BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Provinsi Sumatera Utara mencatat Angka Sementara (Asem) produksi padi
Tahun 2012 naik sebesar 3.715 juta ton Gabah Kering Giling (GKG)
dibandingkan dengan produksi Angka Tetap (ATAP) 2011 mencapai 3, 6 juta ton
GKG disebabkan meningkatnya luas panen sebesar 7.552 ha dan peningkatan
produktivitas hasil per hektar sebesar 0,94 kw/ha. Adapun Kabupaten-kabupaten
yang memberikan kontribusi produksi padi paling besar dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten/ Kota Tahun 2011
Kabupaten Luas panen
(ha)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha)
Simalungun 84.349 471.162 5.722
Deli Serdang 84.286 445.597 5.287
Langkat 73.357 373.188 5.087
Serdang Badagai 63.601 340.916 5.360
Batu Bara 34.385 160.374 4.664
Mandailing Natal 35.323 155.502 4.402
Labuhan Batu Utara 35.771 152.999 4.277
Tabel 1 menunjukan bahwan Kabupaten yang menghasilkan produksi padi
yang paling besar adalah Kabupaten Simalungun sebesar 471.162 ton dengan luas
areal 84.349 ha dan yang terendah adalah Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan
jumlah produksi padi 152.999 ton serta luas 35.771 ha. Untuk Kabupaten
dimana luas areal panen di Kabupaten Mandailing Natal masih lebih rendah
dibandingkan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara yaitu 35.771 Ha. Akan
tetapi jumlah produksinya masih lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Labuhan
Batu Utara.
Produksi padi di Kabupaten Mandaling Natal mencakup padi sawah
(35.309 ha) dan padi ladang (570 ha). Dari segi produktivitas usaha tani padi
sawah di Kabupaten Mandailing Natal mencatat adanya peningkatan dari 4,379
ton/ha pada tahun 2006 menjadi 4,772 ton/ha di tahun 2011, dapat lihat pada
Tabel dibawah ini
Tabel 2. Luas Panen, Produksi Dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah 2006-2011
Tahun Luas Panen
Sumber : Dinas Pertanian,Kabupaten Mandailing Natal, 2012
Tabel 2, menunjukan adanya peningkatnya produktivitas dari tahun
2006-2011, disebabkan sistem pengairan yang baik atau irigasi yang bagus
dibandingkan tahun semalam dimana sistem irigasi tidak terlalu baik sehingga
lahan sawah tidak seluruh mendapatkan air, akibatnya produksi padi menurun.
Menurut Sitomorang, 2007 menyatakan bahwa hampir 80% masyarakat
Kabupaten Mandailing Natal bermata pencaharian sebagai petani. Kabupaten
Mandailing Natal terdiri dari 23 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan
kecamatan yang baru berkembang, artinya masyarakat masih dalam kondisi
prasejahtera, yang hampir 90% masyarakatnya adalah petani padi sawah.
Data BPS 2011 Kecamatan Tambangan memiliki beberapa komoditi yang
dibudidayakan, dapat dilihat pada Tabel dibawah ini
Tabel 3. Luas Panen, Rata-Rata Produksi, Dan Produksi Dan Palawija Menurut Jenis Tanaman, 2011
No Jenis Tanaman Luas panaen (Ha)
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal, 2012
Tabel 3 menunjukan bahwa komoditi yang paling besar adalah padi sawah
dengan produksi 6.190 ton dan rata-rata produktivitas 47, 40 Kw/Ha dimana luas
panen 1.306 Ha. Artinya masyarakat di Kecamatan Tambangan umunya bermata
pencaharian sebagai bertani padi sawah.
Desa Huta Tongga AB merupakan salah satu bagian dari Kecamatan
Tambangan, yang masyakatnya bermata pencaharian sebagai bertani. Desa Huta
Tonga AB terdiri dari 327 KK, dimana 305 KK adalah petani.
Padi yang dibudidayakan oleh petani desa ini adalah padi sawah dengan
luas persawahan sekitar 73,4 Ha atau sebesar 10,8% saja. Rata-rata petani hanya
memiliki lahan sawah yang sempit dimana sekitar 197 petani atau sekitar 64,5%
Tongga AB yaitu 305 petani. Maka dapat dikatakan bahwa di Desa Huta Tongga
AB petaninya adalah petani gurem.(Kelompok Tani, 2011)
Menurut Jhon Tafbu menyatakan bahwa petani gurem yang memilki luas
lahan < 0,5 memiliki pendapatan rendah yang disebabkan sempit luas lahan sawah
sehingga mengakibatnya produktivitas menjadi rendah.
Mardikanto (1990) menyatakan, bahwa rendahnya pendapatan petani
selain disebabkan oleh (1) sempitnya luas lahan usahatani yang dimiliki, (2)
rendahnya produktivitas usahatani karena keterbatasan peralatan dan teknologi
yang diterapkan serta keterbatasan petani kecil untuk menggunakan input-input
modern (seperti: benih, pupuk buatan dan pestisida), (3) sistem pemasaran yang
seringkali tidak menguntungkan petani kecil dan (4) keterbatasan penghasilan dari
sektor lain (di luar usahataninya) karena rendahnya pendidikan dan ketrampilan
yang dimilikinya.
Selain luas lahan yang mempengaruhi pendapatan petani ada beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu produksi, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya
benih, upah tenga kerja, dan harga jual gabah. Dalam meningkat produksi
biasanya petani menggunakan beberpa jenis pupuk yaitu : Urea, SP-36, dan
Phonska. Untuk harga pupuk Urea per Kg adalah Rp 2.000, harga SP-36 sekitar
Rp 3.500/Kg, dan harga Phonska Rp 3.000/Kg. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pemerintah Nomor : 69 / Permentan / SR.130/11/2012 menyatakan bahwa harga
ecer tertinggi pupuk bersubsidi yaitu untuk harga pupuk Urea Rp 1.800/Kg, harga
pupuk SP-36 Rp 2.000/Kg, dan harga pupuk NPK Phonska Rp 2.300/Kg. Jika
Huta Tonga AB sangat besar perbedaanya, artinya harga pupuk didesa Huta
Tonga AB jauh lebih besar dibandingkan harga eceran tertinggi dari pemerintah.
Untuk biaya pestisida, petani menggunakan pestisida cair yaitu
Gramoxone dan Roundup untuk harga Gramoxone Rp 65.000/liter dan Roundup
sebesar Rp 60.000/liter. Sedangkan untuk harga eceran yang dipasarkan harga
Gromoxoen Rp 60.000/ liter dan harga Roundup Rp 58.000/liter.
Benih yang digunakan petani yaitu varietas Si Gudang, Ciherang, C4,
P.Putih, Si60, dan Silokal, paling banyak petani didesa tersebut menggunakan
varietas Si Gudang. Menurut daftar harga di agromaret harga vareitas Ciherang
Rp 7.000/Kg sedangkan didesa Huta Tonga AB harga varietas Ciherang sekitar
Rp 9.000, untuk varietas Si gudang Rp 6.000/Kg dan C4 Rp 9.000/Kg
berdasarkan harga eceran didesa Huta Tonga AB. Pada umumnya petani ini
menggunakan benih dengan variestas Si Gudang.
Upah tenaga kerja di desa Huta Tonga AB lebih besar dibandingkan
dengan data BPS Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi 2013, yaitu untuk di
Desa Huta Tonga AB upah tenaga kerja pria mencapai Rp 50.000/hari dan wanita
Rp 30.000/hari, sedangkan dari data BPS upah buruh tani yaitu sekitar Rp 41.361
per hari. Untuk harga jual gabah didesa Huta Tonga AB yaitu dari Rp 5.000/Kg
dan Rp 4.000/Kg. Untuk varietas Si Gudang harga jual gabah Rp 5.000/Kg dan
varietas Ciherang dan C4 harga jual gabah Rp 4.000/Kg.
Dapat disimpulkan bahwa biaya produksi di Desa Huta Tonga AB cukup
Dari penjelasan diatas bahwa tingginya harga pupuk, harga benih, harga
pestisida, yang cukup tinggi dibandingkan dengan harga eceran yang berlaku, dan
biaya upah tenaga kerja cukup besar mengakibatkan biaya produksi menjadi
tinggi untuk dikeluarkan. Walaupun harga jual gabah cukup bagus akan tetapi
tidak dapat menyeimbangkan dengan biaya produksi yang dikeluar, selain itu juga
jumlah lahan yang sempit cukup besar membuat produksi menjadi rendah,
sehingga pendapatan yang diterima oleh petani juga rendah. Maka dari itu penulis
ingin meneliti tentang ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH (Studi Kasus Desa
Huta Tonga AB Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal)
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana rata-rata tingkat pendapatan, penerimaan, biaya produksi, dan
produktivitas yang diperoleh petani padi sawah pada berbagai luas lahan
di daerah penelitian?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani padi sawah
di daerah penelitian pada luas lahan yang berbeda?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana rata-rata tingkat pendapatan, penerimaan,
biaya produksi, dan produktivitas yang diperoleh petani padi sawah pada
berbagai luas lahan di daerah penelitian
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang diduga mempengaruhi
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan
untuk mensejahterakan kehidupan para petani