• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.3 Analisa Usahatani

Analisa usahatani pada kajian ini menggunakan kelayakan sederhana dengan melibatkan beberapa faktor produksi yang terkait dengan pasokan bahan baku dan nilai produk pada kondisi rantai pasok kelompok tani Tunas Tani. Pada analisis kelayakan usahatani sayuran organik, batasan-batasan serta pengukuran variabel yang digunakan adalah :

1. Usahatani mencakup aktivitas kegiatan tani pada lahan skala 1.000 m2 yang terkait erat dengan komoditi hortikultura, khususnya sayuran organik dalam bentuk produk akhir dari Petani, yang akan menjadi input untuk usaha restoran maupun retail besar yang mengemas dan memasarkan produk sayuran organik.

2. Distribusi produk adalah proses sampainya hasil produksi dari Petani, kemudian pengumpul, atau bandar dan retail hingga terakhir sampai ke konsumen. Baik konsumen supermarket/swalayan maupun konsumen restoran dan hotel.

3. Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam produksi sayuran organik, dari benih/bibit menjadi produk sayuran siap jual.

4. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi produk sayuran organik. Biaya ini terdiri dari biaya penyusutan peralatan kerja dan bahan pendukung, atau biaya lainnya diluar biaya variabel

5. Biaya penyusutan adalah biaya yang disusutkan setiap tahun, dimana alat atau mesin semakin lama semakin turun kemampuan, serta efisiensinya. 6. Biaya produksi adalah biaya yang jumlah nilainya dipengaruhi oleh jumlah

produk sayuran organik yang dihasilkan, seperti biaya input (benih), pupuk, pestisida nabati, bahan pendukung dan upah tenaga kerja.

7. Input utama adalah benih atau bibit sayuran organik yang akan ditanam/budidaya menjadi produk sayuran organik.

9. Tenaga kerja adalah para pekerja keluarga dan luar keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam proses produksi dinyatakan dalam orang/hari kerja.

10. Upah tenaga kerja adalah pengeluaran yang digunakan untuk membayar tenaga kerja dalam proses produksi (Rp/proses produksi)

11. Output adalah banyaknya hasil olahan yang diperoleh dalam satu kali proses produksi (kg)

12. Keuntungan adalah hasil yang didapat dari nilai tambah penerimaan dikurangi dengan sejumlah biaya produksi yang dikeluarkan (Rp).

Berdasarkan pertimbangan analisa pasar produk sayuran organik, maka usahatani sayuran organik perlu pengembangan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang diproyeksikan semakin meningkat. Pengembangan usaha dilakukan dengan menambah luasan lahan budidaya dan populasi sayuran organik agar dapat menghasilkan produk sayuran organik yang sesuai dengan permintaan pasar. Semakin besar jumlah produk yang dapat dijual berarti memperbesar peluang kemungkinan mendapatkan laba yang lebih banyak. Analisa kelayakan usahatani secara organik maupun konvensional dilakukan pada produk pilihan yaitu Bayam (Lampiran 8 dan 9), Caisim (Lampiran 10 dan 11), Wortel (Lampiran 12 dan 13), Tomat (Lampiran 14 dan 15) dan Lobak (Lampiran 16 dan 17). Kajian ini dilakukan untuk membandingkan nilai tambah komoditi sayuran organik dengan sayuran konvensional. Hasil perhitungan kelayakan sayuran organik dan konvensional secara ringkas disajikan pada Tabel 22. Skala usaha yang digunakan adalah 1.000 m2 lahan yang dimiliki oleh Petani dan diperhitungkan dengan sistem

sewa per musim tanam sesuai dengan jenis komoditinya. Harga ditingkat Petani berdasarkan survey dan penelitian di lapangan.

Tabel 22. Perbandingan nilai keuntungan sayuran organik dan konvensional pada skala 1.000 m2 No Komodi-ti Pilihan Organik Konvensional Keuntung-an (Rp) R/C Ratio BEP Keuntung-an (Rp) R/C Ratio BEP Produksi (kg) Harga (Rp) Produksi (kg) Harga (Rp) 1 Bayam 3.110.000 2,33 373 2.741 662.500 1,36 613 1.838 2 Caisim 3.930.000 2,61 489 1.918 1.070.000 1,55 965 1.287 3 Wortel 6.595.000 3,31 439 2.039 1.302.500 1,59 879 1.570 4 Tomat 17.215.000 3,61 732 3.136 4.822.500 2,15 1.393 1.393 5 Lobak 6.410.000 3,11 715 1.448 2.117.500 1,89 1.588 794

Berdasarkan metode penghitungan keuntungan, untuk sayuran organik lebih menguntungkan dibandingkan non organik/konvensional. Tetapi, Petani menghadapi risiko yang lebih besar untuk kasus penjualan di tingkat Supermarket dan hal ini tidak masuk dalam perhitungan Petani. Petani dihadapkan pada dua (2) risiko besar yaitu risiko produksi dan risiko pasar (marketing). Risiko produksi masuk ke dalam kalkulasi/perhitungan kelayakan, seperti kerusakan akibat iklim maupun serangan hama dan penyakit. Sedangkan risiko pasar, petani belum memiliki bargaining position atau kemampuan untuk negosiasi, baik di tingkat pemasok/pengumpul maupun Supermarket. Hal ini menyebabkan Petani dalam kondisi tertekan dan menerima kontrak maupun perjanjian yang sebenarnya merugikan Petani. Sayuran organik memiliki potensi alternatif bagi Petani dalam memberikan sumbangan dan kontribusi terhadap perekonomian Petani sehingga tetap harus dilestarikan dan ditingkatkan dalam segi mutu, produktivitas dan pasar. Sumbangan yang potensial ini, didukung dengan keikutsertaan peran perempuan, baik istri, anak, maupun saudara dalam keluarga Petani.

Dari analisis kelayakan usahatani sayuran organik dan konvensional pada Tabel 22 di atas, didapatkan nilai kriteria kelayakan usahatani berikut :

1. R/C Ratio

Perbandingan total revenue (penerimaan) dan cost (biaya) dapat ditentukan sebagai perbandingan nilai penerimaan ekuivalen terhadap nilai biaya ekuivalen. Berdasarkan analisis perhitungan R/C ratio terhadap usahatani Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak secara organik, masing-masing diperoleh nilai 2,33; 2,61; 3,31; 3,61 dan 3,11 (masing-masing lebih dari 1). Nilai R/C ratio lebih besar dari 1 menunjukan bahwa pengembangan usahatani sayuran organik layak untuk dilaksanakan dan menguntungkan. Pada pengembangan usahatani ini diperhitungkan pula terhadap risiko kerusakan. Kerusakan usahatani sayuran dapat disebabkan oleh faktor cuaca, iklim tidak menentu, maupun serangan hama penyakit tanaman dan kegagalan panen lainnya.

Jika dibandingkan dengan usahatani konvensional, maka nilai R/C ratio untuk usahatani organik lebih besar. Nilai R/C ratio untuk usahatani konvensional pada produk Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 1,36; 1,55; 1,59; 2,15 dan 1,89 (masing-masing lebih dari 1). Nilai ini menunjukkan usahatani pada komoditi pilihan tersebut secara konvensional pun layak untuk dikembangkan. Namun bila dibandingkan dengan sistem organik, masih kurang memberikan nilai tambah. Yang membedakan nilai tambah antara usahatani organik dan konvensional diantaranya adalah harga jual produk. Perbandingan harga jual produk ditingkat Petani untuk sayuran organik dan konvensional disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23. Perbandingan harga sayuran organik dan konvensional pada komoditi pilihan di tingkat Petani

No Komoditi Pilihan Harga Jual di Tingkat Petani (Rp) Organik Konvensional 1 Bayam 7,000 2,500 2 Caisim 5,000 1,800 3 Wortel 7,000 2,500 4 Tomat 10,000 3,000 5 Lobak 5,000 1,500

Usahatani organik memberikan nilai tambah lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani konvensional. Hal ini dapat dilihat dari keuntungan dan harga jual produk yang lebih tinggi pada sayuran organik. Sehingga usahatani organik layak untuk dikembangkan dengan berbasis pada Petani dan keluarganya, untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga tani.

2. Break Event Point (BEP)

Analisis titik impas (BEP) merupakan suatu gambaran kondisi produksi yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba.

Berdasarkan analisis perhitungan BEP produk diketahui bahwa titik impas pengembangan usahatani sayuran organik pada Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 373 kg, 489 kg, 439 kg, 732 kg dan 715 kg produk agar mencapai keseimbangan pada tingkat harga masing-masing Rp7.000, Rp5.000, Rp7.000, Rp10.000 dan Rp5.000. Nilai ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan usahatani

konvensional yang memiliki nilai BEP produksi untuk Bayam, Caisim, Wortel, Tomat dan Lobak berturut-turut 613 kg, 965 kg, 879 kg, 1.393 kg dan 1.588 kg pada tingkat harga masing-masing Rp2.500, Rp1.800, Rp2.500, Rp3.000 dan Rp1.500. Usahatani organik merupakan salah satu usaha masa depan yang diharapkan karena dengan luas lahan yang sama, meskipun produktivitasnya lebih sedikit tetapi memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani konvensional karena harga jual produknya lebih tinggi.