• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PERUBAHAN FISIK TATA GUNA LAHAN STUDI KASUS: JALAN GAGAK HITAM MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PERUBAHAN FISIK TATA GUNA LAHAN STUDI KASUS: JALAN GAGAK HITAM MEDAN"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH

FABIANI NOVITASARI 157020011/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

FABIANI NOVITASARI 157020011/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

STUDI KASUS: JALAN GAGAK HITAM MEDAN TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diakui dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dalam tesis saya ternyata ditemui duplikasi, jiplakan (plagiat) dari tesis orang lain/institusi lain maka saya bersedia menerima sanksi untuk dibatalkan kelulusan saya dan saya bersedia melepaskan gelar Magister Teknik dengan penuh rasa tanggung jawab.

Medan, Agustus 2018

( Fabiani Novitasari ) NIM. 157020011

(4)
(5)

Panitia Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc., IPM Anggota Komisi Penguji : 1. Hilma Tamiami Fachrudin, ST., M.Sc., PhD

2. Beny O.Y. Marpaung, ST., MT., PhD, IPM

3. Dr. Achmad Delianur Nasution, ST., MT., IAI, AA 4. Dr. Imam Faisal Pane, ST., MT

(6)

Keputusan Walikota Medan merubah penggunaan lahan dari peruntukan bangunan khusus menjadi peruntukan kawasan campuran (multi fungsi) dengan garis sempadan bangunan (GSB) 15 meter menjadi 10 meter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dan faktor-faktor penyebab perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan pada tahun 2003, 2010, dan 2017. Perubahan fisik yang terjadi akibat terbangunnya jalan lingkar meliputi fungsi penggunaan lahan, jenis kegiatan, harga tanah, intensitas bangunan, garis sempadan bangunan, dan regulasi yang menyebabkan berubahnya pembangunan jalan lingkar dari konsep perencanaan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang menggunakan teknik purposive sampling. Variabelnya adalah penggunaan lahan, yang dapat diukur oleh sub-variabel seperti fungsi penggunaan lahan, jenis kegiatan, harga tanah, intensitas bangunan, garis sempadan bangunan (GSB), dan regulasi. Penelitian yang dilakukan di sepanjang Jalan Gagak Hitam terbagi menjadi tiga segmen. Segmen I (Jalan Gatot Subroto - Jalan Sunggal), segmen II (Jalan Sunggal - Jalan Bunga Asoka), segmen III (Jalan Bunga Asoka - Jalan Setia Budi). Hasil dari penelitian menunjukkan perubahan fungsi penggunaan lahan yang berubah dari lahan yang belum terbangun menjadi lahan terbangun dengan fungsi perdagangan dan jasa. Perubahan lahan yang terjadi telah meningkatkan harga tanah menjadi tinggi. Lahan kosong yang terbangun berubah menjadi bangunan bertingkat yang bersifat vertikal. Regulasi dari pemerintah juga mempengaruhi perubahan fisik jalan karena tidak adanya pemisahan jalur lambat dan jalur cepat pada Jalan Gagak Hitam Medan.

Kata kunci: tata guna lahan, jalan lingkar

(7)

Medan has changed the land use which purpose was initially for special building has become the road for mixed use area (multi-functional) with a building setback 15 meters that has been changed to 10 meters.The objective of the research is to discover how the processes and factors that cause physical land use changes in Gagak Hitam Street Medan in 2003, 2010 and 2017. The physical changes that have occured due the construction of the ring road include land use functions, activity types, land price, building intensity, building setback, and regulation that have caused the change the planning concept of the ring road construction. The research employed qualitative method with a case study approach which applied purposive sampling technique. The variables are land use, which can be assessed by sub-variables such as land use functions, activity types, land price, building intensity, building setback, and regulation. The research was done along Gagak Hitam Street which was divided into three segments. Segment I (Gatot Subroto Street – Sunggal Street), segment II (Sunggal Street - Bunga Asoka Street), and segment III (Bunga Asoka Street- Setia Budi Street).

The results of the research showed the changes in land use functions which changed from unconstructed land into constructed land with trade and service functions. These changes have raised the land price. Constructed vacant land has turned into a vertical building. The regulation of the government also influences the physical changes of the road because slow and fast lanes on Gagak Hitam Street Medan are not separated.

Keywords: land use, ring road

(8)

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Kajian Perubahan Fisik Tata Guna Lahan Jalan Gagak Hitam Medan”. Tesis ini disusun oleh penulis sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dengan ini pula, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.

Nurlisa Ginting, M.Sc, PhD, IPM selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara, Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc., IPM., selaku pembimbing I serta Ibu Hilma Tamiami Fachrudin, ST., M.Sc., PhD., selaku pembimbing II yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan tesis sehingga dapat selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada kedua orang tua, saudara-saudara, serta seluruh sahabat yang telah mendukung peneliti dalam menyelesaikan tesis ini

Meskipun telah berusaha menyelesaikan tesis ini sebaik mungkin, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Namun demikian besar harapan, bahwa tesis ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi Pemerintah dalam menyusun dan mengevaluasi kebijakan tata ruang Kota Medan khususnya bagian jalan lingkar luar Kota Medan.

(9)

Medan, Agustus 2018 Penulis,

Fabiani Novitasari

(10)

dari 2 (dua) bersaudara pasangan Drs. Ir. Tarbiyatno, M.T., dan Dra. Farikha Istiana, M.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Yayasan Pendidikan Harapan (YASPENDHAR) pada tahun 2003. Pendidikan menengah di SMP Negeri I Medan tahun 2006 dan SMA Kemala Bhayangkari I Medan pada tahun 2009. Selanjutnya melanjutkan pendidikan Strata-I di jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara selama periode tahun 2009 hingga tahun 2013. Setelah menyelesaikan studi Strata-I, penulis melanjutkan studi magister di Program Studi Magister Teknik Arsitektur bidang kekhususan Manajemen Pembangunan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dari tahun 2015 hingga 2018.

(11)

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Perumusan Masalah ... 5

1. 3 Tujuan Penelitian ... 5

1. 4 Manfaat Penelitian ... 6

1. 5 Batasan Penelitian ... 6

1. 6 Sitematika Penulisan ... 7

1. 7 Kerangka Berpikir ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Tata Guna Lahan ... 10

(12)

2.2.2 Intensitas bangunan ... 17

2.2.3 Garis sempadan bangunan (GSB) ... 18

2.2.4 Harga Tanah ... 19

2.3 Jalan... 21

2.4 Jalan Lingkar ... 23

2.5 Tata Ruang Kota ... 25

2.5.1 Regulasi ... 27

2.6 Penelitian Terdahulu ... 28

2.7 Kerangka Konseptual ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Variabel Penelitian ... 34

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4.1 Data primer... 37

3.4.2 Data sekunder ... 42

3.5 Metode Analisa Data ... 46

3.5.1 Metode pengumpulan kategori ... 46

3.5.2 Metode interpretasi langsung ... 46

3.5.3 Metode pola data ... 47

(13)

4.1 Pertumbuhan Fisik Kota Medan ... 48

4.2 Deskripsi Umum Kawasan Jalan Gagak Hitam Medan ... 50

4.3 Perencanaan Penggunaan Lahan Jalan Gagak Hitam Medan ... 55

4.4 Perubahan Penggunaan Lahan Jalan Gagak Hitam Medan... 56

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

5.1 Kondisi Fisik Perubahan Tata Guna Lahan Jalan Gagak Hitam Medan ... 58

5.1.1 Pola tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2003 ... 58

5.1.2 Pola tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2010 ... 60

5.1.3 Pola tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2017 ... 61

5.2 Analisis Perubahan Fisik Tata Guna Lahan Jalan Gagak Hitam Medan ... 62

5.2.1 Analisa segmen I (Jalan Gatot Subroto–Jalan Sunggal) ... 62

5.2.2 Analisa segmen II (Jalan Sunggal–Jalan Bunga Asoka) .... 70

5.2.3 Analisa segmen III (Jalan Bunga Asoka–Jalan Setia Budi) ... 77

5.3 Analisa Penelitian... 84

5.3.1 Fungsi penggunaan lahan ... 84

5.3.2 Jenis kegiatan ... 87

5.3.3 Harga tanah ... 89

5.3.4 Intensitas bangunan ... 91

5.3.5 Garis Sempadan Bangunan (GSB) ... 92

5.3.6 Regulasi ... 94

(14)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

6.1 Kesimpulan ... 101

6.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN ... 109

(15)

1.1 Peta Jalan Gagak Hitam Medan ... 7

1.2 Kerangka berpikir... 9

2.1 Ilustrasi tingkat pemanfaatan lahan ... 12

2.2 Hirarki jalan berdasarkan peranan ... 22

2.3 Gurney Drive ... 24

2.4 Jalur kendaraan di George Town, Penang Malaysia ... 25

2.5 Kerangka konseptual ... 32

3.1 Pembagian segmen pada lokasi penelitian ... 38

3.2 Peta Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2003 ... 43

3.3 Peta Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2010 ... 44

3.4 Peta Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2017 ... 45

4.1 Pola pertumbuhan Kota Medan ... 49

4.2 Wilayah Kota Medan ... 49

4.3 Penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin ... 52

4.4 Luas wilayah kota medan menurut kecamatan ... 54

4.5 Peta rencana pola ruang Jalan Gagak Hitam ... 55

4.6 Ilustrasi awal perencanaan jalan lingkar ... 56

4.7 Ilustrasi perencanaan jalan lingkar (SK Walikota tahun 2004) ... 57

4.8 Ilustrasi perencanaan jalan lingkar (SK Walikota tahun 2011) ... 57

(16)

5.3 Penggunaan lahan Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2017 ... 61

5.4 Penggunaan lahan Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2017 (segmen I) ... 69

5.5 Penggunaan lahan Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2017 (segmen II) ... 76

5.6 Penggunaan lahan Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2017 (segmen III) ... 83

5.7 Analisis fungsi penggunaan lahan Jalan Gagak Hitam ... 84

5.8 Lokasi Jalan Gagak Hitam ... 85

5.9 Perkembangan fungsi penggunaan lahan Jalan Gagak Hitam ... 86

5.10 Deretan restoran dan pusat perbelanjaan pada lokasi penelitian ... 87

5.11 Perkembangan jenis kegiatan Jalan Gagak Hitam ... 89

5.12 Intensitas bangunan pada Jalan Gagak Hitam ... 91

5.13 GSB pada ruko segmen II Jalan Gagak Hitam... 93

5.14 Ilustrasi jalur yang ideal untuk jalan arteri primer ... 94

5.15 Ilustrasi pembangunan jalan lingkar (2017) ... 96

(17)

2.1 Penelitian terdahulu ... 29

3.1 Tabel variabel penelitian ... 35

3.2 Tabel acuan hasil observasi ... 39

4.1 Penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2003 ... 51

4.2 Penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2010 ... 51

4.3 Penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin tahun 2017 ... 52

4.4 Luas wilayah Kota Medan menurut kecamatan tahun 2003 ... 53

4.5 Luas wilayah Kota Medan menurut kecamatan tahun 2010 ... 53

4.6 Luas wilayah Kota Medan menurut kecamatan tahun 2017 ... 54

5.1 Tabel analisa segmen I ... 62

5.2 Tabel analisa segmen II ... 70

5.3 Tabel analisa segmen III ... 77

(18)

1. Pedoman wawancara penduduk perumahan / pemilik ruko ... 110

2. Pedoman wawancara dinas pemerintahan / kepala lingkungan ... 111

3. Data informan... 112

4. Data hasil penelitian ... 113

5. Data hasil penelitian ... 117

6. Salinan keputusan Walikota Medan tahun 2004 ... 118

7. Salinan keputusan Walikota Medan tahun 2011 ... 120

8. Peta Rencana Pola Ruang Kecamatan Medan Sunggal ... 124

9. Peta Rencana Pola Ruang Kecamatan Medan Selayang ... 125

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Perubahan tata guna lahan didefinisikan sebagai upaya manusia dalam merencanakan arahan perubahan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu yang merupakan rangkuman kebutuhan seluruh sektor kegiatan masyarakat kedepan yang dititik beratkan pada pencapaian sebuah kondisi keruangan. Perubahan fisik tata guna lahan pada Jalan Gagak Hitam yang menjadi bagian dari jalan arteri lingkar luar sangat berpengaruh terhadap morfologi Kota Medan.

Pembangunan jalan lingkar Kota Medan diarahkan untuk menghubungkan pusat kota dan kota-kota satelit maupun bagian wilayah kota sehingga tercipta sistem pergerakan yang efisien (Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Medan Tahun 2006–2025). Dari data dan informasi telah didapat, ada beberapa penjelasan mengenai awal perencanaan jalan lingkar luar Medan. Sejak tahun 1974 Kota Medan sudah mempunyai konsep pembangunan ring road atau jalan yang melingkari Kota Medan. Seharusnya dalam master plan Kota Medan tahun 1994, pembangunan jalan lingkar luar sudah selesai, tetapi kemudian jalan lingkar luar mengalami beberapa masalah. Masalahnya yaitu perencanaan lebar jalan adalah 48 meter dengan 8 jalur kendaraan dan terbagi atas jalur cepat dan jalur lambat, namun akhirnya konsep jalan

(20)

lingkar luar ini tidak sesuai dengan kenyataan yang terbangun saat ini (Ir. H. Maulana Pohan, MM., - Wakil Walikota Medan tahun 2000-2005).

Awal perencanaaan jalan lingkar luar memiliki lebar jalan 48 meter yang terbagi menjadi jalur cepat, jalur pendamping untuk jalur lambat menuju ke jalur parkir, dan jalur parkir. Fungsi bangunan yang diterapkan untuk peruntukan bangunan umum, bangunan khusus dan jalur hijau sebesar 60 meter pada kiri dan kanan sebagai pengamanan areal sepanjang jalan lingkar. Bangunan umum yang dimaksud adalah fasilitas yang disediakan bagi aktivitas yang menyangkut kepentingan umum seperti sekolah, perkantoran, dan rumah sakit. Sedangkan bangunan khusus yang dimaksud adalah fasilitas yang disediakan bagi aktivitas yang tidak termasuk didalam pusat wilayah atau pusat lingkungan dan memerlukan persyaratan khusus seperti panglong, perbengkelan, SPBU, dan food station. Menurut perencanaan tipologi bangunan pada jalan lingkar luar adalah bangunan tunggal agar kinerja jalan lingkar luar maksimal dengan garis sempadan bangunan (GSB) 15 meter (Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan).

Sisi politis yang kuat serta adanya kecenderungan kebutuhan perkembangan kota (kehendak pasar dan masyarakat kota) juga mempengaruhi jalan lingkar luar dan peruntukan di sepanjang jalannya, dengan keluarnya Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 593/1096.K/2004 tanggal 25 Oktober 2004 yang merubah peruntukan tanah sepanjang kanan dan kiri sebesar 60 meter dari jalan lingkar luar mulai dari persimpangan Jalan Ngumban Surbakti sampai dengan Jalan Bunga Asoka dari jalur

(21)

hijau menjadi bangunan khusus. Namun pada akhirnya terbit Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 593/066.K/2011 tanggal 4 Februari 2011 yang merubah peruntukan tata guna lahan disepanjang jalan lingkar luar mulai dari simpang Jalan Setiabudi sampai dengan persimpangan Jalan Gatot Subroto (Jalan Gagak Hitam) dari peruntukan bangunan khusus menjadi peruntukan kawasan campuran antara pertokoan / perdagangan dan bangunan umum. Garis Sempadan Bangunan (GSB) yang awalnya 15 meter berubah menjadi 10 meter.

Pembangunan jalan lingkar luar dibangun dengan melalui beberapa tahap yaitu, pembebasan lahan yang dilakukan pada tahun 1996, kemudian pengerjaan fisiknya yang dimulai sekitar tahun 1998. Pemko Medan mulai melakukan pengerjaan jalan lingkar luar tahun 2004 kemudian pembukaan jalan lingkar luar dimulai pada pertengahan tahun 2005. Semasa pembangunan jalan lingkar luar, mulai timbul para pedagang kaki lima yang beraktivitas di pinggiran jalan lingkar luar ini, tetapi setelah resmi dibukanya jalan lingkar luar, para pedagang kaki lima mulai tergusur satu persatu dengan banyaknya pembangunan ruko yang akan dikembangkan.

Keadaan fisik Jalan Gagak Hitam Medan yang telah terbangun saat ini memiliki lebar jalan 33 meter dengan tidak adanya jalur pendamping untuk jalur lambat menuju ke jalur parkir, dan jalur parkir. Garis sempadan bangunan (GSB) yang telah ditetapkan menjadi 10 meter, namun kenyataan di lokasi masih ada beberapa bangunan yang menggunakan lahan dari garis sempadan tersebut untuk kegiatan komersil mereka demi

(22)

mencapai keuntungan tersendiri (profitable business), sehingga garis sempadan yang tersisa hanya 5 meter.

Kebijakan publik dalam konteks perencanaan kota merupakan prinsip tentang membangun tempat kehidupan, yang memandu masyarakat dalam merancang, membangun, menata, mengawasi dan mengendalikan pembangunan ruang tempat tinggalnya. Dalam perumusan kebijakan selalu ada muatan-muatan yang berasal dari kekuatan politik, ekonomi maupun sosial (Heryanto, 2011). Dalam buku How Regulation Affect Urban Form melihat tiga dimensi dari urbanisme yaitu pola (pattern), penggunaan (use) dan bentuk (form). Masing-masing dimensi urban ini dapat dipengaruhi oleh regulasi yang menyangkut zona (zoning), peraturan wilayah (subdivision regulation), dan standar fasilitas umum (public facility standards) (Talen,2012).

Dengan latar belakang tersebut, menyatakan bahwa penggunaan lahan juga dipengaruhi oleh regulasi (peraturan pemerintah). Kenyataan yang terjadi pada lokasi penelitian sekarang ini pembangunan jalannya tidak sesuai dengan perencanaan, jalan lingkar yang terbangun memiliki lebar 33 meter dengan lebar garis sempadan bangunan (GSB) 10 meter, tidak dilengkapi dengan jalur pendamping untuk jalur lambat menuju ke jalur parkir, dan jalur parkir. Hal ini mengganggu pergerakan segala aktivitas dan fungsi yang berperan dalam memaksimalkan penggunaan ruang Jalan Gagak Hitam Medan (generator aktivitas) dengan hirarki jalan sehingga menyebabkan jalan lingkar yang merupakan jalan arteri terganggu aktivitas jalur kendaraannya.

(23)

Akibat adanya perubahan tata guna lahan dan kondisi fisik jalan yang tidak sesuai dengan perencanaan, maka berpengaruh terhadap streetscape (lanskap tepi jalan) pada Jalan Gagak Hitam Medan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang Kajian Perubahan Fisik Tata Guna Lahan Jalan Gagak Hitam Medan.

1. 2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan menjadi bahasan dalam penelitian kajian perubahan tata guna lahan ini yaitu :

1. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan fisik tata guna lahan yang terjadi pada Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2003-2017?

2. Mengapa Jalan Gagak Hitam Medan mengalami perubahan fisik tata guna lahan?

3. Bagaimanakah proses perubahan fisik tata guna lahan yang terjadi pada Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2003-2017?

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Menemukan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan fisik tata guna

lahan pada Jalan Gagak Hitam Medan tahun 2003-2017.

2. Menemukan hal yang mengakibatkan terjadinya perubahan fisik tata guna lahan pada Jalan Gagak Hitam Medan.

(24)

3. Menemukan proses perubahan fisik tata guna lahan pada jalan Gagak Hitam Medan tahun 2003-2017.

1. 4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu :

1. Memberikan informasi mengenai perubahan tata guna lahan pada daerah penelitian serta dapat memberikan informasi bagi berbagai pihak yang memerlukan data Jalan Gagak Hitam Medan.

2. Berguna dalam pengembangan kawasan Jalan Gagak Hitam Medan yang merupakan bagian dari jalan lingkar Kota Medan untuk penataan ruang dalam RTRW Kota Medan.

1. 5 Batasan Kawasan Penelitian

Batasan penelitian diambil dari data Jalan Gagak Hitam Medan pada tahun 2003, 2010, dan 2017. Lokasi penelitian dibagi dalam tiga segmen yaitu segmen I (Jalan Gatot Subroto sampai Jalan Sunggal), segmen II (Jalan Sunggal sampai Jalan Bunga Asoka), dan segmen III (Jalan Bunga Asoka sampai Jalan Setia Budi) seperti pada Gambar 1.1.

(25)

1. 6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dipakai untuk penelitian kajian perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan dengan menggunakan metode sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang dan permasalahan penelitian terkait perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian teori yang menjadi acuan peneliti dalam menyelesaikan permasalahan penelitian yang menyangkut perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan.

Segmen III Segmen II

Segmen I Jl. Gatot Subroto

Jl. Sunggal

Jl. Bunga Asoka

Jl. Setia Budi Keterangan :

Segmen I

(Jalan Gatot Subroto – Jalan Sunggal)

Segmen II

(Jalan Sunggal – Jalan Bunga Asoka)

Segmen III

(Jalan Bunga Asoka – Jalan Setia Budi)

Gambar 1.1 Peta Jalan Gagak Hitam Medan

(26)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan peneliti guna mendapatkan data-data yang diperlukan untuk menganalisis perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan.

BAB IV DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN

Lokasi kawasan penelitian terkait perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisa terhadap keadaan eksisting kawasan penelitian perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan akhir dari penelitian terhadap perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan.

1. 7 Kerangka Berpikir

Kerangka berfikir disusun untuk menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan dalam bentuk paradigma penelitian seperti pada Gambar 1.2.

(27)

Gambar 1.2 Kerangka berpikir

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dilakukan dengan cara membuat analisis kritis hubungan antara artikel-artikel jurnal dari karya para peneliti sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian kajian perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan dalam kurun waktu 2003 - 2017, maka peneliti menggunakan literatur atau tinjauan pustaka yang dapat diambil sebagai teori dalam penelitian.

2.1 Tata Guna Lahan

Penatagunaan tanah sama dengan pola pengelolaan tata guna lahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Tata guna lahan dapat dilihat berdasarkan data tutupan lahannya (Peraturan pemerintah No.

16 tahun 2004 tentang penatagunaan tanah). Penggunaan lahan merupakan komponen pokok dalam pertumbuhan kawasan. Komponen ini dianggap sebagai generator aktivitas (activity system) yang sangat menentukan pola dan arah pertumbuhan kawasan (Carmona, 2003).

Pemanfaatan lahan urban tidak akan sama di seluruh bagian, variasi kondisi lingkungan menjadi faktor penentu (determinant factors) atas terjadinya variasi intensitas bentuk pemanfaatan lahan kekotaan. Ada enam faktor penentu yang mengakibatkan variasi intensitas dan kecepatan (rate of growth) bentuk pemanfaatan

(29)

lahan kekotaan, yaitu (1) faktor aksesbilitas (accessibility factor), (2) faktor keberadaan pelayanan umum (public facilities factor), (3) faktor karakteristik fisikal lahan (land charactheristic factor), (4) faktor karakteristik pemilik lahan (land owner’s charactheristic factor), (5) faktor keberadaan peraturan tata ruang (land regulatories factor), (6) faktor prakarsa pengembang (developer’s inisiatives factor) (Yunus, 2008).

Penggunaan lahan berkaitan dengan aktivitas manusia yang secara langsung berhubungan dengan lahan dimana terjadi penggunaan dan pemanfaatan lahan, sumberdaya yang ada serta menyebabkan dampak pada lahan sedangkan penutupan lahan berhubungan dengan vegetasi (alami atau buatan) atau konstruksi oleh manusia yang menutupi permukaan tanah (Baja, 2012).

Penggunaan lahan perkotaan diklasifikasikan menjadi lahan permukiman (perumahan termasuk pekarangan dan lapangan olahraga), lahan jasa (perkantoran pemerintah dan swasta, sekolahan, dan tempat ibadah), lahan perusahaan (pasar, toko, dan tempat hiburan), lahan industri (pabrik dan percetakan) (Webster, 1990).

Ada beberapa perspektif yang harus diperhatikan dalam memahami penggunaan lahan antara lain :

1. Lahan sebagai ruang fungsional yang diperuntukkan untuk mewadahi beragam penggunaan yang didorong oleh pertumbuhan penduduk dan ekspansi ekonomi.

(30)

2. Lahan sebagai setting dari sistem aktivitas, terjadi karena adanya sistem aktivitas yang menggambarkan pola kegiatan penghuni kawasan dalam menjalankan urusan hariannya.

3. Lahan sebagai komoditas, harus memperhatikan kemampuan fisik alamiah dan daya dukungnya. Tidak semua lahan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bermukim dan ekonomi, seperti kawasan pegunungan dan sempadan sungai yang harus dijaga sebagai kawasan lindung (Kaiser. et.al,1995) (Gambar 2.1).

Ilustrasi di atas menyatakan bahwa lahan yang dapat dimanfaatkan jumlahnya jauh lebih kecil dari total seluruh lahan yang ada (Parlindungan, 2014). Lahan memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan sumberdaya yang lain dikarenakan memiliki beberapa alasan seperti berikut (1) merupakan aset ekonomis yang tidak terpengaruh oleh penurunan nilai, (2) jumlah lahan terbatas dan tidak dapat ditambah,

Gambar 2.1 Ilustrasi tingkat pemanfaatan lahan Sumber: Kaiser, 1995

(31)

(3) lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan, (4) lahan memiliki nilai dan harga, (5) hak atas lahan dapat dimiliki dengan aturan tertentu (Raus dan Aditianata, 2011).

Tata guna lahan sering disalah artikan dengan fasilitas, sebagai contoh tata guna lahan perdagangan atau komersial sering disamakan dengan fasilitas pasar atau pertokoan, padahal kedua istilah ini berbeda, tata guna lahan mengarah pada bentang tanah yang ditetapkan memiliki fungsi tertentu. Secara fisik sudah tentu berupa ruang yang dibatasi oleh batas kepemilikan atau pengelolaan lahan. Sementara itu, fasilitas adalah unit pelayanan yang memiliki fungsi tertentu dan biasanya secara fisik berupa bangunan. Dengan demikian, sebentang lahan dengan peruntukan kegiatan jasa (guna lahan jasa), di atasnya dapat dibangun beberapa fasilitas antara lain kantor, sekolah, puskesmas dan lain sebagainya (Parlindungan, 2014).

Klasifikasi penggunaan tanah pada kawasan perkotaan dapat dibagi menjadi tujuh jenis, antara lain:

1. Perumahan, berupa kelompok rumah sebagai tempat tinggal lengkap dengan prasarana dan sarana lingkungan.

2. Perdagangan, berupa tempat transaksi barang dan jasa yang secara fisik berupa bangunan pasar, toko, pergudangan dan lain sebagainya.

3. Industri, adalah kawasan untuk kegiatan proses pengolahan bahan- bahan baku menjadi barang setangah jadi atau barang jadi.

4. Jasa, berupa kegiatan pelayanan perkantoran pemerintah, semi komersial, kesehatan, sosial, budaya dan pendidikan.

(32)

5. Taman, adalah kawasan yang berfungsi sebagai ruang terbuka publik, hutan kota dan taman kota.

6. Perairan, adalah areal genangan atau aliran air permanen atau musiman yang terjadi secara buatan dan alami.

7. Lahan kosong, berupa lahan yang tidak dimanfaatkan (Sadyohutomo, 2006).

2.2 Perubahan Tata Guna Lahan

Perkembangan konsentris (concentric development), perkembangan fisikalnya terjadi secara gradual sentrifugal di semua sisi lahan terbangun yang sudah ada.

Munculnya bangunan sebagai ekspresi bentuk pemanfaatan lahan non-agraris sejalan dengan akselarasi konversi bentuk pemanfaatan lahan dari bentuk pemanfaatan lahan agraris ke bentuk non-agraris. Maka semakin mendekati lahan kekotaan terbangun, maka akan makin intensif pembangunan dan makin besar proporsi bentuk pemanfaatan lahan kekotaan dan begitu pula sebaliknya (Yunus, 2008).

Untuk mengidentifikasi pola/ karakteristik perubahan pemanfaatan lahan di perkotaan dapat dilihat dari aspek:

1. Jenis perubahan, yaitu menyangkut perubahan fungsi pemanfaatan lahan dari fungsi yang direncanakan dengan fungsi yang digunakan saat ini.

2. Kecepatan dan sebaran lokasi, yaitu terkait dengan jumlah unit kegiatan, luasan lahan kegiatan serta lokasi kegiatan.

(33)

3. Bentuk perubahan, yaitu meliputi luas bangunan, luas lantai bangunan dan garis sempadan jalan.

Pertumbuhan penduduk yang pesat serta bertambahnya tuntutan kebutuhan masyarakat akan lahan, seringkali mengakibatkan benturan kepentingan atas penggunaan lahan serta terjadinya ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan rencana peruntukannya (Ajimas dan Putu Gde, 2017). Variasi kondisi lingkungan menjadi faktor penentu (determinant factors) atas terjadinya variasi intensitas bentuk pemanfaatan lahan kekotaan. Salah satu yang menjadi faktor penentu yang mengakibatkan variasi intensitas dan kecepatan bentuk pemanfaatan lahan kekotaan yaitu aksesbilitas. Aksesbilitas mempunyai peranan yang sangat besar terhadap perubahan pemanfaatan lahan. Pengukuran aksesbilitas dengan menilai prasarana transportasi yang ada dengan sarana transportasinya (Yunus, 2005).

Pembangunan jalan yang tepat, tentunya akan memberikan dampak yang positif apabila dikelola dengan baik, akan tetapi pembangunan yang berjalan seringkali terkendala terhadap ketersediaan lahan khususnya lahan perkotaan. Pendekatan kawasan berorientasi pada pencapaian atau terwujudnya fungsi tertentu dari suatu kawasan, sedangkan pendekatan tata ruang mengarah pada penentuan lokasi pembangunan yang tepat. Kedua pendekatan tersebut mengarah kepada pencapaian efektivitas dan efisiensi pembangunan (Yunus, 1999).

Ada dua hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnya menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu adanya perkembangan penduduk dan

(34)

perekonomian; dan pengaruh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan (Soekonjono, 1998).

Perubahan pemanfaatan guna lahan dapat memberikan dampak negatif seperti gangguan lalu lintas akibat parkir pada pinggir jalan, gangguan fungsi tata bangunan seperti kenyamanan, interaksi sosial, aksesbilitas, dsb. Jenis perubahan pemanfaatan lahan mencakup tiga hal, yaitu:

1. Perubahan fungsi lahan (use) yaitu perubahan jenis kegiatan (fungsi bangunan);

2. Perubahan intensitas pemanfaatan lahan kota yaitu mencakup perubahan KDB, KLB, kepadatan bangunan, dan lain-lain.

3. Perubahan teknis massa bangunan (bulk) yaitu mencakup perubahan GSB, tinggi bangunan, dan perubahan minor lainnya tanpa merubah fungsi dan intensitas bangunan itu sendiri (Raus dan Aditianata, 2011).

2.2.1 Jenis kegiatan

Suatu perencanaan fungsi bersifat campuran (mix use), sehingga akan terjadi kegiatan 24 jam per hari, dan meningkatkan sistem infrastruktur suatu kota. Pergerakan segala macam aktivitas dan fungsi yang berperan dalam memaksimalkan penggunaan suatu ruang publik disebut sebagai generator aktivitas. Generator aktivitas dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu generator aktivitas dalam tapak dan generator aktivitas di luar tapak sebagai berikut.

(35)

1. Generator aktivitas di dalam tapak muncul akibat tersedianya fasilitas- fasilitas di suatu tapak. Contoh generator aktivitas di dalam tapak yaitu area parkir area komersial.

2. Generator aktivitas di luar tapak terjadi akibat fungsi, fasilitas dan aktivitas yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Contoh generator aktivitas di luar tapak yaitu rekreasi, perkantoran, pusat perbelanjaan (Shirvani, 1985).

Fasilitas yang memadai dan lokasi yang strategis mampu menjadi added value atau nilai niaga dalam persaingan pusat perbelanjaan (Sutika, 2017). Lahan sebagai setting dari sistem aktivitas, terjadi karena adanya sistem aktivitas yang menggambarkan pola kegiatan penghuni kawasan dalam menjalankan urusan hariannya (Kaiser. et.al, 1995).

2.2.2 Intensitas bangunan

Intensitas pemanfaatan lahan merupakan tingkat alokasi dan distribusi luas lantai maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya (Peraturan menteri pekerjaan umum nomor 06/prt/m/2007 tanggal 16 Maret 2007 tentang pedoman umum rencana tata bangunan dan lingkungan). Intensitas bangunan gedung merupakan ketentuan teknis tentang kepadatan dan ketinggian bangunan gedung yang dipersyaratkan pada suatu lokasi atau kawasan tertentu, yang meliputi koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), dan jumlah lantai bangunan.

(Pasal 10 angka 1 UU nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung).

(36)

Aspek-aspek intensitas bangunan secara umum mencakup aspek-aspek koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), dan ketinggian bangunan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau disebut juga Building Coverage Ratio merupakan perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas tanah (LB/LT x 100%). Koefisien yang digunakan biasanya berupa persen atau desimal (misal: 60% atau 0,6). KDB ini bertujuan untuk mengatur besaran luasan bangunan yang menutupi permukaan tanah, hal ini akan mempengaruhi infiltrasi air tanah atau ketersediaan air tanah untuk masa yang akan datang. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau disebut juga Floor Area Ratio adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah. Angka koefisien yang digunakan biasanya berupa desimal (misal: 1,2; 1,6; 2,5; dsb). Peraturan akan KLB ini akan mempengaruhi skyline yang tercipta oleh kumpulan bangunan yang ada di sekitar. Tujuan dari penetapan KLB ini terkait dengan hak setiap orang maupun bangunan untuk menerima sinar matahari.

Jika bangunan memiliki tinggi yang serasi maka bangunan yang disampingnya juga mendapat menerima sinar matahari yang sama dengan bangunan yang ada di sebelahnya (Mayhendra, 2016).

2.2.3 Garis Sempadan Bangunan (GSB)

Garis sempadan bangunan membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap batas lahan yang dikuasai, antar massa bangunan lainnya, batas tepi sungai/pantai, jalan kereta api, rencana saluran, dan jaringan listrik tegangan tinggi (UU nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung).

(37)

Semakin banyak bangunan tunggal yang berubah bentuk dari rumah tinggal tunggal menjadi bangunan deret berupa rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), semakin banyak juga bangunan yang menambah bangunannya di lahan depan dan samping rumah/tokonya untuk menambah fungsi komersil yang mengakibatkan sempadan bangunan semakin kecil, bahkan garis sempadan bangunan juga dipenuhi bangunan tambahan (Sastrawati, 2011).

Tujuan penyediaan GSB antara lain untuk (1) keamanan pengguna jalan terutama di sekitar tikungan jalan; (2) penyediaan ruang terbuka di dalam kaveling untuk keperluan peresapan air ke dalam tanah; (3) pencahayaan sinar matahari; (4) penyediaan ruang terbuka hijau; dan (4) kerapihan tatanan bangunan (Suprapti, 2012).

2.2.4 Harga tanah

Harga tanah ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya lokasi. Lahan yang letaknya lebih jauh dari kota tidak memiliki nilai sewa yang tinggi dan tren yang meningkat secara linier dengan mengurangi jarak ke pusat kota (Nurmandi, 2014).

Harga rumah dan pendapatan masyarakat yang tinggi tergantung kepada elastisitas pembangunan yang membantu menentukan sejauh mana peningkatan produktivitas kota. Kota dengan kepadatan yang tinggi memungkinkan masyarakat untuk meninggalkan tingkat populasi yang tinggi tersebut dengan menyesuaikan tingkat pendapatan dengan harga perumahan (Glaeser. et.al, 2003).

Pembatasan penggunaan tanah yang terlalu banyak menyebabkan terbatasnya penyediaan pembangunan, mengarahkan pembangunan menuju ke daerah kepadatan

(38)

rendah. Pemerintah harus membuat peraturan dengan hati-hati karena harga yang lebih tinggi menjadikan penduduk tidak dapat menjangkau harga tanah tersebut (Quigley dan Larry, 2005). Keberadaan perubahan lahan yang secara cepat tidak jarang menimbulkan fenomena spekulan tanah yang sangat berpengaruh pada kenaikan harga lahan. Pada proses perubahannya, variabel harga lahan memiliki hubungan dengan ketersediaan infrastruktur dan karakteristik penggunaan lahan (Ginting, 2010).

Perubahan guna lahan di wilayah studi cenderung berubah dari lahan non- terbangun menjadi lahan terbangun dengan orientasi kegiatan perdagangan dan jasa yang disebabkan oleh faktor pembukaan jaringan jalan. Harga tanah akan semakin tinggi jika dekat dengan pusat kegiatan atau jaringan jalan. Pengurangan luas lahan pertanian basah (sawah) berubah menjadi perkebunan serta perubahan lahan tanaman campuran menjadi lahan permukiman yang didasarkan pada kebutuhan untuk memiliki rumah yang baik di lokasi yang nyaman (Irza, 2016).

Jarak lokasi yang cukup dekat dengan pusat kota berimbas pada tingginya pertumbuhan penggunaan lahan dan harga tanah. Peningkatan harga tanah yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yang berfungsi sebagai permukiman menjadi fungsi komersial. Tingginya harga tanah di kawasan perdagangan dan jasa diikuti dengan peningkatan nilai PBB yang disesuaikan dengan fungsi kawasan, sehingga tanah yang masih dipergunakan untuk permukiman kelas menengah ke bawah terpaksa harus menjual tanah mereka kepada investor untuk

(39)

dijadikan sebagai bangunan-bangunan komersial ataupun menjadikan hunian mereka berfungsi ganda baik (Rynjani, 2015).

Ada tiga elemen yang bersangkutan dengan pola nilai lahan yaitu nilai lahan umumnya menurun semakin menjauhi pusat kota; karena terdapat radial roads dan ring roads maka didalam kota sendiri terdapat jalur yang mempunyai nilai lahan tinggi (sepanjang radial roads dan ring roads); pada persimpangan jalan antara radial roads dan ring roads akan membentuk puncak-puncak nilai lahan setempat (Yunus, 2012).

Harga tanah dinyatakan dalam satuan harga Rp/m², apabila tanah tersebut diperjual belikan maka akan dihitung secara luas tanah keseluruhan. Informasi mengenai harga tanah tidak pernah secara terbuka ditetapkan oleh pemerintah, karena pasar tanah di Indonesia menganut pasar tanah tertutup yang harganya hanya diketahui oleh penjual dan pembeli tanah yang bersangkutan. Adapun penetapan harga tanah yang dilakukan oleh pemerintah masih bergantung pada nijai jual objek pajak (NJOP) yang merupakan acuan untuk menilai harga tanah. Namun NJOP ini sering kali tidak mencerminkan harga tanah yang sebenarnya.

2.3 Jalan

Jaringan jalan terdiri dari ruas-ruas jalan yang menghubungkan satu dengan yang lain pada titik pertemuan yang merupakan simpul-simpul transportasi yang dapat memberikan alternatif pilihan bagi pengguna jalan (Miro, 1997). Jaringan jalan berdasarkan sistem (pelayanan penghubung) seperti terlihat pada hirarki jalan berdasarkan peranan (Gambar 2.2).

(40)

Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan.

Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas:

1. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah masuk (accces road) dibatasi secara efisien

2. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan jarak sedang dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk masih dibatasi

Gambar 2.2 Hirarki jalan berdasarkan peranan Sumber: Miro, 1997

(41)

3. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan jarak dekat (angkutan setempat) dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi (Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang jalan).

Jalan arteri didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dan dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 9 meter, selain itu jalan arteri mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Selain itu pada jalan arteri lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas balik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal (Aisyah, 2012).

2.4 Jalan Lingkar

Jalan lingkar yang melingkari pusat kota termasuk kedalam peran jalan arteri, yang berfungsi untuk mengalihkan sebagai arus lalu lintas terusan dari pusat kota.

Biasanya merupakan bagian jaringan jalan dengan pola radial membentuk ring radial.

Semakin besar kota semakin banyak ring yang digunakan.

Penang secara administratif merupakan salah satu negara bagian di Malaysia yang uniknya berada di pulau tersendiri (tidak di daratan besar Malaysia). George Town, ibu kota negara bagian Malaysia di Penang, terletak di ujung timur laut Pulau Penang. Pengembangan jalan pada George Town adalah proses berkelanjutan yang dimulai sejak tahun-tahun awal pemerintahan Inggris. George Town memiliki dua jalan lingkar utama di sekitar pusat kota, yaitu The George Town Inner Ring Road dan

(42)

Penang Middle Road. Selain itu, Penang juga mempunyai jalan lingkar luar yaitu The Penang Outer Ring Road.

Penang Outer Ring Road (PORR) adalah jalur cepat yang direncanakan di George Town, Penang, Malaysia. Jika dibangun, akan menghubungkan Gelugor di selatan, dekat Jembatan Penang ke Tanjung Bungah di utara. Jalan Lingkar Luar Penang merupakan jalan tol sepanjang 17 kilometer yang membentang dari Tanjung Tokong ke Gelugor, dan juga melintasi Gurney Drive. Di sepanjang Gurney Drive dipenuhi oleh berbagai bangunan tinggi komersil seperti mall dan hotel (Gambar 2.3).

Pengkajian Dampak Lingkungan awal pada PORR yang dilakukan pada tahun 1996, menyatakan bahwa PORR yang diusulkan akan secara khusus membubarkan lalu lintas padat dari Jalan Air Hitam, Jalan Tanjung Tokong dan Jalan Sultan Azlan Shah dan mengurangi kemacetan di daerah kota.

PORR akan menjadi jalan tol dua lajur ganda, yang dirancang untuk kecepatan lalu lintas hingga 80 kilometer per jam. Dua belas kilometer dari jalan tol akan meningkat, sebagian besar di sepanjang daerah berbukit di Penang. Fitur keselamatan

Gambar 2.3 Gurney Drive

Sumber: New Straits Times Penang, 2017

(43)

termasuk bahu tiga meter di kedua sisi jalan, penerangan jalan di sepanjang jalan bebas hambatan dan penyeberangan pejalan kaki pada jembatan layang. Sebagian besar PORR akan bersandar di lereng bukit, sehingga jarak kemunduran 20 meter antara jalan dan bangunan telah dipertahankan untuk sebagian besar daerah pemukiman, dan penghalang kebisingan serta polusi (Gambar 2.4).

Pembebasan lahan jalan tol telah menggusur banyak rumah untuk proyek tersebut, dari 76 rumah pada tahun 2000 menjadi 46 saat ini. Selain itu, hamparan PORR akan dibangun di atas tanah reklamasi di lepas pantai Persiaran Gurney. Sebuah Gurney Drive baru sedang direncanakan yang akan mencakup taman publik seluas sepuluh acre dan dua kilometer promenade yang akan berada di samping jalan, di pinggir laut.

2.5 Tata Ruang Kota

Pengaturan dan pemanfaatan ruang merupakan salah satu kewenangan dari pemerintah, mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah. Penataan ruang

Gambar 2.4 Jalur kendaraan di George Town, Penang Malaysia Sumber: New Straits Times Penang, 2017

(44)

diselenggarakan berdasarkan asas (1) keterpaduan, (2) keserasian, keselarasan, dan kesinambungan, (3) keberlanjutan, (4) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, (5) keterbukaan, (6) kebersamaan dan kemitraan, (7) perlindungan kepentingan umum, (8) kepastian hukum dan keadilan, (9) akuntabilitas (Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang).

Strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, meliputi struktur dan pola ruang wilayah, serta kriteria dan pola pengelolaan kawasan wilayah yang disusun dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW). Di level kabupaten/kota, penjabaran RTRW provinsi ke dalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota yang sesuai dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan, strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana struktur dan rencana pola ruang operasional. Namun panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/ kawasan disusun dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) (Peraturan menteri pekerjaan umum No.06/Prt/M/2007 tentang pedoman umum rencana tata bangunan dan lingkungan).

(45)

Penggunaan lahan kota dipengaruhi oleh manusia, aktivitas, dan lokasi dimana ketiganya bersifat interdependen sehingga dapat disebut sebagai siklus perubahan guna lahan. Secara natural suatu kota akan tumbuh dan berkembang mengikuti daya sentripetal dan sentrifugal yang bekerja mendorong pergeseran aktivitas pertanian yang kurang produktif menjauhi pusat kota dan aktivitas perdagangan dan jasa yang lebih produktif beraglomerasi di pusat kota (Irza, 2016).

2.5.1 Regulasi

Kebijakan publik dalam konteks perencanaan kota merupakan prinsip tentang membangun tempat kehidupan, yang memandu masyarakat dalam merancang, membangun, menata, mengawasi dan mengendalikan pembangunan ruang tempat tinggalnya. Dalam perumusan kebijakan selalu ada muatan-muatan yang berasal dari kekuatan politik, ekonomi maupun sosial (Heryanto, 2011). Dalam buku How Regulation Affect Urban Form melihat tiga dimensi dari urbanisme yaitu pola (pattern), penggunaan (use) dan bentuk (form). Masing-masing dimensi urban ini dapat dipengaruhi oleh regulasi yang menyangkut zona, peraturan, dan standar fasilitas umum (Talen, 2012).

Keberadaan peraturan yang mengatur tata ruang diyakini sebagai salah satu faktor yang berpengaruh kuat terhadap intensitas perkembangan spasial kota apabila peraturan yang ada dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Beberapa kota di Indonesia telah mempunyai perumusan yang baik untuk pengembangan kotanya, namun kebanyakan dari mereka tidak melaksanakan keputusannya sendiri secara

(46)

konsisten dan konsekuen. Hal ini mengakibatkan dampak-dampak keruangan, sosial, ekonomi dan lingkungan negatif yang sulit dipecahkan pada masa depan yang panjang (Yunus, 2005).

Lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bermukim dan kegiatan ekonomi menyebabkan lahan memiliki nilai yang disebut dengan nilai guna lahan (land value). Dengan jumlah yang terbatas, lahan dalam kategori ini memiliki nilai yang semakin tinggi sehingga dalam pelaksanaan mekanisme pasarnya perlu dikendalikan oleh pemerintah (Parlindungan, 2014). Adanya kebijakan pemerintah juga membantu masyarakat memiliki rumah dengan pembayaran yang ringan, hal ini juga mempengaruhi terjadinya perubahan guna lahan di suburban (Sastrawati, 2011).

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian kajian perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan, sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian seperti pada Tabel 2.1.

(47)

N o.

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Populasi dan Sampel

Metode Penelitian

Kesimpulan Penelitian

1. Sastrawati dan Louis, 2011.

Perubahan Guna Lahan Di Suburban Selatan Kota Makassar

1. Kondisi fisik 2. Jenis

penggunaan lahan 3. Pola dan luas

penggunaan lahan

Populasi Suburban Selatan Kota Makassar.

Metode Komparasi

Perubahan guna lahan di suburban dari hunian menjadi perdagangan dan jasa selain dipicu oleh adanya jalur transportasi yang menghubungkan Kota Makassar dan Sungguminasa juga karena adanya Kampus Universitas Muhammadiyah yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan kegiatan pendukung di sekitarnya yang mengganggu tepi ruang jalan. Adanya kebijakan pemerintah, membantu masyarakat memiliki rumah dengan pembayaran yang ringan pada lokasi penelitian, hal ini juga mempengaruhi terjadinya perubahan guna lahan di suburban.

2. Kurnianingsi h dan Iwan, 2014.

Analisis Transformasi Wilayah Peri-Urban pada Aspek Fisik dan Sosial Ekonomi (Kecamatan

Kartasura)

Aspek Fisik : 1. Perubahan

Lahan 2. Harga Lahan 3. Aksesbilitas 4. Sarana

Infrastruktur

Teknik Proportion ate Purposive Sampling

Metode Kuantitatif

Transformasi wilayah peri-urban Kecamatan Kartasura pada tahun 2002-2012 sangat dipengaruhi oleh perkembangan urban area dan aksesbilitas yang ditunjukkan pada perubahan lahan dan aksesbilitas yang menyebabkan terjadinya ketidakmerataan laju transformasi yang diterima oleh bagian-bagian wilayah-wilayah di Kecamatan Kartasura.

3. Irza dan Ibnu S, 2016.

Faktor Penyebab Perubahan Guna Lahan di Jalan Lingkar Utara Kota Padang Panjang

1. Status Lahan 2. Proses

Kepemilikan Lahan 3. Harga Lahan

Purposive Sampling

Metode Deskriptif Kualitatif

Perubahan guna lahan di wilayah studi cenderung berubah dari lahan non-terbangun menjadi lahan terbangun dengan orientasi kegiatan perdagangan dan jasa yang disebabkan oleh faktor pembukaan

jaringan jalan. Nilai lahan akan semakin tinggi jika dekat dengan pusat kegiatan atau jaringan jalan.

Pengurangan luas lahan pertanian basah (sawah) berubah menjadi perkebunan serta perubahan lahan tanaman campuran menjadi lahan permukiman yang didasarkan pada kebutuhan untuk memiliki rumah yang baik di lokasi yang nyaman.

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

(48)

N o.

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Populasi dan Sampel

Metode Penelitian

Kesimpulan Penelitian

4. Raus dan Aditianata, 2011.

Identifikasi Proses

dan Dampak

Perubahan Fungsi Perumahan Menjadi Komersil di Koridor Wolter Monginsidi dan Kawasan Pasar Santa, Kecamatan Kebayoran Baru

1. Perubahan Fungsi Lahan 2. Perubahan

Teknis Massa Bangunan (GSB, tinggi bangunan, dll)

Purposive Sampling

Metode Deskriptif Kualitatif

Proses perubahan fungsi yang terjadi pada koridor Wolter Monginsidi sangat dipengaruhi oleh adanya dua pusat kegiatan yang dihubungkan oleh adanya akses jalan sehingga pola perkembangan yang terjadi adalah octopus-like pattern dan ribbon shape pattern yang sangat dipengaruhi oleh aksesbilitas jalur transportasi yang sangat dominan. Dampak negatif terjadi pada aspek fisik dan penurunan kualitas pelayanan utilitas kota, dan gangguan lalu lintas akibat on street parking serta gangguan tata bangunan.

5. Arifia, dkk, 2017.

Pengaruh Perkembangan Kegiatan

Perdagangan dan Jasa Terhadap Perubahan

Penggunaan Lahan di Kawasan Solo Baru

1. Jenis Kegiatan 2. Jenis

Penggunaan Lahan 3. Perubahan

Penggunaan Lahan

Populasi Kawasan Solo Baru

Teknik Analisis Eksplanasi Kualitatif dan Deskriptif Spasial

Kegiatan perdagangan dan jasa yang ada telah mendorong adanya perkembangan kegiatan, baik kegiatan komersil maupun kegiatan pendukung (perumahan, pelayanan umum, dan industri).

Perkembangan ini memerlukan lahan sebagai wadahnya yang kemudian terjadi lebih bersifat vertikal, sehingga intensitas yang terjadi lebih tinggi dibanding perubahan luas lahan, hal ini menyebabkan adanya pembangunan gedung sebagai sarana kegiatan yang akan mendorong perkembangan intensitas lahan di Kawasan Solo Baru.

6. Harjasa,dkk.

2016.

Pengaruh Perubahan Guna Lahan dan Intensitas Guna Lahan terhadap Kualitas Ruang Kota

1. Perubahan Guna Lahan 2. Intensitas

Guna Lahan

Purposive Sampling

Metode Kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatory

Kualitas ruang kota pada koridor Jl. Progo dan Jl.

Jend. Sudirman Bandung mengalami penurunan yang diakibatkan oleh perubahan guna lahan dan perubahan intensitas guna lahan yang dipengaruhi oleh faktor permintaan pasar yang tidak dapat dikendalikan oleh kebijakan pemerintah serta tidak berjalannya instrumen pengendalian yang diberlakukan oleh pemerintah daerah.

Tabel 2.1 (Lanjutan)

(49)

N o.

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Populasi dan Sampel

Metode Penelitian

Kesimpulan Penelitian

7. Krismasta, dkk, 2015.

Kajian Transformasi Wilayah Peri-Urban Di Kota Manado (Studi Kasus : Kecamatan

Mapanget)

1. Topografi/

Tapak 2. Petumbuha

n Penduduk 3. Pengemban

g

(developer) 4. Aksesbilita

s

5. Kebijakan Pemerintah

Purposive Sampling

Metode Deskriptif Kualitatif

Transformasi yang terjadi berdasarkan aspek penggunaan lahan dalam kurun waktu 11 tahun telah terjadi pertambahan luas lahan terbangun rata-rata tiap tahunnya sekitar 20.25 Ha atau 1% dari luas wilayah peri urban keseluruhan. Faktor-faktor yang menyebabkan transformasi wilayah peri urban di kecamatan ini adalah topografi/tapak, kepadatan penduduk, pengembang, aksesibilitas, dan kebijakan.

8. Hardati,201 1.

Transformasi

Wilayah Peri Urban.

Kasus Di Kabupaten Semarang

1. Jumlah Penduduk 2. Kepadatan

Penduduk

Populasi Penduduk Kabupate n

Semarang.

Metode Deskriptif dan Analisis Tabel

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya transfromasi wilayah adalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk non alami yang tinggi, mata pencaharian penduduk, luas lahan terbangun, dan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi dan budaya.

9. Sutika, 2017.

Studi Kelayakan Pembangunan Pusat Perbelanjaan

Cokroaminoto

1. Pusat Perbelanjaa n

2. Fasilitas Penduduk

Populasi Jalan Cokroami noto

Metode Deskriptif

Fasilitas yang memadai dan lokasi yang strategis mampu menjadi added value dalam persaingan saat ini. Fasilitas pada Pusat Perbelanjaan menjadi sarana yang layak untuk memenuhi kebutuhan UMKM dalam mengembangkan usaha, kontribusi tidak hanya untuk meningkat pendapatan daerah tapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan UMKM.

Tabel 2.1 (Lanjutan)

(50)

2.7 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ditujukan untuk memperjelas data yang akan diteliti sehingga elemen pengukurnya dapat dirinci secara kongkrit (Gambar 2.5).

Perubahan Tata Guna Lahan

Alokasi pemanfaatan ruang/lahan untuk berbagai penggunaan (perumahan, perkantoran, perdagangan, ruang terbuka hijau, industri, sempadan sungai, dan sebagainya) berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, keserasian, keterbukaan (transparansi) dan efisiensi, agar tercipta kualitas permukiman yang layak huni.

Jalan Lingkar

Jalan yang melingkari pusat kota, untuk mengalihkan arus lalu lintas terusan dari pusat kota.

Tata Guna Lahan Pola penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu.

Perubahan Tata Lahan Peralihan dari penggunaan lahan tertentu menjadi pengunaan lainnya yang dilakukan manusia dari waktu ke

waktu terus

mengalami perubahan seiring dengan perkembangan

peradaban dan

kebutuhan manusia.

Perubahan Pembangunan Jalan

Lingkar Pembangunan yang terjadi tidak sesuai dengan perencanaan, peruntukan bangunan sepanjang jalan lingkar,

garis sempadan

bangunan (GSB)

seharusnya berukuran 10m, namun tidak

semua bangunan

mematuhi peraturan tersebut.

Sub Variabel Tata Guna Lahan 1. Fungsi

Penggunaan Lahan

2. Jenis Kegiatan 3. Harga Tanah 4. Intensitas

Bangunan 5. Garis Sempadan

Bangunan (GSB) 6. Regulasi

Gambar 2.5 Kerangka konseptual

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan hasil perumusan masalah yang ingin dipecahkan terkait dengan kajian perubahan fisik tata guna lahan Jalan Gagak Hitam Medan, maka dalam proses penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study). Penelitian kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati (Bogdan dan Biklen, 1992). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi , tindakan, dll. secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005).

Studi kasus atau case study adalah bagian dari metode kualitatif yang hendak mendalami suatu kasus tertentu secara lebih mendalam dengan melibatkan pengumpulan beraneka sumber informasi. Bentuk studi kasus dapat berupa deskriptif yang bertujuan menggambarkan suatu gejala, fakta, atau realita. Data yang diperoleh dikumpulkan melalui berbagai macam sumber seperti observasi atau dokumen- dokumen tertulis (Raco, 2010).

Dengan kata lain, studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu penelitian dengan pendekatan studi kasus tertentu dalam suatu waktu dan juga

(52)

kegiatan serta mengumpulkan informasi secara terinci dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu.

Dalam buku yang berjudul “Qualitative Inquiry And Research Design”

mengungkapkan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu:

1. Mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi, dan kasus tersebut merupakan sebuah “sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat

2. Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa (Creswell, 1998).

Terkait dengan karakteristik dari teori Creswell, maka peneliti memilih lokasi Jalan Gagak Hitam Medan sebagai penelitian karena :

1. Lokasi penelitian mengalami perubahan tata guna lahan pada wilayahnya dari waktu ke waktu serta perubahan kondisi fisik jalannya yang berubah dari perencanaan akibat adanya regulasi dari pemerintah.

2. Berbagai sumber informasi mengenai lokasi penelitian dapat memberikan gambaran secara terinci dan mendalam sebagai data penelitian.

3.2 Variabel Penelitian

Teori-teori yang dihasilkan dari tinjauan pustaka yang sesuai dengan permasalahan penelitian, maka diperoleh variabel yang dapat menjadi acuan dalam menjawab permasalahan penelitian seperti pada Tabel 3.1.

Gambar

Gambar 1.2 Kerangka berpikir
Ilustrasi di atas menyatakan bahwa lahan yang dapat dimanfaatkan jumlahnya  jauh lebih kecil dari total seluruh lahan yang ada (Parlindungan, 2014)
Gambar 2.4 Jalur kendaraan di George Town, Penang Malaysia  Sumber: New Straits Times Penang, 2017
Gambar 2.5 Kerangka konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

f) Ambil gelas penutup dan letakkan pada objek gelas dan dilihat di bawah Ambil gelas penutup dan letakkan pada objek gelas dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran

Dari penelitian terdahulu tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan karbon aktif dengan bahan baku yang mengandung lignoselulosa berupa ampas

Hasil dari kegiatan Nonton Bareng Film Sejarah di Dusun Canggal Bulu adalah masyarakat menjadi semakin cinta akan tanah air dan memiliki semangat nasionalisme yang

Nun jauh di pedalaman, terdapat pula dua anak perusahaaan Musim Mas Group yang memiliki izin lokasi di Sarmi, letaknya tidak jauh dari empat anak perusahaan Musim Mas Group

Berbeda halnya dengan bahasa-bahasa yang ada di Eropa seperti yang ditemukan Brown dan Gilman (dalam Hymes, 1970) dan Braun (1988) yang secara tegas mengklaim bahwa kaum

Seperti yang dikatakan oleh Soesilo (2014) mengatakan bahwa trauma yang dimiliki oleh seseorang dapat memberikan sebuah sikap kewaspadaan yang tinggi terhadap suatu

Bentuk perlindungan hukum atas ekspresi budaya tradisional telah atur dalam suatu peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Untuk mengkaji sejauh mana pe1ajar dapat menggunakan pemikiran mereka untuk berfikir secara kritikal dalam matapelajaran Matematik, guru perlu membina beberapa