemaran COD. Konsentrasi COD dihasilkan oleh limbah industri jenis tekstil, pewarnaan, di lokasi Cikande Parigi yang banyak mengandung bahan organik yang sulit terurai. Di Indonesia nilai COD yang diperkenankan di perairan di bawah 25 mg/l sesuai dengan kelas II Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001. Angka ini lebih longgar dibandingkan nilai COD menurut standar internasional. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan

pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).

Parameter BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Parameter BOD merupakan indikator keberadaan bahan organik diperairan. BOD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara biologis. Semakin tinggi nilai BOD mengindikasikan semakin banyak kandungan bahan organik diperairan (anonim, 2010). Nilai BOD yang didapat pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter BOD

Lokasi Pengamatan 

Konsentrasi BOD (mg/l) Bulan April 2010 sampai dengan September  2011  Apr‐ 10 Mei‐ 10 Jul‐ 10 Sep‐ 10 Okt‐ 10 Apr‐ 11 Mei‐ 11  Jul‐ 11  Sep‐ 11 Hulu Kopo maja  4,00 9,00 2,00 3,00 2, 00 2, 00 2,00 5,00 3,00

Hulu Bd Ranca Sumur  5,00 7,00 2,00 3,00 5, 00 2, 00 2,00 5,00 3,00

Hulu Asem  9,00 8,00 4,00 3,00 3, 00 4, 00 3,00 6,00 4,00 Hilir Cikande Parigi  13,00 8,00 3,00 4,00 3, 00 5, 00 5,00 7,00 7,00 Hilir Kresek  7,00 7,00 11,00 5,00 4, 00 3, 00 3,00 17,00 10,00 Hilir Kronjo  5,00 9,00 3,00 4,00 4, 00 3, 00 3,00 5,00 4,00

Baku Mutu  3 3 3 3 3 3 3 3 3

Pada Tabel 9 terlihat bahwa nilai BOD selama bulan pengamatan April 2010 sampai September 2011 pada sebagian besar lokasi pengamatan melebihi baku mutu untuk kelas II. Hal ini mengindikasikan tingginya polutan bahan organik di Sungai Cidurian. Semakin tinggi polutan bahan organik di perairan semakin banyak membutuhkan oksigen untuk melakukan oksidasi secara biologis. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut di perairan, dan apabila mencapai titik jenuh akan menjadi kondisi tanpa oksigen (an aerob). Air sungai menjadi berbau dan berwarna hitam. Perairan alami memiliki nilai BOD berkisar antara 0,5 – 7 mg/l (Jeffries dan Millis) dalam (Asuhadi, 2006). Perairan dengan nilai BOD melebihi 10 mg/l dianggap telah tercemar. Kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0 mg/L (UNESCO/WHO/UNEP, 1992) .

Gambar 8 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian periode pengamatan (2010 dan 2011) paramer BOD

Pada gambar 8 terlihat bahwa nilai BOD paling tinggi terjadi pada Bulan Juni 2011, di daerah Kresek. Lokasi dari hulu sampai hilir, nilai BODnya memiliki kecenderungan melebihi baku mutu untuk kelas II sebesar 3 mg/l. Pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Bulan April 2011 di daerah hulu Kopo Maja dan di bagian tengah Bendung Ranca Sumur nilai BOD nya memiliki kecenderungan di bawah baku mutu.

       

       

Gambar 9 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010 dan 2011 paramer BOD

Berdasarkan Grafik di atas, dapat dilihat nilai BOD dari hulu sampai hilir pada bulan April 2010, Juli 2010, September 2010, September 2011, memiliki kecenderungan yang semakin meningkat di bagian hilir Kresek dan Kronjo. Bulan Mei 2010, Oktober 2010, April 2011, Mei 2011 nilai BOD dari hulu sampai hilir cenderung konstan, dan melebihi baku mutu untuk kelas II. Pada Bulan April 2011, wilayah Hulu Kopo Maja dan Bendung Ranca Sumur nilai BOD masih di bawah baku mutu untuk kelas II.

Nilai COD dan BOD hasil pengamatan Bulan April 2010 sampai September 2011 memiliki kecenderungan melebihi baku mutu. Nilai COD

       Baku       mutu         Baku       mutu         Baku       mutu         Baku       mutu 

menyatakan kandungan bahan organik sebagai polutan dalam air limbah. Berbeda dengan BOD, COD mengindikasikan bahan organik yang sulit terurai. Perbandingan nilai BOD dan COD memberikan informasi sejauh mana air limbah tersebut dapat diolah secara biologis. Semakin tinggi nilai perbandingan BOD/COD semakin tinggi pula tingkat biodegradabilitas polutan limbah cair tersebut. Nilai perbandingan BOD/COD pada bulan April 2010 sampai September 2011 sebesar 0,17. Menurut Capps (1995) (BOD/COD 0,4, mudah terdegradasi, BOD/COD 0,4 sulit terdegradasi, dan BOD/COD   0,2   mengandung bahan toksik. Nilai perbandingan BOD/COD sebesar 0,17 menunjukkan bahwa air sungai mendapatkan beban pencemaran dari limbah yang mengandung bahan organik yang sulit terdegradasi dan bersifat toksik.

Parameter DO (Dissolved Oxygen)

DO (dissolved oxygen) merupakan indikator utama kualitas air. Kadar oksigen terlarut sangat erat kaitannya dengan beban pencemaran bahan organik pada perairan (Rahman, 1996). Semakin tinggi kandungan bahan organik diperairan semakin banyak oksigen yang digunakan untuk proses dekomposisi bahan organik. Pada penelitian ini didapat nilai DO yang bervariasi pada setiap tempat dan waktu. Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air (Effendi, 2003). Konsentrasi oksigen terlarut erat kaitannya dengan konsentrasi TSS, BOD dan COD. Semakin tinggi konsentrasi TSS perairan semakin keruh dan akan mengganggu proses fotosintesa. Akibatnya kandungan oksigen terlarut juga berkurang. Konsentrasi TSS paling tinggi terjadi di daerah Kresek pada Bulan Juli 2011. Konsentrasi oksigen terlarut paling rendah selama bulan pengamatan terjadi pada Bulan Juli 2011 di daerah Kresek.. Konsentrasi oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter DO

Lokasi Pengamatan 

Konsentrasi DO (mg/l) Bulan April 2010 sampai dengan  September 2011  Apr‐ 10  Mei‐ 10 Jul‐ 10 Sep‐ 10 Okt‐ 10 Apr‐ 11 Mei‐ 11  Jul‐ 11  Sep‐ 11 Hulu Kopo maja  6,40 4,20 5,50 4,00 4, 50 5,00 5,50 4,80 6,00 Hulu Bd Ranca Sumur  5,10 4,60 5,20 4,00 3, 80 5,00 5,50 4,80 6,00 Hulu Asem  4,20 4,20 3,80 5,00 4, 20 4,00 4,00 4,40 5,20

Hilir Cikande Parigi  1,80 4,20 3,80 3,90 4, 20 3,60 4,00 3,80 3,00

Hilir Kresek  4,40 4,00 3,80 3,10 4, 00 4,00 4,00 2,20 3,60

Hilir Kronjo  5,40 4,00 4,00 4,60 4, 00 4,40 4,80 4,40 5,20

Baku Mutu  4 4 4 4 4 4 4 4 4

Gambar 10 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu ke hilir periode \ pengamatan (2010 dan 2011) paramer DO

Parameter DO menggambarkan kandungan oksigen terlarut di perairan. Nilai DO minimum untuk kelas II sebesar 4 mg/l. Semakin tinggi nilai DO dari batas minimum maka kualitas perairan semakin bagus. Pada Gambar 9 terlihat nilai DO yang di bawah 4 mg/l terjadi di daerah hilir Kresek dan Hilir Cikande Parigi. Hal ini mengindikasikan ada hubungan antara nilai BOD dan DO. Nilai BOD paling tinggi dijumpai di daerah Hilir Kresek, dan DO paling kritis juga di daerah Kresek. Semakin tinggi kandungan bahan organik di perairan semakin banyak membutuhkan oksigen untuk mengurai bahan organik menjadi an organik. Akibatnya kadar oksigen terlarut diperairan menjadi berkurang. Kondisi ini jika dibiarkan akan menyebabkan kondisi perairan tanpa oksigen atau an aerob, yang menimbulkan bau busuk di perairan. Konsentrasi DO pada bulan April, Juni, Agustus, Oktober, Desember 2010 sampai dengan Februari, April, Juni, dan Agustus 2011 di lokasi hulu sampai tengah memiliki kecenderungan melebihi 4 mg/l. Hal ini mengindikasikan kadar oksigen terlarut di sungai masih bagus untuk kehidupan biota perairan. Kondisi ini bertentangan dengan konsentrasi BOD dan COD sebagai parameter bahan organik yang melebihi baku mutu pada setiap bulan pengamatan. Seharusnya konsentrasi bahan organik yang tinggi, akan memperkecil nilai oksigen terlarut di perairan. Hal ini diduga pengaruh faktor alam. Kandungan oksigen terlarut dipengaruhi oleh suhu dan proses fotosintesis, salinitas, serta tekanan air. Semakin tinggi suhu

        Baku        mutu 

       Baku

perairan, kadar oksigen terlarut semakin rendah. Suhu rata-rata di Sungai Cidurian 30°C masih dalam kisaran suhu normal untuk kualitas air kelas II Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 (Anonim, 2010). Salinitas di perairan relatif rendah yang menyebabkan kandungan oksigen terlarutnya tinggi.

Parameter E. Coli (Escherichia coli)

E. colimerupakan salah satu bakteri coliform total yang tidak berbahaya yang ditemukan dalam tinja manusia (Effendi, 2003). Keberadaan E. coli di perairan secara berlimpah menggambarkan bahwa perairan tersebut tercemar oleh kotoran manusia, yang kemungkinan disertai dengan cemaran bakteri patogen. Nilai E. coliSungai Cidurian sangat dipengaruhi oleh aktifitas penduduk di sepanjang Sungai Cidurian. Hasil analisa kualitas air dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air ( 2010 – 2011 ) menunjukkan bahwa dari hulu sampai hilir kecenderungan nilai E. coli melebihi baku mutu. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 11.

Tabel 11 Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter E.coli  (mg/l)

Lokasi  Apr‐ 10 Mei‐ 10 Jul‐10 Sep‐ 10 Okt‐ 10 Apr‐ 11 Mei‐ 11  Jul‐11 Sep‐ 11 Baku   Mutu

Hulu Kopo maja  1900 7000 14000 7000 11000 30000 7000 2900 22000 1000

Hulu Bd Ranca Sumur  1400 9000 1700 8000 3000 8000 9000 7000 13000 1000

Hulu Asem  1300 17000 2600 7000 3300 11000 22000 9000 9000 1000

Hilir Cikande Parigi  1100 11000 1300 7000 2000 22000 7000 8000 7000 1000

Hilir Kresek  3000 17000 1700 8000 3400 9000 4800 9000 8000 1000

Hilir Kronjo  9000 4400 2200 7000 2000 17000 2900 11000 2900 1000

Nilai E. coli rata rata di setiap lokasi pengamatan melebihi baku mutu untuk kelas II Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 sebesar 1000 mg/l seperti tampak pada Gambar 10. Nilai E. coli merupakan indikator yang utama limbah domestik. Keberadaan E. Coli dalam jumlah yang melebihi baku mutu mengindikasikan bahwa Sungai Cidurian tercemar oleh kotoran manusia Tingginya nilai E. Coli di Sungai Cidurian diduga disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi penduduk yang tinggal di sepanjang bantaran sungai. Rata-rata penduduk yang tinggal di sepanjang bantaran sungai memanfaatkan sungai sebagai tempat MCK. Faktor ekonomi menyebabkan penduduk tidak memiliki fasilitas MCK. Selain itu pemahaman penduduk terhadap sanitasi lingkungan sangat kurang.

I ndex D a ta 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 40000 30000 20000 10000 0 Var iable

Hulu Bd Ranca Sumur Hulu Asem

Hilir Cik ande Par igi Hilir Kr esek Hilir Kr onj o Bak u Mutu Hulu Kopo maj a Grafik E.Coli

Gambar 11 Grafik analisa kualitas air E.coli pada Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010-2011)

Parameter Logam Berat

Parameter logam berat yang meliputi Hg (raksa), Pb (timah hitam), Cd (cadmium), Cr (chromium) dianalisa pada sedimen yang terletak di sub DAS Cibereum dan sub DAS Sungai Cidurian hilir, sebelum ada kegiatan industri, tepat di depan Industri yang membuang limbah di Sungai Cidurian, serta setelah industri. Analisa parameter logam berat dilakukan di sedimen dengan pertimbangan bahwa di perairan logam berat tidak terdeteksi. Hasil analisa seperti pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil pemantauan logam berat Sungai Cidurian

Tabel 12 dapat dilihat parameter yang melebihi baku mutu adalah Pb (timah hitam). Konsentrasi timah hitam (Pb) pada empat lokasi sampling

No  Parameter  Konsentrasi Logam Berat (mg/l) dari Beberapa Lokasi Pengamatan  

      Bendung  Ranca Sumur  Pt. Frans  Putratex  Cikande 

Perbatasan  Kresek  Baku Mutu 

1  Raksa (Hg)  < 0,02  < 0,02  < 0,02  < 0,02  0,02  2  Timah Hitam (Pb)  3,75  9,05  4,55  1,9  0,2  3  Kadmium (Cd)  < 0,10  < 0,10  < 0,10  < 0,10  0,1  4  Kromium (Cr)  < 0,10  < 0,10  < 0,10  < 0,10  0,1 

semuanya berada di atas baku mutu untuk logam berat Pb. Pada perairan yang diperuntukkan bagi air minum, kadar maksimum timbal adalah 0,05 mg/l (Effendi, 2003). Konsentrasi Pb yang melebihi baku mutu, menyebabkan air sungai bersifat toksik dan tidak memenuhi persyaratan sebagai air minum. Keberadaan Pb di perairan sebagai logam berat akan mempengaruhi sistem respirasi organisma perairan, sehingga pada saat kadar DO rendah konsentrasi logam berat tinggi, kelimpahan organisma perairan menurun. Konsentrasi logam berat Pb di perairan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor alami dan antropogenik. Diduga tingginya konsentrasi Pb diakibatkan dari pembuangan limbah industri jenis pewarnaan tekstil yang berada di Sub DAS Cidurian hilir.

Penentuan Status Mutu Air

Status mutu air menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, merupakan gambaran kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air pada waktu tertentu dengan membandingkan baku mutu air atau kelas air yang ditetapkan. Penentuan status mutu air digunakan metode storet dan metode Indeks Pencemaran sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 tahun 2003. Perhitungan untuk menentukan status mutu air dilakukan di daerah hulu, hilir dan tengah, guna mengetahui perubahan kualitas air dari hulu, tengah dan hilir. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode storet seperti ditunjukkan pada Tabel 13, 14 dan 15.

Tabel 13 Hasil perhitungan status mutu air metode storet bagian hulu

No  Parameter  Satuan  Baku Mutu  Hasil Pengukuran  Skor 

Max  Min  Rata‐rata    

   FISIKA                    1  TSS  mg/l  50 204 114,67 22  ‐2 2  TDS  mg/l  1000 84 59 32  0 3  Temperatur  Celcius  27‐32,5  31,9 27,8 29,75  0    KIMIA                    4  pH     6‐9  7,7 5,95 6,88  ‐2 5  Nitrat (NO3‐N)     10  4,9 0,3 1,3  0 6  BOD 5     3  9 2 3,67  ‐8 7  COD     25  46 11 23,94  ‐2 8  DO     4  6,4 3,8 4,99  ‐8    MIKROBIOLOGI                    16  Fecal Coliforom     1000  35000 400 9912,5  ‐12 17  Total Coliform     5000  160000 4400 47757,5  ‐12          Jumlah Skor  ‐46

Tabel 14 Hasil perhitungan status mutu air metode storet bagian tengah

No  Parameter  Satuan  Baku Mutu  Hasil Pengukuran    

Max  Min  Rata‐rata    

   FISIKA                    1  TSS  mg/l  50 642  107 325,5  ‐5 2  TDS  mg/l  1000 306  33 81  0 3  Temperatur  Celcius  27‐32,5  32,2  28,7 30,4  0    KIMIA                    4  pH     6‐9  9,3  4,73 6,99  ‐4 5  Nitrat (NO3‐N)     10  7  0,2 1,48  0 6  BOD 5     3  13  3 5,5  ‐8 7  COD     25  62  17 31,3  ‐8 8  DO     4  5,2  1,8 3,96  ‐2    MIKROBIOLOGI                    9  Fecal Coliforom     1000  30000  1100 8722,5  ‐15 10  Total Coliform     5000  160000  6000 49945  ‐15          Jumlah Skor  ‐57

Tabel 15 Hasil perhitungan status mutu air metode storet bagian hIlir

No  Parameter  Satuan  Baku Mutu  Hasil Pengukuran  Skor 

Max  Min  Rata‐rata    

   FISIKA                    1  TSS  mg/l  50 1053 7 257,61  ‐4 2  TDS  mg/l  1000 803 39 188  0 3  Temperatur  Celcius  27‐32,5  33,3 28,4 30,73  0    KIMIA                    4  pH     6‐9  9,3 5,76 6,99  ‐2 5  Nitrat (NO3‐N)     10  17,2 1 2,54  ‐2 6  BOD 5     3  17 3 5,94  ‐8 7  COD     25  97 13 32,1  ‐8 8  DO     4  5,4 2,2 4,11  ‐8    c. Mikrobiologi                    9  Fecal Coliforom     1000  30000 1100 8722,5  ‐15 10  Total Coliform     5000  160000 7000 44797,5  ‐15          Jumlah Skor  ‐62

Tabel 16. Rekapitulasi hasil perhitungan status mutu air metode storet

No  Lokasi  Skor  Kategori 

1  Hulu S. Cidurian  ‐46  Cemar Berat  2  Tengah S. Cidurian  ‐57  Cemar Berat  3  Hilir S. Cidurian  ‐62  Cemar Berat 

Berdasarkan Tabel 16 tampak bahwa kondisi kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir mengalami pencemaran yang berat. Hal ini sesuai dengan hasil analisa kualitas air untuk parameter TSS, COD, BOD serta E. coli dari hulu sampai hilir mengalami kecenderungan melebihi baku mutu kelas II menurut Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001. Penentuan status mutu air juga dilakukan dengan menggunakan nilai Indeks Pencemar. Hasil yang diperoleh antara metode storet dan metode indeks pencemar berbeda. Pada metode storet kualitas Sungai Cidurian berada dalam kondisi cemar berat. Pada metode indeks pencemar kualitas Sungai Cidurian berada dalam kondisi cemar ringan karena memiliki nilai indeks pencemar dibawah 6. Perbedaan hasil disebabkan karena perbedaan cara penentuan sampel. Pada metode storet menggunakan data time series karena menggunakan kadar maksimum, minimum serta rata – rata untuk menentukan skor. Metode indeks pencemar tidak menggunakan data time series, hanya rata rata keseluruhan nilai parameter selama periode pengamatan. Metode storet hasilnya lebih teliti namun memerlukan waktu lama. Metode indeks pencemar dapat langsung menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu. Hasil Perhitungan dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran seperti ditunjukkan pada Tabel 17.

Tabel 17 Hasil perhitungan status mutu air metode indeks pencemaran

No  Waktu  Nilai IP  Kopo  Maja  Bd Ranc  Sumur  Cikande  Asem  Cikande 

Parigi  Kresek  Kronjo 

1  April 2010  1,77  1,59 2,62  3,24  2,64  4,28 2  Mei 2010  3,95  4,24 5,29  4,67  5,28  3,42 3  Juli 2010  4,86  1,66 3,65  3,43  3,78  2,67 4  September 2010  3,9  2,03 4,09  4,73  4,89  4,76 5  Oktober 2010  4,53  1,82 4,06  3,05  3,39  3,03 6  April 2011  6,04  4,05 4,62  5,75  4,25  3,81 7  Mei 2011  3,12  4,15 5,65  5,62  3,28  2,48 8  Juli 2011  3,26  3,95 4,41  5  5,88  4,61 9  September 2011  5,56  4,02 4,31  4,38  4,31  3,82

Tabel 17 dan Gambar 11 menunjukkan nilai Indeks Pencemaran berada di bawah 6. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no 115 tahun 2003 nilai indeks pencemar dibawah enam menunjukkan status mutu air Sungai Cidurian termasuk kategori cemar ringan. Berdasarkan perhitungan dengan metode storet dan Indeks Pencemar, Sungai Cidurian termasuk kategori tercemar ringan sampai berat.

Gambar 12 Grafik status mutu air berdasarkan nilai indeks pencemaran

Dokumen terkait