• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU II DIKPLHD Kab. Kulon Progo 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BUKU II DIKPLHD Kab. Kulon Progo 2016"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……… i

Pernyataan Isu Prioritas Daerah ………. ii

Kata Pengantar ……… iii

1.2 Profil Daerah Kabupaten Kulon Progo ……… 2

1.3 Perumusan Isu Prioritas ……… 3

1.4 Tujuan ………... 4

1.5 Ruang Lingkup Penulisan ……… 4

Bab II Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah ………. 5

2.1 Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Belum Menerapkan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan ……… 5

2.2 Maraknya Kegiatan Penambangan di Kawasan Perbukitan Menoreh …… 8

2.3 Pembangunan Mega Proyek dan Pengembangan KIS ………... 10

2.4 Kondisi Topografis dan Geografis Kulon Progo yang Rawan Bencana Longsor di Daerah Utara dan Banjir di Daerah Selatan ………. 14

Bab III Analisi Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah ………. 17

3.1 Tataguna Lahan ……… 17

3.1.1 Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) ………... 17

3.2.5 Upaya Penyelesaian Permasalahan Pencemaran Air ………. 60

3.3 Kualitas Udara ………. 65

3.3.1 Analisa Parameter yang Memenuhi Baku Mutu Udara Ambien ……… 65

3.3.2 Analisa Parameter Kebisingan di Sekitar Jalan yang Melebihi Baku Mutu Udara Ambien ………... 71

Bab IV Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ………. 92

4.1 Inovasi Daerah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ……….. 92

4.2 Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan ……… 98

4.3 Kelembagaan ……… 102

Bab V Penutup ……… 109

Daftar Pustaka ………. 111

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove di Kabupaten Kulon Progo

Tahun 2016 ... 21

Tabel 3.2 Luas Hutan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo ... 25

Tabel 3.3 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tahun 2016 ... 31

Tabel 3.4 Luas Hutan Berdasarkan Fungsi dan Status Tahun 2016 ... 32

Tabel 3.5 Luas Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ... 32

Tabel 3.6 Jenis Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016... 33

Tabel 3.7 Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian Tahun 2016 ... 34

Tabel 3.8 Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ... 37

Tabel 3.9 Hasil Uji Parameter Warna Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ... 48

Tabel 3.16 Hasil Uji Parameter BOD Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 53

Tabel 3.17 Hasil Uji Parameter Amoniak Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ………. 54

Tabel 3.18 Hasil Uji Parameter Nitrat Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 54

Tabel 3.19 Hasil Uji Parameter Fosfat Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 55

Tabel 3.20 Hasil Uji Parameter Sulfida Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 56

Tabel 3.21 Hasil Uji Parameter Fenol Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 57

Tabel 3.22 Kondisi Danau/Waduk/Situ/Embung di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ………. 58

Tabel 3.23 Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL, UKL/UPL, Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) ………. 62

Tabel 3.24 Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……….. 63

Tabel 3.25 Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum Per Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo ……… 64

Tabel 3.26 Tingkat Kebisingan Rata-rata (dBA) di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ………. 71

(7)

Tabel 3.28 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (0C) ... 72

Tabel 3.29 Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian di Kabupaten Kulon Progo

Tahun 2016 ……….. 74

Tabel 3.30 Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban, Kerugian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……….. 76 Tabel 3.31 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan

Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo

Tahun 2016 ………. 83

Tabel 3.32 Jumlah Penduduk Kota Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2016 ……… 84

Tabel 3.33 Jumlah Rumah Tangga Miskin Per Kecamatan Di Kabupaten Kulon Tabel 4.1 Kegiatan/Program Yang Diinisiasi Masyarakat di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2016 ……… 100 Tabel 4.2 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup …… 101 Tabel 4.3 Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup ……….. 102 Tabel 4.4 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup ……….. 103 Tabel 4.5 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Kantor Lingkungan

Hidup Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ………. 103 Tabel 4.6 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……….. 104 Tabel 4.7 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ………... 104 Tabel 4.8 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 105 Tabel 4.9 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Dinas Perhubungan

Komunikasi dan Informasi Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 105

Tabel 4.10 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Sekretariat Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……….. 105 Tabel 4.11 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 106 Tabel 4.12 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Dinas Kelautan

Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 106 Tabel 4.13 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Kantor Ketahanan

Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ………. 107 Tabel 4.14 Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup menurut

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kawasan Bekas Penambangan Mangan di Kabupaten Kulon Progo .. 9

Gambar 2.2 Peta Rawan Bencana Geologi (Tanah Longsor) Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2032 ………. 15

Gambar 2.3 Peta Rawan Bencana Banjir Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2032 …….. 16

Gambar 3.1 Peta Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW Tahun 2012-2032 ……. 18

Gambar 3.2 Hutan Mangrove Wana Tirta, Pasir Mendit, Jangkaran Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo………... 21 Gambar 3.3 Peta Kawasan Budidaya Berdasarkan RTRW Tahun 2012-2032 …… 24

Gambar 3.4 Persentase Luas Lahan Kritis di dalam dan Luar Kawasan Hutan Per Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo ………... 36

Gambar 3.5 Penanaman Bibit Pohon di Sekitar Waduk Sermo oleh Instansi, Masyarakat, dan TNI AD ………... 38

Gambar 3.6 Pengambilan Sampel di Aliran Sungai Serang Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016………... 39

Gambar 3.7 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Timbal Tahun 2016 … 43 Gambat 3.8 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Mangan Tahun 2016 .. 44

Gambar 3.9 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Seng Tahun 2016 …... 45

Gambar 3.10 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Fluorida Tahun 2016 .. 45

Gambar 3.11 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Nitrit Tahun 2016 …... 46

Gambar 3.12 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Fecal Coliform Tahun 2016 ………. 46

Gambar 3.13 Persentase Sampel Pada Hasil Uji Parameter Total Coliform Tahun 2016 ………. 47

Gambar 3.14 Waduk Sermo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo ………... 59

Gambar 3.15 Pengambilan Sampel Kualitas Udara di Depan Pasar Bendungan ………. 65

Gambar 3.16 Pengambilan Sampel Kualitas Udara di Pertigaan Temon …... 66

Gambar 3.17 Pengambilan sampel kualitas udara di Pertigaan Brosot…….... 66

Gambar 3.18 Konsentrasi SO2 Tahun 2016 ... 67

Gambar 3.19 Konsentrasi CO Tahun 2016 ... 68

Gambar 3.20 Konsentrasi NO2 Tahun 2016 ... 69

Gambar 3.21 Konsentrasi O3 Tahun 2016 ... 70

Gambar 3.22 Konsentrasi TSP Tahun 2016 ... 71

Gamabr 3.23 Banjir di Dusun Girigondo Desa Kaligintung Tanggal 18 Juni 2016 .. 74

Gambar 3.24 Tim dari BPBD Meninjau Lokasi Banjir ... 75

Gambar 3.25 Pohon Tumbang di Lokasi Bencana Banjir ... 75

Gambar 3.26 Tanah Longsor Terjadi di Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo tanggal 24 September 2016 ... 76

Gambar 3.27 Bantuan BPBD Kepada Korban Tanah Longsor di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ... 77

Gambar 3.28 Peta Rawan Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Kulon Progo ... 78

Gambar 3.29 Peta Rawan Bencana Banjir di Kabupaten Kulon Progo ... 79

Gambar 3.30 Perkembangan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013-2016 di Kabupten Kulon Progo ……… 83

(9)

Gambar 3.32 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ………... 87 Gambar 3.33 Persentase Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo Tahun

2016 ……… 88

Gambar 4.1 Inovasi Daerah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 ……… 92 Gambar 4.2 Cetak Sawah Baru di Kecamatan Sentolo, Pengasih, dan Nanggulan

Kabupaten Kulon Progo ……….. 94

Gambar 4.3 Embung Kleco (Kawasan Buah 20 hektar, Buah Durian dan

Kelengkeng) ……… 96

Gambar 4.4 Embung Tonogoro Banjaroya (Kawasan Durian Menoreh 20 hektar)

……….. 96

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan Tutupan

Lahannya ………. 113

Tabel 2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama ……….. 115

Tabel 3 Luas Hutan Berdasarkan Fungsi dan Status ………. 115

Tabel 4 Luas Lahan Kritis Di dalam dan Luar Kawasan Hutan ……… 116

Tabel 5 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air ……. 116

Tabel 6 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering ………. 117

Tabel 14 Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi ………. 123

Tabel 15 Kondisi Sungai ………. 123

Tabel 16 Kondisi Danau/Waduk/Situ/Embung ……….. 124

Tabel 17 Kualitas Air Sungai ……….. 125

Tabel 17A Kualitas Air Sungai ……….. 126

Tabel 17B Kualitas Air Sungai ……….. 127

Tabel 18 Kualitas Air Danau/Waduk/Situ/Embung ……… 128

Tabel 19 Kualitas Air Sumur ………... 129

Tabel 20 Kualitas Air Laut ……….. 135

Tabel 21 Curah Hujan Rata-Rata Bulanan ………... 136

Tabel 22 Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum ……….. 137

Tabel 23 Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar …… 137

Tabel 24 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut Tingkatan Pendidikan ……… 138

Tabel 25 Jenis Penyakit Utama yang Diderita Penduduk ……… 139

Tabel 26 Jumlah Rumah Tangga Miskin ……… 139

Tabel 27 Volume Limbah Padat dan Cair berdasarkan Sumber Pencemaran 140 Tabel 28 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan ……… 142

Tabel 32 Penjualan Kendaraan Bermotor ……… 146

Tabel 33 Perubahan Penambahan Ruas Jalan ………. 146

Tabel 34 Dokumen Izin Lingkungan ………... 147

Tabel 35 Perusahaan yang Mendapat Izin Mengelola Limbah B3 …………. 153

Tabel 36 Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL, UKL/UPL, Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) ……….. 154

Tabel 37 Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian ……… 155

Tabel 38 Bencana Kekeringan, Luas, dan Kerugian ……… 155

Tabel 39 Bencana Kebakaran Hutan/Lahan, Luas, dan Kerugian …………... 156

(11)

Tabel 41 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan

Kepadatan ………. 157

Tabel 42 Perkiraan Jumlah Timbulan Sampah per Hari ……….. 157

Tabel 43 Kegiatan Fisik Lainnya oleh Instansi ……… 158

Tabel 44 Status Pengaduan Masyarakat ……….. 158

Tabel 45 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup 159 Tabel 46 Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup ……….. 159

Tabel 47 Kegiatan/Program Yang Diinisiasi Masyarakat ………... 160

Tabel 48 Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup …………. 161

Tabel 49 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup ……….. 161

Tabel 50 Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Menurut Tingkat Pendidikan ……….. 162

Tabel 51 Jumlah Staf Fungsional Bidang Lingkungan dan Staf yang Telah Mengikuti Diklat ………...…... 162

Tabel 52 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku ……… 163

Tabel 53 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan ………. 164

(12)

1.1Latar Belakang

Permasalahan lingkungan mulai ramai diperbincangkan sejak diselenggarakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm, Swedia pada tanggal 15 Juni 1972. Di Indonesia tonggak sejarah masalah lingkungan hidup dimulai dari diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal 15 – 18 Mei 1972. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia (laju pertumbuhan penduduk) (Humairah, 2011). Pertumbuhan manusia erat kaitannya dengan pembangunan. Semakin besar pertumbuhan manusia, maka semakin besar adanya pembangunan. Pembangunan yang tidak memperhatikan masalah lingkungan hidup tentu akan berdampak pada aspek sumber daya alam itu sendiri.

Setiap wilayah memiliki karakteristik lingkungan hidup yang berbeda, baik dari sisi sumber daya alam yang tersedia maupun cara masyarakatnya untuk mengelola lingkungan itu sendiri, seperti halnya dengan Kabupaten Kulon Progo. Kabupaten Kulon Progo memiliki keragaman konfigurasi fisik lingkungan yang dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu: pegunungan, dataran dan pesisir. Selain menjadi modal bagi pembangunan daerah, karakteristik fisik wilayah juga menyimpan kerentanan terhadap kerusakan lingkungan sebagai akibat pengelolaan yang tidak optimal yang akan berakibat pada penurunan daya dukung lingkungan. Masalah daya dukung fisik wilayah dapat berupa konflik pemanfaatan ruang sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan.

Permasalahan pemanfaatan ruang terjadi di kawasan pegunungan, kawasan dataran dan kawasan pesisir. Pada kawasan pegunungan permasalahan pemanfaatan ruang berupa penggunaan lahan yang kurang memperhatikan fungsi kawasan lindung terutama pada daerah resapan air dan kawasan genangan waduk yang akan memperkecil pasokan air permukaan maupun air tanah di musim kemarau. Selain itu, pada kawasan pegunungan juga terjadi kegiatan penambangan yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Pada kawasan dataran terjadi kecenderungan konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian

(13)

(pembangunan fisik bangunan) yang menyebabkan gangguan pada prasarana pertanian (rusaknya saluran air), rusaknya sumberdaya alam dan berkurangya lahan produktif pertanian. Pada kawasan pesisir, rencana pemanfaatan ruang mempunyai potensi kerusakan ekosistem apabila pemanfaatan ruang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Permasalahan-permasalahan lingkungan yang ada di Kabupaten Kulon Progo tersebut menjadi landasan perumusan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hiidup Daerah Kabupaten Kulon Progo.

1.2Profil Daerah Kabupaten Kulon Progo

Kabupaten Kulon Progo adalah salah satu dari 5 kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Kulon Progo memiliki batas administrasi yaitu sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 12 kecamatan, 87 desa dan 1 kelurahan, serta 918 pedukuhan. Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates memiliki luas wilayah sebesar 58.627,512 hektar (586,28 km²). Luas wilayah ini belum termasuk luas laut yang menjadi kewenangan kabupaten, yaitu seluas 15.872 hektar (158,72 km2).

Bila dilihat dari posisi geostrategic, Kabupaten Kulon Progo yang terletak di bagian barat DIY dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah,

merupakan ‘pintu gerbang’ Daerah Istimewa Yogyakarta yang menghubungkan

DIY dengan pusat-pusat ekonomi dan pemerintahan yang terletak di bagian barat serta utara Pulau Jawa. Selain itu posisi Kabupaten Kulon Progo yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia juga dapat menghubungkan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan negara tetangga yang terletak di bagian selatan Indonesia seperti Australia. Posisi geostrategic Kabupaten Kulon Progo tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perkembangan wilayah kabupaten maupun perkembangan wilayah DIY.

(14)

kemiringan lereng <20. Sedangkan luas wilayah yang masuk dalam kemiringan lereng >400 adalah seluas 18,73persen. Secara umum, Kabupaten Kulon Progo terbagi menjadi 3 wilayah meliputi :

1. Wilayah utara, merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500 – 1.000 meter diatas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap, Kalibawang dan Samigaluh.

2. Wilayah tengah, merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100

– 500 meter diatas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Nanggulan, Sentolo, Pengasih dan sebagian Lendah. Wilayah ini memiliki lereng dengan kemiringan antara 2 – 15%, tergolong berombak dan bergelombang, merupakan peralihan dataran rendah dan perbukitan.

3. Wilayah selatan, merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 – 100 meter diatas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan sebagian Lendah. Wilayah ini memiliki kemiringan lahan antara 0 – 2%, serta memiliki wilayah pantai sepanjang 24,9 km.

1.3Perumusan Isu Prioritas

Perumusan isu prioritas dilakukan oleh pemangku kebijakan daerah Kabupaten Kulon Progo dengan pendekatan PSR (Pressure State and Response). Langkah-langkah dalam penyusunan isu prioritas dilakukan dengan cara:

1. Mereview kembali draf rumusan dari isu prioritas. 2. Membandingkan catatan antar pemangku kebijakan. 3. Merumuskan isu prioritas berdasarkan pendekatan PSR

Berikut isu prioritas yang menjadi kesepakatan antar pemangku kebijakan daerah Kabupaten Kulon Progo:

1. Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang belum menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.

2. Maraknya kegiatan penambangan di kawasan perbukitan Menoreh.

(15)

4. Kondisi topografis dan geografis Kulon Progo yang rawan bencana longsor di daerah utara dan banjir di daerah selatan.

1.4Tujuan

Penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hiidup Daerah Kabupaten Kulon Progo bertujuan untuk:

1. memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Kulon Progo.

2. memberikan gambaran yang nyata kepada masyarakat tentang kondisi lingkungan hidup di daerahnya, dengan harapan masyarakat memiliki kemudahan untuk merencanakan dan memperhatikan pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya.

3. mengukur perkembangan dan kemajuan lingkungan hidup di Kabupaten Kulon Progo.

1.5Ruang Lingkup Penulisan

Penulisan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hiidup Daerah Kabupaten Kulon Progo akan difokuskan pada pemasalahan:

1. Isu-isu prioritas lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Kulon Progo

2. Permasalahan tataguna lahan, kualitas air, kualitas udara, risiko bencana, perkembangan perkotaan di Kabupaten Kulon Progo.

(16)

Isu prioritas lingkungan hidup daerah Kabupaten Kulon Progo disusun berdasarkan kesepakatan antar pemangku kebijakan dengan memperhatikan pendekatan PSR (Pressure State and Response). Pressure yaitu tekanan yang terjadi terhadap lingkungan di Kabupaten Kulon Progo akibat dari kegiatan manusia. State atau kondisi pengelolaan lingkungan yaitu keadaan pengelolaan lingkungan sebagai pengaruh dari kegiatan yang dilakukan pada lingkungan dilihat dari kondisi pengelolaan pada ruang terbuka hijau, hutan kota, air permukaan, air tanah, udara, dan pesisir yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Response yaitu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi dampak tekanan dan kondisi lingkungan dilihat dari peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup. Kabupaten Kulon Progo memiliki beberapa isu lingkungan hidup yang menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Namun demikian ada empat isu yang menjadi prioritas pemerintah Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2016 yaitu:

2.1Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang belum menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Secara geografis Kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara berupa dataran tinggi/perbukitan Menoreh, bagian tengah berupa perbukitan, dan bagian selatan berupa dataran rendah sampai dengan laut. Oleh karena itu, Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi alam yang melimpah mulai dari potensi alam di perbukitan, di dataran rendah, maupun potensi di pesisir dan laut. Disamping itu Kulon Progo juga dilewati tiga sungai besar, yaitu Sungai Progo, Sungai Serang dan Sungai Bogowonto serta terdapat Waduk Sermo. Berbagai hasil tambang dimiliki oleh Kabupaten Kulon Progo mulai dari bahan galian C batu andesit, batu marmer, pasir besi, dan mangan. Potensi alam lainnya dibidang pertanian, kehutanan dan perikanan. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut tentu akan membawa banyak manfaat bagi kesejahteraan masyarakat Kulon Progo.

Namun yang menjadi masalah yaitu pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya alam memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup Kabupaten Kulon Progo, baik bidang pertambangan, pertanian, kehutanan, dan perikanan. Efek

(17)

negatif yang timbul yaitu adanya pencemaran lingkungan berupa pencemaran air dan tanah, bahkan kerusakan lahan. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber daya alam yang ada di Kabupaten Kulon Progo masih belum memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan harus memperhatikan pemanfaatan lingkungan hidup dan kelestarian lingkungannya agar kualitas lingkungan tetap terjaga. Kelestarian lingkungan yang tidak dijaga, akan menyebabkan daya dukung lingkungan berkurang, bahkan akan hilang. Sebagaimana tencantum dalam SDGs (Sustainable Depelopment Goals) poin 14 dan 15 yang berbunyi:

“Goals 14 Melestarikan dan menggunakan samudera, lautan serta sumber daya laut

secara berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan.

Goals 15 Melindungi, memperbarui, serta mendorong penggunaan ekosistem daratan yang berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan, menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta menghentikan

kerugian keanekaragaman hayati.”

Upaya pemerintah dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Kulon Progo tahun 2005-2025 bahwa sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan modal utama dalam pembangunan daerah dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Kondisi lingkungan yang tertata rapi, indah, sehat, memberikan suasana nyaman bagi masyarakat dan menarik bagi wisatawan. Sumber daya alam yang lestari akan menjamin tersedianya sumber daya yang berkelanjutan bagi pembangunan. Lingkungan hidup yang asri akan meningkatkan kualitas masyarakat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Kulon Progo yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan daerah. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan.

(18)

terbarukan. Pemanfaatan sumber daya alam terbarukan disebutkan bahwa sumber daya alam terbarukan, baik di darat dan di laut, harus dikelola dan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien, dan bertanggung jawab dengan mendayagunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang. Pengelolaan sumber daya alam terbarukan yang sudah berada dalam kondisi kritis diarahkan pada upaya untuk merehabilitasi dan memulihkan daya dukungnya yang selanjutnya diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan sehingga tidak semakin merusak dan menghilangkan kemampuannya sebagai modal bagi pembangunan yang berkelanjutan. Hasil atau pendapatan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam terbarukan diinvestasikan kembali guna menumbuhkembangkan upaya pemulihan, rehabilitasi, dan pencadangan untuk kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Di samping itu, pemanfaatan sumber daya alam yang terbarukan akan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi.

(19)

memperhatikan komposisi penggunaan energi (diversifikasi) yang optimal bagi setiap jenis energi.

2.2Maraknya kegiatan penambangan di kawasan perbukitan Menoreh Perbukitan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo di sebelah barat perbatasan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Perbukitan menoreh memiliki berbagai fungsi, antara lain fungsi hidrologis, fungsi geologis, fungsi biologis dan ekologis, serta fungsi ekonomis. Secara hidrologis bukit menoreh sebagai zona tangkapan air hujan. Secara geologis, proses-proses karstifikasi menghasilkan bentukan-bentukan alam yang sangat unik dan menjadi bagian dari kekayaan fenomena geologis. Secara biologis dan ekologis, Perbukitan Menoreh sebagai tempat tinggal dan perkembangbiakan hewan, seperti kupu-kupu, burung, kelelawar dan hewan reptil. Secara ekonomis, masyarakat yang tinggal di Perbukitan Menoreh memanfaatkan untuk berkebun, bertani, dan beternak. Keindahan Perbukitan Menoreh saat ini banyak objek wisata yang ditawarkan di Kulon Progo antara lain perkebunan teh, panorama air terjun, dan panorama alam lainnya.

(20)

Gambar 2.1 Kawasan Bekas Penambangan Mangan di Kabupaten Kulon Progo Sumber: www.navigasi-budaya.jogjaprov.go.id, www.rri.co.id,www.kotawates.com

(21)

erosi atau memicu terjadinya tanah longsor dan terganggunya habitat flora dan fauna.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara sudah diatur mengenai perizinan usaha pertambangan, pelaksanaan penambangan, hingga pemantauan penambangan. Maksud disusunnya Peraturan Daerah ini adalah untuk menjamin agar pemanfaatan potensi mineral dan batubara dapat dilaksanakan berdasarkan pada azas manfaat, keadilan dan keseimbangan, partisipatif, transparan, berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan melalui kegiatan pengaturan, pembinaan, pengawasan, penertiban, dan pengendalian.

Bagi perusahaan yang wajib melakukan reklamasi, hal tersebut diatur dalam Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 42 Tahun 2011 tentang Reklamasi Tambang. Dalam pasal 10 disebutkan bahwa: Perusahaan wajib mengangkat seorang petugas untuk memimpin langsung masing-masing pelaksanaan reklamasi. Selanjutnya dalam pasal 11 disebutkan: Pelaksanaan Reklamasi wajib dilakukan sesuai rencana reklamasi yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.

Adanya Peraturan Bupati membuktikan bahwa pemerintah Kabupaten Kulon Progo memperhatikan kelestarian sumber daya alam, khususnya kegiatan pertambangan. Dalam hal ini kegiatan pertambangan berpotensi rnengubah bentang alam, sehingga diperlukan upaya untuk menjamin pemanfaatan lahan di wilayah bekas kegiatan pertambangan agar berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.

2.3Pembangunan Mega Proyek (Bandara, Penambangan Pasir Besi, Jalur Jalan Lintas Selatan/JJLS, dan Pelabuhan) dan Pengembangan Kawasan Industri Sentolo (KIS) yang mempengaruhi laju alih fungsi lahan dan keberlanjutan fungsi ekologi-sosial daerah terdampak.

(22)

manusia, dan pemanfaatan potensi sumberdaya yang sesuai dengan peraturan pemerintah. Pembangunan daerah dengan mendirikan infrastruktur fisik dan pembangunan gedung-gedung baru membutuhkan tempat/lahan yang disesuaikan dengan perencanaan daerah. Adanya pembangunan infrastruktur fisik menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan hijau menjadi lahan terbangun.

Pembangunan Mega Proyek yang telah berjalan di Kabupaten Kulon Progo dipastikan berpengaruh pada laju alih fungsi lahan hijau menjadi lahan terbangun yang semakin tinggi dan akan berdampak pada kelanjutan fungsi ekologi-sosial daerah setempat. Terdapat empat mega proyek yang sedang berlangsung di Kabupaten Kulon Progo meliputi pembangunan Bandara Internasional di Kecamatan Temon, penambangan pasir besi berada di Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Galur, JJLS (Jalur Jalan Lintas Selatan) sepanjang 122,9 kilometer, serta Pelabuhan Tanjung Adikarto di Kecamatan Temon. Alih fungsi lahan atau konversi lahan yang terjadi karena pembangunan mega proyek di Kabupaten Kulon Progo memiliki luas area masing-masing proyek berkisar seluas 45,34 hektar dari pembangunan Bandara Internasional, 16,5 hektar dari Pelabuhan Tanjung Adikarto, dan Jalur Jalan Lintas Selatan dengan panjang 122,9 kilometer. Sedangkan penambangan pasir besi setiap pelaksana projek melakukan upaya dalam pelestarian lingkungan pada area bekas tambang. Pelaksanaan Reklamasi Pilot Project Tambang Pasir Besi PT. Jogja Magaza Iron (JMI) di Desa Karangwuni Kabupaten Kulon Progo dilakukan dengan penutupan kembali lahan bekas tambang (Back Filling), melakukan pertemuan sosialisasi dan musyawarah kegiatan reklamasi, pembangunan infrastruktur pertanian antara lain gubuk, sumur pantek, perpipaan dan paranet untuk penahan angin dan sekaligus sebagai pembatas lahan, pengolahan lahan dan penyuburan tanah, penanaman dan pemeliharaan tanaman. Pengelolaan lingkungan fisik, biologi dan sosial termasuk program pengembangan masyarakat telah berjalan sesuai dengan arahan yang tertuang dalam Dokumen Amdal.

(23)

5.252,0907 hektar. Berdasarkan kondisi fisik wilayahnya, wilayah Kecamatan Sentolo merupakan kawasan dengan keadaan kontur tanah datar sampai dengan berombak 45 persen. Berdasarkan peta pola ruang RTRW Kabupaten Kulon Progo tahun 2012-2032, Kecamatan Sentolo termasuk dalam kawasan pertanian/perkebunan, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan pertambangan (pasir batu dan batu gamping) (www.sentolo.kulonprogokab.go.id). Salah satunya ditetapkan sebagai Kawasan Industri Sentolo atau KIS yang diperuntukkan sebagai kawasan industri besar.

Ditetapkannya Kecamatan Sentolo sebagai kawasan industri merupakan peluang yang sangat besar bagi perkembangan Sentolo dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan dengan berdirinya perusahaan-perusahaan akan banyak menyerap tenaga kerja lokal yang pada akhirnya terjadi peningkatan perekonomian masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.

Selain Kecamatan Sentolo, ada satu kecamatan yang masuk dalam KIS yaitu Kecamatan Lendah. Selain itu kawasan industri lain yang tertuang dalam RTRW yaitu Kawasan Industri Temon. Hal tersebut dijelaskan dalam RTRW Kabupaten Kulon Progo sebagai berikut:

1. Kawasan strategis dalam bidang pertumbuhan ekonomi :

a. Kawasan Industri Sentolo dengan luas kurang lebih 4.796 (empat ribu tujuh ratus sembilan puluh enam) hektar, meliputi Kecamatan Sentolo dan Kecamatan Lendah.

b. Kawasan Industri Temon di Kecamatan Temon dengan luas kurang lebih 500 (lima ratus) hektar; dan

c. Kawasan peruntukan industri berada di Kecamatan Nanggulan. 2. Kawasan Industri Sentolo, meliputi :

a. Desa Banguncipto, Desa Sentolo, Desa Sukoreno, Desa Salamrejo, dan Desa Tuksono berada di Kecamatan Sentolo; dan

(24)

Limbah cair industri merupakan penyebab utama terjadinya pencemaran air. Setiap industri yang menghasilkan limbah cair wajib melakukan pengolahan air limbah agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah sehingga saat dibuang tidak mencemari lingkungan. Limbah yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Beberapa alasan pengusaha membuang limbah tanpa diolah terlebih dulu antara lain mahalnya biaya pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), biaya operasional, dan perawatan IPAL yang rumit dan kompleks. Lingkungan mempunyai daya tampung limbah yang terbatas. Ketika limbah yang dibuang tidak melebihi ambang batas, lingkungan masih dapat menguraikannya sehingga tidak menimbulkan pencemaran. Namun jika ambang batas tersebut terlampaui, maka lingkungan tidak dapat menetralisir semua limbah yang ada sehingga timbul masalah pencemaran dan degradasi kondisi lingkungan.

Pencemaran udara pada umumnya keluar dari cerobong pabrik. Efek dari pencemaran udara terhadap kesehatan yaitu timbulnya gangguan pada saluran pernafasan. Pencemaran udara lebih berdampak secara luas, karena pergerakan asap yang dikeluarkan oleh cerobong pabrik lebih cepat. Oleh karena itu, pencemaran udara lebih sulit penanganannya. Namun untuk meminimalisir setiap perusahaan harus mengolah emisi gas buang terlebih dahulu agar ramah terhadap lingkungan.

Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri, limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Dampak dari pencemaran tanah yaitu menurunnya produktivitas tanah, mengakibatkan kematian bagi mikroorganisme yang memiliki fungsi sangat penting terhadap kesuburan tanah.

(25)

taat terhadap dokumen lingkungan, maka ada sanksi administratif yang tertuang dalam Pasal 72 ayat 2, sanksi administratif terdiri atas:

1. teguran tertulis; 2. paksaan pemerintah;

3. pembekuan izin lingkungan; atau 4. pencabutan izin lingkungan.

Pengembangan Kawasan Industri Sentolo, selanjutnya akan dibangun rusunawa. Rusunawa tersebut sebagai salah satu pengembangan infrastruktur yang dikembangkan oleh pemerintah untuk menyediakan tempat tinggal bagi pekerja. Tidak hanya pemerintah yang menyediakan tempat tinggal untuk pekerja, masyarakat sekitar KIS juga menyediakan tempat tinggal untuk disewakan. Kemudian masalah yang muncul yaitu adanya kepadatan penduduk dan daya dukung lingkungan semakin menurun. Oleh karena itu, sebelum kepadatan penduduk terlalu tinggi perlu ada perencanaan pengelolaan lingkungan di kawasan tersebut. Tidak hanya mengacu pada perusahaan yang berdiri, namun mengacu pula pada kawasan tempat tinggal pekerja dan penduduk setempat. Karena saat ini Amdal diberlakukan pada masing-masing perusahaan, tidak ada Amdal yang mengatur pada keseluruhan kawasan industri.

2.4Kondisi topografis dan geografis Kulon Progo yang rawan bencana longsor di daerah utara dan banjir di daerah selatan.

Kabupaten Kulon Progo memiliki kondisi topografis dan kondisi geografis yang rawan terhadap bencana longsor. Kondisi bagian utara Kabupaten Kulon Progo merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500 sampai dengan 1000 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan

(26)

Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kulon Progo, tahun 2016 telah terjadi bencana tanah longsor di enam kecamatan yaitu Kecamatan Lendah, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Kokap, Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Nanggulan dan Kecamatan Samigaluh. Bencana banjir di Kabupaten Kulon Progo tahun 2016 tercatat seluas 520 hektar ditiga kecamatan, yaitu Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Lendah. Penyebab terjadinya bencana tanah longsor dan banjir di Kabupaten Kulon Progo tahun 2016 adalah intensitas curah hujan yang tinggi. Pada tahun 2016 rata-rata curah hujan Kabupaten Kulon Progo mencapai angka lebih dari 200 mm, dimana pada bulan November mencapai kisaran tertinggi yaitu 552 mm.

(27)

Gambar 2.3 Peta Rawan Bencana Banjir Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2032

Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam mengatasi bencana tanah longsor dan banjir. Pada bencana tanah longsor, BPBD bekerja sama dengan TNI dan polisi untuk memantau lokasi bencana dan memberikan penanganan darurat dalam mengatasi lokasi tanah longsor seperti mengevakuasi, membersihkan area bencana, dan mendirikan posko untuk masyarakat/korban bencana. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi banjir di area persawahan adalah dengan

(28)

3.1Tataguna Lahan

Tataguna lahan atau land use merupakan pengaturan/suatu upaya perencanaan penggunaan lahan yang memerlukan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya untuk pembagian wilayah terhadap fungsi-fungsi tertentu. Perencanaan tataguna lahan pada suatu wilayah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, kemudian dalam cakupan kabupaten disebut sebagai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau RTRWK.

3.1.1 Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK)

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) tutupan lahan dibedakan menjadi empat yaitu tutupan lahan vegetasi, tutupan lahan area terbangun, tutupan lahan tanah terbuka, dan tutupan lahan badan air. Sedangkan berdasarkan nama kawasan dibedakan menjadi dua yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya.

(29)

1. Kawasan Lindung

Gambar 3.1 Peta Kawasan Lindung Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2032

Kawasan lindung yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung dibagi menjadi lima kawasan yaitu kawasan lindung terhadap kawasan dibawahnya; kawasan perlindungan setempat; kawasan suaka margasatwa; kawasan rawan bencana; dan kawasan lindung geologi.

a.) Kawasan Lindung Terhadap Kawasan Bawahnya

(30)

Rencana Pengendalian fungsi kawasan lindung berdasarkan RTRW Kabupaten Kulon Progo dengan strategi sebagai berikut:

a. melaksanakan pengawasan dan pemantauan kawasan konservasi dan hutan lindung;

b. mengembangkan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung;

c. memulihkan fungsi kawasan lindung;

d. mengoptimalkan kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air serta aspek sosial ekonomi;

e. melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; dan f. mempertahankan fungsi ekologis kawasan alami.

Kawasan hutan lindung berada di seluruh kawasan hutan negara dengan luas 278,577 hektar, meliputi:

a. Desa Hargowilis Kecamatan Kokap; dan

b. Desa Karangsari dan Desa Sendangsari berada di Kecamatan Pengasih. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya berupa kawasan resapan air 16.556,133 hektar, meliputi:

a. Tempat cekungan air tanah pada daerah tubuh Pegunungan Menoreh; b. Hutan konservasi di Desa Hargowilis Kecamatan Kokap; dan

c. Waduk Sermo di Kecamatan Kokap dan Bendung Sapon di Kecamatan Lendah.

b.) Kawasan Perlindungan Setempat

(31)

untuk mempertahankan kelestarian fungsi waduk. Luas kawasan perlindungan setempat yaitu 2.903,081 hektar dengan kawasan sempadan pantai 513,508 hektar, kawasan sempadan sungai 2.047,732 hektar, dan kawasan sekitar danau atau waduk 341,841 hektar.

Rencana pengembangan daerah pantai menurut RTRW Kabupaten Kulon Progo yaitu meningkatkan dan mendayaguna kawasan pantai yang bersinergi dengan kelestarian ekosistem dengan strategi meliputi:

a. mengembangkan kawasan pertanian, pariwisata, pertambangan, industri bahari serta perdagangan dan jasa;

b. memulihkan kawasan yang semula kawasan penambangan; c. memanfaatkan energi ramah lingkungan;

d. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung; dan e. melestarikan ekosistem pantai.

Kawasan sempadan pantai berada di sepanjang Pantai Samudera Hindia dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, meliputi:

a. Kecamatan Temon; b. Kecamatan Wates; c. Kecamatan Panjatan; dan d. Kecamatan Galur.

Adapun dalam bidang pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi daerah sempadan pantai ditetapkan sebagai kawasan strategis, meliputi: a. Kawasan pertambangan pasir besi di wilayah pantai yaitu Kecamatan

Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan dan Kecamatan Galur. b. Kawasan pembangkit listrik tenaga angin dan gelombang laut di pantai

selatan.

(32)

Tabel 3.1 Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

No. Lokasi Luas Lokasi (Ha)

Persentase tutupan (%)

Kerapatan (pohon/Ha)

1. Jangkaran, Temon 12 80 200

2. Banaran, Galur 3 15 5

Total 15 95 205

Sumber : Bagian Administrasi Perekonomian Setda Kabupaten Kulon Progo, 2016

Hutan mangrove memiliki beberapa fungsi, seperti tempat budidaya ikan dan habitat air payau, mengurangi abrasi air laut, dan melindungi dari bencana tsunami. Fungsi lain dari hutan mangrove sebagai objek wisata yang dapat memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat setempat maupun pemerintah. Keindahan hutan mangrove dapat dijadikan tempat rekresi alam untuk wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.

Gambar 3.2 Hutan Mangrove Wana Tirta, Pasir Mendit, Jangkaran Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo

(33)

c.) Kawasan Suaka Alam

Kawasan Suaka Alam adalah kawasan yang memiliki ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan keutuhan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Suaka Alam terbagi menjadi dua, yaitu kawasan Suaka Margasatwa dan kawasan Cagar Alam. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai kekhasan/keunikan keanekaragaman satwa liar, dalam kelangsungan suaka margasatwa memerlukan upaya perlindungan dan pembinaan terhadap populasi dan habitatnya. Selain kawasan Suaka Margasatwa Kabupaten Kulon Progo juga memiliki Kawasan Cagar Budaya. Kawasan cagar budaya adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas. Luas suaka alam sebesar 994.801 hektar yang di dalamnya terdapat suaka margasatwa. Kawasan suaka margasatwa berada di Desa Hargowilis Kecamatan Kokap.

Kawasan suaka alam di Kabupaten Kulon Progo dalam pelestarian alamnya meliputi:

a. taman wisata alam tracking dan hashing berada di Kali Biru Desa Hargowilis Kecamatan Kokap, Gunung Kelir, dan Tamanan Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo;

b. taman wisata alam tracking, hashing, layang gantung, panorama, dan agrowisata teh berada di Suroloyo Pegunungan Menoreh Kecamatan Samigaluh; dan

c. pemandian alam, di Desa Sendangsari Kecamatan Pengasih; dan Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh.

Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan di Kabupaten Kulon Progo, meliputi:

a. Makam Nyi Ageng Serang berada di Kecamatan Kalibawang; b. Kawasan Sendangsono berada di Kecamatan Kalibawang;

(34)

d. Puncak Perbukitan Suroloyo berada di Kecamatan Samigaluh; e. Gua alam Kiskendo berada di Kecamatan Girimulyo;

f. Makam keluarga Paku Alam Girigondo berada di Kecamatan Temon; g. Jembatan Duwet berada di Desa Banjarharjo Kecamatan Kalibawang; h. Perumahan pabrik gula Sewu Galur berada di Desa Karangsewu

Kecamatan Galur;

i. Rumah TB. Simatupang berada di Desa Banjarsari Kecamatan Samigaluh; j. Rumah H. Djamal berada di Desa Sentolo Kecamatan Sentolo.

d.) Kawasan Rawan Bencana

Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Kawasan rawan bencana terdiri dari Kawasan Rawan Tanah Longsor, Kawasan Rawan Gelombang Pasang, dan Kawasan Rawan Banjir. Luas kawasan rawan tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo adalah 8.001 hektar dan Kawasan Rawan Banjir sebesar 1.764,495 hektar. Kawasan rawan bencana yang ada pada RTRW Kabupaten Kulon Progo adalah kawasan rawan bencana yang terdiri atas:

a. kawasan rawan banjir;

b. kawasan rawan bahaya kekeringan; dan c. kawasan rawan bencana angin topan.

Kawasan rawan banjir ada di wilayah bagian Selatan – Timur, meliputi Kecamatan Temon; Kecamatan Wates; Kecamatan Panjatan; Kecamatan Galur; dan Kecamatan Lendah. Kawasan rawan bahaya kekeringan dan kawasan rawan angin topan berada di seluruh kecamatan.

e.) Kawasan Lindung Geologi

Kawasan lindung geologi di Kabupaten Kulon Progo, meliputi: a. kawasan sekitar mata air;

(35)

Kawasan sekitar mata air meliputi sumber mata air Clereng dan Tuk Mudal Anjir berada di Kecamatan Pengasih; Tuk Mudal dan Tuk Gua Kiskendo berada di Kecamatan Girimulyo; Tuk Grembul berada di Kecamatan Kalibawang; dan Tuk Gua Upas dan mata air Sekepyar berada di Kecamatan Samigaluh; dan Kayangan berada di Kecamatan Girimulyo.

Kawasan rawan bencana alam geologi terdiri atas kawasan rawan letusan gunung berapi; kawasan rawan gempa bumi; kawasan rawan gerakan tanah; dan kawasan rawan tsunami. Kawasan rawan letusan gunung berapi berada di seluruh kecamatan. Kawasan rawan gempa bumi berada di seluruh kecamatan. Kawasan rawan gerakan tanah berada di deretan Perbukitan Menoreh, meliputi Kecamatan Kokap; Kecamatan Sentolo; Kecamatan Pengasih; Kecamatan Nanggulan; Kecamatan Girimulyo; Kecamatan Kalibawang; dan Kecamatan Samigaluh. Kawasan rawan tsunami, meliputi Kecamatan Temon; Kecamatan Wates; Kecamatan Panjatan; dan Kecamatan Galur. Cekungan air tanah berupa cekungan air tanah Wates di Kecamatan Wates.

2. Kawasan Budidaya

(36)

Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya di Kabupaten Kulon Progo, terdiri atas:

a.) Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Berdasarkan RTRW Kabupaten Kulon Progo tahun 2012-2032, Arahan peruntukan Hutan Produksi adalah hutan produksi terbatas yang berada di Desa Hargomulyo dan Desa Hargorejo Kecamatan Kokap dengan luas 601,6 hektar dan ditetapkan sebagai kawasan penyangga.

b.) Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat

Arahan peruntukan Hutan Rakyat pada Kabupaten Kulon Progo berdasarkan rencana pola ruang tahun 2012-2032 meliputi:

Tabel 3.2 Luas Hutan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo

No Nama Kecamatan Luas (Ha)

1. Wates 184

2. Galur 291

3. Nanggulan 435

4. Lendah 572

5. Panjatan 651

6. Temon 794,25

7. Sentolo 937

8. Pengasih 1.389

9. Kalibawang 1.855,37

10. Girimulyo 3.095,5

11. Samigaluh 3.675

12. Kokap 4.247

Sumber: Lembar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2032, 2016

c.) Kawasan Peruntukan Pertanian

(37)

lebih 29.328 hektar tersebar di seluruh kecamatan. Penetapan kawasan peruntukan pertanian holtikultura tersebar di seluruh kecamatan.

Kawasan peruntukan perkebunan terdiri atas komoditas kakao, kopi, kelapa, cengkeh, tembakau, nilam, lada, teh, gebang, dan jambu mete. Komoditas kakau diarahkan pada Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Pengasih, Pengasih, Kokap, Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh; Komoditas kopi diarahkan pada Kecamatan Pengasih, Kokap, Girimulyo, Kalibawang dan Samigaluh; Komoditas kelapa diarahkan pada seluruh kecamatan; Komoditas cengkeh diarahkan pada Kecamatan Pengasih, Kokap, Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh; Komoditas tembakau diarahkan pada Kecamatan Sentolo dan Pengasih; Komoditas nilam diarahkan pada Kecamatan Giimulyo dan Samigaluh; Komoditas lada diarahkan pada Kokap, Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh; Komoditas teh diarahkan pada Kecamatan Girimulyo dan Kecamatan Samigaluh; Komoditas gebang diarahkan pada Kecamatan Sentolo, Pengasih dan Nanggulan; Komoditas jambu mete diarahkan pada Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur, Sentolo dan Nanggulan.

Penetapan kawasan peruntukan peternakan terdiri atas Peternakan besar dengan komoditas sapi, kuda dan kerbau, Peternakan kecil dengan komoditas kambing, domba, babi dan kelinci, Peternakan unggas dengan komoditas ayam, itik, dan puyuh. Semua jenis peternakan tersebar di seluruh kecamatan.

Pengembangan kawasan agropolitan, terdiri atas pengembangan kawasan agropolitan Kalibawang dengan desa pusat pengembangan berada di Desa Banjararum Kecamatan Kalibawang serta pengembangan kawasan agropolitan Temon dengan desa pusat pengembangan berada di Desa Jangkaran Kecamatan Temon.

d.) Kawasan Peruntukan Perikanan

(38)

dengan 4 mil laut ke Samudera Hindia, meliputi Kecamatan Wates, Panjatan dan Galur. Kawasan peruntukan perikanan budidaya meliputi budidaya perikanan darat tersebar di seluruh kecamatan dan budidaya perikanan air payau, meliputi Kecamatan Temon, Wates, dan Galur. Kawasan peruntukan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan meliputi industri pengolahan tepung ikan di Desa Glagah Kecamatan Temon, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dan pasar induk perikanan di sekitar Kompleks Perdagangan Gawok Kecamatan Wates. Terdapat 4 TPI di kabupaten Kulon Progo, masing-masing TPI tersebut adalah TPI di pelabuhan pendaratan ikan Tanjung Adikarta Desa Karangwuni Kecamatan Wates, TPI Congot di Desa Jangkaran Kecamatan Temon, TPI Bugel di Kecamatan Panjatan dan TPI Trisik di Desa Banaran Kecamatan Galur.

Sarana dan prasarana penunjang kegiatan perikanan di Kabupaten Kulon Progo meliputi Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Adikarta di Desa Karangwuni Kecamatan Wates dan sebagian Desa Glagah Kecamatan Temon dengan luas kurang lebih 83 (delapan puluh tiga) hektar serta PPI Bugel, PPI Sindutan, dan PPI Congot berada di Kecamatan Temon. Kawasan Minapolitan dengan luas kurang lebih 7.160 (tujuh ribu seratus enam puluh) hektar, meliputi pusat perikanan budidaya dan tangkap di Kecamatan Wates dan pusat perikanan budidaya di Kecamatan Nanggulan.

e.) Kawasan Peruntukan Pertambangan

Terdapat tiga jenis kawasan peruntukan pertambangan berdasarkan Pola Ruang RTRW Kabupaten Kulon Progo tahun 2012-2032. Ketiga jenis kawasan peruntukan pertambangan tersebut adalah kawasan peruntukan pertambangan mineral, kawasan peruntukan pertambangan batubara, dan kawasan peruntukan pertambangan panas bumi, minyak dan gas bumi. Kawasan peruntukan pertambangan mineral terdiri atas mineral logam serta mineral bukan logam dan batuan.

(39)

Jatimulyo, Desa Giripurwo, Desa Pendoworejo, dan Desa Purwosari berada di Kecamatan Girimulyo; Desa Karangsari, Desa Sendangsari, Desa Sidomulyo, dan Desa Pengasih berada di Kecamatan Pengasih; Desa Banyuroto dan Desa Donomulyo berada di Kecamatan Nanggulan; Desa Purwoharjo, Desa Sidoharjo, Desa Gerbosari, Desa Pagerharjo, Desa Ngargosari, Desa Pagerharjo, Desa Banjarsari, dan Desa Kebonharjo berada di Kecamatan Samigaluh; dan Desa Banjararum, Desa Banjarasri, dan Desa Banjaroyo berada di Kecamatan Kalibawang serta mineral logam pasir besi yang berada di Desa Jangkaran, Desa Sindutan, Desa Palihan, dan Desa Glagah Kecamatan Temon; Desa Karangwuni Kecamatan Wates; Desa Garongan, Desa Pleret, dan Desa Bugel berada di Kecamatan Panjatan; dan Desa Karangsewu, Desa Banaran, Desa Nomporejo, dan Desa Kranggan berada di Kecamatan Galur.

Mineral bukan logam dan batuan terdiri atas pasir kuarsa, phospat, gipsum, kaolin/tanah liat, batu gamping, trass, marmer, batu setengah mulia dan fosil kayu, andesit, bentonit, pasir dan batu, serta tanah urug.

Kawasan peruntukan pertambangan batubara meliputi Desa Kembang dan Desa Banyuroto berada di Kecamatan Nanggulan dan Desa Pendoworejo Kecamatan Girimulyo. Kawasan peruntukan pertambangan panas bumi, minyak dan gas bumi meliputi seluruh kecamatan.

f.) Kawasan Peruntukan Industri

(40)

g.) Kawasan Peruntukan Pariwisata

(41)

h.) Kawasan Peruntukan Permukiman

Kawasan Permukiman dibagi dua yakni Kawasan peruntukan permukiman perkotaan dan Kawasan peruntukan permukiman perdesaan. Kawasan peruntukan permukiman perkotaan meliputi Perkotaan Temon, Panjatan, Brosot, Lendah, Sentolo, Kokap, Nanggulan, Girimulyo, Kalibawang, Dekso dan Samigaluh. Kawasan peruntukan permukiman perdesaan meliputi Desa Glagah Kecamatan Temon, Desa Panjatan Kecamatan Panjatan, Desa Brosot dan Desa Tirtorahayu berada di Kecamatan Galur, Desa Sentolo Kecamatan Sentolo, Desa Hargomulyo Kecamatan Kokap, Desa Jatisarono Kecamatan Nanggulan, Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo, Desa Banjaroyo Kecamatan Kalibawang dan Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh.

Pemanfaatan kawasan peruntukan permukiman berada di seluruh kecamatan, terdiri atas pengembangan permukiman swadaya, kawasan permukiman siap bangun, permukiman baru. Pengembangan permukiman khusus, terdiri atas permukiman nelayan berada di Kecamatan Wates, permukiman transmigrasi lokal berada di Kecamatan Panjatan dan Galur. i.) Kawasan Peruntukan Lainnya

(42)

3.1.2 Usaha Pemanfaatan Lahan

Menurut penggunaan lahan utama, lahan terdiri dari non pertanian, sawah, lahan kering, perkebunan, hutan, dan badan air. Adapun di Kabupaten Kulon Progo penggunaan lahan utama dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3 Luas Wilayah Menurut PenggunaanLahan Utama Tahun 2016

No. Kecamatan

Luas Lahan (Ha) Non

Pertanian Sawah

Lahan

Kering Perkebunan Hutan

Badan

Air Total

1. Temon 929 1.065 1.211 0 50 0 3.255

2. Wates 659 710 965 0 5 0 2.339

3. Panjatan 470 1.045 2.077 0 651 0 4.243

4. Galur 1.134 1.169 844 0 50 0 3.197

5. Lendah 602 658 126 0 50 0 1.436

6. Sentolo 1.663 1.166 694 0 740 0 4.263

7. Pengasih 653 1.399 627 0 770 0 3.449

8. Kokap 3.688 76 614 0 1.754 0 6.132

9. Girimulyo 638 536 2.221 545 1.210 0 5.150

10. Nanggulan 213 1.600 1.317 0 25 0 3.155

11. Samigaluh 1.339 741 2.517 45 492 0 5.134

12. Kalibawang 594 947 2.358 0 350 0 4.249

Total 12.582 11.112 15.571 590 6.147 0 46.002 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2016

(43)

Tabel 3.4 Luas Hutan Berdasarkan Fungsi dan Status Tahun 2016

2. Hutan Hak/Hutan Rakyat 22.308

3. Hutan Kota 9,3

5. Taman Hutan Raya 0

6. Taman Keanekaragaman Hayati 0

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2016

Berdasarkan fungsinya, hutan di Kabupaten Kulon Progo terdiri dari hutan produksi, hutan lindung, dan suaka margasatwa dengan luasan terbesar berupa hutan produksi seluas 601,5 hektar. Hutan berdasarkan statusnya dibagi menjadi dua, yaitu hutan hak/hutan rakyat dan hutan kota. Luas hutan rakyat adalah 22.308 hektar dan hutan kota seluas 9,3 hektar.

Perubahan penggunaan lahan mencerminkan laju pembangunan suatu daerah. Di Kabupaten Kulon Progo, perubahan penggunaan lahan terbesar yaitu lahan pertanian menjadi lahan permukiman. Luas perubahan penggunaan lahan secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.5 Luas Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Kulon Progo Tahun

7. Perikanan 177,94 132,6 Pengembangan bandara internasional Daerah Istimewa Yogyakarta

8. Lainnya 0 0 −

Sumber : Data dari berbagai sumber, 2016

(44)

Selain permukiman (29,71 hektar), pengembangan bandara juga mempengaruhi adanya perubahan lahan. Pada tabel diatas disebutkan bahwa ada perubahan lahan dari perikanan menjadi bandara kurang lebih 45,34 hektar. Luas lahan perkebunan tidak mengalami perubahan. Lahan sawah dan pertanian lahan kering juga tidak mengalami perubahan secara signifikan. Berdasarkan dokumen UKL-UPL terjadi penurunan luas lahan pertambangan sebesar 36,2295 hektar, hal ini juga menunjukkan terjadinya peningkatan pertambangan yang tidak mendasarkan pada aspek lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus pada bidang pertambangan.

Jenis pemanfaatan lahan di Kabupaten Kulon Progo meliputi empat bidang, yaitu tambang, perkebunan, pertanian, dan pemanfaatan hutan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.6 Jenis Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

No. Jenis Pemanfaatan Lahan Luas (Ha) Keterangan

1. Tambang 134,1205 -

2. Perkebunan 590 -

3. Pertanian 34.933 -

4. Pemanfaatan Hutan 6.147 -

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo, 2016

(45)

Tabel 3.7 Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo, 2016

Pertambangan terbesar di Kabupaten Kulon Progo yaitu pertambangan andesit yang dikelola oleh lima perusahaan dengan memproduksi 652.979 ton pertahun. Kemudian disusul dengan pertambangan pasir dan batu, serta sirtu.

(46)

dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian dengan memperhatikan perhitungan etat tebang. Produksi kayu yang merupakan tujuan ekonomi dapat dilaksanakan tanpa mengesampingkan tujuan konservasi. Etat tebang diartikan sebagai volume penebangan kayu yang masih diperkenankan untuk pengelolaan hutan secara lestari. Perhitungan etat tebang Kabupaten Kulon Progo tahun 2016 adalah 58.226,06 m3. Dengan produksi kayu sebesar 48.440 m3 (dibawah etat tebang), dapat dikatakan bahwa pengelolaan hutan di Kabupaten Kulon Progo dilaksanakan secara lestari.

3.1.3 Kualitas Lahan

Pengukuran kualitas lahan dilakukan di Kecamatan Lendah dengan mengambil 10 titik. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta ada tujuh parameter yang diukur yaitu Berat Isi, Porositas total, Derajat Pelulusan Air, pH, Daya Hantar Listrik (DHL), Redoks, dan jumlah Mikroba. Berdasarkan tujuh parameter tersebut terdapat parameter yang melebihi ambang kualitas tanah yaitu Derajat Pelulusan Air.

Derajat Pelulusan Air atau permeabilitas merupakan kemampuan media porus tanah untuk meloloskan zat cair baik secara leteral maupun vertikal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 baku mutu Derajat Pelulusan Air yaitu < 0,7 cm/jam dan > 8,0 cm/jam. Sedangkan pada hasil uji menunjukkan 8 titik dari 10 titik pengujian kualitas lahan memiliki nilai lebih dari baku mutu.

Lahan di Kabupaten Kulon Progo memiliki kemampuan tanah yang rendah dalam meloloskan zat cair secara leteral maupun vertikal. Faktor yang mempengaruhi derajat pelulusan air adalah berat isi dan porositas suatu tanah. Tanah dengan nilai berat isi tanah yang tinggi dan tingkat porositas tanah yang rendah derajat pelulusan airnya akan semakin rendah.

3.1.4 Lahan Kritis

(47)

sebesar 4.908,69 hektar. Luas lahan kritis tahun 2016 menurun dibanding tahun 2015 sebesar 5.107,52 hektar. Kecamatan yang memiliki lahan kritis terbesar yaitu Kecamatan Temon sebesar 15 persen, disusul Kecamatan Galur sebesar 14 persen dan Kecamatan Panjatan sebesar 13 persen. Lahan kritis di wilayah Kecamatan Temon, Kecamatan Galur dan Kecamatan Panjatan sebagian besar berlokasi di lahan pantai di mana kekritisan lahannya terutama dilihat dari parameter kondisi tutupan vegetasi yang ada.

Gambar 3.4 Persentase Luas Lahan Kritis di dalam dan Luar Kawasan Hutan Per Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo

Lahan kritis terjadi karena beberapa faktor. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis antara lain:

1. Kekeringan,

2. Genangan air yang terus menerus seperti di daerah pantai yang selalu tertutup rawa-rawa menyebabkan tanahnya bersifat asam,

3. Erosi tanah atau longsor ,

4. Pengelolaan tanah yang tidak memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan,

5. Masuknya material yang bertahan lama ke lahan pertanian karena tidak dapat diuraikan oleh bakteri, seperti plastic,

6. Pencemaran zat pencemar, seperti pestisida dan limbah pabrik.

(48)

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sudah berupaya dalam pengelolaan lahan kritis yang ditandai dengan menurunnya luas lahan kritis. Upaya tersebut adalah melalui kegiatan penanaman (vegetatif) dan pembuatan bangunan sipil teknis untuk konservasi lahan dan air. Namun demikian upaya-upaya konservasi dan rehabilitasi lahan perlu dilanjutkan dan ditingkatkan. Jika lahan kritis tetap dibiarkan atau tidak ada perlakuan perbaikan maka akan mengancam kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Rehabilitasi hutan dan Lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem kehidupan tetap terjaga. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan diselenggarakan melalui kegiatan Reboisasi, Penghijauan, Pemeliharaan Pengayaan Tanaman atau Penerapan Teknik Konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis. Kegiatan penghijauan yang telah dilakukan oleh Kabupaten Kulon Progo tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.8 Realisasi Kegiatan Penghijauan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016

No. Kecamatan Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2016

(49)

Gambar 3.5 Penanaman Bibit Pohon di Sekitar Waduk Sermo oleh Instansi, Masyarakat, dan TNI AD

3.2 Kualitas Air

Kualitas air menjadi bagian bagian yang penting dalam isu pengembangan sumberdaya air. Kualitas air mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian industri, rekreasi, dan pemanfaatan air lainnya (Chay Asdak, 2014:497).

Wilayah Kabupaten Kulon Progo menjadi bagian dari beberapa wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS yang melewati wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah DAS Bogowonto, DAS Serang dan DAS Progo. DAS Progo merupakan DAS yang paling luas, yaitu meliputi 31.163,774 hektar atau 53,16 persen dari luas Kabupaten Kulon Progo yang sekaligus mengindikasikan sebagai DAS yang paling banyak mensuplai air, baik itu ke dalam bentuk air permukaan maupun air tanah. Luas DAS Serang lebih kecil, namun tetap saja kontribusinya terhadap sumber air di wilayah Kabupaten Kulon Progo sangat penting, karena luasannya mencakup 24.152,86 hektar atau 41,20 persen dari total luas Kabupaten Kulon Progo. DAS Bogowonto hanya mencakup 3.310,878 hektar atau 5,65 persen saja, selain itu keluaran dari air yang masuk ke DAS Bogowonto ini berada diluar wilayah Kabupaten Kulon Progo.

3.2.1 Kualitas Air Sungai

(50)

Sungai Progo yaitu aktivitas penambangan pasir. Sungai Serang juga merupakan sungai besar yang ada di Kabupaten Kulon Progo.

Sebagai salah satu upaya pengendalian pencemaran air sungai, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo melakukan pemantauan kualitas air sungai terutama Sungai Serang, karena sungai tersebut melintas di wilayah perkotaan Wates dan rawan terkena pencemaran lingkungan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Serang yang berada di Kabupaten Kulon Progo mulai dari hulu sampai hilirnya dan memiliki panjang sungai utama 23,16 km. Pola Alirannya bersifat dendritik. Ketinggian tempat di DAS Serang bervariasi dengan rentang antara 0 m – 811 m dpal. Kerapatan aliran di DAS Serang sebesar 0,002, hal ini menunjukkan bahwa DAS Serang rawan terhadap penggenangan.

Pengukuran kualitas air Sungai Serang pada tahun 2016 dilakukan tiga kali pemantauan yaitu pada bulan Juli, September dan Oktober. Adapun titik sungai ada dilima titik yaitu lokasi 1 Sungai Serang (Pekik Jamal Bojong IX Panjatan), lokasi 2 Sungai Serang (Jembatan Durungan Wates), lokasi 3 Sungai Serang (Pendem Sidomulyo Pengasih), lokasi 4 Sungai Serang (Kamal Karangsari Pengasih),lokasi 5 Sungai Serang (Kedung Galih Pengasih). Pengukuran kualitas air sungai didasarkan pada Peraturan Gubernur DIY No 20 Tau Mutu Air di Daerah Istimewa Yogyakarta.

(51)

3.2.1.1 Parameter Fisika

Pada parameter fisika, salah satu unsur yang diukur yaitu suhu air sungai. Suhu air dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas (terlalu hangat atau terlalu dingin) bagi kehidupan flora dan fauna akuatis tersebut (Chay Asdak, 2014:507). Pada bulan Juli 2016 suhu berkisar 25,1 oC sampai 26oC. Pada bulan September suhu udara meningkat antara 28,2oC sampai 28,6oC, sedangkan pada bulan Oktober 2016 suhu semakin meningkat antara 28oC sampai 29,7oC. suhu air tersebut dianggap masih dalam ambang batas normal atau sesuai dengan baku mutu yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur DIY.

3.2.1.2 Parameter Kimia

Parameter kimia meliputi pH, Oksigen terlarut (DO), BOD, COD, NO2,

NO3, Amoniak, Sulfat, Klorin bebas, Fenol, Deterjen, dan Sianida.

1. pH (Derajat Keasaman)

pH air dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air. Pada pemantauan terlihat bahwa pada semua titik dan periode menunjukkan pH air sungai sesuai dengan baku mutu. Pada bulan Juli pH air mencapai 8, sedangkan pada bulan September dan Oktober pH air semakin netral yaitu 7. Hal ini disebabkan perbedaan curah hujan. Pada musim kemarau atau bulan Juli pH air semakin tinggi dengan debit air yang lebih kecil, sedangkan pada musim hujan (September, Oktober) pH air kearah netral.

2. TDS (Total Dissolve Solid)

TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik zat organik maupun nonorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. Pemantauan kualitas air sungai menunjukkan bahwa nilai TDS sesuai dengan baku mutu atau masih tergolong normal yaitu dengan nilai TDS tertinggi 303 mg/L pada bulan Juli dan nilai terendah sebesar 134 mg/L pada bulan Oktober. Tinggi rendahnya nilai TDS masih dipengaruhi oleh tinggi rendahnya curah hujan.

3. TSS (Total Suspended Solid)

(52)

baik terhadap kualitas badan air karena dapat menyebabkan menurunnya kejernihan dan dapat mempengaruhi kemampuan ikan untuk melihat dan menangkap makanan serta menghalangi sinar matahari masuk ke dalam air. Nilai TSS pada bulan Juli dan September tergolong normal atau sesuai dengan baku mutu, namun pada bulan Oktober pada titik 1 dan 2 memiliki TSS yang tinggi atau melebihi baku mutu yaitu sebesar 91 mg/L. Artinya kekeruhan air sangat tinggi, sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke dalam air.

4. BOD (Biochemical OxygenDemand)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) yaitu angka indeks oksigen yang diperlukan oleh bahan pencemar yang dapat terurai di dalam suatu sistem perairan selama berlangsungnya proses dekomposisi aerobik atau dengan kata lain BOD

dapat diartikan sebagai angka indeks untuk tolok ukur “kekuatan” (tingkat)

pencemar dari limbah yang berada dalam suatu sistem perairan (Chay Asdak, 2014:502). Pada hasil uji menunjukkan nilai BOD kualitas air sungai Serang sesuai dengan baku mutu tau tergolong baik yaitu kurang dari 3 mg/L.

5. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) dimanfaatkan untuk menentukan status muatan oksigen di dalam air. Pada pengamatan tiga periode menunjukkan bahwa nilai COD diatas nilai baku mutu yaitu diatas 25 mg/L. Nilai COD tertinggi pada bulan September sebesar 86,94 mg/L, artinya kandungan oksigen dalam air sangat kecil.

6. Nitrit dan Nitrat

Nitrat (NO3) merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai nutrient

utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen mudah larut dalam air dan memiliki sifat lebih stabil. Pada dasarnya, nitrat merupakan sumber utama nitrogen dalam perairan. Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara amonia

dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) yang terbentuk dalam anaerob. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik.

Gambar

Tabel 3.1 Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016
Gambar 3.3 Peta Kawasan Budidaya Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2032
Tabel 3.2 Luas Hutan Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo
Tabel 3.3 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tahun 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan hasil penelitian, diketahui bahwa sumber daya manusia termasuk dalam faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai pada kantor Dinas Pendidikan

Dengan adanya Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan wadah untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat mahasiswa calon guru di bangku perkuliahan.

Tabel 6.. Jika dibandingkan dengan Standar Nasional nilai tersebut sudah berada jauh di atas batas maksimum. Sehingga air limbah dari kegiatan penambangan terus

hipotesis menunjukkan bahwa kohesivitas berpengaruh langsung positif terhadap kepuasan kerja dengan nilai estimasi faktor muatan model sebesar 0,79, hal ini

Adapun jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen dengan pendekatan quasi eksperimen yaitu perlakuan uji kemampuan larutan bonggol nanas (Ananas

Sebagai dampak dari sebuah konflik yang terjadi dalam Masyarakat Nagasaribu inilah yang membuat disentegrasi, yang menciptakan jurang pemisah hanya karena keegoisan

Proses pemurnian silikon tingkat metalurgi (MG-Si) dengan menggunakan metoda pelindian asam pada konsentrasi 2,45mol/L HCl telah dilakukan dengan memvariasikan waktu

[r]