• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR

H. Analisis ABC

Analisis ABC atau sering disebut analisis pareto, adalah teknik statistik

yang digunakan saat memutuskan pilihan apa yang harus diambil untuk mencapai

hasil yang maksimal. Menurut versi dari POMS, The encyclopedia of Operation

Management Term, adisi 20 Juli 2003, analisa ini diberi nama pareto karena

25

seorang ekonomi melihat sebaran kekayaan penduduk Milan dan menemukan

bahwa 20% dari total penduduk Milan mendapatkan 80% kekayaan yg tersebar di

kota Milan (Anonim, 2009).

Dalam definisi yang lebih general, analisis pareto didefinisikan sebagai

sebuah konsep yang menjelaskan bahwa sebagian kecil dari suatu kelompok

memiliki kontribusi terbesar terhadap kelompok tersebut. Dengan demikian bisa

saja terjadi bahwa perbandingannya 10%-90% atau 15%-85% atau 25%-75% atau

20%-80%. Sebagai contoh: dalam suatu gudang obat, bisa dikenali bahwa ada

20% barang yang mempunyai nilai 80% dari total nilai barang setahun,

barang-barang tersebut adalah barang-barang-barang-barang fast moving dan mungkin juga high value,

yang harus ditangani dengan baik (Anonim, 2009).

Menurut Yamit (2002), bahwa dalam kenyataannya tidak semua

persediaan memerlukan pengawasan yang sama, beberapa persediaan memiliki

proporsi yang relatif kecil dari volume persediaan secara keseluruhan, tetapi

memiliki proporsi yang relatif besar dilihat dari nilai rupiahnya. Sebaliknya,

beberapa persediaan memiliki proporsi volume yang besar, tetapi nilai rupiahnya

relatif kecil. Gejala seperti ini sering ditemukan, dengan kenyataan bahwa jumlah

persediaan yang cukup besar sering dipertahankan. Dari segi pemasaran, sering

terjadi sekelompok pelanggan mewakili sebagian besar penjualan.

Analisis ABC digunakan untuk mengurangi persediaan (inventory) dan

biaya dengan pengaturan pembelian yang lebih sering dan pengiriman dalam

jumlah sedikit untuk obat kelas A; mencari penurunan harga yang besar untuk

kontrol dan pencatatan yang jelas. Sistem analisis ABC ini berguna dalam sistem

pengelolaan obat, yaitu dapat menimbulkan frekuensi pemesanan dan

menentukan prioritas pemesanan berdasarkan nilai atau harga obat (Anonim,

2009).

Yamit (2002) juga mengatakan bahwa sistem klasifikasi ABC

merupakan suatu prosedur sederhana yang didasarkan pada nilai rupiah

pembelian. Berbagai macam tingkat persediaan yang memiliki nilai dan volume

yang berbeda dapat diklasifikasikan dalam sistem ABC.

Sistem ABC tidak hanya digunakan untuk pengawasan persediaan,

tetapi dapat juga digunakan untuk menentukan tingkat prioritas pelayanan pada

langganan dan menentukan tingkat persediaan pengaman (Yamit, 2002).

Informasi ABC menurut Anthony dan Govindarajan (2005),

mengatakan bahwa ketika digunakan sebagai bagian dari proses perencanaan

strategis, informasi ABC ini dapat memberikan wawasan yang berarti. Misalnya

saja ABC dapat menunjukkan bahwa produk rumit dengan banyak komponen

terpisah memiliki biaya desain dan produksi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan produk yang lebih sederhana, bahwa produk dengan volume rendah

memiliki biaya per unit yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk-produk

lain, dan bahwa produk dengan siklus hidup yang pendek memilikibiaya per unit

yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk-produk lain. Informasi mengenai

besaran dari perbedaan ini dapat mengarah kepada perubahan dalam kebijakan

27

atau penghapusan produk, serta penghapusan aktivitas yang tidak bernilai tambah

(Anthony dan Govindarajan, 2005).

Menurut Handoko (2008), Hukum Pareto (analisis ABC) berguna

dalam pengalokasian sumber daya pengawasan, dan telah dioperasionalisasikan

sebagai cara mengklasifikasikan persediaan menjadi kelompok A, B dan C.

Secara umum identifikasi ke tiga kelompok atau kelas persediaan ini dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Kelas A: merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 15 sampai

20%, tetapi mempunyai nilai rupiah 60 sampai 90 % dari investasi

tahunan total dalam persediaan.

2. Kelas B: merupakan barang-barang dengan jumlah fisik 30 sampai 40 %,

tetapi bernilai 10 sampai 30 % dari investasi tahunan.

3. Kelas C: merupakan barang-barang dengan jumlah fisik 40 sampi 60 %,

tetapi bernilai 10 sampai 20 % dari investasi tahunan.

Untuk memudahkan klasifikasi, biasanya item yang termasuk dalam

klasifikasi A diidentifikasikan terlebih dahulu, kemudian item yang termasuk

klasifikasi C dan sisanya dipertimbangkan untuk masuk dalam klasifikasi B.

Klasifikasi sistem ABC merupakan petunjuk bagi manajemen dalam memberikan

prioritas pengawasan persediaan (Yamit, 2002). Adapun pengklasifikasiannya

adalah sebagai berikut:

1. Item kelompok A harus dilakukan pengawasan sangat ketat, catatan

2. Item kelompok B dilakukan pengawasan secara normal, penyesuaian dapat

dilakukan baik mengenai kuantitas pemesanan maupun titik pemesanan

kembali.

3. Sedangkan item kelompok C secara relatif tingkat pengawasan cukup kecil,

catatan persediaan dapat dilakukan secara sederhana. Biasanya pesanan

dilakukan untuk persediaan enam bulan sampai dengan satu tahun.

I. Pengendalian Persediaan Barang (Inventory Control)

Menurut Anief (2005), antara permintaan dan persediaan dapat

diartikan bahwa persediaan itu ”lengkap” tetapi yang perlu saja, hal ini bila dilihat

dari itemnya. Apabila dilihat dari jumlah unitnya maka persediaan itu ”cukup”

tetapi tidak berlebihan. Besarnya persediaan barang biasanya baru diketahui

setelah diadakan penyetokan barang pada setiap akhir tahun (stok opnam). Pada

penyetokan dapat pula diketahui komposisi obat-obat yang berada digudang ada

yang baru 1-2 bulan, ada pula yang lebih dari 6 bulan bahkan ada obat yang telah

mencapai lebih dari satu tahun.

Tujuan inventory control, menurut Anief (2005) adalah menciptakan

keseimbangan antara persediaan dan permintaan dan untuk mencapai

keseimbangan itu ditentukan antara lain dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Persediaan obat didasarkan atas kecepatan gerak atau perputaran. Ini

merupakan ketentuan yang paling sederhana dalam mencapai keseimbangan.

Obat yang laku keras supaya tersedia lebih banyak dan obat yang kurang laku

29

2. Persediaan obat ditentukan berdasarkan lokasi PBF dan perlu diketahui pula

mengenai informasi berapa lama pesanan obat dapat dipenuhi.

3. Penambahan persediaan obat didasarkan atas kebutuhan per bulan atau hasil

penjualan. Dengan ketentuan ini diharapkan persediaan barang pada setiap

saat menunjukkan jumlah obat yang tersedia sebesar kebutuhan dalam suatu

periode, hal ini dapat terwujud kalau pembelian dilakukan secara tepat.

Dokumen terkait