• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Parameter Kebisingan di Sekitar Jalan yang Melebihi Baku Mutu

Dalam dokumen BUKU II DIKPLHD Kab. Kulon Progo 2016 (Halaman 82-103)

Bab III Analisi Pressure, State , dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah

3.3 Kualitas Udara

3.3.2 Analisa Parameter Kebisingan di Sekitar Jalan yang Melebihi Baku Mutu

Tingkat kebisingan rata-rata di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.26 Tingkat Kebisingan Rata-rata (dBA) di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

No. Nama Lokasi

Konsentrasi dB (A) Baku Mutu dB(A) Maret Oktober

1. Pro Liman Karangnongko Jl. Khudori, Wates,

Kulon Progo 66,3 67,2 70

2. Perempatan Pasar Wates Jl. Diponegoro, Wates,

Kulon Progo 68,5 68,9 70

3. Pertigaan Sindutan, Temon, Kulon Progo 63,1 68,4 70 4. Depan Pasar Bendungan Jl. KH Wahid Hasyim,

Wates, Kulon Progo 63,2 70,2* 70

5. Pertigaan Brosot, Galur (Tugu Brosot), Brosot,

Kulon Progo 72,6* 70,8* 70

Sumber : Badan Lingkungan Hidup DIY, 2016

Keterangan : Baku Mutu Udara Ambient Daerah di Prop. DIY No. 153 tahun 2002 * : Melebihi Baku Mutu

Tingkat kebisingan tertinggi yaitu diatas baku mutu terletak di depan Pasar Bendungan pada pengamatan bulan Oktober dan pertigaan Brosot, Galur (Tugu Brosot) di bulan Maret dan Oktober. Tingginya tingkat kebisingan karena kepadatan jumlah kendaraan pada kedua lokasi tersebut.

Sumber pencemaran udara salah satunya yaitu penggunaan bahan bakar. Semakin tinggi tingkat penggunaan bahan bakar, maka semakin tinggi tingkat

0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 µ g /N m 3

Konsentrasi TSP : Baku Mutu 230

pencemaran. Penggunaan bahan bakar berasal dari kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, dan kendaraan bermotor. Kegiatan industri harus memperhatikan aspek lingkungan yang berkaitan dengan pencemaran udara. Emisi gas dari kegiatan industri harus diolah terlebih dahulu supaya gas yang dibuang sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Penggunaan bahan bakar kedua yaitu kegiatan rumah tangga. Penggunaan bahan bakar seperti penggunaan kayu bakar menjadi sumber penceran udara. Oleh karena itu, perlu adanya pengurangan penggunaan bahan bakar kayu untuk mengurangi pencemaran udara. Penggunaan bahan bakar ketiga yaitu kendaraan. Kendaraan bermotor menjadi masalah utama terkait pencemaran udara, khususnya di daerah perkotaan. Pencemaran udara berdampak buruk terhadap daya dukung lingkungan maupun kesehatan masyarakat.

Seiring bertambahnya kendaraan bermotor, maka pembangunan jalan terus dilakukan. Baik pembangunan jalan baru maupun perbaikan kualitas jalan. Berikut data perubahan penambahan ruas jalan di Kabupaten Kulon Progo:

Tabel 3.27 Perubahan Penambahan Ruas Jalan di Kabupaten Kulon Progo

No. Jenis Jalan Panjang Jalan (km)

2013 2014 2015

1. Jalan Tol − − −

2. Jalan Kelas I − − −

3. Jalan Kelas II − − −

4. Jalan Kelas IIIA − − −

5. Jalan Kelas IIIB − − −

6. Jalan Kelas IIIC 667,75 667,75 647,8

Keterangan : Kabupaten Kulon Progo belum memiliki Jalan Tol

Jalan yang dimiliki oleh Kabupaten Kulon Progoa adalah Jalan Kelas IIIC dan Jalan Non Kelas

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kulon Progo, 2016

Selain pencemaran udara, suhu udara merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas udara di suatu wilayah, khususnya di perkotaan.

Tabel 3.28 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (0C)

No Nama dan Lokasi Stasiun

Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (0C)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1. Stasiun Geofisika

Yogyakarta 27,5 26,6 26,8 27,3 27,2 26,4 26,5 26,2 26,8 26,7 26,3 26,5

Rata-rata suhu bulanan pada Kabupaten Kulon Progo tahun 2016 adalah berkisar antara 26 sampai 27 derajat celsius. Hal tersebut menunjukan bahwa keadaan suhu di Kabupaten Kulon Progo dalam keadaan normal. Hal tersebut di dukung dengan hasil pengujian kualitas udara yang menunjukkan semua parameter kualitas udara dibawah baku mutu. Sehingga dapat disimpulkan, kualitas udara di Kabupaten Kulon Progo tahun 2016 tergolong baik. Sedangkan pada parameter kebisingan terdapat dua titik yang menunjukkan diatas baku mutu karena padatnya jumlah kendaraan.

3.4 Risiko Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007). Selanjutnya dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan pengertian risiko bencana, yaitu potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Berdasarkan pengertian bencana dan risiko bencana, maka bencana dapat dibedakan menjadi bencana alam, non alam, dan bencana sosial. Sedangkan yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo yaitu bencana alam dan bencana sosial. Adapun data risiko bencana dapat dilihat pada uraian berikut ini:

3.4.1 Bencana Alam

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (UURI Nomor 24 Tahun 2007). Berikut diuraikan bencana alam yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo tahun 2016:

Pada tahun 2016 terjadi dua bencana alam di Kabupaten Kulon Progo yaitu bencana banjir dan tanah longsor. Bencana banjir terjadi di tiga kecamatan, yaitu

Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Lendah. Total area yang terendam seluas 520 ha, dengan kerugian mencapai Rp3.511.585.000,- . kecamatan yang memiliki dampak terbesar yaitu Kecamatan Lendah. Berikut disajikan tabel perkiraan luasan area terendam pada jenis bencana alam banjir.

Tabel 3.29 Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 No Kecamatan Total Area Terendam (Ha) Jumlah Korban Perkiraan Kerugian (Rp.) Mengungsi Meninggal 1. Temon 0 0 0 0 2. Wates 15 0 0 23.705.000 3. Panjatan 93 0 0 124.500.000 4. Galur 0 0 0 0 5. Lendah 412 0 0 3.363.380.000 6. Sentolo 0 0 0 0 7. Pengasih 0 0 0 0 8. Kokap 0 0 0 0 9. Girimulyo 0 0 0 0 10. Nanggulan 0 0 0 0 11. Samigaluh 0 0 0 0 12. Kalibawang 0 0 0 0 Total 520 0 0 3.511.585.000

Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kulon Progo, 2016

Ketiga kecamatan yang terkena banjir merupakan kecamatan yang masuk dalam zona rawan bencana banjir, tertuang dalam RTRWK meliputi Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, Kecamatan Galur, dan Kecamatan Lendah.

Gambar 3.23 Banjir di Dusun Girigondo Desa Kaligintung Tanggal 18 Juni 2016

Penanganan bencana banjir dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama dengan Dinas Kesehatan dengan memberikan bantuan berupa perahu karet, pompa air, bantuan logistik, serta makanan. Dinas

kesehatan juga memperhatikan sanitasi air yang digunakan warga pasca banjir. Dinas kesehatan melakukan kaporisasi pada air yang tercemar. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit.

Gambar 3.24 Tim dari BPBD Meninjau Lokasi Banjir

Gambar 3.25 Pohon Tumbang di Lokasi Bencana Banjir

Selanjutnya bencana alam yang terjadi di Kabupaten Kulon progo yaitu tanah longsor. Tanah longsor terjadi di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Lendah, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Kokap, Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Nanggulan dan Kecamatan Samigaluh. Perkiraan kerugian dari tanah longsor pada tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.30 Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban, Kerugian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

No. Kecamatan Jenis Bencana

Jumlah Korban Meninggal (jiwa) Perkiraan Kerugian (Rp.)

1 Temon Tanah Longsor 0 0

2 Wates Tanah Longsor 0 0

3 Panjatan Tanah Longsor 0 0

4 Galur Tanah Longsor 0 0

5 Lendah Tanah Longsor 0 10.000.000

6. Sentolo Tanah Longsor 0 3.000.000

7. Pengasih Tanah Longsor 0 0

8. Kokap Tanah Longsor 0 57.000.000

9. Girimulyo Tanah Longsor 0 79.000.000

10. Nanggulan Tanah Longsor 0 57.000.000

11. Samigaluh Tanah Longsor 1 304.000.000

12. Kalibawang Tanah Longsor 0 0

Total 1 510.000.000

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kulon Progo, 2016

Bencana alam tanah longsor tahun 2016 diperkirakan mengakibatkan kerugian sebesar 510 juta rupiah dan satu korban meninggal dunia. Kondisi paling parah terjadi di Kecamatan Samigaluh dengan kerugian terbesar yaitu 304 juta rupiah. Menurut RTRWK kecamatan yang termasuk dalam zona bencana longsor yaitu Kecamatan Pengasih, Kecamatan Kokap, Kecamatan Nanggulan, Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Kalibawang, dan Kecamatan Samigaluh. Berdasarkan kejadian bencana tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2016 maka Kecamatan Lendah dan Kecamatan Sentolo belum menjadi kawasan zona bencana longsor pada RTRW sehingga perlu mendapatkan perhatian dalam penanganan penanggulangan bencana tanah longsor.

Gambar 3.26 Tanah Longsor Terjadi di Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo Tanggal 24 September 2016

Pada bencana tanah longsor, pemerintah khususnya BPBD bersama Dinas Kesehatan berkoordinasi melakukan bantuan dan pelayanan kesehatan bagi korban dan masyarakat yang mengungsi. Bantuan berupa logistik, makanan dan obat- obatan.

Gambar 3.27 Bantuan Pihak BPBD Kepada Korban Tanah Longsor di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

Bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo terjadi hampir setiap tahun. Oleh karena itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah menyusun peta kawasan bencana banjir dan tanah longsor. Pemetaan tersebut bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat maupun pemerintah setempat. Selain pembuatan peta rawan bencana, BPBD melakukan mitigasi bencana dengan penyuluhan dan simulasi kepada masyarakat yang bertujuan untuk bersiapsiaga terhadap bencana alam.

Gambar 3.29 Peta Rawan Bencana Banjir di Kabupaten Kulon Progo

3.4.2 Bencana Sosial

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Berikut beberapa konflik sosial terkait lingkungan hidup yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo. 1. Permasalahan adanya penolakan warga Banaran Galur terhadap rencana

usaha/kegiatan penambangan pasir sungai progo oleh PT. Pasir Alam Sejahtera.

Permasalahan tersebut ditindaklanjuti dengan dilakukan pengawasan terhadap PT Pasir Alam Sejahtera kemudian diakukan pembinaan. Setelahnya dilakukan mediasi untuk mendapatkan kesepakatan antara warga dengan PT. Alam Sejahtera. Untuk menghindari konfik terjadi kembali dan agar pihak PT. Pasir Alam Sejahtera patuh terhadap kesepakatan dalam memperbaiki usaha penambangan, maka dilakukan pengawasan setiap satu tahun sebanyak 2 kali dengan bekerja sama dengan BLH DIY.

2. Aduan warga desa Tuksono Sentolo Kulon Progo terkait adanya kebisingan yang bersumber dari usaha/kegiatan pabrik alat pertanian atas nama CV. Karya Hidup Sentosa.

Aduan dari masyarakat yang melapor ke Kantor Lingkungan Hidup tersebut ditindaklanjuti dengan dilakukan pengawasan terhadap pada pabrik alat pertanian yang kemudian diakukan pembinaan pembinaan. Setelahnya dilakukan mediasi untuk mendapatkan kesepakatan antara warga dengan CV. Karya Hidup Sentosa. Dari pihak CV Karya Hidup Sentosa berjanji untuk meakukan perbaikan sistem pabrik untuk mengurangi dampak pencemaran udara yang berupa kebisingan, pihak CV. Karya Hidup Sentosa juga berjanji untuk memberikan CSR kepada masyakarat sekitar yang terkena dampak dari pabrik yang didirikan oleh CV. Karya Hidup Sentosa . Untuk menghindari konfik dan aduan masyarakat serta agar pihak CV. Karya Hidup Sentosa patuh terhadap kesepakatan dalam memperbaiki usahanya, maka dilakukan pengawasan setiap satu tahun sebanyak 2 kali dengan bekerja sama dengan BLH DIY.

3. Aduan warga Pleret Panjatan terkait adanya pencemaran udara berupa asap hasil dari operasional pabrik arang briket PT Kurnia Bumi Pertiwi.

Aduan dari warga tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan cara dilakukan pengawasan ke pabrik arang briket milik PT. Kurnia Bumi Pertiwi dan dilakukan pembinaan terhadap pabrik arang briket. Setelahnya dilakukan mediasi untuk mendapatkan kesepakatan antara PT Kurnia Bumi Pertiwi dengan warga sekitar yang terkena dampak. Untuk menghindari konfik kembali dan adanya aduan dari warga kembali serta agar pihak PT. Kurnia Bumi Pertiwi patuh terhadap kesepakatan dalam memperbaiki usaha/kegiatan pabrik arang briket, maka dilakukan pengawasan setiap satu tahun sebanyak 2 kali dengan bekerja sama dengan BLH DIY.

3.5 Perkotaan

Berdasarkan RTRW Kabupaten Kulon Progo disebutkan bahwa definisi kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan

kegiatan ekonomi. Sedangkan Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Kecamatan yang diperuntukkan untuk permukiman perkotaan yaitu Perkotaan Temon, Perkotaan Panjatan, Perkotaan Brosot, Perkotaan Lendah, Perkotaan Sentolo, Perkotaan Kokap, Perkotaan Nanggulan, Perkotaan Girimulyo, Perkotaan Kalibawang, Perkotaan Dekso, dan Perkotaan Samigaluh.

Sedangkan desa yang diperuntukkan untuk permukiman pedesaan yaitu: 1. Desa Glagah Kecamatan Temon;

2. Desa Panjatan Kecamatan Panjatan;

3. Desa Brosot dan Desa Tirtorahayu berada di Kecamatan Galur; 4. Desa Sentolo Kecamatan Sentolo;

5. Desa Hargomulyo Kecamatan Kokap; 6. Desa Jatisarono Kecamatan Nanggulan; 7. Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo; 8. Desa Banjaroyo Kecamatan Kalibawang; dan 9. Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh.

Perkembangan perkotaan tidak pernah lepas dari permasalahan kependudukan yaitu permasalahan ekonomi dan sosial, kemudian nantinya berimplikasi kepada permasalahan lingkungan fisik, seperti pencemaran air, udara, kerusakan lahan, dan timbunan sampah.

Permasalahan terkait perkembangan perkotaan di Kabupaten Kulon Progo antara lain :

1. Sektor Permukiman

a. Makin pesatnya pertumbuhan permukiman baru dengan kelengkapan sarana prasarana pemukiman yang kurang memadai dan dapat menyebabkan kekumuhan baru.

b. Makin maraknya RTLH dan semakin meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan pemukiman yang layak hini.

2. Sektor Sarana Prasarana (Jalan Lingkungan, Drainase, Sanitasi, Sampah, Proteksi kebakaran)

a. Permukiman kumuh muncul disebabkan oleh terjadinya bencana banjir dan rob.

b. Kurangnya pengembangan perumahan yang memadai. c. Kurangnya infrastruktur permukiman yang memadai.

Adanya permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten Kulon Progo juga merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan penanganan dan perhatian. Luas permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten Kulon Progo adalah 293,79 Ha. Berdasarkan SK Bupati No 224/A/2016 luasan tersebut tersebar di 14 titik lokasi yang meliputi 10 Desa/Kelurahan di 5 Kecamatan. Untuk menangani hal tersebut maka disusun Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Pemukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) yang difokuskan pada penanganan permukiman kumuh di perkotaan. RP2KPKP di Kabupaten Kulon Progo memfokuskan pada penanganan limbah, pembangunan septik tank, dan pembangunan rumah layak huni, dengan harapan dapat menciptakan permukiman perkotaan yang bersih, indah, dan sehat.

3.5.1 Kependudukan

Kependudukan merupakan subjek pembangunan yang perlu diperhatikan. Data-data kependudukan dapat dijadikan dasar sebagai pedoman penentu kebijakan suatu daerah. Data kependudukan tidak dapat terlepas dari laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, dan rasio jenis kelamin.

Laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu indikator penting dalam proses pembangunan suatu wilayah. Jumlah penduduk yang tinggi akan menjadi beban berat bagi pertumbuhan wilayah. Pertumbuhan penduduk yang tinggi tentu harus disertai kualitas penduduk yang baik pula. Namun jika jumlah penduduk tinggi dengan kualitas penduduk yang rendah, maka beban pemerintah akan semakin berat dalam menjalankan pembangunannya.

Menurut data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo berdasarkan registrasi pada tahun 2016 sebesar 445.293 jiwa meningkat dibanding tahun 2015 sebesar 436.123 jiwa. Keadaan

kependudukan di Kabupaten Kulon Progo selama empat tahun terakhir berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.30 Perkembangan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013-2016 di Kabupten Kulon Progo

Perkembangan jumlah penduduk dari tahun 2013 sampai 2016 terus meningkat, dilihat dari jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Kulon Progo harus diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia dan lapangan pekerjaan.

Pertumbuhan penduduk tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.31 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

No. Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1 Temon 36,3 29.033 1,83 799,81 2 Wates 32 49.184 3,28 1.537,00 3 Panjatan 44,59 39.003 2,34 874,70 4 Galur 32,91 32.930 1,46 1.000,61 5 Lendah 35,59 41.180 1,78 1.157,07 6 Sentolo 52,65 50.224 2,8 953,92 7 Pengasih 61,66 51.460 2,4 834,58 8 Kokap 73,8 36.539 1,73 495,11 9 Girimulyo 54,9 25.216 1,98 459,31 10 Nanggulan 39,61 30.706 1,71 775,21 11 Samigaluh 52,96 28.741 1,03 542,69 12 Kalibawang 69,29 31.077 1,64 448,51 Jumlah 586,28 445.293 2,1 759,52

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kulon Progo, 2016 195000 200000 205000 210000 215000 220000 225000 2013 2014 2015 2016 Laki-laki Perempuan

Pertumbuhan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Wates yaitu 3,28 persen dengan kepadatan penduduk 1537 jiwa/km2. Kecamatan Wates merupakan ibukota kabupaten Kabupaten Kulon Progo yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat ekonomi di Kabupaten Kulon Progo sehingga wajar jika Kecamatan Wates memiliki kepadatan penduduk tertinggi. Selanjutnya kepadatan penduduk tertinggi ke dua dan ke tiga yaitu Kecamatan Lendah dan Galur. Kecamatan Kalibawang dan Kecamatan Girimulyo memiliki kepadatan penduduk terendah. Jumlah penduduk kota di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.32 Jumlah Penduduk Kota Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

No. Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa) Total Laki-laki Perempuan 1. Wates Wates 6.978 7.116 14.094 Giripeni 3.835 4.065 7.900 Bendungan 3.151 3.238 6.389 Triharjo 3.279 3.486 6.765 2. Pengasih Pengasih 4.561 4.737 9.298 Karangsari 4.614 4.981 9.595 Margosari 2.764 2.920 5.684 Sendangsari 4.324 4.583 8.907 Kedungsari 2.020 2.169 4.189 Total 35.526 37.295 72.821

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2016

Keterangan : Hasil Proyeksi Penduduk Kabupaten Kulon Progo Tahun 2010- 2020

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat jumlah penduduk kota mencapai 72.821 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 35526 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 37.295 jiwa. Jika dipersentase jumlah penduduk kota di Kabupaten Kulon Progo sebesar 17 persen dari seluruh jumlah penduduk. Oleh karena itu, penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas adalah penduduk desa.

Jika melihat jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun 2016, dapat dihitung sex ratio Kabupaten Kulon Progo. Jumlah penduduk laki-laki yaitu 221.220 jiwa, jumlah penduduk perempuan 224.073 jiwa, maka nilai sex ratio yaitu 99, artinya 99 laki-laki per 100 perempuan. Jika melihat dari persentase jumlah laki- laki dan perempuan dapat dikatakan seimbang, seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 3.31 Diagram Persentase Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

Salah satu permasalahan kependudukan yang sering kita jumpai yaitu kemiskinan. Kemiskinan bukan masalah baru, namun sudah ada sejak masa penjajahan sampai saat ini kemiskinan masih menjadi masalah yang belum teratasi. Di negara berkembang kemiskinan menjadi masalah utama yang harus diminimalisir, bahkan di negara maju pun masih ada penduduknya yang tergolong miskin. Oleh karena itu, kemiskinan menjadi masalah dunia yang harus diperhatikan. Sama halnya dengan Kabupaten Kulon Progo, jumlah rumah tangga miskin sebanyak 44160 Rumah Tangga Miskin (RTM). Berikut data jumlah RTM per kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo:

Tabel 3.33 Jumlah Rumah Tangga Miskin Per Kecamatan Di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

No. Kecamatan Jumlah Rumah

Tangga Jumlah Rumah Tangga Miskin 1. Temon 6.943 1.413 2. Wates 11.949 1.332 3. Panjatan 9.302 1.472 4. Galur 8.407 1.967 5. Lendah 9.937 1.986 6. Sentolo 11.673 2.805 7. Pengasih 12.299 2.107 8. Kokap 8.906 2.557 9. Girimulyo 6.436 1.428 10. Nanggulan 7.476 1.338 11. Samigaluh 7.567 1.423 12 Kalibawang 7.994 1.992 Total 108.889 21.820

Sumber : Jumlah Rumah Tangga - Proyeksi Data Hasil Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Kulon Progo, 2016

Jumlah Rumah Tangga Miskin – Data Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulon Progo, 2016

50%

50% Laki-laki

Berdasarkan data di atas kita dapat melihat jumlah rumah tangga miskin sebesar 21.820 RTM. Kecamatan yang memiliki persentase RTM terbesar yaitu Kecamatan Kokap, disusul Kecamatan Kalibawang. Besarnya jumlah RTM, mewajibkan pemerintah harus lebih giat lagi untuk menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo, sebagaimana tercantum dalam RPJPD yaitu mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilandiantaranya meningkatkan pembangunan wilayah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat dan wilayah yang tertinggal; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran; menyediakan akses yang sama terhadap berbagai pelayanan sosial dan sarana prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek.

Upaya mengangkat sebagian besar penduduk yang masih terhimpit kemiskinan menurut Bank Dunia ada tiga cara, yaitu mempercepat pertumbuhan ekonomi, peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin, dan perlindungan bagi si miskin (http://siteresources.worldbank.org, diakses pada tanggal 10 Mei 2011).

Pertama, mempercepat pertumbuhan ekonomi. Penduduk miskin tidak dapat dikurangi tanpa adanya percepatan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan dan bermanfaat bagi orang miskin. Menurut data SUSENAS pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Sedangkan setelah krisis ekonomi, jumlah penduduk miskin menurun dikarenakan membaiknya stabilitas ekonomi, yaitu dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005.

Kedua, peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin. Pelayanan bagi masyarakat miskin di Indonesia dirasakan masih kurang dan perlu adanya pemerataan pembangunan dan menjaga kualitas pelayanan yang diberikan sehingga dapat dirasakan manfaatnya.

Ketiga, perlindungan bagi si miskin. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Jika terjadi perubahan sedikit saja dalam tingkat harga dan pendapatan mereka berada dalam kemiskinan.

Pendidikan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi adanya permasalahan kependudukan. Tidak hanya secara kuantitas, namun kualitas sumber daya manusia harus ditiingkatkan. Salah satu tujuan dari RPJPD Kabupaten Kulon Progo yaitu terwujudnya masyarakat Kulon Progo yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, salah satu upaya dengan meningkatkan pendidikan. Berikut grafik jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Kulon Progo:

Gambar 3.32 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kulon Progo, 2016

Pada tahun 2015, jumlah penduduk menurut pendidikan didominasi berpendidikan dasar (SD dan SLTP/Sederajat) 214.339 orang (49,15 persen) dan berpendidikan menengah (SLTA/sederajat) 112.083 orang (25,70 persen). Selanjutnya berpendidikan tinggi (Diploma/Strata I/Pasca Sarjana) sebesar 26.108 orang (5.99 persen). Berbeda dengan tahun 2016 persentase tertinggi yaitu jenjang SLTA (29,19 persen), kemudian SD (25,52 persen), dan jumlah tidak atau belum sekolah (20,92 persen). Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada gambar berikut:

0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 Tidak/B elum Sekola h SD SLTP SLTA Diplom a S1 S2 S3 Laki-laki 39,690 48,348 36,125 63,250 3,957 8,631 464 28 Perempuan 44,466 54,314 34,409 54,155 5,274 8,876 258 13 Ji w a Laki-laki Perempuan

Gambar 3.33 Persentase Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

3.5.2 Kesehatan

Kesehatan merupakan hak semua manusia, kesehatan juga sebagai salah satu indikator kesejahteraan penduduk. Untuk meningkatkan produktivitas penduduk, yang dilakukan yaitu meningkatkan kesehatan penduduknya. Dengan Penduduk yang sehat maka pekerjaan akan optimal dengan hasil yang baik. Saat ini ada dua beban yang dialami pemerintah untuk mengatasi penyakit di Indonesia, khususnya di Kabupaten Kulon Progo yaitu penyakit degeneratif dan penyakit

Dalam dokumen BUKU II DIKPLHD Kab. Kulon Progo 2016 (Halaman 82-103)