• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KAWASAN PENELITIAN

5.3 Analisa Penelitian

Setelah seluruh data hasil observasi lapangan diperoleh dan dianalisa pada Tabel 5.1, 5.2, dan 5.3, maka data yang diperoleh dari lokasi penelitian seperti berikut:

5.3.1 Fungsi penggunaan lahan

Setelah dianalisa sesuai dengan hasil observasi, wawancara, teori, dan regulasi, maka Jalan Gagak Hitam, fungsi penggunaan lahannya telah sesuai dengan surat keputusan Walikota Medan Nomor 593/066.K/2011 yaitu sebagai peruntukan kawasan campuran antara pertokoan/perdagangan dan bangunan umum seperti sekolah, perkantoran dan rumah sakit. Perbandingan rencana pola ruang dari RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kota Medan dengan fungsi penggunaan lahan yang terjadi pada tahun 2017 dapat kita lihat pada Gambar 5.7.

Rencana Pola Ruang Jalan Gagak Hitam RDTR Kota Medan 2015-2035

Gambar 5.7 Analisis fungsi penggunaan lahan Jalan Gagak Hitam

Pola Penggunaan Lahan 2017 Jalan Gagak Hitam Medan

Hasil Analisa menunjukkan bahwa perubahan tata guna lahan yang terjadi pada Jalan Gagak Hitam karena terbangunnya Jalan Gagak Hitam yang dimulai pengerjaannya tahun 2004. Jalan tersebut merupakan salah satu jalan arteri primer pada jalan lingkar luar yang menghubungkan dengan pusat Kota Medan, sehingga memberikan kemudahan aksesbilitas untuk menuju sumber kegiatan di pusat kota, hal ini sesuai dengan teori dari Yunus (2008) yang menyatakan bahwa ada beberapa faktor penentu yang mengakibatkan variasi intensitas dan kecepatan bentuk pemanfaatan lahan kekotaan, salah satunya yaitu aksesbilitas. Selain itu, hasil wawancara dengan 10 orang penduduk perumahan/pemilik ruko yang telah dipilih sebagai informan menyimpulkan bahwa alasan penduduk memilih Jalan Gagak Hitam sebagai tempat bermukim juga karena lokasinya yang strategis dekat dengan pusat kota (Gambar 5.8).

Outer Ringroad

Inner Ringroad

Gambar 5.8 Lokasi Jalan Gagak Hitam

Menurut RTRW Kota Medan Tahun 2010-2030 bahwa penggunaan lahan dan pola pertumbuhan Kota Medan lebih mendekati teori lingkaran konsentrik (concentric zone theory) karena berkembang secara merata keluar pusat kota. Perkembangan fisikal Jalan Gagak Hitam Medan terjadi semakin mendekati lahan kekotaan terbangun, menyebabkan semakin intensifnya pembangunan dan semakin besar proporsi bentuk pemanfaatan lahan kekotaan. Perubahan fungsi penggunaan lahan pada Jalan Gagak Hitam dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Pada lokasi penelitian, ada hal yang menjadi ciri khas dari jalan ini, yaitu bangunan komersial seperti restoran (blok hijau) yang berderet mendekati lokasi

Tahun 2003 Tahun 2010 Tahun 2017

Gambar 5.9 Perkembangan fungsi penggunaan lahan Jalan Gagak Hitam

permukiman dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk sekitar lokasi permukiman. Sedangkan mall (blok orange) yang terletak di setiap simpul persimpangan pada segmen I dan segmen II lokasi penelitian karena lokasi simpul persimpangan jalan merupakan lokasi yang strategis untuk bangunan komersil karena mempunyai akses dari beberapa penjuru daerah, dapat dilihat pada Gambar 5.10.

5.3.2 Jenis kegiatan

Setelah dianalisa sesuai dengan hasil observasi, wawancara, teori, dan regulasi, maka jenis kegiatan pada Jalan Gagak Hitam yang awalnya hanya berupa lahan kosong dan juga sawah (gambar peta tahun 2003), seiring dengan berjalannya waktu, telah berkembang dengan pesat menjadi perdagangan dan jasa (gambar peta tahun 2010 dan 2017) dikarenakan faktor kelas jalan yang merupakan jalan arteri primer. Bangunan perdagangan dan jasa menyebabkan lahan aktif berkegiatan selama 24 jam karena bangunannya berfungsi juga sebagai tempat tinggal penduduk. Kegiatan ini membuat Jalan Gagak Hitam aktif sebagai tempat kegiatan komersil pada siang hari dan aktif sebagai tempat bermukim pada malam harinya. Hal ini sesuai dengan teori Shirvani

Perumahan Taman Setia Budi Indah I Perumahan

Taman Setia Budi Indah II Restoran

Gambar 5.10 Deretan restoran dan pusat perbelanjaan pada lokasi penelitian

(1985) yang menyarankan agar suatu perencanaan fungsi bersifat campuran (mix use) sehingga akan terjadi kegiatan 24 jam per hari dan akan meningkatkan sistem infrastruktur suatu kota.

Semakin banyaknya developer yang membangun bangunan komersil pada daerah Jalan Gagak Hitam karena lokasi tersebut mampu menjadi nilai niaga pada lokasi penelitian, hal ini sesuai dengan teori yang dari Sutika (2017), bahwa fasilitas yang memadai dan lokasi yang strategis mampu menjadi added value atau nilai niaga dalam persaingan pusat perbelanjaan.

Kegiatan yang mencolok pada lokasi penelitian adalah pembangunan mall yang memilih lokasi di setiap simpul persimpangan yang merupakan lokasi paling strategis dari lokasi penelitian, karena bisa diakses dari segala penjuru arah yang berada pada segmen I (Manhattan Mall and Condominium) dan segmen II (Ringroad City Walk dan Medan Focal Point). Perkembangan jenis kegiatan pada Jalan Gagak Hitam Medan dapat kita lihat pada Gambar 5.11 berikut, terlihat pada peta bahwa tahun 2003 dan 2010 belum adanya kegiatan pusat perbelanjaan lalu muncul kegiatan pusat perbelanjaan pada tahun 2017.

5.3.3 Harga tanah

Informasi mengenai harga tanah tidak pernah secara terbuka ditetapkan oleh pemerintah, karena pasar tanah di Indonesia menganut pasar tanah tertutup yang harganya diketahui oleh penjual dan pembeli tanah yang bersangkutan. Adapun penetapan harga tanah yang dilakukan oleh pemerintah masih bergantung pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang merupakan acuan untuk menilai harga tanah.

Hasil wawancara dengan 10 penduduk perumahan/pemilik ruko sebagai informan, pada tahun 2003, lahan yang hanya merupakan permukiman dan banyak tanah kosong mempunyai harga tanah yang rendah, karena pada saat itu belum

Gambar 5.11 Perkembangan jenis kegiatan jalan Gagak Hitam

terbangunnya jalan lingkar, sehingga aksesbilitas masih terbatas. Harga tanah berkisar sekitar Rp.500.000,-/m². Pada tahun 2010, terbangunnya jalan lingkar membuat harga tanah semakin meningkat diatas harga Rp.500.000,-/m² karena telah adanya jalur transportasi yang dekat dengan pusat kota. Hal ini sesuai dengan teori dari Irza (2016), bahwa perubahan guna lahan di wilayah studi cenderung berubah dari lahan non-terbangun menjadi lahan non-terbangun dengan orientasi kegiatan perdagangan dan jasa yang disebabkan oleh faktor pembukaan jaringan jalan (aksesbilitas).

Pada tahun 2017, bangunan rumah dan bangunan multi fungsi (mix use) mempunyai harga tanah berkisar Rp. 2.779.000,-/m², namun untuk bangunan mall dan pusat perbelanjaan lainnya karena posisinya strategis, maka harga tanah mencapai harga Rp. 6.000.000,-/m² sesuai dengan NJOP dari PBB. Meningkatnya harga tanah pada lokasi penelitian karena semakin meningkatnya kelas jalan dan lokasi lahan yang menjadi strategis karena berada di persimpangan jalan antara radial roads dan ring roads yang menjadi puncak nilai lahan pada Jalan Gagak Hitam Medan. Yang menjadi radial roads dalam hal ini yaitu Jalan Gatot Subroto (segmen I), Jalan Sunggal (segmen II), dan Jalan Bunga Asoka (segmen III) dan yang dimaksud dengan ringroads yaitu Jalan Gagak Hitam. Hal ini sesuai dengan teori dari Yunus (2012), yang menyatakan bahwa persimpangan jalan antara radial roads dan ring roads akan membentuk puncak-puncak nilai lahan setempat.

5.3.4 Intensitas bangunan

Setelah dianalisa sesuai dengan hasil observasi yang telah dihitung pada Tabel 5.1, 5.2, dan 5.3, maka intensitas bangunan pada Jalan Gagak Hitam Medan telah sesuai dengan ketentuan umum peraturan zonasi yang berasal dari Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan sebagai berikut:

a. Permukiman : KDB 60%; KLB 2,4

b. Komersial : KDB 70% - 90%; KLB 4,5 untuk bangunan ruko; KLB 35 untuk bangunan single unit skala besar (high building).

Perubahan intensitas yang terjadi pada Jalan Gagak Hitam Medan yang semula banyak lahan kosong kemudian terbangun banyaknya bangunan bertingkat adalah bersifat vertikal dan karena untuk menampung dengan maksimal kegiatan yang terjadi pada Jalan Gagak Hitam Medan (Gambar 5.12).

Tahun 2017 Tahun 2003

Gambar 5.12 Intensitas bangunan pada Jalan Gagak Hitam

Hal ini sesuai dengan teori Arifia (2017), bahwa kegiatan perdagangan dan jasa yang ada telah mendorong adanya perkembangan kegiatan lain, baik kegiatan sejenis (komersil) maupun kegiatan pendukung (perumahan, pelayanan umum, dan industri).

Perkembangan kegiatan ini tentunya memerlukan lahan sebagai wadahnya sehingga telah berdampak pada perubahan guna lahan sehingga pengaruh yang ditimbulkan pada perubahan luas lahan yang terjadi lebih bersifat vertikal, sehingga perubahan intensitas yang terjadi lebih tinggi dibanding perubahan luas lahan.

5.3.5 Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Hasil wawancara dengan 10 penduduk perumahan/pemilik ruko sebagai informan, garis sempadan bangunan (GSB) pada perumahan di dalam komplek, rata-rata adalah 5 meter dan sudah disesuaikan pihak developer dengan peraturan pemerintah. Namun untuk bangunan komersil seperti ruko (rumah toko) dan pusat perbelanjaan (mall) yang berada di pinggir Jalan Gagak Hitam memiliki garis sempadan bangunan (GSB) sebesar 5 – 10 meter, sementara surat keputusan Walikota Medan Nomor 593/066.K/2011, menyatakan bahwa mulai dari simpang Jalan Setiabudi sampai dengan persimpangan Jalan Gatot Subroto (sepanjang Jalan Gagak Hitam) mempunyai garis sempadan bangunan (GSB) yang awalnya 15 meter berubah menjadi 10 meter. Namun bangunan pada lokasi penelitian belum semuanya sesuai dengan peraturan pemerintah. Beberapa bangunan komersil memiliki GSB sebesar 5 meter terlihat pada kawasan segmen II, seperti Gambar 5.13.

Setelah dianalisa dan disesuaikan dengan hasil observasi, banyaknya bangunan rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), maupun bangunan komersil yang seperti ini, karena mereka lebih mementingkan keuntungan dari kegiatan komersil (profitable business) yang terjadi pada lahan yang diambil dari sempadan bangunan. Hal ini sesuai dengan teori dari Sastrawati (2011), bahwa semakin banyak bangunan tunggal yang berubah bentuk dari rumah tinggal tunggal menjadi bangunan deret berupa rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), semakin banyak juga bangunan yang menambah bangunannya di lahan depan dan samping rumah/tokonya untuk menambah fungsi komersil yang mengakibatkan sempadan bangunan semakin kecil, bahkan garis sempadan bangunan juga dipenuhi bangunan tambahan.

Lain halnya pada bangunan pusat perbelanjaan (mall) yang berada pada segmen I dan segmen II, jika diamati bangunan sudah mengikuti ketentuan dari pemerintah untuk ukuran GSB 10 meter, namun hal yang terjadi di lokasi penelitian adalah mall merupakan sumber titik kemacetan baru. Setelah observasi lapangan dan data yang didapat, ternyata yang menyebabkan kemacetan pada tiap pusat perbelanjaan yang ada

Gambar 5.13 GSB pada ruko segmen II Jalan Gagak Hitam

pada Jalan Gagak Hitam Medan adalah karena tidak tepatnya peruntukan jalur jalan untuk kelas jalan arteri primer. Kelas jalan pada Jalan Gagak Hitam seharusnya membutuhkan pemisahan lajur untuk jalur lambat dan jalur cepat agar tidak mengganggu segala macam aktivitas dan fungsi yang berperan dalam memaksimalkan penggunaan ruang jalan, seperti pada Gambar 5.14.

5.3.6 Regulasi

Lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan bermukim dan kegiatan ekonomi pada Jalan Gagak Hitam Medan menyebabkan lahan memiliki nilai yang disebut nilai guna lahan (land value), dengan kondisi lahan yang komersil karena posisinya yang strategis, maka perlu dikendalikan oleh pemerintah Kota Medan agar terkendali pembangunannya. Hal ini sesuai dengan teori Parlindungan (2014), bahwa nilai guna lahan atau land value dalam jumlah lahan yang terbatas memiliki nilai yang semakin

Gambar 5.14 Ilustrasi jalur yang ideal untuk jalan arteri primer

Jalur Lambat

Jalur Lambat

Parkir Parkir

Jalur Cepat Jalur

Hijau

Jalur Hijau

tinggi sehingga dalam pelaksanaan mekanisme pasarnya perlu dikendalikan oleh pemerintah.

Namun, terjadi perubahan perencanaan awal jalan lingkar sampai terbangunnya jalan lingkar saat ini mengakibatkan terganggunya aktivitas dan hirarki Jalan Gagak Hitam Medan. Setelah dianalisa sesuai dengan hasil observasi, hal ini dikarenakan tidak konsisten dan konsekuennya peraturan dengan awal perencanaan jalan lingkar.

Kejadian tersebut sesuai dengan teori Yunus (2005), bahwa keberadaan peraturan yang mengatur tata ruang diyakini sebagai salah satu faktor yang berpengaruh kuat terhadap intensitas perkembangan spasial kota apabila peraturan yang ada dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Awal perencanaan jalan lingkar yang baik dan sesuai dengan fungsi kelas jalannya, kemudian dirubah oleh pemerintah yang mengakibatkan dampak-dampak keruangan dan lingkungan negatif dan sulit dipecahkan pada masa depan yang panjang. Hasil pembangunan jalan lingkar saat ini juga tidak konsekuen dengan perencaan yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 2011 (Gambar 5.15).

Gambar 5.15 Ilustrasi pembangunan jalan lingkar (2017)

33 m

5.4 Faktor–Faktor Penyebab Perubahan Fisik Tata Guna Lahan Jalan Gagak