• Tidak ada hasil yang ditemukan

Feasibility and Development Strategy Supply Chain Management Based Organic Vegetable Farmers in Megamendung, Bogor (Case study at Tunas Tani Farmer Group, Sukaresmi).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Feasibility and Development Strategy Supply Chain Management Based Organic Vegetable Farmers in Megamendung, Bogor (Case study at Tunas Tani Farmer Group, Sukaresmi)."

Copied!
301
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SAYURAN ORGANIK

BERBASIS PETANI DI MEGAMENDUNG, BOGOR

(Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)

PARWA ORYZANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tugas Akhir saya yang berjudul :

“Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik Berbasis Petani di Megamendung, Bogor

(Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)”

Merupakan gagasan atau hasil penelitian Tugas Akhir saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas Akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2013

(3)

ABSTRACT

PARWA ORYZANTI. Feasibility and Development Strategy Supply Chain Management Based Organic Vegetable Farmers in Megamendung, Bogor (Case study at Tunas Tani Farmer Group, Sukaresmi). Supervised by H. MUSA HUBEIS as Head and EUIS SUNARTI as Member.

The purpose of this study are (1) assess the simple feasibility of an organic vegetable farming based farmers in Megamendung seen from the financial aspects, (2) to describe and analyze the characteristics of organic vegetable-based farmers, and potentially high added value for farmers and (3) formulate strategic supply chain management (SCM) products based organic vegetable farmer in Megamendung, Bogor. The datas were collected by field surveys method, interviews with the chairman and members of farmer groups (Poktan), relevant agencies (BP3K and District of Megamendung), retail and consumers. The method of analysis used the matrix of External Factor Evaluation (EFE) and Internal Factor Evaluation (IFE); Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) and Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) and to determine the feasibility used Break Even Point (BEP) and Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) analysis. Matrix analysis Internal External (IE) shows the value of the internal matrix and external matrix values are 2.448 and 2.720. Poktan positioned in quadrant V (hold and maintain). Farmer groups that fit into this quadrant should be managed with a strategy on market penetration and product development while maintaining product quality. Based on the results of the SWOT analysis, there are some alternatives that can be done. Based on QSP matrix most interesting strategy is increasing effectiveness of the supply chain to market structured through Agribusiness Sub Terminal-based organic vegetable (5.448). Analysis for supporting SCM strategies done with the feasibility of farming both organic and conventional. Results of the analysis for organic farming in spinach, caisim, carrots, tomatoes and turnips obtained value of R/C ratio are 2,33; 2,61; 3,31; 3,61 and 3,11 (more than 1), which means feasible. In the development of this farm is also taken into account the risk of damage. Damage to vegetable farming can be caused by weather, climate uncertainty and plant diseases and pests other crop failure. Organic farming more favorable views of the value of R/C ratio if it’s compared to conventional one. The rate of R/C ratio on conventional vegetable for the spinach, caisim, carrots, tomatoes and turnips of 1,36; 1,55; 1,59; 2,15 and 1,89 (more than 1). The value indicates that conventional farming had to be developed. However, when compared to organic systems, still less provide added value. What distinguishes value between organic and conventional farming such as the selling price.

(4)

RINGKASAN

PARWA ORYZANTI. Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik Berbasis Petani di Megamendung, Bogor (Studi Kasus : Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi). Dibawah bimbingan H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan EUIS SUNARTI sebagai Anggota.

Semakin meningkatnya permintaan sayuran organik maka peluang untuk mengembangkan bisnis pertanian sayuran organik juga semakin meningkat. Ditinjau dari kajian Supply Chain Management (SCM), salah satu akar masalah pada bisnis komoditas sayuran organik pascapanen adalah masalah distribusi. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik produk sayuran organik berbasis petani, menilai kelayakan usahatani dan merumuskan strategi manajemen rantai pasok (SCM) produk sayuran organik berbasis petani di Megamendung, Bogor.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian strategik nasional pangan organik (Musa Hubeis, 2012), yang dibiayai oleh Kemendiknas. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer melalui survei lapangan; wawancara dengan Ketua dan Anggota kelompok tani (Poktan); instansi terkait diantaranya Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Ciawi; Kecamatan Megamendung; retail dan konsumen. Metode analisis yang digunakan metode deskriptif, dengan alat analisis matriks External Factor Evaluation (EFE), Internal Factor Evaluation (IFE), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) serta untuk mengetahui kelayakan usahatani dan nilai tambah berbasis petani digunakan uji kelayakan Break Even Point (BEP) dan Benefit Cost Ratio (B/C Ratio).

Hasil identifikasi faktor strategik internal dan eksternal, terdapat enam (6) faktor kunci kekuatan, yaitu (1) Penjadwalan musim tanam dan panen, (2) Dinamika kelompok tani, (3) Produk diminati konsumen (ramah lingkungan), (4) Ketersediaan bahan baku pupuk, (5) Lokasi geografis menunjang dan (6) Sudah menerapkan Just In Time (JIT) dan penjadwalan pengiriman. Sedangkan faktor kelemahan diantaranya : (1) Kemampuan manajerial petani rendah; (2) Sulitnya akses sertifikasi organik; (3) Harga tergantung pengumpul, atau mitra; (4) Biaya perawatan tanaman tinggi; (5) Keterbatasan modal, sulit mengakses kredit; (6) Mutu produk petani rendah (retur 50%). Faktor kunci peluang ada delapan (8), yaitu (1) Dukungan dan pembinaan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL); (2) Quota permintaan belum semua terpenuhi; (3) Peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan; (4) Rintisan pasar sayuran higienis; (5) Tingkat harga bersaing; (6) Pembinaan teknologi produksi pestisida nabati; (7) Kebijakan pemerintah mengenai program “Go organik 2010” dan (8) Loyalitas konsumen organik yang tinggi. Untuk ancaman terdapat empat (4) faktor kunci, yaitu (1) Perubahan iklim/cuaca, (2) Alih fungsi lahan, (3) Serangan hama penyakit tanaman dan (4) Monopoli oleh pengusaha besar.

(5)

sebaiknya dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk dan tetap menjaga mutu produk yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil analisis SWOT, terdapat empat (4) jenis alternatif yang dapat dilakukan yaitu : (1) strategi S-O : peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis, (2) strategi W-O : memperbaiki dan meningkatkan efektifitas budidaya dengan mengurangi limbah, (3) strategi S-T : perencanaan pola tanam yang lebih baik untuk menghadapi iklim dan cuaca tidak menentu, (4) strategi W-T : memperluas akses pasar produk sayur organik. Berdasarkan perhitungan matriks QSP diperoleh strategi yang paling menarik untuk diterapkan yaitu peningkatan efektivitas rantai pasok untuk pasar terstruktur melalui Sub Terminal Agribisnis yang berbasis petani sayuran organik dengan total nilai daya tarik terbesar (5,448).

Analisis pendukung strategi SCM dilakukan dengan kelayakan usahatani dan nilai tambah petani sayuran organik dibandingkan dengan konvensional. Hasil analisa untuk usahatani organik pada bayam, caisim, wortel, tomat dan lobak diperoleh nilai R/C ratio berturut-turut 2,33; 2,61; 3,31; 3,61 dan 3,11 (lebih dari 1), yang artinya layak. Pada pengembangan usahatani ini diperhitungkan pula terhadap risiko kerusakan. Kerusakan usahatani sayuran dapat disebabkan oleh faktor cuaca, iklim tidak menentu maupun serangan hama penyakit tanaman dan kegagalan panen lainnya. Usahatani organik lebih menguntungkan dilihat dari nilai R/C ratio nya yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani konvensional. Nilai R/C ratio pada sayuran konvensional untuk bayam, caisim, wortel, tomat dan lobak sebesar 1,36; 1,55; 1,59; 2,15 dan 1,89 (lebih dari 1). Nilai ini menunjukkan usahatani secara konvensional pun layak untuk dikembangkan. Namun bila dibandingkan dengan sistem organik, masih kurang memberikan nilai tambah. Yang membedakan nilai tambah antara usahatani organik dan konvensional diantaranya adalah harga jual produk.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SAYURAN ORGANIK

BERBASIS PETANI DI MEGAMENDUNG, BOGOR

(Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)

PARWA ORYZANTI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

(9)

Judul Laporan Akhir : Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik Berbasis Petani di Megamendung, Bogor (Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)

Nama Mahasiswa : Parwa Oryzanti Nomor Pokok : P054110085

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing DEA Ketua

Prof.Dr.Ir. Euis Sunarti, M.Si Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Industri Kecil dan Menengah

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS. Dipl, Ing DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Kelayakan dan Strategi Pengembangan Supply Chain Management Sayuran Organik di Megamendung, Bogor (Studi Kasus pada Kelompok Tani Tunas Tani, Desa Sukaresmi)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Banyak pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian tugas akhir ini, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku ketua Komisi Pembimbing atas motivasi, bimbingan dan kesempatan yang diberikan untuk mengikuti penelitian Strategi Nasional Pangan Organik, yang datanya digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini.

2. Prof.Dr.Ir. Euis Sunarti, M.Si. selaku anggota Komisi Pembimbing atas pembimbingan dan perhatiannya.

3. Dr. Mokhamad Najib, S.TP., M.M. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang menunjang perbaikan tugas akhir ini.

4. Prof.Dr.Ir. Eriyatno, MSAE atas dukungan semangatnya.

5. Teman-teman MPI Angkatan XV atas kekompakan, semangat dan bantuannya terutama teman satu bimbingan dan perjuangan Pak Win, Mbak Nurul dan Mbak Diah, Sekretariat MPI atas segala bantuannya.

6. Suamiku tercinta (Teguh Febrianto Setiawan, ST) dan kedua putraku (Rifqy dan Rifat), serta orang tua kami atas dukungan, pengertian dan segala do’a. 7. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir

ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap bahwa Tugas Akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Februari 2013

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 17 Desember 1979 sebagai anak sulung dari Bapak Parsino Tasrif Atmaja, SP dan Ibu Waginem. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2011 diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. iii

DAFTAR GAMBAR ……… v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Permasalahan ……….... 3

1.3 Tujuan Kajian ………... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Organik ... 7

2.2 Syarat dan Mutu Produk Organik ... 10

2.3 Kelembagaan Tani 2.3.1 Kelompok Tani ... 13

2.3.2 Kerjasama Antar Poktan... ... 15

2.4 Analisis Kelayakan Sederhana ………. 17

2.5 Analisis Lingkungan Eksternal ... 19

2.6 Analisis Lingkungan Internal .………... 20

2.7 Perumusan Strategi ... 20

2.8 Sistem Manajemen Rantai Pasok Pertanian 2.8.1 Rantai Pasok Pertanian ... 21

2.8.2 Struktur Rantai Pasok ... 22

2.8.3 Mekanisme Rantai Pasok ... 23

2.8.4 Kelembagaan Rantai Pasok ... 24

2.9 Penelitian Terdahulu yang Relevan ………..…... 26

III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian……… 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 30

(13)

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

3.4.1 Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik … 32

3.4.2 Analisis Kelayakan Sederhana ……… 32

3.4.3 Analisis Rantai Pasok ………. 34

3.4.4 Analisis Strategi ……….. 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………. 43

4.1.1 Klasifikasi Lahan ……….. 46

4.1.2 Potensi Sumber Daya Manusia Pertanian ………. 48

4.1.3 Produksi Sayuran ... 50

4.2 Kelompok Tani ……….. 65

4.3 Analisa Usahatani ……….. 71

4.4 Analisis Lingkungan Usaha ... 76

4.4.1 Identifikasi Faktor Internal ... 76

4.4.2 Identifikasi Faktor Eksternal ... 80

4.4.3 Analisis Matriks IFE ... 82

4.4.4 Analisis Matriks EFE ... 84

4.5 Matriks IE ... 86

4.6 Analisis Matriks SWOT ... 87

4.7 Tahap Keputusan Matriks QSPM ... 91

4.8 Analisis Kondisi Rantai Pasok di Megamendung ... 93

4.8.1 Struktur Rantai Pasok ... 96

4.8.2 Manajemen Rantai Pasok ... 101

KESIMPULAN DAN SARAN 1.Kesimpulan ... 107

2.Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ……… 109

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan PDB Hortikultura atas dasar harga berlaku pada

tahun 2005-2009 ……… 1

2. Perbedaan sistem budidaya pertanian organik dengan pertanian konvensional ... 9

3. Matriks EFE dan Matriks IFE ... 37

4. Matriks SWOT ... 39

5. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif ... ... 41

6. Luas lahan menurut fungsinya di Kecamatan Megamendung ... 44

7. Kondisi topografi desa di Kecamatan Megamendung ... 45

8. Data curah hujan rataan selama lima tahun terakhir di WKBP3K Ciawi ... 45

9. Luas lahan menurut ekosistem di Kecamatan Megamendung per desa Tahun 2011 ... 46

10.Data lahan kering dan kritis di Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 ... 47

11.Data keragaan jumlah penduduk Kecamatan Megamendung per Desa menurut jenis kelamin dan status kepala keluarga pada tahun 2011 ... 49

12.Jumlah penduduk menurut mata pencaharian ... 49

13.Jumlah penduduk tani menurut status kepemilikan lahan ... 50

14.Luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi tanaman sayuran di Kecamatan Megamendung pada tahun 2011 ... 51

15.Rekomendasi pupuk untuk tanaman wortel ... 54

16.Pengendalian OPT sayuran Tomat ... 57

17.Pemberian pupuk pada Bayam berdasarkan umur ... 64

18.Data Kelembagaan Tani berdasarkan Kelas Kemampuan BP3K Wilayah Ciawi pada tahun 2011 ... 67

19.Fasilitas Pendukung Usaha Tani, Usaha Pembudidaya Ikan dan Kehutanan BP3K Wilayah Ciawi pada tahun 2011 ... 68

20.Data keragaan penerapan teknologi usaha tani oleh petani subsektor tanaman pangan dan hortikultura pada tahun 2011 ... 68

21.Data keragaan tingkat pengelolaan usaha tani di BP3K Wilayah Ciawi Tahun 2011... 70

(15)

23.Perbandingan harga sayuran organik dan konvensional

pada komoditi pilihan di tingkat petani ... 75

24.Faktor internal strategi rantai pasok sayuran organik di Megamendung ... 77

25.Faktor eksternal strategi rantai pasok produk sayuran organik di Megamendung ... 80

26.Analisis matriks IFE ... 83

27.Analisis matriks EFE ... 85

28.Analisis matriks SWOT kelompok tani di Megamendung ... 88

29.Permintaan dan harga rata-rata komoditas sayuran organik produksi Kelompok Tani Tunas Tani, Megamendung ... 95

30.Anggota Rantai Pasok Produk Sayuran Organik di Megamendung ... 96

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bentuk label jaminanan pada produk ... 13

2. Hubungan antara kekuatan-kekuatan eksternal utama dengan organisasi ... 19

3. Struktur manajemen rantai pasokan ... 24

4. Sistem rantai pasok produk hortikultura ... 30

5. Kerangka pemikiran penelitian ... 31

6. Matriks IE ………. 40

7. Komoditas sayuran Wortel ... 52

8. Komoditas sayuran Tomat ... 58

9. Komoditas sayuran Caisim ... 61

10.Komoditas sayuran Lobak ... 62

11.Komoditas Bayam ... 63

12.Paradigma model pengembangan kelembagaan petani ... 66

13.Analisis matriks IE kelompok tani di Megamendung ... 86

14.Model rantai pasok pada kelompok tani Tunas Tani ... 94

15.Alur distribusi barang ... 103

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

17.Tahapan kajian berdasarkan target keluaran ... 113

2. Kuesioner petani sayuran organik... 115

3. Penentuan bobot matriks IFE dan EFE ... 122

4. Kuesioner penentuan peringkat atau rating terhadap faktor strategi internal ... 126

5. Kuesioner penentuan peringkat atau rating terhadap faktor strategi eksternal ... 127

6. Kuesioner penilaian QSPM ... 128

7. Metode perhitungan pendapatan usahatani pada komoditas sayuran organik di Megamendung, Bogor ... 130

8. Analisa Usahatani Bayam Organik ... 131

9. Analisa Usahatani Bayam Konvensional ... 132

10. Analisa Usahatani Caisim Organik ... 133

11. Analisa Usahatani Caisim Konvensional ... 134

12. Analisa Usahatani Wortel Organik ... 135

13. Analisa Usahatani Wortel Konvensional ... 136

14. Analisa Usahatani Tomat Organik ... 137

15. Analisa Usahatani Tomat Konvensional ... 138

16. Analisa Usahatani Lobak Organik ... 139

17. Analisa Usahatani Lobak Konvensional ... 140

18. Analisis Matriks IFE ... 141

19. Analisis Matriks EFE ... 142

20. Matriks QSPM ... 143

(18)

1.1. Latar Belakang

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, karena di dalam sayuran mengandung berbagai sumber vitamin, provitamin, mineral, serat dan karbohidrat yang bermacam-macam, serta mengandung zat antioksidan dan antibakteri yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Selain penting bagi kesehatan, sayuran juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sumber pendapatan dan penyediaan lapangan kerja (Rohanah, 2010). Perkembangan produksi, ekspor dan impor hortikultura pada tahun 2010-2011 ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Produksi, Ekspor dan Impor Hortikultura tahun

Sayuran 10.706.386 10.871.224 138.106 133.945 851.369 1.174.286

Buah 15.490.373 18.313.507 196.341 223.011 692.703 832.080

Florikul-

tura

378.915.785 486.851.880 4.294 4.888 320.583 315.988

Tanaman

Obat

418.683.635 398.481.622 13.468 243.162 2.495 23.494

Total 823.796.179 914.518.233 352.209 605.006 1.867.150 2.345.976

Sumber: Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, 2012

Gaya hidup sehat, atau yang lebih dikenal dengan slogan “back to nature” di era abad 21 dan modern seperti sekarang ini semakin banyak dilakukan. Banyak masyarakat yang telah menyadari pentingnya kesehatan dengan mengurangi konsumsi bahan makanan, khususnya sayuran yang banyak mengandung bahan kimia, seperti sayur-sayuran yang mengandung pestisida kimia berbahaya. Penggunaan bahan kimia ini selain membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia, juga memiliki dampak buruk

(19)

sedikit mendorong masyarakat untuk memilih produk-produk organik, khususnya sayuran organik. Kesadaran untuk “back to nature” di sektor pertanian ini didukung oleh pemerintah melalui Direktorat Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian dengan memprakarsai Program “Go Organik

2010” yang telah dikembangkan sejak tahun 2001.

Melalui pertanian organik ada banyak keuntungan yang bisa diraih, yaitu keuntungan secara ekologis, ekonomis, sosial/politis dan keuntungan kesehatan. Berbagai keuntungan tersebut selama ini masih terbatas dirasakan dan diyakini oleh para pelaku pertanian organik. Revolusi hijau dengan berbagai tawaran kemudahan semu ternyata juga berpengaruh pada sikap mental para petani dengan menciptakan budaya instan. Para petani dalam melaksanakan usaha pertanian menginginkan dapat memperoleh hasil yang banyak dalam waktu singkat dan tidak terlalu direpotkan. Pupuk organik yang bersifat ruah, oleh para petani konvensional dilihat sebagai sesuatu yang merepotkan dan membutuhkan lebih banyak tenaga untuk mengelola dan memanfaatkannya. Demikian juga halnya dengan berbagai tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida organik tidak lagi banyak dimanfaatkan, karena selain keterbatasan pengetahuan juga dipandang sebagai sesuatu yang merepotkan.

Seiring dengan semakin tumbuhnya kesadaran akan kelestarian lingkungan dan memperoleh produk pangan yang sehat serta semakin gencarnya berbagai upaya penyadaran akan hak-hak petani, revolusi hijau yang dinilai sudah banyak berjasa menyediakan pangan, khususnya untuk negara-negara berkembang di pandang sebagai sistem pertanian yang tidak berkelanjutan. Selanjutnya pertanian organik atau pertanian lestari dinilai lebih berwawasan lingkungan, menghasilkan produk pangan yang sehat dan memandirikan para petani.

(20)

masyarakat, kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan. Hal ini merupakan peluang bagi para petani, khususnya petani sayuran di Jawa Barat yang merupakan salah satu provinsi sentra pertanian sayuran terbesar di Indonesia untuk dapat mengubah secara bertahap pola pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian organik, khususnya usahatani sayuran di Kecamatan Megamendung diharapkan memberikan nilai tambah tinggi bagi petani, sehingga mampu mendongkrak perekonomian petani menuju sejahtera. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai kelayakan usahatani sayuran organik.

Peningkatan daya tahan dan daya saing sangat penting dan merupakan faktor kunci untuk mengembangkan usaha sayuran di Indonesia mengingat persaingan yang ketat produk sayuran organik di pasar domestik. Hal ini erat kaitannya dengan produk sayuran dataran tinggi masih berkendala dalam jaminan kesinambungan atas mutu produk, minimnya jumlah pasokan dan ketepatan waktu pengiriman. Oleh karena itu, perlu strategi manajemen rantai pasok yang menguntungkan bagi petani, memiliki kepastian jaminan pasar dan meningkatkan produktivitas sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani.

1.2. Perumusan Permasalahan

(21)

Ditinjau dari kajian Supply Chain Management (SCM), salah satu akar masalah pada bisnis komoditas sayuran organik pascapanen adalah masalah distribusi. Permasalahan distribusi tersebut terjadi karena tidak adanya informasi yang akurat mengenai ketersediaan produk sayuran organik, permintaan konsumen dan hasil produksi yang ada. Adanya ketidakpastian informasi akan berakibat sangat tidak menentunya bisnis di dalam distribusi komoditas sayuran organik pascapanen, sehingga petani dan masyarakat sering dipermainkan oleh para pedagang yang tidak bertanggungjawab. Permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan dan pendistribusian informasi tersebut dapat diminimalkan dengan membangun model distribusi berbasis SCM. Keluaran kajian ini adalah model distribusi komoditas sayuran organik pascapanen berbasis SCM.

Semakin meningkatnya permintaan sayuran organik maka peluang untuk mengembangkan bisnis pertanian sayuran organik juga semakin meningkat. Hal ini akhirnya mendorong para petani untuk beralih dari pertanian konvensional menjadi pertanian organik. Selain untuk meningkatkan pendapatan para petani dan mewujudkan ketahanan pangan nasional, pertanian organik juga memiliki peluang besar untuk memasuki pasar internasional (ekspor), karena permintaan produk pertanian organik khususnya sayuran organik di luar negeri juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

(22)

Menurut Setiadharma dan Chrisantine (2006), bahwa permasalahan dalam manajemen usaha yang sering dihadapi adalah : (1) Manajemen rantai pasok yang belum berjalan optimal; (2) Tataniaga dan SCM belum efektif dan transparan, sehingga margin antar pelaku rantai pasokan belum adil/proporsional; (3) Belum sepenuhnya berorientasi pasar dan konsumen (mutu, jumlah, waktu dan kontinuitas); (4) Jumlah pelaku usaha/pelopor (Champions) masih terbatas (ekspor dan pasar modern); (5) Informasi peluang usaha, potensi dan harga belum terkomunikasikan secara transparan; (6) Dukungan prasarana produksi, distribusi dan pemasaran belum optimal.

Berdasarkan uraian permasalahan yang dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan berikut :

1. Apakah usaha sayuran organik berbasis petani di Kecamatan Megamendung Bogor layak dinilai dari aspek finansial ?

2. Bagaimana karakteristik produk sayuran organik berbasis petani yang sesuai dengan keinginan pasar dan berpotensi didalam peningkatan alur rantai pasok ?

3. Faktor internal dan eksternal apakah yang dapat menyusun strategi yang terkait dengan produksi produk sayuran organik dan rantai pasokannya yang berbasis petani ?

1.3. Tujuan Kajian

Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka kajian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mengkaji kelayakan sederhana usahatani sayuran organik berbasis petani di Kecamatan Megamendung dilihat dari aspek finansial.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik produk sayuran organik berbasis petani, yang berpotensi dan bernilai tambah tinggi bagi petani 3. Merumuskan strategi manajemen rantai pasok (SCM) produk sayuran

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Organik

Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, bermutu dan berkelanjutan (Deptan, 2002). Pangan Organik adalah pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek pengolahan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas berkelanjutan dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengolahan lahan dan penanaman, serta penggunaan bahan hayati (SNI-6729:2010).

Pestisida kimia banyak membunuh predator alami dan bahkan manusia sendiri. WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 3 juta orang teracuni pestisida. Kira-kira 200 ribu orang kemudian meninggal dunia. Bahan kimia sintetis tersebut juga diyakini menjadi faktor utama yang mengakibatkan berkembangnya penyakit-penyakit yang mengganggu metabolisme seperti ginjal, lever, paru-paru dan sebagainya (Saragih, 2003).

Prinsip pertanian organik adalah ramah lingkungan, tidak mencemarkan dan tidak merusak lingkungan hidup dari penggunaan bahan kimia berbahaya yang dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan sebagainya (Pracaya, 2010). Pertanian organik menurut Saragih (2008) adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sistem pertanian organik menurut

(24)

Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik (Sutanto, 2002) adalah :

1 Melindungi dan melestarikan keragaman hayati, serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian.

2 Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan, sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan.

3 Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya.

4 Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

5 Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air, serta mengurangi masalah erosi akibat pengolahan tanah yang intensif.

6 Mengembangkan dan mendorong kembali menculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun dan merangsang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas.

7 Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia pertanian lainnya.

8 Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik, maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian.

(25)

Tabel 2. Perbedaan sistem budidaya pertanian organik dengan pertanian konvensional

No Proses Pertanian Konvensional Pertanian Organik 1 Persiapan

4 Penanaman Monokultur, rotasi tanaman hanya dari satu

Menurut Winarno, et al. (2002), untuk pemrosesan, prinsipnya integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama pemrosesan (pasca panen dan pengolahan) dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati untuk menjaga kemurnian produk pangan organik. Bahan kemasan untuk mengemas produk organik sebaiknya dipilih dari bahan berikut :

(26)

c. Bahan yang dapat didaur ulang (recycleable materials)

d. Tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia yang penggunaannya dilarang dalam sistem pertanian organik

Menurut Winarno (2010), manfaat yang diperoleh dalam mengkonsumsi pangan organik adalah :

a. Kesehatan

1) Mengandung zat antioksidan dan serat yang penting, serta kadar nitrat lebih rendah yang dapat mengurangi tekanan darah, mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke, penangkal kanker dan demensia (pikun), serta untuk menjaga kesehatan pencernaan, karena mampu mengikat zat racun, kolesterol dan kelebihan lemak, sehingga mencegah berkembangnya sumber penyakit.

2) Produk organik jauh lebih menyehatkan b. Ramah lingkungan

c. Ekonomi d. Sosial

2.2 Syarat dan Mutu Produk Organik

Secara teknis menurut Agustina dan Syekhfani (2002), praktek pertanian organik diharapkan dilakukan dengan cara :

1 Menghindari penggunaan benuh/bibit hasil rekayasa genetik dan mikroorganisme yang belum tepat guna.

2 Menghindari penggunaan kimia sintetik, baik dalam pengendalian gulma, hama dan penyakit.

3 Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetik. 4 Menghindari penggunaan bahan pengawet dan penyedap rasa sintesis

selama pengolahan hasil.

5 Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan sintetis, baik dalam makanan, ternak, ikan maupun produk olahan lainnya.

(27)

Alimentarius Guidelines for the Production, Processing, Labelling and Marketing of Organikally Produced Foods (Saragih, 2008). Pada tahun 2010 BSN merevisi SNI 01-6729-2002 menjadi SNI 6729-2010 dengan merevisi dua (2) poin standarisasi dalam standar pangan organik. Saat ini lembaga sertifikasi internasional yang beroperasi di Indonesia ada tujuh (7), yaitu IMO (Institute for Marketecology), Control Union, NASAA (North American Securities Administrators Association), Naturland, France

Organic Certification Organization (Ecocert), Guaranteed Organic

Certification Agency (GOCA) dan Australian Certified Organic (ACO). Sedangkan lembaga sertifikasi nasional yang telah diakreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan diakui oleh OPKO yaitu BIOCert (Bogor), Inofice (Bogor), Sucofindo (Jakarta), LeSOS (Seloliman), Mutu Agung Lestari (Depok) dan PT. Persada (Yogyakarta).

Produk pertanian organik tidak mudah diklaim sebagai produk organik, karena produk pertanian tersebut harus mendapatkan label, atau sertifikat dari lembaga sertifikasi pemerintah. Dengan adanya peraturan tersebut, tidaklah mudah menjual produk pertanian organik ke pasar. Label-label produk organik dibagi menjadi empat (4) jenis (Saragih, 2008), yaitu : 1 Label Biru. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang

dilakukan sudah bebas dari pestisida sintetik

2 Label Kuning. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi sedang mengalami masa transisi dari cara bertani yang selama ini menggunakan bahan kimia sintetik ke cara bertani yang tidak menggunakan sama sekali bahan kimia sintetik.

3 Label Hijau Organik. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang sudah setara dengan standar SNI.

4 Label Hijau Organikally Grown. Label ini mengindikasikan produk pertanian yang tumbuh secara organik dengan sendirinya.

(28)

1 Mutu terjamin : mulai dari teknik budidaya sampai produk sampai pada konsumen tidak tercemar secara fisik, kimia dan biologi.

2 Daya tahan produk lebih lama : pengolahan, penyimpanan dan kemasan. 3 Kemasan dan desain : tidak mudah rusak, sesuai dengan produk dan

menarik.

4 Label dan sertifikat sesuai peraturan produk organik. Untuk tahap awal sebutkan apabila produk belum 100% organik, maka produk masuk kategori bebas pupuk dan pestisida kimia sintetik.

5 Jalur distribusi dan pemasaran yang tepat.

6 Produsen memperhatikan Undang-undang (UU) Pangan, UU Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah (PP) Label dan Iklan, PP Keamanan, Mutu dan Gizi, serta PP Ketahanan Pangan.

Sertifikasi Prima adalah sertifikasi yang diberikan oleh Otoritas Kompeten yang ditunjuk oleh Gubernur kepada produsen atau kelompok produsen yang telah memenuhi kriteria prima, sehingga produsen berhak atas pelabelan prima (Gambar 1) pada produk yang dihasilkan (http://diperta.jabarprov.go.id/2012). Sertifikasi Prima terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu :

1. Prima 1 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani, dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik dan cara produksinya ramah terhadap lingkungan

2. Prima 2 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik.

(29)

Prima 3. Prima 2. Prima 1.

Gambar 1. Bentuk label jaminanan pada produk

2.3 Kelembagaan Tani

2.3.1 Kelompok Tani

Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengelola usaha di bidang pertanian, agroforestry, agrofishery, agropasture, penangkaran satwa dan tumbuhan, di dalam dan di sekitar hutan, yang mencakup usaha hulu, usahatani, usaha hilir dan usaha jasa penunjang (UU No. 6 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan). Pembinaan kelompoktani (Poktan) bermaksud untuk membantu para petani agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses teknologi, permodalan, pasar dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Di dalam suatu masyarakat terdapat berbagai potensi kelembagaan, karena pada dasarnya selalu terjadi interaksi antar individu atau antar kelompok masyarakat yang terpola. Berbagai bentuk potensi kelembagaan yang ada pada masyarakat, antara lain: (a) Kumpulan arisan; arisan uang, barang ataupun tenaga, (b) interaksi antara petani sebagai produsen dengan pedagang (konsumen), (c) Interaksi antar petani dalam memasarkan hasil maupun membeli saprodi, (d) Interaksi antara petani dengan pihak luar (pembina, pemodal, pedagang) (Deptan, 2007).

(30)

terkikis kemajuan masyarakat. Kelembagaan-tani berupa “Poktan” merupakan alternatif wadah yang dapat diandalkan agar para petani dapat berhimpun dan saling bekerjasama meningkatkan usahanya. Poktan adalah wadah sebagai tempat/forum dari sekumpulan petani yang mempunyai kepentingan sama dalam suatu kawasan/hamparan yang sama dan terorganisasi secara musyawarah dan mufakat bersama. Azas Poktan dapat dilihat dari definisi tersebut, yaitu :

a. Kesamaan kepentingan

Dasar pembentukan Poktan adalah kesamaan kepentingan yang diwujudkan dalam suatu tujuan kelompok. Tujuan dan cara pencapaiannya ditetapkan secara bersama-sama. Pembagian dan pendegelasian pencapaian tujuan diwujudkan dalam suatu kepengurusan kelompok yang disepakati bersama.

b. Kesamaan kawasan/hamparan usaha

Kesamaan ini akan memudahkan terjadinya komunikasi antar anggota. Intensitas komunikasi akan tingi bila jarak dan jumlah anggota tidak besar, sehingga kekompakan kelompok dapat mudah terbentuk. Oleh karena itu, jumlah anggota yang efisien antara 10 - 25 orang.

c. Musyawarah dan mufakat

Prinsip ini merupakan fondasi dari kelompoktani dimana kepentingan setiap anggotanya diapresiasikan. Segala keputusan berada di tangan para anggota yang dituangkan dalam suatu kesepakatan bersama.

Dalam peri-kehidupan petani, Poktan mempunyai fungsi sebagai :

a. Wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani, sehingga lebih mandiri, dimana kelompok sebagai kelas wahana belajar

b. Kesatuan unit usahatani untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang menguntungkan, sehingga kelompok sebagai unit produksi usahatani.

(31)

Dinamika Poktan akan terjadi secara berkesinambungan apabila dalam kelompok tersebut terdapat proses-proses berikut :

a. Penetapan tujuan kelompok

Tujuan kelompok haruslah memberikan manfaat bagi seluruh anggota kelompok dan merupakan apresiasi kepentingan bersama.

b. Pemilihan Ketua Poktan dan pengurusnya

Ketua Poktan dipilih oleh anggotanya berfungsi sebagai pemimpin kelompok harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan dapat diteladani oleh anggotanya. Pengurus lainnya sebaiknya orang yang akomodatif.

c. Penetapan AD-ART

Ada pepatah “Jer basuki mawa bea” artinya untuk suatu keberhasilan memerlukan biaya. Aktivitas kelompok akan lebih lancar, apabila ada dukungan materi dan finansial oleh seluruh anggotanya.

d. Penetapan tata cara dan aturan bersama

Dalam suatu masyarakat ada norma dan aturan yang harus dianut agar terwujud keadilan bersama.

e. Penetapan agenda kerja bersama

Agar terjadi proses saling asih, asah, dan asuh dalam meningkatkan usahatani para anggotanya, perlu dibuat agenda kerja sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Sebaiknya terjadi pertemuan yang rutin dengan acara terencana.

2.3.2 Kerjasama Antar Poktan

(32)

Gapoktan akan lebih cocok apabila bentuk dan jenis yang diusahakan oleh masing-masing Poktan sama, atau serupa, sehingga unit usahatani akan semakin besar dan lebih efisien sebagai agro industrial. Sedangkan apabila masing-masing kelompok mempunyai jenis usahatani berbeda tetapi mempunyai keterkaitan baik secara wilayah maupun produksinya maka akan lebih cocok melakukan kerjasama dalam bentuk forum kontaktani.

Poktan pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan yang ditumbuhkembangkan dengan falsafah “dari, oleh dan untuk petani” http://perundangan.deptan.go.id//2012). Ciri–ciri Poktan adalah :

a. Saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota. b. Mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha tani c. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan/atau pemukiman, hamparan usaha

jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa, pendidikan dan ekologi.

d. Ada pembagian tugas dan tanggungjawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama.

Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2007), Poktan adalah kumpulan petani, peternak dan pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Poktan mempunyai fungsi sebagai :

a. Wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani, sehingga lebih mandiri, atau kelompok sebagai kelas wahana belajar.

b. Kesatuan unit usahatani untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang menguntungkan, sehingga kelompok sebagai unit produksi usahatani.

c. Tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok, maupun antara kelompok dengan pihak lain, sehingga dapat menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.

(33)

Berdasarkan nilai tingkat kemampuan tersebut, masing-masing Poktan-nelayan ditetapkan kelasnya dengan ketentuan berikut :

a. Kelas Pemula merupakan kelas terbawah dan terendah dengan nilai 0- 250.

b. Kelas Lanjut merupakan kelas lebih tinggi dari kelas pemula dimana kelompok tani-nelayan sudah melakukan kegiatan perencanaan, meskipun masih terbatas, dengan nilai 251-500.

c. Kelas Madya merupakan kelas berikutnya, setelah kelas lanjut, di mana kemampuan Poktan-nelayan lebih tinggi dari kelas lanjut, yaitu nilai 501-750.

d. Kelas Utama merupakan kelas kemampuan kelompok yang tertinggi, dimana Poktan-nelayan sudah berjalan dengan sendirinya atas dasar prakarsa dan swadaya sendiri. Nilai kemampuan di atas 750.

Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.41/Kpts.OT.210/1/1992, tentang pedoman pembinaan Poktan-nelayan, maka pengakuan terhadap kemampuan kelompok diatur berikut:

1. Kelas Pemula, dengan piagam yang ditandatangani oleh Kepala Desa. 2. Kelas Lanjut, dengan piagam yang ditandatangani oleh Camat.

3. Kelas Madya, dengan piagam yang ditandatangani oleh Bupati/Walikota. 4. Kelas Utama, dengan piagam yang ditandatangani oleh Gubernur.

2.4 Analisis Kelayakan Sederhana

(34)

Dimana :

TR = Total penerimaan (revenue) usahatani dalam Rp

Y = Pendapatan tunai atau keuntungan tunai usahatani (Kg) BT = Biaya tunai

P = Harga jual dalam Rp/Kg Q = Jumlah

Pendapatan total memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai biaya usahatani berikut :

Dimana :

YT = Pendapatan total atau keuntungan total usahatani

BT = Biaya total termasuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut :

1. Bila biaya usahatani (cost ) lebih besar dari penerimaan, maka usahatani dikatakan rugi.

2. Bila biaya usahatani sama dengan penerimaan, maka usahatani dikatakan tidak untung dan tidak rugi. Dengan kata lain keadaan ini disebut titik impas (Break Even Point ). Biaya usahatani lebih kecil dari penerimaan, maka usahatani dikatakan untung.

Menurut Umar (2003), imbangan penerimaan (Return Cost Ratio) dan biaya adalah perbandingan antara total penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu kali proses produksi usahatani. Hal ini menunjukkan berapa besar penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = TR – BT TR = P × Q

YT = TR - BT

Rasio R/C atas biaya tunai = Total Penerimaan (TR)

Total Biaya Tunai

Rasio R/C atas biaya total = Total Penerimaan (TR)

(35)

Jika Nilai R/C > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya, atau dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, bila nilai R/C < 1, berarti kegiatan usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan. Jika R/C = 1, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada kondisi keuntungan normal.

2.5 Analisis Lingkungan Eksternal

Tujuan dilakukannya analisis eksternal adalah untuk mengembangkan sebuah daftar terbatas dari peluang yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari. Peluang dan ancaman eksternal ini meliputi berbagai tren dan kejadian ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan, teknologi dan kompetitif yang dapat secara nyata menguntungkan, atau merugikan suatu organisasi di masa mendatang (David, 2010).

Hubungan antara kekuatan-kekuatan eksternal utama dengan organisasi dapat dilihat di Gambar 2.

(36)

2.6 Analisis Lingkungan Internal

Analisis internal adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi atau perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Hal ini menjelaskan analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian terhadap sumber daya organisasi (Wheelen and Hunger, 2010).

Kekuatan dan kelemahan internal menurut David (2010) merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan sangat baik atau buruk. Hal tersebut muncul dalam manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan dan aktivitas sistem informasi manajemen (SIM) suatu bisnis. Faktor-faktor internal dapat ditentukan dengan sejumlah cara termasuk menghitung rasio, mengukur kinerja, membandingkan dengan pencapaian masa lalu dan rataan industri.

2.7 Perumusan Strategi

Teknik-teknik perumusan strategi yang penting menurut David (2010) dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga (3) tahap, yaitu :

1 Tahap Input

Tahap ini terdiri dari :

a. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE atau External Factor Evaluation). Matriks ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan

b. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE atau Internal Factor Evaluation). Matriks ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.

2 Tahap Pencocokan

Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri atas :

(37)

perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal; (2) Strategi WO (kelemahan-peluang) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal; (3) Strategi ST (kekuatan-ancaman) menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal; (4) Strategi WT (kelemahan-ancaman) merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

b. Matriks Internal-Eksternal (IE). Matriks ini memosisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan (9) sel yang didasarkan pada dua dimensi kunci: skor bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga (3) bagian besar yang mempunyai implikasi strategik berbeda-beda: (1) Divisi-divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai Tumbuh dan Membangun (grow and build), (2) Divisi-divisi yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi Menjaga dan Mempertahankan (hold and maintain), (3) Divisi yang masuk ke dalam sel VI, VIII, atau IX adalah Panen atau Divestasi (harvest or divest).

3 Tahap Keputusan

Tahap ini hanya melibatkan satu teknik, yaitu Matriks Perencanaaan Strategik Kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Matriks QSP menggunakan informasi input dari Tahap 1 untuk secara obyektif mengevaluasi strategi-strategi alternatif yang diidentifikasi dalam Tahap 2. QSPM menunjukkan daya tarik relatif berbagai strategi alternatif dan memberikan landasan obyektif bagi pemilihan strategi alternatif.

2.8 Sistem Manajemen Rantai Pasok Pertanian 2.8.1 Rantai Pasok Pertanian

(38)

sebagai kebijakan strategis perusahaan. Para manajer senior menyadari bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari hulu dalam hal ini pemasok hingga hilir dalam hal ini pengguna akhir secara efisien dan efektif. Tentunya secara bersamaan akan mengalir pula infommsi. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok, pabrik, distribusi, ritel dan konsumen akhir. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 3 .

Pengelolaan rantai pasok ini dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk menghantarkan nilai superior dari konsumen dengan biaya termurah kepada pelanggan. Menurut Van der Vorst dalam Setiawan (2009), rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan informasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok memberikan perhatian pada pasokan, persediaan dan transportasi pendistribusian. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Marimin dan Maghfiroh (2010) bahwa manajemen rantai pasok (supply chain management) produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen, maka dapat didefinisikan bahwa sistem manajemen rantai pasok adalah satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan.

2.8.2 Struktur Rantai Pasok

Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam manajemen rantai pasok pertanian, yaitu petani/pemasok (supplier), agroindustri (pengolah), distributor, konsumen/pelanggan (Van der Vorst dalam Setiawan, 2009). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah :

(39)

b. Rantai 1-2 adalah Supplier Manufacturer. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, merangkai, merakit, mengonversikan, ataupun menyelesaikan barang.

c. Rantai 1-2-3 adalah Supplier Manufacturer Distributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan.

d. Rantai 1-2-3-4 adalah Supplier Manufacturer Distributor  Retail. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri, atau dapat menyewa dari pabrik lain.

e. Rantai 1-2-3-4-5 adalah Supplier Manufacturer Distributor Retail Pelanggan. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan, atau pembeli.

2.8.3 Mekanisme Rantai Pasok

Mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Mekanisme ini dapat bersifat tradisional, ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah Petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar Tradisional dan pasar Swalayan. Sedangkan mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani dari sisi ekonomi dan sosial, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang bermutu, dan memperluas pangsa pasar yang ada (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Menurut Jaffee et al (2008) rantai pasok pertanian modern adalah

jaringan yang biasanya mendukung tiga aliran utama: (1) arus produk fisik, yang merupakan gerakan produk fisik dari pemasok input ke produsen untuk pembeli kepada konsumen akhir; (2) arus keuangan, berupa syarat-syarat kredit dan pinjaman, jadwal pembayaran dan pelunasan, tabungan dan pengaturan asuransi; (3) arus informasi, berupa koordinasi produk fisik dan arus keuangan.

(40)

Gambar 3. Struktur manajemen rantai pasokan (Siagian, 2005)

2.8.4 Kelembagaan Rantai Pasok

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja yang sistematik dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemitraan rantai pasok suatu komoditas. Bentuk-bentuk kelembagaan rantai pasok mengalami keragaman dengan keberadaan pasar tradisional dan modern, seperti mini market, supermarket, hypermarket dan departemen store dan keberadaan konsumen institusional seperti hotel, restoran, rumah sakit, serta industri pengolahan.

Pola kelembagaan kemitraan rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian, atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu. Secara umum, pola kemitraan rantai pasok pertanian yang dilakukan petani, antara lain kemitraan petani dengan Koperasi Unit Desa (KUD), atau asosiasi tani dan petani dengan manufaktur, atau pengolah.

Keberhasilan kelembagaan rantai pasok pertanian tergantung bagaimana pelaku menerapkan kunci sukses. Kunci sukses tersebut adalah : a. Trust Building

Kepercayaan di antara anggota rantai pasokan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan, seperti kelancaran transaksi penjualan, distribusi produk dan distribusi informasi pasar.

- Informasi penjadwalan - Arus Kas

- Arus Pesanan

- Arus Kredit - Arus Bahan Baku

(41)

b. Koordinasi dan Kerjasama

Hal ini dilakukan guna mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen hingga retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan.

c. Kemudahan Akses Pembiayaan

Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk administratif yang tidak rumit akan memudahkan anggota dalam rantai pasokan mengembangkan usahanya.

d. Dukungan Pemerintah

Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha kondusif dan struktur rantai pasokan yang mapan.

Menurut Lau, Pang dan Wong (2002), kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin mutu produk dan kefektifan supply chain yang selanjutnya akan mencapai hasil optimal. Pengembangan supply chain efektif dilakukan melalui beberapa tahapan berikut :

a. Memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan mutu melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin mutu pasokan.

b. Memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan meminimalkan tujuh (7) konflik target strategik dengan para mitra. Kemitraan supply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua pihak.

c. Membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. d. Membangun saluran umuk menjamin pengetahuan tentang informasi

(42)

e. Sistem monitoring dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses ini dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin administrasi yang layak dari pengendalian logistik yang efisien.

2.9 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu mengenai pertanian organik dan strategi pengembangan manajemen rantai pasok pertanian organik sekarang ini telah banyak ditemukan. Penelitian mengenai strategi pemasaran pangan organik berbasis Poktan pernah dilakukan oleh Palupi (2010). Strategi yang dapat diimplementasikan oleh Poktan Mega Surya Organik dapat dikategorikan menjadi 4 (empat), yaitu 4 (empat) berorientasi produk, 3 (tiga) berorientasi pasar, 2 (dua) penguasaan informasi dan 1 (satu) strategi merupakan kombinasi antara berorientasi produk dan berorientasi pasar. Strategi nomor 1 (satu) memiliki urutan prioritas :

1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu, serta citra produk yang baik untuk mempertahankan konsumen yang ada saat ini dan menarik konsumen baru untuk mengatasi persaingan usaha.

2. Keberagaman produk dan komitmen menerapkan teknologi sesuai standar untuk menghasilkan produk bermutu guna mengantisipasi usaha. 3. Melakukan diversifikasi horizontal dan vertikal, serta meningkatkan

kemampuan produksi untuk memanfaatkan peluang pasar dalam negeri yang besar

4. Melakukan promosi dengan tujuan menjaring konsumen potensial dalam mengantisipasi keberadaan usaha sejenis

(43)

menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan analisis SWOT. Hasilnya adalah pengukuran kinerja rantai pasok sayuran lettuce head dengan pendekatan DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan potential improvement yang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi relatif 100%. Rantai pasok sayuran lettuce head berada pada kuadran antara Kekuatan (Strenghts) dan Ancaman (Threats), sehingga strategi yang dapat dirumuskan adalah optimalisasi sistem penjadwalan, peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesan dan perlunya implementasi sistem manajemen mutu, atau lingkungan.

Suwantoro (2008) dalam penelitiannya mengenai pertanian organik di Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi pertanian organik di daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan pertanian organik menghadapi berbagai kendala, yaitu pertanian organik dipandang sebagai sistem pertanian yang merepotkan, keterampilan petani masih kurang, persepsi yang berbeda mengenai hasil, petani mengalami saat kritis, lahan pertanian organik belum terlindungi, pembangunan pertanian belum terintegrasi dengan pembangunan peternakan, kegagalan menjaga kepercayaan pasar dan dukungan pemerintah yang masih kurang.

(44)

3.1Kerangka Pemikiran Kajian

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi yang baik bagi perkembangan usaha sayuran organik. Selain menganalisis mengenai kelayakan usaha sayuran organik yang akan dikembangkan, penelitian ini juga memberikan strategi pengembangan rantai pasok sayuran organik yang akan membantu meningkatkan pengembangan usaha sayuran organik di Kabupaten Bogor. Penelitian ini

bersumber dari Riset Strategik Nasional dengan judul “Strategi Produksi

Pangan Organik Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Petani” yang merupakan pembiayaan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) selama 2 (dua) tahun.

Tahapan awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi karakteristik produk sayuran organik yang akan dikembangkan dan disesuaikan dengan jaringan rantai pasok yang sudah ada. Setelah itu melakukan analisis kelayakan usaha dengan menggunakan pendekatan kelayakan sederhana, sehingga dapat diketahui, apakah usaha tersebut layak, atau tidak untuk dilakukan.

Tahapan ketiga yang dilakukan adalah menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait dengan proses produksi sayuran organik. Faktor-faktor ini dijabarkan melalui matriks IFE dan EFE, kemudian di analisis dengan menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Petani/Poktan/Gapoktan dalam menjalani usaha sayuran organik. Tahap keempat adalah memberikan keputusan alternatif strategi bagi petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani. Rincian tahapan kajian ini berdasarkan target keluaran (output) dijabarkan dalam Lampiran 1.

(45)

mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang sering muncul dalam SCM dan nilai tambah pada masing-masing pelaku rantai pasok sayuran. Komponen-komponen dari rantai pasok sayuran dataran tinggi terdiri dari pasokan yang berasal dari produksi internal, atau sendiri, mitra beli, atau mitra tani (Hadiguna, 2007), seperti dimuat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sistem rantai pasok produk hortikultura (Hadiguna, 2007)

Pemilihan strategi pengembangan rantai pasok sayuran organik akan melibatkan para ahli yang terkait dengan rantai pasok. Unsur dalam perancangan keputusan terdiri dari goal, kriteria dan alternatif. Para ahli yang terlibat adalah instansi atau orang-orang yang telah ditentukan, yaitu pemasok (kelompok tani/gapoktan), Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor, pimpinan perusahaan (produsen), praktisi akademisi, dan pelanggan. Dari hasil penilaian tersebut, nantinya dapat diketahui strategi pengembangan rantai pasok yang efisien dan optimal dalam mengembangkan usaha sayuran organik di Kabupaten Bogor. Kerangka pemikiran dimuat pada Gambar 5.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada salah satu sentra penghasil produk sayuran organik di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Megamendung. Penelitian telah dilakukan selama empat (4) bulan dari bulan Juni-September 2012. Sendiri

Mitra Tani Mitra

Beli

Pemrosesan Penyimpanan persediaan

Pelanggan/ pasar

(46)

Gambar 5. Kerangka pemikiran penelitian

3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data terhadap populasi dilakukan melalui teknik purposive sampling, melibatkan tenaga ahli, petani dan masyarakat pengguna bahan sayuran organik. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan dilakukan melalui beberapa cara berikut :

Strategi Pengembangan SCM

Pemilihan Strategi Pengembangan SCM

(QSPM)

Faktor Eksternal (EFE) Faktor Internal (IFE)

Kondisi Rantai Pasok Sayuran Organik (Analisis Deskriptif)

Analisis Nilai Tambah Produk Sayuran Organik (Analisis Deskriptif) Analisis Kelayakan Sederhana

( R/C ratio dan BEP )

Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik

Perumusan Strategi Pengembangan SCM

(47)

1 Observasi lapangan. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung, yaitu melihat dan mengikuti kegiatan para petani (produsen), prosesor, distributor, hingga konsumen.

2 Wawancara. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai proses produksi sayuran organik dan rantai pasokan.

3 Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh pendalaman informasi terhadap strategi pengembangan SCM.

4 Opini Pakar. Data ini diperoleh berdasarkan kuesioner (Lampiran 2-Lampiran 6 ) yang disusun sesuai dengan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis QSPM dilakukan terhadap beberapa pilihan strategi untuk mendapatkan hasil pilihan strategi, maka perlu mempertimbangkan pendapat para ahli. Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka (library research) dan informasi-informasi dari instansi terkait.

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

3.4.1 Identifikasi Karakteristik Produk Sayuran Organik

Identifikasi karakteristik produk sayuran organik dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif untuk memperoleh gambaran umum dan mendalam mengenai karakteristik produk sayuran organik yang ada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, serta mengetahui produk sayuran organik apakah sesuai dengan keinginan konsumen.

3.4.2 Analisis Kelayakan Sederhana

a. Analisis Pulang Pokok (Break Event Point, atau BEP)

(48)

Dimana :

TR = Total penerimaan (revenue) usahatani, dalam Rp; Y = Pendapatan tunai, atau keuntungan tunai usahatani (Kg) BT = Biaya tunai

P = Harga jual, dalam Rp/Kg Q = Jumlah

Pendapatan total memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai biaya usahatani, yaitu :

Dimana :

YT = Pendapatan total atau keuntungan total usahatani

BT = Biaya total termasuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu :

1) Bila biaya usahatani (cost ) lebih besar dari penerimaan, maka usahatani dikatakan rugi.

2) Bila Biaya usahatani sama dengan penerimaan, maka usahatani dikatakan tidak untung dan tidak rugi. Dengan kata lain keadaan ini disebut titik impas ( Break Even Point ). Biaya usahatani lebih kecil dari penerimaan, maka usahatani dikatakan untung.

b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya /Return Cost Ratio (R/C ratio)

Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio R/C atas biaya tunai = Total Penerimaan (TR)

Total Biaya Tunai

Rasio R/C atas biaya total = Total Penerimaan (TR)

Total Biaya Total Y = TR – BT TR = P × Q

(49)

Jika Nilai R/C > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, bila nilai R/C < 1, berarti kegiatan usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan. Jika R/C = 1, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada kondisi keuntungan normal.

3.4.3Analisis Rantai Pasok

Kondisi umum dan model rantai pasok dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, melalui berbagai literatur, pendapat pakar dan nara sumber. Output dari analisis ini adalah gambaran umum kondisi obyektif rantai pasok sayuran organik di Megamendung. Dalam mengidentifikasi performa rantai pasok komoditas berbasis sayuran organik menggunakan metode deskriptif yang dicanangkan oleh Asian Productivity Organization (APO), Jepang. Metode Pengembangan tersebut mengikuti kerangka proses berikut :

a. Struktur Rantai (Network Structure) 1) Anggota rantai dan aliran komoditas

Dijelaskan mengenai anggota atau pihak-pihak yang terlibat didalam rantai pasokan dan peranannya. Aliran komoditas terkait dengan mutu mulai dari hulu sampai hilir, serta penyebarannya ke berbagai lokasi dijelaskan dan dikaitkan dengan keberadaan anggota rantai pasokan, serta bentuk kerjasama yang terjadi diantara berbagai pihak.

2) Entitas Rantai pasokan

Gambar

Tabel 1.  Perkembangan Produksi, Ekspor dan Impor Hortikultura tahun  2010-2011
Tabel 2. Perbedaan sistem budidaya pertanian organik dengan pertanian
Gambar 1. Bentuk label jaminanan pada produk
Gambar 2.  Hubungan antara kekuatan-kekuatan eksternal utama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyediakan baucer pembetul (Journal Voucher) untuk dihadapkan ke Jabatan Perbendaharaan dengan menyertakan penyata perbelanjaan, salinan resit perbendaharaan bagi

Pemimpin yang humanis dapat membangun hubungan yang baik antara sesama rekan kerja, atasan dan bawahan, sehingga kondisi ini diharapkan akan membangun budaya oraganisasi,

Pujisyukurkehadiran Allah SWT ataslimpahanrahmatdanhidayah-Nya, sehinggapenulisdapatmenyelesaikanpenulisanskripsi yang berjudul: PENGARUH MARKETING MIX TERHADAP

dilakukan untuk mengambil sampel data kemacetan berdasarkan banyak motor dan mobil yang melewati setiap arus di simpang empat dan untuk mengambil data waktu lama

bahwa untuk melaksanaan ketentuan Pasal 79 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah perlu membentuk Peraturan Bupati

biaya produksi, dan produktivitas yang diperoleh petani padi sawah pada. berbagai luas lahan di

Jalan merupakan unsur yang menjembatani Kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil Pembangunan di Provinsi Riau, lalu lintas dan angkutan jalan sebagai dari

berbasis pendidikan klinis, karakteristik klinik hukum, perbedaan klinik hukum dengan mata kuliah praktik lainnya, serta model-model pelaksanaan klinik hukum, Etika dalam Klinik