• Tidak ada hasil yang ditemukan

b Observasi Lapangan

C. ANALISA DATA

Analisis data dilakukan setelah pengolahan data selesai dikerjakan, yaitu setelah semua emisi GRK diketahui berdasarkan sumbernya. Analisis dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan mempertimbangkan opsi yang dapat diberikan kepada pabrik gula agar mudah diimplementasikan sehingga penurunan GRK dapat dilakukan.

IV.

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Areal PT PG Rajawali II Unit PG Subang (Gambar 4) awalnya merupakan areal tanaman karet yang digunakan oleh PTP XXX. Konversi areal tersebut berdasarkan pada Instruksi Menteri Pertanian No.13/INS/UM/1970. Untuk merealisasikan SK Menteri tersebut maka PPIG (Proyek Pengembangan Industri gula) bekerja sama dengan PTP XXX untuk mengadakan penelitian penanaman tebu di areal PG Subang. Pada waktu itu tebu digiling ke PG Tersana Baru berdasarkan SK Menteri No.681/Menteri-X/1978 tanggal 14 Oktober 1978, pengelolaan PG Subang yang terdiri dari kebun Pasir Bungur, Pasir Muncang, dan Manyingsal sepenuhnya diserahkan kepada PTP XIV.

Pabrik gula Subang dibangun mulai tahun 1981 berdasarkan SK Menteri Pertanian No.667/KPIS/8/1981 tanggal 11 Agustus 1981 dan surat Direktur Jendral Moneter Dalam Negeri Departemen Keuangan No. S. 2892/MD/1982 pada tanggal 2 Juni 1982, dengan kontraktor pelaksana yaitu ‘Heavy Mechanical Complex’ (HMC) dari Pakistan. Pada tahun 1984 pembangunan fisik pabrik dengan fasilitasnya telah selesai dilaksanakan dan telah selesai tahap uji coba. Penggilingan pertama PG Subang adalah pada tanggal 3 Juli 1984 dan berakhir tanggal 8 Oktober 1984.

Pada tahun 1985 dilaksanakan penyerahan HMC dari pihak kontraktor kepada PTP XIV (Persero), Cirebon. Sejalan dengan pengalihan manajemen PTP XIV kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia berdasarkan SK Menteri Keuangan No.1326/MK.013/1988, maka pada tanggal 30 Desember 1988 pengelolaan PG Subang dilaksanakan oleh PT PG Rajawali II yang merupakan salah satu unit perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia berkantor pusat di Jakarta dan modal perusahaan berasal dari perusahaan itu sendiri.

PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) merupakan salah satu BUMN yang berada dalam lingkup Departemen Keuangan. Bidang usahanya mencakup perdagangan, ekspor-impor, produsen obat-obatan, pabrik kulit, dan pabrik gula. Perkembangan selanjutnya adalah perubahan anggaran dasar perseroan yang tercatat dalam akte No. 94 pada tanggal 28 Agustus 1996 yang dibuat oleh Notaris Achmad Abid, SH. Nama PT Perkebunan XIV kemudian digantikan menjadi PT Pabrik Gula Rajawali II yang merupakan anak perusahaan dari PT Rajawali Nusantara Indonesia. Saham perusahaan ini dimiliki seluruhnya bersama pabrik gula lainnya, yaitu PG Tersana Baru, PG Karangsuwung, PG Sindang Laut, PG Subang, dan Pabrik Spiritus dan Alkohol (PSA) Palimanan.

PT PG Rajawali II Unit PG Subang dalam pelaksanaan proses produksinya menggunakan jenis proses Sulfitasi Alkalis dengan jumlah produksi 23.194,68 ton SHS per musim giling. Rendemen yang terkandung pada tebu bernilai 7 dan memiliki kapasitas kualitas produk SHS IA, dengan hasil samping berupa tetes tebu (molases) sekitar lima persen tebu, blotong tiga persen tebu, dan ampas sekitar 30 % tebu. PG Subang memiliki kapasitas giling sekitar 3.000 ton tebu per hari.

a.

Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi suatu perusahaan sangat dibutuhkan karena merupakan komponen yang dapat menjelaskan kedudukan bagi kelancaran hubungan diantara individu-individu di dalam organisasi dan administrasi menurut fungsi-fungsi, arus tanggung jawab dan wewenang masing- masing bagian. Diharapkan akan timbul kerjasama dan sinergi yang baik dalam menjalankan visi dan misi perusahaan.

PT PG Rajawali II Unit PG Subang dipimpin oleh seorang General Manager yang di dalam pelaksanaannya, tugas dibantu oleh Engineering Manager, Processing Manager, Plantation Manager, Financial and Administration Manager, dan Manajer Sumber Daya Manusia dan Umum. Struktur Organisasi PT PG Rajawali II Unit PG Subang dapat dilihat di Lampiran 2.

B.

KETENAGAKERJAAN

PT PG Rajawali II Unit PG Subang memiliki banyak tenaga kerja yang dibedakan berdasarkan sifat hubungan kerja dengan perusahaan menjadi karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Status karyawan tidak tetap mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan dengan jangka waktu yang tidak menentu, dengan terlebih dahulu pada saat mulai kerja didahului dengan masa percobaan maksimal 3 bulan. Karyawan tetap dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karyawan bulanan dan karyawan harian, sedangkan karyawan tidak tetap terdiri dari karyawan kampanye dan musiman.

Karyawan kampanye adalah karyawan yang berhubungan langsung dengan jalannya proses produksi, sedangkan karyawan musiman dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yaitu karyawan musiman tebang yang bertugas dari mulainya tebu ditebang sampai diangkut dan ditimbang, karyawan musiman tanaman yang bertugas dari pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tebu sampai siap ditebang, dan karyawan musiman lain-lain yaitu karyawan yang bekerja di sekitar emplasemen namun tidak berhubungan langsung dengan proses penggilingan tebu, seperti tenaga administrasi gudang. Selain memperoleh upah (harian/bulanan) karyawan juga menerima tunjangan- tunjangan baik untuk karyawan tetap maupun untuk karyawan tidak tetap. Karyawan tetap bulanan mendapat tunjangan dari perusahaan berupa rumah dinas beserta listrik dan air, jaminan kesehatan baik jasmani maupun rohani, asuransi tenaga kerja, sarana olahraga dan kesenian, kendaraan bermotor, pendidikan, cuti kerja, jaminan hari tua, serta hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perusahaan. Karyawan tetap harian tidak mendapatkan tunjangan perumahan. Karyawan kampanye mendapatkan pesangon giling, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, dan untuk karyawan musiman tebangan dan karyawan musiman lainnya mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan keselamatan kerja.

Jam kerja yang diberlakukan di PG Subang bagi karyawan terdiri dari jam kerja harian dan shift. Jam kerja harian dilakukan pada luar masa giling atau pada masa perbaikan dan pemeliharaan.

Jam kerja shift diberlakukan selama masa giling dengan pertukaran shift dilakukan setiap tiga hari sekali. Dalam satu hari terdapat tiga shift dengan jam kerja selama 8 jam untuk tiap shift.

Untuk meningkatkan keterampilan setiap staf dan karyawan, PT PG Rajawali II Unit PG Subang mengadakan kerja sama dengan Depnaker, Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP), dan Dewan Gula Indonesia (DGI). Kerja sama yang dilakukan adalah dengan mengadakan penelitian mengenai keselamatan dan keterampilan kerja, selain itu juga diadakan pelatihan kerja atau training di lokasi pabrik maupun di instansi-instansi.

Jumlah total tenaga kerja PG Subang yang tercatat pada tahun 2011 adalah sebanyak 932 orang. Jumlah tersebut terdiri atas tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Data jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rincian jumlah karyawan PG Subang DMG 2011

Jumlah (Orang) Luar Musim Giling Dalam Musim Giling

Karyawan Staf (Gol. IX-XVI) 43 43 Kayawan KNS (Gol. I-VIII) 261 261

PKTW Luar Pabrik 245 341

PKTW Dalam Pabrik 0 285

Harian Borong (Muat Gula) 0 0

Honorair 2 2

MPP 0 0

JUMLAH 551 932

C.

TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI

1.

Proses Persiapan

Tahapan proses persiapan tebu bertujuan untuk mempersiapkan bahan baku yang akan diproses. Kegiatan pada tahapan ini dimulai dari pintu gerbang keluar masuk kendaraan pembawa tebu hingga bahan baku diletakkan pada tempat khusus untuk diproses lebih lanjut. Bagian penting dalam tahapan proses persiapan adalah timbangan, cane yard, dan peletakan tebu berdasarkan kendaraan pengangkutnya yang dapat dilihat pada Gambar 5. Tebu dari lahan setelah ditebang, dibawa ke stasiun persiapan untuk ditimbang. Tempat penimbangan tebu di PG Subang terdapat dua jenis, yaitu penimbangan bruto dan penimbangan tarra. Tebu hasil tebangan yang masih di dalam truk atau trailer akan dibawa ke penimbangan bruto untuk di timbang bobotnya, kemudian tebu tersebut diletakkan dan disusun di cane yard. Setelah tebu diletakkan di cane yard, truk yang mengangkut tebu tadi ditimbang kembali di timbangan tarra. Hasil selisih dari timbangan bruto dan timbangan tarra adalah bobot tebu sebenarnya (netto).

Cane yard yang digunakan sebagai tempat penampung sementara tebu dibagi menjadi delapan petak, namun yang dipakai saat ini hanya empat petak. Kapasitas masing-masing petak sekitar 3.000 kwintal tebu dengan luas cane yard yaitu 1,23 Ha. Proses penyimpanan dan pengaturan tebu di

dibongkar menggunakan sling (alat pengait dari kawat) yang terdapat di pinggir cane yard. Jika alat sling sedang digunakan maka truk yang mengangkut tebu dialihkan menuju alat hidrolik atau biasa disebut truck tipper. Tebu yang dibongkar dengan menggunakan sling akan diatur kembali penyimpanannya di cane yard dengan menggunakan cane stacker yang kemudian akan dimasukkan ke cane table, sedangkan tebu yang dibongkar menggunakan truck tipper langsung masuk ke side carrier yang fungsinya sama dengan cane table. Cane table dilengkapi dengan rantai.

Tebu yang diangkat oleh trailer tidak dibongkar di cane yard melainkan langsung dimasukkan ke cane table dengan menggunakan hillo. Jumlah hillo yang digunakan ada dua unit yaitu

hillo A dan hillo B. Hillo A digunakan pada saat pabrik sedang melakukan proses giling, sedangkan

hillo B digunakan saat proses giling tidak berjalan. Tebu yang dibongkar menggunakan hillo A langsung diletakkan di cane table, sedangkan tebu yang dibongkar menggunakan hillo B tidak langsung dimasukkan ke cane table tetapi ditampung dulu di cane yard dan kemudian akan diatur peletakannya di cane yard menggunakan cane stacker.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 5. Stasiun persiapan PG Subang : (a) timbangan tara, (b) timbangan bruto, (c) sling, (d) stasiun persiapan, dan (e) hillo.

Tebu yang masuk ke cane yard akan langsung digiling pada hari itu juga dengan sistem FIFO (First In First Out) tebu yang ditebang diawal akan digiling diawal pula. Sistem ini tidak digunakan pada tebu bakaran, tebu bakaran yang masuk ke cane yard akan langsung digiling tanpa menunggu antrian. Tebu bakaran harus segera digiling untuk mengurangi resiko kehilangan rendemen dalam jumlah besar. Proses memasukkan tebu bakaran ke cane table juga harus dicampur dengan tebu non bakaran agar tidak merusak rendemen.

Tebu yang telah disusun di cane yard kemudian di proses di stasiun gilingan. Pada stasiun gilingan akan dihasilkan nira dan ampas tebu atau biasa disebut bagas, yang dijadikan bahan bakar boiler. Nira mentah yang dihasilkan dari stasiun gilingan akan dialirkan melalui pipa-pipa nira ke stasiun pemurnian yang sebelumnya nira telah ditimbang terlebih dahulu. Pada stasiun pemurnian

dihasilkan blotong atau substrat hasil penyaringan dari nira kotor, sedangkan nira jernih hasil proses pemurnian yang masih banyak mengandung air akan dialirkan ke stasiun penguapan untuk dikentalkan dengan cara menguapkan air yang terkandung di dalam nira. Nira kental tersebut kemudian akan dikristalkan menjadi kristal-kristal gula lalu diproses dikeringkan, disaring, dan ditimbang sehingga didapatkan gula SHS yang diinginkan. Pada proses pengkristalan nira juga akan dihasilkan tetes atau molases (nira yang tidak dapat dikristalkan). Tetes merupakan bahan dalam pembuatan MSG (Monosodium Glutamat), alkohol, spirtus, dan bahan-bahan kimia. Diagram alir proses pembuatan gula kristal dapat dilihat pada Gambar 6.

Trace Vapor Trace Vapor Milling Purification Crystalization Sentrifugal Evaporation Scale Cane Yard BOILER - dryer - filter - scale SUGAR Molasses -MSG -Alcohol -Spirtus -chemistry material Bagasse Sugar cane Sugar Cake - Organic Fertilizer - Paving block Imbibitions Water

SUGAR PRODUCTION PROCESS

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan gula kristal

2.

Proses Ekstraksi

Dari cane table, tebu kemudian dimasukkan ke dalam cane carrier. Sebelum tebu digiling, tebu dicacah dulu dengan menggunakan alat cane cutter yang memotong-motong tebu menjadi potongan, kemudian tebu masuk ke unigrator yang akan membuat potongan tebu menjadi potongan, kemudian tebu masuk ke unigrator yang akan membuat tebu menjadi serabut. Cara kerja cane cutter

dan unigrator berbeda, pada cane cutter tebu yang masuk dipotong-potong menjadi serabut kasar, sedangkan pada unigrator tebu hasil cacahan tadi dihantam-hantamkan dengan menggunakan hammer

ke dinding unigrator sehingga serabut tebu yang dihasilkan menjadi lebih halus.

PG Subang memiliki empat unit mesin gilingan (Gambar 7) yang tersusun secara seri, satu unit mesin gilingan terdiri atas tiga buah roll yaitu, roll depan, roll atas, dan roll belakang dengan arah putar masing-masing roll berbeda. Untuk membantu mengarahkan tebu menuju roll gilingan ditambahkan feeding roll diantara roll. Roll gilingan digerakkan dengan turbin uap dengan kecepatan dan tekanan tiap unit gilingan diset berbeda. Keseluruhan proses produksi gula dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pertama tebu akan dibawa oleh cane elevator dari unigrator ke gilingan I. Hasil dari gilingan I adalah nira perahan pertama (NPP) dan ampas gilingan I. Ampas dari gilingan I akan digiling kembali di gilingan II dengan penambahan nira imbibisi hasil perahan gilingan III dan ampas yang tersaring oleh cush-cush screen (alat penyaring nira mentah berbentuk datar yang terbuat dari

lempengan stainless steel) dan DSM screen (alat penyaring nira mentah berbentuk lengkung yang terbuat dari stainless steel). Nira hasil perahan dari gilingan II disebut nira perahan lanjutan (NPL). NPP dan NPL kemudian dicampur menjadi nira mentah.

Gambar 7. Mesin gilingan PG Subang

Nira mentah hasil pencampuran nira hasil gilingan I dan II kemudian disaring dengan cush- cush screen untuk memisahkan nira dengan ampas atau kotoran lain yang terbawa. Nira mentah yang telah disaring oleh cush-cush screen kemudian dipompa dan disaring kembali di DSM screen. Ukuran lubang-lubang saringan pada DSM screen lebih kecil daripada cush-cush screen. Ampas hasil gilingan II kemudian akan ditambahkan nira imbibisi yang dihasilkan pada gilingan IV dan dibawa oleh

intermediate carrier (alat yang berfungsi membawa ampas tebu antar gilingan) ke gilingan III. Nira hasil gilingan III kemudian disaring di cush-cush screen dan DSM screen yang kemudian digunakan sebagai nira imbibisi untuk campuran ampas hasil gilingan I.

Ampas hasil gilingan III sebelum masuk ke gilingan IV ditambahkan air imbibisi sebanyak 25-30 % dari berat tebu yang digiling dengan suhu air imbibisi 60-70 ºC. Nira yang dihasilkan dari gilingan IV akan ditambahkan ke gilingan III sebagai nira imbibisi, ampasnya dibawa oleh bagasse elevator untuk dijadikan bahan bakar boiler. Proses ekstraksi nira dapat dilihat pada Gambar 8.

2.

Proses Pemurnian

Proses selanjutnya setelah ekstraksi adalah pemurnian. Proses pemurnian yang digunakan adalah dengan metode sulfitasi menggunakan gas belerang. Tahapan awal proses pemurnian adalah penimbangan nira mentah yang dihasilkan dari proses gilingan. Penimbangan nira mentah ini menggunakan alat timbangan boulogne, yang mempunyai kapasitas 3 ton nira mentah. Setiap nira mentah terukur 3 ton maka timbangan ini akan menjatuhkan nira mentah tertimbang tersebut ke dalam bak penampung yang terdapat tepat di bawah timbangan, yang kemudian akan dipompa dan dialirkan untuk proses selanjutnya. Jika kadar fosfat dalam nira mentah kurang dari 250 ppm, maka ditambahkan ke dalamnya fosfat (P2O5) untuk membantu proses pengendapan. Penambahan fosfat ini

untuk memudahkan terbentuknya endapan karena fosfat akan bereaksi dengan kapur (Ca(OH)2)

membentuk kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Penggunaan kapur di stasiun pemurnian PG Subang adalah

0,13 ton/100 ton tebu.

Nira mentah yang telah ditambahkan fosfat tersebut kemudian dipompa ke juice heater I untuk dipanaskan mencapai suhu 75 ºC. Pemanasan ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat jalannya reaksi yang akan terjadi. Sebagai sumber panas digunakan uap bekas, nira mentah akan mengalir dan bersirkulasi di dalam pipa-pipa tersebut sedangkan uap dialirkan diantara pipa-pipa pemanas.

Dari juice heater I, nira dimasukkan ke dalam tangki penampung/surge tank dari dalam tangki tersebut nira kemudian dipompa menuju sulfur tower melalui pipa. Ketika nira dilewatkan melalui pipa, dilakukan penambahan larutan kapur (Ca(OH)2) sampai pH berkisar antara 8,6-9,2.

Proses pembuatan susu kapur menggunakan sebuah tromol putar tempat membuat emulsi kapur dari kaput tohor dan air. Pemberian susu kapur dilakukan secara otomatis melalui unit pH kontrol dan penjatah kapur. Tujuan penambahan susu kapur ini adalah untuk membentuk inti endapan dan menaikkan pH, sehingga dapat meminimalisir kerusakan nira karena kondisi asam. Selain itu, lingkungan basa juga dapat mempermudah koloid-koloid yang terkandung dalam nira untuk membentuk endapan-endapan.

Proses selanjutnya adalah sulfitasi. Pada proses sulfitasi ini menggunakan gas sulfur dioksida (SO2) dengan cara menghembuskan gas tersebut ke cairan nira dengan menggunakan pompa sirkulasi

sehingga dalam tangki akan mengalami overflow. Untuk memudahkan dalam pemberian gas maka PG Subang menggunakan inverter karena penghitungan berdasarkan suhu dan tekanan dinilai sulit. Gas belerang yang ditambahkan dibuat dengan cara membakar belerang dalam suatu tabung dengan suhu mencapai 150 ºC. Penggunaan belerang di stasiun pemurnian PG Subang sebanyak 28 kg/100 ton tebu. Proses pembuatan gas belerang terbagi menjadi dua cara, yaitu cara pertama dengan membakar belerang langsung, sedangkan cara kedua yaitu dengan cara dilelehkan. Gas belerang yang terbentuk akan bereaksi dengan kelebihan susu kapur membentuk CaSO4 yang juga merupakan inti endapan.

Gas belerang juga menurunkan pH dari suasana basa kembali ke suasana netral, karena jika nira tetap dalam suasana basa, nira akan berwarna coklat yang akan berdampak pada hasil akhir gula yang berwarna kemerahan. Warna coklat ini terbentuk karena pada nira terdapat glukosa yang akan rusak pada pH di atas 7,8. Nira yang jatuh kemudian dipompa ke juice heater II.

Nira mentah tersulfit dengan pH 7,0-7,2 kemudian dipanaskan lagi pada juice heater II sehingga mencapai 100 ºC. Tujuan pemanasan ini untuk mempercepat reaksi pengendapan yang akan terjadi pada proses selanjutnya di dorr clarifier, menurunkan viskositas, dan juga untuk membunuh mikroorganisme. Nira dari juice heater II kemudian dipompa ke dorr clarifier melewati flash tank.

Flash tank berguna untuk membuang gas-gas yang terbawa pada nira yang dapat menghambat jalannya proses pengendapan, pembuangan gas langsung dialirkan melalui cerobong untuk

dikeluarkan ke udara bebas. Dorr clarifier yang digunakan merupakan alat pengendap tipe kontinyu. Pada proses pengendapan ini ditambahkan flokulan yang dipompakan menggunakan dossing pomp

sebagai alat untuk penjatah flokulan. Flokulan berfungsi untuk mengikat koloid-koloid kecil pada nira sehingga menjadikan diameter koloid yang semakin besar dan kemudian membentuk endapan. Tangki

dorr clarifier yang digunakan bertipe multiple tray berupa bejana silindris yang terbagi empat tingkatan dengan dasar miring dengan tinggi 6 meter dan diameter tangki 9.5 meter.

Nira jernih hasil pengendapan akan dikeluarkan dari tiap-tiap tingkatan kemudian dialirkan ke clear juice DSM screen untuk menyaring ampas halus yang masih tersisa dan kotoran yang terbawa dari dorr clarifier. Nira jernih kemudian ditampung di clear juice tank. Nira kotor hasil pengendapan ditampung di tangki nira kotor, kemudian dipompa ke mud feed mixer dan dicampur dengan ampas halus (bagacillo) yang berasal dari stasiun penggilingan.

Nira kotor yang telah dicampur ampas halus dialirkan ke penyaringan untuk memisahkan nira tersebut dengan kotorannya. Peralatan penyaringan yang digunakan adalah rotary vacum filter

(RVF). RVF ini terdiri dari tromol yang dapat berputar pada jalur horizontal. Drum diletakkan diatas bak nira kotor sehingga sebagian drum terendam pada nira kotor. Drum terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian bebas hampa, bagian hampa rendah, dan bagian hampa tinggi. Pada RVF disemprotkan air panas bersuhu 70 ºC sebanyak 2 % tebu untuk membantu proses penyaringan nira kotor dari blotong. Pada RVF ini nira kotor menempel pada sisi drum saat keadaan hampa tinggi, air panas ditambahkan pada saat hampa rendah dan hasil penyaringan atau blotong dilepaskan dari drum pada saat kondisi bebas hampa. Selanjutnya nira hasil penyaringan RVF ditampung di filtrat tank dan dimasukkan kembali sebagai nira tertimbang ke dalam bak penampungan nira mentah yang telah ditimbang, sedangkan kotoran yang tersaring yang biasa disebut blotong dilakukan pengkomposan untuk digunakan sebagai pupuk untuk tanaman tebu.

Clear juice (nira jernih) yang ditampung di clear juice tank merupakan nira jernih yang telah dilakukan dua kali penyaringan kembali. Pertama menggunakan DSM Screen yang berdiamaeter 0,35 mm dan kedua menggunakan saringan nilon 90 mesh. Nira jernih tersebut kemudian dipompa ke juice heater III. Di dalam juice heater III nira jernih akan mengalami pemanasan hingga suhu 105 ºC. Dari

Juice heater III, nira jernih selanjutnya dipompa ke stasiun penguapan. Proses pemurnian gula dapat dilihat pada Gambar 9 dan stasiun proses pemurnian PG Subang dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 10. Stasiun pemurnian PG Subang : (a) juice heater, (b) clear juice tank, (c) sulfur tower, dan (d) rotary vacum filter (RVF).

3.

Proses Penguapan

Stasiun penguapan bertujuan untuk menguapkan air yang masih terkandung dalam nira jernih atau nira encer agar dapat menghasilkan nira dengan kepekatan mencapai 60-65 ºbrix. Dalam proses penguapan digunakan evaporator. Evaporator yang digunakan berbentuk silinder vertikal dengan konstruksi antara evaporator satu dengan lainnya hampir sama. Pada proses penguapan hanya

evaporator I yang diberi pemanas oleh uap panas. Uap panas yang digunakan untuk memanaskan

evaporator I berasal dari uap bekas (exhaust steam) dari stasiun penggilingan. Stasiun penguapan di PG Subang menggunakan empat unit evaporator dengan sistem penguapan empat tahap atau disebut