BAB III METODE PENELITIAN G. Analisis Hasil Analisis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Analisis ABC Nilai Pakai Pemakaian obat dihitung pertahun, kemudian dikalikan dengan harga satuan masing-masing obat, selanjutnya diurutkan dari pemakaian tertinggi sampai terendah dan dilakukan penetapan kelompok obat menjadi kelompok ANP, BNP, CNP berdasarkan persentase kumulatif 80%, 15% dan 5%. Obat yang sudah dikelompokkan tersebut kemudian diberi skor, jika obat masuk dalam kelas ANP maka diberi skor 3, jika obat masuk dalam kelas BNP diberi skor 2, dan bila obat masuk dalam kelas CNP diberi skor 1. Adapun rumus untuk membantu dalam perhitungan tersebut 37 % Pemakaian = x100% JSO JPO Keterangan: JPO = Jumlah pemakaian obat JSO = Jumlah seluruh pemakaian obat dari total pemakaian obat dalam periode tertentu 2. Analisis ABC Nilai Investasi Analisis dilakukan pertahun dengan cara mengidentifikasi obat dalam urutan pemakaian biaya terbesar kemudian obat dikelompokkan menjadi klasifikasi ANI, BNI dan CNI. Adapun proses analisisnya pertama-tama dengan menghitung jumlah penggunaan obat dan dikalikan harga satuan obat kemudian disusun sesuai dengan urutan tertinggi hingga terendah. Penetapan klasifikasi obat menjadi ANI, BNI, dan CNI berdasarkan persentase kumulatif 80%, 15% dan 5%. Obat yang sudah dikelompokkan kemudian diberi skor, nilai 3 jika obat masuk dalam kelompok ANI; nilai 2 untuk obat di kelompok BNI dan nilai 1 untuk obat di kelompok CNI. Adapun cara perhitungannya secara ringkas dapat dilihat dibawah ini : JI = JP x H Keterangan : JI = Jumlah Investasi JP = jumlah pemakaian H = Harga yang diperoleh dari harga Netto+PPN PNI = x100% JSI JI Keterangan : PNI = Persentase Nilai Investasi JI = Jumlah Investasi JSI = Jumlah Seluruh Investasi dari total investasi 3. Analisis VEN Langkah awal dalam analisis VEN ini dengan melakukan wawancara kepada apoteker penanggung jawab IFRS dan kepada dokter di bagian rawat jalan dengan maksud untuk menetapkan obat-obat yang masuk dalam kategori obat vital, obat esensial dan obat non esensial berdasarkan daftar obat yang dipakai selama tahun 2006, 2007 dan 2008. Langkah selanjutnya dengan pemberian skor kepada setiap item obat, untuk obat-obat yang masuk dalam kelompok obat vital (untuk obat yang harus tersedia dan tidak bisa ditunda penggunaannya) diberi skor 3, untuk obat-obat yang masuk dalam kelompok esensial (untuk obat yang wajib ada dan harus tersedia tidak lebih dari 24 jam) diberi skor 2, sedangkan untuk obat-obat yang masuk dalam kelompok non esensial (untuk obat yang penggunaannya bisa ditunda dan pengadaannya bisa lebih dari 2x24jam) diberi skor 1. Informan (apoteker dan dokter) yang berbeda dapat menyebabkan obat yang sama menjadi kelompok yang berbeda, apabila terjadi demikian maka dilakukan penggabungan skor dari masing-masing obat yang sama dengan kelompok yang berbeda tersebut. Setelah dilakukan penggabungan skor selanjutnya diambil rata-rata skor obat tersebut dan dimasukkan kembali dalam kelas VEN dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk obat-obat dengan skor antara 2,5-3 masuk dalam kelas V (vital), 39 c. untuk obat dengan skor antara 1,1–1,4 masuk dalam kelas N (non esensial). 4. Analisis ABC Indeks Kritis Untuk mengklasifikasikan obat kedalam analisis ABC Indeks Kritis, yaitu dengan memasukkan data obat (berupa skor dari masing-masing obat berdasarkan kelompoknya) yang sebelumnya sudah diklasifikasi ABC berdasarkan NP, NI dan VEN ke dalam rumus NIK (Nilai Indeks Kritis): NIK = Nilai Pakai + Nilai Investasi + (2 x VEN) Skor nilai pakai, nilai investasi dan nilai kritis berkisar antara 1 – 3 seperti yang telah dilakukan dalam analisis NP, NI dan VEN. Dalam analisis ABC Indeks Kritis ini, kita memanfaatkan data obat yang sudah dianalisis dalam analisis ABCNP, ABCNI dan analisis VEN. Kemudian dilakukan kombinasi dari ketiganya dengan memasukkan skor-skor tersebut dalam rumus NIK sebagaimana sudah diterangkan sebelumnya. Hasil yang didapat dari perhitungan NIK tersebut selanjutnya dimasukkan dalam kelompok ABC Indeks Kritis dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk NIK antara 9,34 – 12,01 obat masuk dalam kelompok AIK b. Untuk NIK antara 6,67 - 9,34 obat masuk dalam kelompok BIK Perolehan range tersebut dapat dijelaskan dengan perhitungan sebagai berikut: Diasumsikan apabila item obat yang sama memperoleh skor yang sama pada masing-masing analisis ABC NP, ABCNI dan analisis VEN, maka akan didapatkan hasil dengan nilai 4, nilai 8 dan nilai 12. Untuk menentukan range dari masing-masing kategori dapat dijelaskan bahwa dari hasil tersebut terdapat angka 8 sebagai nilai tengah dari ketiga kategori, kemudian angka tengah (angka 8) ini dibagi tiga maka didapatkan nilai rata-rata 2,67. Angka perolehan ini berguna untuk menentukan range dari masing-masing kelompok. Angka 2,67 tersebut ditambahkan pada angka dasar terendah dari tiap kelompok, langkah berikutnya angka perolehan tersebut digunakan dalam perhitungan sebagai batas untuk kelompok berikutnya. Maka akan didapatkan 4 + 2,67 = 6,67, kemudian angka 6,67 ini merupakan batas tertinggi dari kelompok yang terendah, begitu pula untuk kelompok tengah 6,67 + 2,67 = 9,34 dan angka 9,34 ini merupakan batas tertinggi dari kelompok tengah, kemudian 9,34 + 2,67 = 12,01 dan angka 12,01 merupakan batas tertinggi dari kelompok yang tertinggi. 5. Analisis Tingkatan Produk Data NIK pertahun selama tiga periode digunakan untuk menentukan tingkatan produk dalam tiga periode (Rony, 2009), sehingga menjadi tujuh tingkatan, adapun pengelompokkan tingkatan tersebut dengan 41 Aa: Merupakan tingkatan yang meliputi obat kelompok A dan obat tersebut mampu bertahan selama tiga periode. Data berasal dari NIK dalam tiga periode (obat tersebut selalu masuk di kelompok A selama tiga tahun: AAA). Ab: Merupakan tingkatan yang meliputi obat kelompok A dan obat tersebut bertahan selama dua periode (AA-; AAB; AAC) atau obat tersebut merupakan kelompok A dalam satu periode dan selama dua periode lain berada dalam kelompok B (ABB). Ac: Merupakan tingkatan yang meliputi obat kelompok A dalam satu periode (A--), sedangkan dua periode masuk kelompok lain (ACC; ABC; AB-). Ba: Merupakan tingkatan yang meliputi obat kelompok B dan obat tersebut mampu bertahan dalam tiga periode (BBB). Bb: Merupakan tingkatan yang meliputi obat kelompok B yang mampu bertahan dalam dua periode atau obat kelompok B yang bertahan dalam dua periode dan satu periode dalam kelompok lain (BB-; BBC). Bc: Merupakan tingkatan yang meliputi obat kelompok B dalam satu periode (B--), atau obat dalam kelompok B dalam satu periode sedangkan periode yang lain masuk kelompok C (BC-; BCC). C : Merupakan tingkatan yang meliputi obat kelompok C. Obat tersebut bertahan selama tiga periode dalam kelompok C (CCC), atau obat tersebut bertahan dalam dua periode saja (CC-), atau obat tersebut 6. Analisis Statistik dengan z-score Dalam penelitian ini dilakukan analisis statistik dengan z score dengan menggunakan data nilai investasi. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui perolehan yang didapat apabila dilakukan perhitungan matematika dengan cara analisis z score, oleh karena itu dilakukan perbandingan antara kedua hasil analisis (ABC dan z score) sehingga dapat diambil keputusan dalam merekomendasikan obat-obat untuk perencanaan periode berikutnya. Analisis statistik dengan z score yang digunakan dalam penelitian ini bukan berdiri sendiri atau terlepas dari proses analisis indeks kritis akan tetapi berjalan disamping analisis ABC, walaupun demikian kedua analisis tersebut tidak saling mempengaruhi dalam hal hasilnya tetapi masing-masing dapat memberikan kontribusinya dalam merekomendasikan untuk perencanaan obat periode berikutnya. Adapun proses analisis z score dalam penelitian ini dengan menggunakan prinsip hukum pareto, yaitu dengan 20% persediaan dapat memberi dampak sebesar 80% dari nilai total pendapatan. Analisis statistik dengan z-score dilakukan terhadap data yang bisa di nilai investasi serta penggabungan dengan VEN sehingga didapat pula nilai indeks kritisnya. Z-score adalah skor standar yang berupa jarak skor item dari mean kelompoknya dalam satuan standard deviasi. Perhitungan matematika dengan menggunakan z-score ini memiliki banyak sekali kegunaan, 43 kelompok masing-masing, dan dalam penelitian ini z-score digunakan untuk membuktikan bahwa dengan sedikit item obat yang termasuk dalam kelompok A dapat memberikan ”nilai” yang besar atau lebih besar dari kelompok B ataupun kelompok yang lain. Hal ini dibantu dengan pemikiran bahwa ’semua anggota dalam suatu kelompok baik A atau B mendapat kesempatan yang sama’ dan data berdistribusi normal. Langkah berikutnya dengan membandingkan posisi item obat di kelompok A dan posisi item obat di kelompoik B dalam periode masing-masing. Jika ternyata posisi A lebih tinggi dari B dalam kelompok masing-masing, bisa dikatakan bahwa A sebenarnya mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada B dalam kelompok tersebut, dapat pula dikatakan bahwa A memiliki kemampuan dalam memberikan dampak yang lebih baik daripada B. Adapun rumus yang digunakan dalam pencarian z-score adalah sebagai berikut: a = batas minimal dari luas daerah yang dicari μ = mean σ = standar deviasi z = z-score at au: a = μ + z σ Rumus tersebut membantu dalam menentukan batas minimal nilai pakai dan nilai rupiah dari suatu item obat, sehingga dapat ditentukan bahwa obat masuk dalam kelompok tertentu (kelompok A, B atau C), maka luas daerah dibawah kurva (yang merupakan kapasitas kelompok A,B atau C) untuk menampung item obat yang mempunyai batas minimal dari jumlah pemakaian dan nilai rupiah (a), adapun nilai tersebut diperoleh dengan σ μ − = a perhitungan z score. Perhitungan dengan z score tidak lepas dari nilai mean (μ), nilai SD (σ) dan tabel z. Dalam dokumen Analisis perencanaan dan pengendalian obat di bagian rawat jalan berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti Baktiningsih Klepu, Sendangmulyo, Minggir, Sleman, Provinsi DIY tahun 2006-2008 - USD Repository (Halaman 57-65)