• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4.1 Kondisi geografis Daerah Penelitian

Provinsi Banten merupakan lokasi keberadaan Sungai Cidurian. Agar diperoleh gambaran tentang daerah penelitian, berikut ini diuraikan tentang kondisi umum wilayah yang dilalui Sungai Cidurian.

Secara geografis letak Sungai Cidurian antara 106°00’30” BT dan 6°40’ LS. Luas Sungai Cidurian ± 815 km dengan panjang sungai 81,5 km, mempunyai dua anak sungai, yaitu Sungai Cimandaya dan Sungai Cibeureum (Anonim, 2010).

Wilayah aliran Sungai Cidurian ini dibatasi oleh Laut Jawa di bagian Utara , wilayah aliran Sungai Ciujung di bagian Barat, wilayah aliran Sungai Cisadane-Ciliwung di bagian timur, wilayah aliran sungai Cibaliung-Cibareno di bagian selatan. Sungai Cidurian mengalir dari sumber mata air yang berada di komplek G. Gede ke Laut Jawa dengan melewati empat kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang. Sungai Cidurian ini mempunyai tiga anak sungai utama, yaitu Sungai Cidurian Hulu, Sungai Cibeureum dan Sungai Cipangaur terletak pada daerah Cilaang dan pertemuan sungai Cidurian dan Sungai Cibeureum pada daerah Cikande.

Topografi Sungai Cidurian yang merupakan daerah dataran dengan kemiringan antara 0,00012 – 0,00025 (satuan ) terletak pada daerah muara sungai sampai dengan daerah pertemuan dengan Cibeureum dan Sungai Cidurian dan untuk topografi yang landai ke arah terjal (daerah pegunungan) terletak pada daerah pertemuan Sungai Cidurian dengan Sungai Cipangaur sampai ke arah hulu dengan kemiringan 0,0004 – 0,0007 (Anonim, 2009).

Lahan yang ada di kiri kanan Daerah Aliran Sungai Cidurian secara umum merupakan daerah perbukitan, perkebunan, hutan, sawah, pemukiman, industri dan sebagainya. Jenis lahan yang ada sangat dipengaruhi oleh keberadaan tempat tersebut terhadap topografi sungai yang ada.

Secara rinci, lahan yang ada di kiri kanan sungai dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Daerah bagian hulu sungai : hutan, perkebunan, galian golongan C (pasir), persawahan, perkotaan, pemukiman

b. Daerah bagian tengah sungai : kebun, persawahan, pemukiman, galian golongan C (pasir), jaringan irigasi, industri

c. Daerah bagian hilir sungai : kebun, pemukiman, galian golongan C (pasir), industri, perkotaan, tambak

2.4.2 Peuntukan Sungai Cidurian

Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 34 tahun 1996, dari hulu Sungai Cidurian beserta anak-anak sungainya sampai dengan muara sungai Cidurian di Desa Tenjoayu Kec. Tirtayasa Kab. Serang, termasuk golongan B, C, dan D, yaitu untuk pemanfaatan air baku air minum, perikanan, peternakan, pertanian, dll.

Berdasarkan Peraturan pemerintah No 82 th 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, Sungai Cidurian masuk dalam klasifikasi mutu air kelas II, III dan IV, yaitu untuk peruntukkan prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, pertanian dan peternakan.

Pemanfaatan lahan di DAS Cidurian terbesar adalah sebagai kawasan budi daya pertanian. Hanya sebagian kecil yang merupakan kawasan lindung, berada pada wilayah Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Menurut data dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Banten, Sungai Cidurian dimanfaatkan untuk kegiatan industri dan irigasi. Perusahaan Daerah Air Minum memanfaatkan Sungai Cidurian untuk penyediaan kebutuhan air bersih bagi masyarakat.

2.4.3. Debit Sungai Cidurian

Debit maksimum bulanan Sungai Cidurian yang diamati di Stasiun Bendung Ranca Sumur mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2010 sebesar 602,189 m³/detik yang terjadi pada Bulan Mei tahun 2001 dan debit minimum sebesar 1,166 m³/detik yang terjadi pada bulan September tahun 2010 (Anonim

2010). Rasio terbesar antara debit rata-rata pada saat musim hujan terjadi pada tahun 2007 yaitu 1 : 2,90.. Debit rata-rata bulanan Sungai Cidurian yang diamati di stasiun pengamatan Bendung Ranca Sumur dapat dilihat pada Lampiran 9. Debit Sungai Cidurian bagian hulu sebesar 272,9 m³/detik dan bagian hilir 536,61 m³/detik berdasarkan data dari Status Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang (Anonim, 2010).

2.4.4 Permasalahan di Sungai Cidurian

Permasalahan utama yang dialami Sungai Cidurian adalah pencemaran air sungai dan kerusakan DAS Cidurian. Indikator kerusakan DAS Cidurian adalah adanya fluktuasi debit yang sangat tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Selain itu adanya lahan kritis di daerah hulu yang mengakibatkan terjadinya erosi dan sedimentasi di daerah hilir.

Pencemaran di Sungai Cidurian disebabkan oleh pencemaran limbah domestik, industri, pertanian dan peternakan. Sumber polutan dari domestik adalah aktifitas penduduk yang memanfaatkan Sungai Cidurian untuk MCK. Jumlah penduduk di DAS Cidurian berjumlah ± 1.656.769 orang (BPS Banten 2010) orang. Sumber polutan dari industri adalah aktifitas perusahaan yang air limbahnya belum memenuhi Baku Mutu Lingkungan. Berdasarkan data dari BLHD Provinsi Banten, tahun 2009 (Laporan Pemantauan Kualitas Sungai Cidurian), industri yang membuang limbahnya di Sungai Cidurian adalah ; PT. Tunas Sumber Idea Kreasi Kimia, PT. Kulit Murni Asia Tenggara, PT. Frans Putratex, PT. Sari Daya Plasindo, , PT. Shinta Woo Sung, PT. Panca Plaza Indo Textile, PT. Singlong Brother Industri, PT. Eka Nindya Karsa, Pt. Platinum Resin, PT. Mariza Sari Murni.

Hasil pemantauan dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, kualitas air Sungai Cidurian cenderung mengalami penurunan, dari 18 parameter yang dipantau, empat parameter berada diatas baku mutu, yaitu COD, nitrit, H₂S dan kekeruhan. Hasil pemantauan dari BLHD Provinsi Banten, 2009, diketahui beberapa parameter yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas II yaitu COD, BOD, Zn, E coli dan total coli.

Kelas air Sungai Cidurian adalah kelas III dan IV.

2.5 Pengendalian Pencemaran Air Sungai

Manajemen pengelolaan kualitas air dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :

1. Pendekatan dari sumber titik (point source) melalui teknologi pengolahan limbah Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, menetapkan Baku Mutu Bagi Limbah untuk berbagai kegiatan, mulai dari industri, rumah sakit, perhotelan. Baku Mutu yang dimaksud dalam KepMenLH No 55 Tahun 1995, tentang baku mutu limbah industri.

2. Pendekatan dari pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menurut PP 82 tahun 2001, antara lain penetapan status mutu air sesuai dengan Pasal 14 (1) PP 82 Tahun 2001. Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan: a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air; b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air. dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Sejalan dengan hal diatas Pasal 15 (1) PP 82 Tahun 2001. Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran. (2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka pemerintah dan pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahankan dan meningkatkan kualitas air, pemantauan kualitas air sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran menyatakan bahwa untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan kualitas air. 3. Pendekatan daya tampung beban pencemaran dengan memadukan antara

potensi beban pencemaran dari berbagai sumber dengan kualitas air.

Dasar hukum penetapan daya tampung beban pencemaran, diatur dalam Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam pasal 1,8,12,16,17 dan 19. Secara tegas disebutkan dalam undang-undang tersebut, pentingnya pertimbangan daya tampung dan daya dukung lingkungan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peraturan Pemerintah no 82 Tahun 2001 pasal 20 dan 23 juga mengatur penetapan daya tampung, dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 110 Tahun 2003 tentang pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air.

BAB III

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait