• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Beban Pencemaran

2.2.2 Penentuan Beban Pencemaran

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 1 tahun 2010 tentang tata laksana pengendalian pencemaran air, metode untuk menentukan beban pencemaran dikelompokkan berdasarkan sumber pencemar tertentu (point source) dan sumber tak tentu (non point source).

Penentuan beban pencemar dari sumber tertentu (point source) berdasarkan data primer dari lapangan maupun data sekunder hasil pemantauan instansi yang berwenang. Data kuantitas dan kualitas pencemar air dari sumber tertentu dievaluasi dan dikaji dengan menggunakan metode estimasi sebagai berikut :

I,j = Ci x V x OpHrs/1.000.000 Keterangan :

I,i = Besar beban/emisi pencemar atau parameter i, kg/tahun C,i = Konsentrasi jneis pencemar i dalam buangan air limbah, mg/l (data pemantauan lapangan)

V = Laju alir buangan air limbah liter/jam OpHrs =Jumlah jam operasi per tahun, jam/tahun 1 000. 000 = faktor konversi, mg/kg

(Sumber : Permen LH no 01 tahun 2010)

Beban pencemar dari sumber tak tentu (non point source) diperkirakan dengan terlebih dahulu menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masing-masing kategori kegiatan. Metode estimasi untuk setiap kelompok kegiatan yang menghasilkan air limbah kategori sumber tak tentu (non Point source) sebagai berikut :

Kegiatan dan penggunaan barang konsumsi menghasilkan emisi berupa : a. Emisi polutan dari proses sanitasi dan pencucian

b. Emisi yang berkaitan dengan kepadatan penduduk

Hasil penelitian Irianto dan Iskandar, 2007 emisi air limbah domestik seperti Tabel 1

Tabel 1. Emisi air limbah domestik

No Parameter Faktor Emisi (gr/hari)

1. TSS 38

2. BOD 40

3. COD 55

4. Minyak dan Lemak 1,22

5. Detergen 0,189 6. NH4-N 1,8 7. NO2-N 0,002 8. NO3-N 0,01 9. Organik-N 0,11 10. Total-N 1,95 11. PO4-P 0,17 12. Total-P 0,21 13. S 1,3 14. Phenol 0,001 15. Coli Tinja 3 E +14

Sumber : Irianto dan Iskandar, 2007 dalam Puslitbang SDA

Anonim (2010) mengatakan bahwa emisi BOD untuk limbah domestik seperti pada Tabel 2 :

Tabel 2. Klasifikasi emisi BOD di Indonesia

No Daerah Klasifikasi Rentang Beban gr BOD/orang/hari Rata-rata Beban gr BOD/orang/hari Rasio ekivalen kota 1. Kota Tinggi 37,5 – 42,5 40 1 2. Pinggiran kota Sedang 27,5 – 37,5 32,5 0,8125 3. Pedalaman Rendah 22,5 – 27,5 25 0,625

Sumber : Balai Lingkungan Keairan Pusat Litbang Sumber Daya air

Beban pencemar dapat diestimasi dengan beberapa rumus berikut :

(1) Beban pencemar = faktor emisi x kepadatan populasi x rasio ekivalen kota (Iskandar, 2007)

(2) Beban pencemar = jumlah penduduk x x faktor emisi (tabel 1) (Anonim, 2010)

(3) Beban pencemar = Luas daerah pemukiman x kepadatan penduduk x faktor emisi

(PerMenLH no 01 tahun 2010)

Keterangan:

: koefisien transfer beban, (0,3 – 0,8), yang merupakan pendekatan dari estimasi air limbah yang masuk ke sungai berdasarkan jarak pemukiman terhadap sungai. Asumsi yang digunakan adalah semakin dekat dengan sungai semakin besar peluang membuang limbah langsung ke sungai. Sebaliknya semakin jauh dari sungai masyarakat semakin rendah peluang membuang limbah secara langsung ke sungai (Kurniawan, 2003) Jarak 0 - 100 m ; nilai = 1 Jarak 100 m - 500 m ; nilai = 0,85 Jarak 500 m – 1 km ; nilai = 0,5 Jarak 1 km ; nilai = 0,3

Sumber pencemar kegiatan pertanian berasal dari sisa pemakaian pupuk dan jerami yan merupakan sisa hasil panen. Pupuk yang dipakai per Ha sawah terdiri dari komposisi 200 kg Nitrogen, 100 kg Phospor, 100 kg kalium, selain itu untuk pencegahan hama dipakai juga pestisida 2 l/Ha sawah. Pupuk yang

digunakan hanya 80 % yang efektif diserap, sedangkan sisanya 20% terbawa aliran terutama pada saat musim hujan. Jerami padi merupakan produksi sampingan pada saat musim panen. Setiap ha sawah menghasilkan 3 ton jerami padi, dan setiap tonnya menghasilkan 30 kg BOD. Emisinya diperkirakan sebanyak 20% dari jerami tersebut terbawa ke dalam aliran sungai (Anonim, 2010). Emisi dari kegiatan pertanian untuk setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Emisi dari kegiatan pertanian

Sumber : Balai Lingkungan Keairan Pusat Litbang Sumber Daya air

2.3 Kapasitas Asimlasi

Kapasitas asimilasi didefinisikan sebagai kemampuan badan air dalam menerima beban pencemar, tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya (Quano, 1993). Kapasitas asimilasi atau kapasitas homeostatis merupakan kemampuan badan air dalam menetralisir atau membersihkan sendiri (self purification) terhadap beban pencemar sampai kondisi tidak tercemar.

Sungai dikatakan berada dalam kondisi tercemar, apabila mengalami perubahan karakteristik fisik, kimia dan biologi. Perubahan karakteristik disebabkan adanya tekanan ekologis yang berkaitan dengan fungsi sungai sebagai badan air penerima limbah. Pada awalnya limbah yang masuk ke sungai dapat secara alami dinetralisir sampai pada kondisi tidak tercemar. Namun apabila konsentrasi limbah yang masuk lebih besar daripada kemampuan sungai dalam menetralisir lmbah, maka akan terjadi pencemaran. Bahan pencemar (polutan) dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah,

No Jenis Pertanian Parameter Limbah Pertanian

BOD N P TSS Pestisida

Kg/ha/musim tanam ;/ha/musim tanam 1. Sawah (jerami padi yang

membusuk

18 20 10 0,04 0,16

2. Palawija (humus yang terkikis) 9 10 5 2,4 0,08 3. Perkebunan lain (humus yang

terkikis)

limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain (Effendi, 2003).

Konsentrasi dari partikel polutan yang masuk ke perairan akan mengalami tiga macam fenomena yaitu pengenceran (dilution), penyebaran (dispersion) dan reaksi penguraian (decay of reaction). Pengenceran terjadi pada arah vertical ketika air limbah sampai di permukaan perairan, sedangkan penguraian merupakan pengenceran pada permukaan perairan ketika limbah tercampur karena arus (Quano, 1993).

Metode yang digunakan untuk menentukan nilai kapasitas asimilasi dikemukakan oleh Quano (1993), sebagai berikut :

- Metode hubungan antara kualitas air dan beban pencemaran

Kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban pencemaran dalam suatu grafik. Selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air kelas II Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001.

- Metode arus bermuatan partikel

Kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara membandingkan konsentrasi limbah dengan konsentrasi air sungai yang menerima limbah, dengan memperhitungkan kecepatan aliran, perbedaan konsentrasi dan debit sungai.

- Metode penurunan oksigen dari streeter dan phelps

Kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara mengamati pengurangan nilai oksigen terlarut. Faktor yang diperhitungkan dalam metode ini antara lain waktu perjalanan limbah di sungai.

Kapasitas asimilasi juga merupakan kemampuan sungai dalam menerima bahan organik bersifat mudah terurai secara biologis (biodegradable) yang banyak membutuhkan oksigen untuk proses dekomposisi, sehingga menurunkan kadar oksigen dalam badan air. Sungai mampu melakukan asimilasi penambahan oksigen dari atmosfer melalui proses reaerasi sehingga kandungan oksigen terlarut dalam perairan mencukupi untuk kehidupan organisme (Hasham, 2004).

Ada dua konsep yang berhubungan dengan kapasitas asimilasi menurut (Gang et al.2004) yaitu beban kritis (critical load) dan kemampuan membersihkan diri (self purification). Beban kritis merupakan beban yang mampu diterima oleh badan air untuk membersihkan diri secara alami.

Penentuan kapasitas asimilasi sangat sulit karena ada beberapa sifat dari organisme yang berbeda. Misalnya organisme yang bersifat mudah terurai secara biologis dan yang sulit terurai secara biologis. Penentuan kapasitas asimilasi sangat penting sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan pengendalian pencemaran air (Lee et al. 2008).

Dokumen terkait