• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Sistem Manajemen Rantai Pasok Pertanian .1 Rantai Pasok Pertanian

Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan baku. Pada tahun 1990-an, isu manajemen rantai pasok telah menjadi agenda para manajemen senior

sebagai kebijakan strategis perusahaan. Para manajer senior menyadari bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari hulu dalam hal ini pemasok hingga hilir dalam hal ini pengguna akhir secara efisien dan efektif. Tentunya secara bersamaan akan mengalir pula infommsi. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok, pabrik, distribusi, ritel dan konsumen akhir. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 3 .

Pengelolaan rantai pasok ini dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk menghantarkan nilai superior dari konsumen dengan biaya termurah kepada pelanggan. Menurut Van der Vorst dalam Setiawan (2009), rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan informasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok memberikan perhatian pada pasokan, persediaan dan transportasi pendistribusian. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Marimin dan Maghfiroh (2010) bahwa manajemen rantai pasok (supply chain management) produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen, maka dapat didefinisikan bahwa sistem manajemen rantai pasok adalah satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan.

2.8.2 Struktur Rantai Pasok

Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam manajemen rantai pasok pertanian, yaitu petani/pemasok (supplier), agroindustri (pengolah), distributor, konsumen/pelanggan (Van der Vorst dalam Setiawan, 2009). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah :

a. Rantai 1 adalah Supplier, merupakan sumber penyedia bahan pertama, mata rantai penyaluran barang akan dimulai.

b. Rantai 1-2 adalah Supplier Manufacturer. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, merangkai, merakit, mengonversikan, ataupun menyelesaikan barang.

c. Rantai 1-2-3 adalah Supplier Manufacturer Distributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan.

d. Rantai 1-2-3-4 adalah Supplier Manufacturer Distributor  Retail. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri, atau dapat menyewa dari pabrik lain.

e. Rantai 1-2-3-4-5 adalah Supplier Manufacturer Distributor Retail Pelanggan. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan, atau pembeli.

2.8.3 Mekanisme Rantai Pasok

Mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Mekanisme ini dapat bersifat tradisional, ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah Petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar Tradisional dan pasar Swalayan. Sedangkan mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani dari sisi ekonomi dan sosial, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang bermutu, dan memperluas pangsa pasar yang ada (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Menurut Jaffee et al (2008) rantai pasok pertanian modern adalah

jaringan yang biasanya mendukung tiga aliran utama: (1) arus produk fisik, yang merupakan gerakan produk fisik dari pemasok input ke produsen untuk pembeli kepada konsumen akhir; (2) arus keuangan, berupa syarat-syarat kredit dan pinjaman, jadwal pembayaran dan pelunasan, tabungan dan pengaturan asuransi; (3) arus informasi, berupa koordinasi produk fisik dan arus keuangan.

Menurut Siagian (2005), struktur manajemen rantai pasokan dijabarkan seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur manajemen rantai pasokan (Siagian, 2005)

2.8.4 Kelembagaan Rantai Pasok

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja yang sistematik dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemitraan rantai pasok suatu komoditas. Bentuk-bentuk kelembagaan rantai pasok mengalami keragaman dengan keberadaan pasar tradisional dan modern, seperti mini market, supermarket, hypermarket dan departemen store dan keberadaan konsumen institusional seperti hotel, restoran, rumah sakit, serta industri pengolahan.

Pola kelembagaan kemitraan rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian, atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu. Secara umum, pola kemitraan rantai pasok pertanian yang dilakukan petani, antara lain kemitraan petani dengan Koperasi Unit Desa (KUD), atau asosiasi tani dan petani dengan manufaktur, atau pengolah.

Keberhasilan kelembagaan rantai pasok pertanian tergantung bagaimana pelaku menerapkan kunci sukses. Kunci sukses tersebut adalah : a. Trust Building

Kepercayaan di antara anggota rantai pasokan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan, seperti kelancaran transaksi penjualan, distribusi produk dan distribusi informasi pasar.

- Informasi penjadwalan

- Arus Kas

- Arus Pesanan

- Arus Kredit

- Arus Bahan Baku

b. Koordinasi dan Kerjasama

Hal ini dilakukan guna mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen hingga retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan.

c. Kemudahan Akses Pembiayaan

Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk administratif yang tidak rumit akan memudahkan anggota dalam rantai pasokan mengembangkan usahanya.

d. Dukungan Pemerintah

Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha kondusif dan struktur rantai pasokan yang mapan.

Menurut Lau, Pang dan Wong (2002), kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin mutu produk dan kefektifan supply chain yang selanjutnya akan mencapai hasil optimal. Pengembangan supply chain efektif dilakukan melalui beberapa tahapan berikut :

a. Memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan mutu melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin mutu pasokan.

b. Memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan meminimalkan tujuh (7) konflik target strategik dengan para mitra. Kemitraan supply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua pihak.

c. Membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. d. Membangun saluran umuk menjamin pengetahuan tentang informasi

produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem informasi yang komprehensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam membuat keputusan pasokan optimal.

e. Sistem monitoring dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses ini dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin administrasi yang layak dari pengendalian logistik yang efisien.