• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman Lampiran 1. Kuesioner kebutuhan data penelitian ... 56 Lampiran 2. Struktur organisasi PT PG Rajawali II Unit PG Subang ... 58 Lampiran 3. Keseluruhan proses produksi gula ... 59 Lampiran 4a. Kebutuhan listrik untuk mesin dan peralatan produksi ... 60 Lampiran 4b. Kebutuhan listrik untuk alat operasional tambahan ... 61 Lampiran 4c. Kebutuhan listrik untuk penggunaan lampu ... 61 Lampiran 5a. Perhitungan emisi untuk penggunaan bahan bakar IDO... 62 Lampiran 5b. Perhitungan emisi untuk penggunaan bahan bakar bagas... 62 Lampiran 5c. Total emisi GRK dari penggunaan bahan bakar boiler ... 63 Lampiran 6a. Perhitungan emisi untuk bahan bakar LPG ... 64 Lampiran 6b. Perhitungan emisi untuk bahan bakar solar mekanisasi ... 64 Lampiran 6c. Perhitungan emisi untuk bahan bakar solar pabrikasi ... 65 Lampiran 6d. Perhitungan total emisi untuk bahan bakar solar ... 65 Lampiran 7. Total emisi GRK PG Subang dari penggunaan energi DMG 2011 ... 66 Lampiran 8a. Perhitungan emisi GRK dari pengolahan limbah padat ... 67

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Komoditi tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman yang sedang digalakkan oleh pemerintah karena permintaan gula yang terus meningkat setiap tahunnya. Pengembangan pabrik gula dan perkebunan tebu merupakan salah satu upaya pemerintah guna mencukupi swasembada gula Indonesia. Tebu tersedia dalam jumlah banyak sehingga dinilai lebih efektif dan efisien untuk dikembangkan secara komersial. Menurut Misran (2005) iklim tropis yang dimiliki Indonesia dengan dua musim terdiri dari musim hujan dan musim kemarau ini sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman tebu sehingga tebu tumbuh secara optimal. Dilihat dari sisi lain, berkembangnya isu tentang pemanasan global (Global warming) dari sektor industri saat ini mendapat perhatian yang serius dari pemerintah karena kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Proses produksi pada industri menggunakan sejumlah besar energi untuk menghasilkan produk. Penggunaan energi yang meningkat berdampak pada peningkatan emisi CO2 yang

berpengaruh pada peningkatan suhu dan iklim bumi. Jika dilihat dari kondisi iklim saat ini maka setiap negara diwajibkan untuk melakukan penurunan emisi CO2 yang merupakan salah satu gas

rumah kaca berbahaya (Hektor dan Berntsson 2009). Gas rumah kaca adalah penyebab terjadinya perubahan iklim di muka bumi. Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara. Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 yang timbul. Terjadinya emisi tersebut berawal

dari beberapa partikel karbon dioksida dan metana. Gas CO2 yang dikeluarkan oleh industri dan

kendaraan transportasi yang bertebangan tertahan di atmosfer, sehingga membentuk gas lapisan rumah kaca. Akibatnya suhu bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim bumi. Penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca adalah karbon dioksida yang mencapai sekitar 47 %. Dampaknya berpengaruh pada sektor pertanian dan perikanan. Menurut IPCC (2006) gas-gas utama yang dikategorikan sebagai gas rumah kaca dan mempunyai potensi menyebabkan pemanasan global adalah CO2, CH4, dan N2O. Rukaesih (2004) menambahkan bahwa gas CO2 mempunyai presentase

sebesar 50 % dalam total gas rumah kaca sementara CH4 memiliki presentase sebesar 20 %.

Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut dalam ratifikasi Protokol Kyoto pada tahun 1998 dan tercatat sebagai salah satu negara non-Annex I. Negara non-Annex I dalam Protokol Kyoto tidak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yang telah ditandatangani dalam Protokol Kyoto akan tetapi negara non-Annex I perlu melakukan penurunan emisi GRK dengan mekanisme Clean Development Mechanism (CDM). Mekanisme ini tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. CDM merupakan salah satu mekanisme pada Protokol Kyoto yang mengatur negara maju yang tergabung dalam Annex I dalam upayanya menurunkan emisi gas rumah kaca. Mekanisme CDM ini merupakan satu-satunya mekanisme yang terdapat pada Protokol Kyoto yang mengikutsertakan negara berkembang dalam upaya membantu negara maju dalam menurunkan emisinya. Maka dari itu, industri harus melakukan penurunan rata-rata enam gas sumber emisi gas rumah kaca sebagaimana yang telah diratifikasi pada Protokol Kyoto dan disetujui pemerintah Indonesia dan industri gula merupakan salah satu industri yang perlu berpartisipasi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengindentifikasi dan mengklasifikasikan potensi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada industri gula.

2. Menghitung konsumsi energi dan produksi emisi gas rumah kaca CO2 dan N2O dari kegiatan

pemanenan tebu sampai dengan hasil akhir produk gula kristal.

3. Memilih dan mengevaluasi peluang penurunan emisi GRK pada industri gula.

C.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Industri gula dapat melakukan pengurangan pengeluaran CO2 dan menghemat penggunaan

energi, sehingga dapat menurunkan tingkat emisinya.

2. Industri gula dapat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan Protokol Kyoto dalam hal penurunan tingkat emisi gas rumah kaca yang sedang digalangkan.

D.

RUANG LINGKUP

Penelitian ini difokuskan pada perhitungan akumulasi emisi yang dihasilkan dari kegiatan produksi gula dari bahan baku tebu, berupa proses produksi, pengolahan limbah, dan pembangkit energi yang digunakan. Penelitian ini dilakukan di industri gula PT PG Rajawali II Unit PG Subang yang merupakan salah satu industri penghasil CO2. Data yang digunakan berasal dari data primer dan

data sekunder. Data primer berupa data hasil observasi lapangan, wawancara dan kuesioner oleh staf ahli PG Subang. Data sekunder berupa data penggunaan energi (bahan bakar dan listrik) dan data pengolahan limbah. Data aktivitas untuk perhitungan emisi diperoleh dari konsumsi energi dan pengolahan limbah industri, kemudian data aktivitas tersebut dikonversi menjadi nilai emisi dengan menggunakan perhitungan emisi yang telah disetujui oleh organisasi internasional. Keseluruhan nilai emisi tersebut akan disetarakan dengan nilai emisi berupa CO2.

II.TINJAUAN PUSTAKA

A.

PEMANASAN GLOBAL

Pemanasan global (Global Warming) adalah kejadian meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan dataran bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,18 ºC selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa,

“sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Peningkatan suhu global diperkirakan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain, seperti naiknya muka air laut dan meningkatnya intensitas kejadian cuaca ekstrim (Smart Click 2011).

Pemanasan bumi yang telah berlangsung selama ini sehingga memungkinkan untuk ditempati manusia terjadi karena adanya proses fisik dan kimia atmosferik yang kompleks. Sebagian panas sinar matahari yang diterima permukaan bumi dipantulkan kembali sebagai radiasi infra merah ke angkasa. Proses ini dikenal dengan efek rumah kaca, yaitu bahwa panas yang timbul di dalam lapisan atmosfer bawah, dekat dengan permukaan bumi akan terperangkap. Keseimbangan energi antara kedua proses tersebut menentukan suhu rata-rata di permukaan bumi. Proses ini telah terbukti merupakan akibat langsung terabsorpsinya sebagian radiasi infra merah oleh uap air, karbon dioksida (CO2), karbon

monoksida (CO), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), dan gas-gas lainnya (Soedomo 2001).

Kenaikan suhu yang diprediksi oleh IPCC mencapai 1-3,5 ºC pada akhir tahun 2100 (IPCC 1992), disebabkan oleh akumulasi gas rumah kaca (CO2, N2O, CH4, dan CFCs) di atmosfer bumi

sehingga menghambat pantulan radiasi matahari (inframerah) dari permukaan bumi ke luar angkasa. Diantara gas-gas rumah kaca tersebut, CO2, CH4 dan N2O memiliki sifat seperti efek rumah kaca yang

meneruskan radiasi gelombang pendek atau cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi bersifat panas sehingga suhu di atmosfer bumi makin meningkat (Setyanto 2004).

Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Agenda untuk menyelesaikan masalah ini diawali pada tahun 1992 dengan diadakannya Earth Summit di Rio de Jeneiro, Brazil yang menghasilkan Kerangka Konvensi untuk Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) dan ditandatangani oleh 167 Kepala negara. Kerangka konvensi ini mengikat secara moral semua negara- negara industri untuk menstabilkan emisi CO2 (KLH 2007). Indonesia telah meratifikasi konvensi ini

melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1994 mengenai perubahan iklim dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2004 tentang pengesahan Protokol Kyoto. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak berkewajiban untuk mengurangi emisi CO2 namun diharapkan untuk melaporkan besarnya emisi

CO2 yang dihasilkan. Dalam kaitan ini, Indonesia telah menyampaikan kepada UNFCCC hasil

penyusunan Komunikasi Nasional Pertama (First National Communication) pada tahun 1999 sebagai bukti keseriusannya dalam menangani perubahan iklim. Saat ini Indonesia sedang menyiapkan penyusun Komunikasi Nasional Kedua yang diharapkan dapat selesai pada tahun 2009. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) sebagai lembaga yang menjadi focal point dalam implementasi program-program yang berhubungan dengan perubahan iklim (KLH 2007).

B.

EMISI GAS RUMAH KACA (GRK)

Gas rumah kaca sudah ada sejak awal terbentuknya bumi. Gas ini masuk ke bumi melalui proses alamiah dan kegiatan manusia. Gas rumah kaca merupakan gas-gas yang dapat membentuk suatu lapisan perangkap panas di atmosfer bumi yang dapat memantulkan kembali panas yang dipancarkan oleh permukaan bumi. Penumpukan gas-gas ini menyebabkan sinar infra merah yang dipantulkan ke bumi semakin besar dan berakibat pada peningkatan suhu bumi. Fenomena terjadinya pemanasan global diakibatkan oleh semakin meningkatnya jumlah gas buang penyebab efek rumah kaca (Cicerone 1987). Efek rumah kaca (green house effect) merupakan suatu keadaan yang terjadi di atmosfer pada lapisan troposfer bumi yang timbul akibat semakin banyaknya gas buang ke lapisan atmosfer kita yang memiliki sifat penyerap panas yang ada, baik yang berasal dari pancaran sinar matahari maupun panas yang ditimbulkan akibat dari pendinginan bumi, radiasi solar dan radiasi panas tersebut kemudian dipancarkan kembali ke permukaan bumi. Panjang gelombang yang dapat diserap dan terperangkap oleh gas rumah kaca adalah untuk panjang gelombang yang lebih besar dari 1200A (sinar infra merah).

Gambar 1. Efek rumah kaca

Dalam rumah kaca radiasi solar gelombang pendek dari matahari ditangkap dan dipancarkan sebagai gelombang panjang infra merah, demikian halnya dengan radiasi panas dari tanah dan permukaan lainnya di bawah lapisan rumah kaca. Radiasi panas yang berasal dari bagian bawah lapisan rumah kaca ditangkap dan diserap dalam lapisan rumah kaca, yang tidak dapat mentransmisikan radiasi gelombang panjang ke bagian luar yang memiliki suhu yang lebih rendah daripada lapisan rumah kaca. Pada suhu rata-rata permukaan bumi sebesar 288 K (15 ºC), emisi gelombang panjang (infra merah) yang dipancarkan kembali oleh permukaan bumi adalah sebesar 390 W/m2, sedangkan pada lapisan terluar atmosfer emisi terukur hanya sebesar 236 W/m2. Perbedaan emisi yang terukur ini menunjukkan terjadinya perangkap panas dalam lapisan atmosfer atau terjadi efek rumah kaca. Adanya peningkatan emisi gas rumah kaca, keseimbangan antara radiasi yang datang dan radiasi yang dipantulkan kembali akan terjadi apabila suhu permukaan bumi dan bagian bawah atmosfer meningkat emisinya akan mengakibatkan terjadinya kecenderungan peningkatan suhu dari permukaan bumi dan atmosfer bagian bawah atau disebut juga pemanasan global (Soedomo 2001).

Peningkatan penggunaan energi yang diperlukan untuk kegiatan industrialisasi, intensifikasi budidaya tanaman dan kegiatan jasa komersial dan non komersial di perkotaan yang sangat pesat, telah menjadi ciri perkembangan dunia pada beberapa dasa warsa terakhir ini. Negara-negara berkembang seperti Indonesia memerlukan tingkat pembangunan yang tinggi untuk mengejar ketinggalan yang ada. Sementara itu negara maju tetap pula memerlukan tingkat pengembangan yang paling tidak setara dengan laju perkembangan yang telah mereka alami selama ini. Dapat diduga bahwa tingkat emisi gas-gas rumah kaca juga akan semakin meningkat dengan laju yang dipercepat (Rachman 2007).

Kontribusi gas rumah terhadap pemanasan global tergantung dari jenis gasnya. Gas rumah kaca yang penting kontribusinya terhadap pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), metana

(CH4), dinitrogen oksida (N2O), perfluorocarbon (PFC), hydrofluoro-carbon (HFC) dan sulphur

hexafluoride (SF6). Setiap gas rumah kaca mempunyai potensi pemanasan global (Global WarmingPotential /GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO2 dengan nilai 1. Semakin

besar nilai GWP makin bersifat merusak (Sugiono 2006).

Gambar 2. Persentase emisi gas rumah kaca (Sumber : Putt del Pino dan Bhatia 2002)