• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Nilai Pakai, Nilai Investasi dan VEN

1. Analisis Nilai Pakai

a. Analisis ABC Nilai Pakai

Nilai pakai disini ditentukan oleh banyaknya obat-obat yang di

keluarkan oleh Instalasi Farmasi berdasarkan pemakaian obat-obat yang

tertulis dalam resep dokter pada pasien rawat jalan. Nilai pakai terhadap obat

ini mewakili pasien dan dokter dalam menilai suatu sediaan obat. Perolehan

data pemakaian dalam satu tahun, selanjutnya dibuat persentase dan dilakukan

53

Banyaknya sediaan obat yang masuk dalam suatu klasifikasi baik

A, B maupun C dipengaruhi oleh merata tidaknya dalam penggunaan suatu

obat, sedangkan pemakaian obat ini dipengaruhi oleh pola penyakit yang

sedang merebak dimasyarakat sekitar, atau dipengaruhi oleh kunjungan pasien

yang berobat dengan kasus penyakit tertentu. Sebagai ilustrasi: apabila ada

pasien dengan penyakit menahun atau pasien yang membutuhkan suatu

pengobatan yang rutin, misalnya persentase pasien hipertensi tinggi maka

akan mempengaruhi besarnya pemakaian obat hipertensi, yang berarti nilai

pakai dari obat hipertensi ini besar. Sebagai contoh di tahun 2007 ditemukan

bahwa pemakaian obat captopril 12,5 mg mencapai urutan tertinggi dalam hal

nilai pakainya.

Sebagai contoh yang lain dapat dilihat dari data hasil analisis ABC

Nilai Pakai: jumlah pemakaian tertinggi di tahun 2006 adalah obat tripanzym

yang bila dilihat dari data nilai investasi ternyata tripanzym juga memasuki

urutan tertinggi, hal ini kemungkinan karena kasus penyakit yang

membutuhkan obat ini meningkat sehingga jumlah pemakaiannyapun

meningkat pula. Dapat terjadi bahwa total jumlah pemakaian besar dan hasil

analisis nilai investasi masuk pula dalam urutan tertinggi sehingga dapat

terjadi bahwa suatu item mempunyai nilai pakai dan nilai investasi yang

tinggi. Akan tetapi tidaklah selalu demikian, ini dapat dilihat dari urutan data

selanjutnya pada tahun yang sama, seperti yang tertulis dalam data bahwa

menurut data nilai pakai dari Amoxicllin 500 mg memasuki urutan no.2 tetapi

urutan ke 23. Dalam hal ini selain jumlah pemakaian dari obat yang

bersangkutan juga harga satuan dari sediaan mempunyai pengaruh terhadap

hasil analisis ABC berdasarkan nilai investasi yang nantinya akan mengarah

kepada pengklasifikasian obat-obat tersebut dalam satu periode.

Rendahnya jumlah pemakaian suatu obat dapat terjadi karena pada

kurun waktu tertentu tidak terdapat kasus penyakit yang membutuhkan obat

yang bersangkutan sehingga tidak ada pengeluaran obat sama sekali pada

periode tersebut. Untuk membantu memahami penjelasan ini dapat dilihat dari

lampiran 01 pada urutan no. 593 (Adona 10 ml ampul dan Atropin Sulfat

Injeksi-data tahun 2006) tidak ada pengeluaran sama sekali yang tercatat.

Total jumlah pemakaian item obat yang tidak sama dalam setiap

periodenya berkaitan dengan penanggulangan penyakit tertentu seperti yang

sudah disinggung diatas, atau dapat dikatakan bahwa tidak adanya

pengeluaran suatu item obat karena tidak ada permintaan dari dokter dibagian

rawat jalan melalui resep. Meningkatnya pemakaian obat dalam suatu periode

tertentu dapat terjadi karena kasus penyakit tertentu yang tinggi sehingga

penanggulangannya membutuhkan obat dalam jumlah yang tidak sedikit pula.

Sebagai contoh di tahun 2006 penggunaan tripanzym yang merupakan obat

untuk kasus pencernaan meningkat sehingga jumlah pemakaian cukup besar,

sedangkan di tahun 2007 tidaklah demikian karena pada tahun 2007 kasus

terbanyak adalah kasus hipertensi sehingga captopril 12,5 mg mendapat urutan

yang tertinggi dalam hal jumlah pemakaian yang mencapai 11.513 tab,

55

pemakaian sebanyak 2831 caps, ini berbeda di tahun 2006 yang mencapai

pengeluaran sebesar 13483 caps, sehingga dalam data NI di tahun 2006

tripanzym ini mendapat urutan tertinggi begitu pula dalam data NP nya,

sedangkan di tahun 2007 tidak demikian karena ternyata tripanzym masuk

dalam urutan no 34 dari 607 item dari data NP, sedangkan dalam data NI

masuk urutan ke 37. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa obat yang

sama dalam periode yang berbeda dapat memasuki kelompok yang berbeda,

dan dalam kasus tertentu obat yang sama dapat masuk dalam kelompok yang

sama seperti yang sudah diuraikan diatas (misalnya baik dalam NI atau NP

tetap dalam kelompok A atau di kelompok NI masuk A tetapi dikelompok NP

masuk B).

Rumah Sakit Panti Baktiningsih Klepu, Sendangmulyo, Minggir,

Sleman, Provinsi DIY merupakan rumah sakit swasta yang tidak berorientasi

kepada keuntungan belaka, tetapi rumah sakit ini memberikan pelayanan

kesehatan bagi orang-orang yang membutuhkan, sehingga dalam pelayanan

obat berkaitan dengan kesepakatan bahwa dengan persetujuan dokter penulis

resep, obat yang satu dapat menggantikan obat yang lain sejauh obat yang

dimaksudkan mempunyai kandungan zat aktif dan zat tambahan dengan

komposisi yang sama. Dan tentu saja ini amat berpengaruh terhadap profil NP,

maupun profil NI dalam periode tertentu.

Dari data golongan sediaan obat yang terdapat pada data

dilampiran 08, diketahui terdapat 167 item obat yang termasuk golongan obat

generik dan non generik ini terkait dengan tujuan pelayanan yang menyeluruh

kesetiap lapisan masyarakat dimana dalam hal ini tidak lepas dari keadaan

ekonomi dari pasien yang dilayani sehingga pelayanan dapat berjalan lancar

dan pasien dapat ditangani dengan baik dan tentu saja diharapkan sembuh.

Dalam hal ini peran apoteker dalam memberi informasi obat kepada dokter

atau petugas kesehatan terkait dan informasi kepada pasien mengenai obat

mempunyai arti yang besar, karena sisi sosial dalam menolong sesama perlu

disesuaikan dengan kemampuan berbagai pihak yang terkait didalamnya.

Dengan latar belakang yang demikian masing-masing obat

mempunyai nilai pakai dan diklasifikasi menjadi kelompok ANP, BNP dan CNP.

Melihat latar belakang tersebut, maka manajemen logistik obat dapat

memainkan perannya dengan menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah

menyediakan obat yang bila dilihat dari sisi ekonomi tidak memberi

keuntungan besar karena harga yang murah, akan tetapi obat tersebut

diperlukan bagi pelayanan kesehatan terlebih untuk pasien dengan keadaan

ekonomi tertentu. Oleh sebab itu betapa pentingnya mempertimbangkan

keuntungan dari sisi lain dengan tidak merugikan bagi sisi perkembangan

pelayanan. Menghadapi kasus yang seperti ini keadaan obat perlu mendapat

pengawasan supaya stok tidak banyak dan diusahakan barang berputar.

Gambaran mengenai profil nilai pakai selama tiga tahun dapat pula dilihat dari

57

Nilai P akai

0

20

40

60

80

Pe

rs

e

n

ta

s

e

 

Pe

m

a

k

a

ia

n

 

(%

)

2006 15.32 16.16 68.52

2007 14.5 16.47 69.03

2008 15.32 16.15 68.53

A B C

Gambar 6: Diagram Batang Persentase Analisis Nilai Pakai selama 3 periode di IFRS

Panti Baktiningsih Klepu, Minggir, Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa baik kelompok B dan C jumlah

item obat setiap tahun hampir tidak ada perbedaan bila dilihat dari

persentasenya maupun diagram yang tampak. Untuk kelompok A pada tahun

2007 mengalami penurunan sebesar 0,82% tetapi kemudian meningkat lagi

sebesar 0,82 % di tahun 2008. Tetapi tidaklah demikian apabila dilihat dari

jumlah rupiah perkelompok yang dapat dilihat pada tabel I, II dan III, karena

jumlah rupiah terus meningkat setiap tahunnya. Mengenai peningkatan jumlah

rupiah dalam setiap tahun terkait dengan harga satuan dari item obat dalam

periode tertentu. Hal ini dapat dicermati dari data yang menggunakan nilai

investasi pada lampiran 05, 06 dan 07 yang akan dibahas pada point ke 2

mengenai analisis ABC Nilai Investasi

Untuk klasifikasi ABC berdasarkan nilai pakai, jumlah item setiap

Tabel IX: Jumlah sediaan berdasarkan ABC Nilai Pakai di IFRS Panti Baktiningsih

Klepu, Sendangmulyo, Minggir, Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta

Klasifikasi

Tahun Jumlah Sediaan

A B C

2006 594 item 91 item 96 item 407 item

2007 607 item 88 item 100 item 419 item

2008 607 item 93 item 98 item 416 item

Obat-obat yang masuk dalam klasifikasi A berjumlah 91 item

(tahun 2006), 88 item (tahun 2007) dan 93 item (tahun 2008). Obat yang

masuk dalam klasifikasi B berjumlah 96 item (tahun 2006), 100 item (tahun

2007) dan 98 item (tahun 2008) sedangkan untuk yang masuk dalam

klasifikasi C berjumlah 407 item (tahun 2006), 419 item (tahun 2007) dan

416 item (tahun 2008). Mengenai nama obat yang masuk dalam kelompok

tertentu beserta jumlah pemakaiannya dapat dilihat pada lampiran 01-03.

Data nilai pakai seperti yang terlihat pada lampiran 01, 02 dan 03

digunakan dalam penentuan nilai indeks kritis. Masing-masing item sesuai

dengan klasifikasinya atau kelompoknya diberi skor, untuk obat yang masuk

dalam kelompok A diberi skor 3, untuk obat yang masuk dalam kelompok B

diberi skor 2 dan untuk obat-obat yang masuk dalam kelompok C diberi

skor 1, data ini selanjutnya akan digunakan dalam pencarian nilai indeks

kritis. Langkah berikut dalam penelitian ini adalah analisis ABC Nilai

Investasi.

b. Analisis z score dibandingkan dengan analisis ABC Nilai Pakai

Sebelum memasuki langkah berikutnya yaitu membandingkan

59

menilik perolehan perhitungan matematika dengan menggunakan analisis

statistik z score yang dilakukan terhadap nilai rupiah. Adapun cara untuk

memperolehnya atau cara perhitungan matematikanya dijelaskan dengan

begitu jelas pada point ke-2 pada bagian analisis nilai investasi serta untuk

membantu memahami jalan pemikiran dalam analisis ini, uraian perihal cara

perhitungan dapat dicermati pada lampiran 9 dan lampiran 10.

Tabel IX mengetengahkan perolehan analisis ABC berdasarkan

nilai pakai, sedangkan perolehan perhitungan matematika dengan

menggunakan z score dapat dilihat pada tabel XVII yang terdapat pada

pembahasan point ke-2 di bagian analisis nilai investasi. Setelah dilakukan

perbandingan antara hasil z score dan hasil analisis ABCNP didapatkan hasil

seperti yang tertera pada tabel X berikut ini:

Tabel X : Perbandingan antara perolehan analisis z score dengan perolehan analisis

ABCNP di IFRS Panti Baktiningsih Klepu, Sendangmulyo, Sleman, DIY

Tahun Juml Kelompok

Item A B C Kelp 0

obat ABC

NP

Z SCORE

hasil ABC

NP

Z

SCORE

hasil ABCN

P

Z SCORE

hasil beda Z

score

2006 594 91 47 33 96 122 41 407 81 56 120 344

2007 607 88 69 40 100 120 35 419 83 55 142 335

2008 607 93 81 37 98 127 33 416 71 42 147 348

Dari tabel X tersebut nampak bahwa terdapat perbedaan hasil

analisis antara ABCNP dengan z score, hal ini dengan jelas dapat dicermati

dari masing-masing kelompok dalam setiap tahunnya.

Pada tahun 2006 berdasarkan hasil analisis ABCNP yang masuk

dalam kelompok A ada 91 item (dapat dilihat pada lampiran 1) sedangkan

pada lampiran 4), ketika dilakukan perbandingan antara keduanya didapati 33

item obat yang terdapat pada kedua hasil analisis tersebut. Tahun 2007

berdasarkan analisis ABCNP, yang masuk kelompok A ada 88 item (lampiran

2) dan berdasarkan z score 69 item sedangkan ketika dilakukan perbandingan

antara keduanya didapati 40 item obat yang memiliki kelompok yang sama

pada keduanya. Begitu pula penjelasan yang umum untuk hasil analisis tahun

2008 juga untuk kelompok yang lain dalam tahun yang bersangkutan.

Tabel X menjelaskan kepada kita bahwa pada tahun 2006 terdapat

120 item yang mempunyai wilayah kelompok yang berbeda dari

masing-masing hasil analisis hal ini dapat dilihat pada lampiran 4, dan pada lampiran

yang sama dapat dilihat juga perolehan hasil analisis di tahun 2007 dan tahun

2008. Selain itu didapati jumlah item yang masuk kelompok 0 dari hasil z

score, dengan kata lain bahwa menurut hasil perhitungan z score ada

sekelompok item obat yang tidak masuk dalam klasifikasi A, B ataupun C

karena persyaratan batas minimal obat tersebut untuk dapat masuk dalam

suatu wilayah kelompok tertentu tidak terpenuhi.

Secara keseluruhan terdapat perbedaan antara hasil analisis ABCNP

dengan analisis z score yang terlihat dalam tabel X tersebut. Berdasarkan

analisis ABCNP jumlah item obat yang masuk dalam kelompok A dan B

hampir seimbang dan jumlah yang besar terdapat pada kelompok C, hal ini

berbeda dengan hasil analisis z score, karena didapati bahwa item obat yang

masuk dalam kelompok A sangat sedikit, begitu pula yang masuk dalam

61

terbesar adalah yang tidak masuk dalam ketiga kelompok tersebut atau dalam

hal ini kelompok 0.

Penjelasan tersebut membantu dalam proses analisis selanjutnya,

sehingga apabila dihubungkan dengan hukum pareto nyata bahwa berdasarkan

kedua analisis tersebut sudah diketahui item obat yang memberikan kontribusi

terbesar dalam suatu usaha dan dapat dilihat pula jumlah item yang ternyata

tidak memberikan dampaknya bagi suatu usaha. Akan tetapi analisis dalam

penelitian ini tidak berhenti disini saja, untuk kelanjutannya akan dilakukan

proses analisis selanjutnya, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar

dalam merekomendasikan untuk perencanaan obat ditahun berikutnya.

Langkah selanjutnya akan dilakukan analisis berdasarkan nilai investasi,

seperti pada point kedua berikut ini.

2. Analisis Nilai Investasi

a. Analisis ABC Nilai Investasi

Dilakukannya pengklasifikasian obat-obat kedalam kelompok A, B

dan C serta pemberian skor pada masing-masing item obat terhadap data

analisis ABCNP seperti yang dapat dilihat pada pembahasan point pertama, hal

ini dilakukan pula terhadap masing-masing item obat pada data hasil analisis

ABC Nilai Investasi. Adapun jumlah investasi yang diperlukan dalam proses

analisis data ini, diperoleh dengan mengalikan antara jumlah pemakaian suatu

item obat dalam setiap tahunnya dengan harga satuan obat tersebut.

Sebagaimana prinsip dari hukum pareto, bahwa 20% dari jumlah

maka kelompok A yang merupakan sebagian kecil dari keseluruhan item

(20%) dapat memberikan dampak terhadap suatu hasil usaha sebesar 80%nya.

Setelah dilakukan jumlah persen kumulatif akan didapatkan pembagian

kelompok A, B, dan C seperti yang terlihat pada lampiran 5, 6 dan 7.

Apabila beberapa sediaan obat mendominasi suatu investasi dari

jumlah keseluruhan investasi maka ini akan memperkecil jumlah item obat

yang masuk dalam kelompok A, akan tetapi hal ini mempunyai akibat akan

semakin besar jumlah item obat yang masuk dalam klasifikasi B dan C.

Mengapa demikian? Dari keterangan tersebut semakin memperjelas bahwa

yang masuk kedalam kelompok A bukanlah soal banyaknya item yang masuk

dalam kelompok tersebut, akan tetapi berkaitan dengan seberapa besar item

obat dalam suatu periode dapat menghasilkan nilai rupiah atau seberapa besar

item obat tersebut dapat memberikan dampaknya bagi nilai investasi sehingga

obat masuk dalam kategori A.

Semakin sedikit jumlah item obat dalam kelompok A semakin

memudahkan dalam pengontrolan dan pengadaannya, hal ini karena paling

tidak pemantauan tidak rumit. Tetapi bila tidak dicermati dapat

mengakibatkan item obat yang masuk dalam kelompok B dan C semakin

besar, oleh karena itu harus selalu diwaspadai mengingat kelompok obat

dalam kelompok B dan C ini mempunyai skala yang besar tetapi perlu selalu

diingat bahwa kelompok.B dan C ini merupakan kelompok yang berdampak

sebesar 15% dan 5% saja. Apabila jumlah pemakaian item obat yang masuk

63

pertimbangan serta harus diwaspadai, karena dengan demikian secara

automatis jumlah pemakaiannya menjadi rendah dan berakibat nilai investasi

mengalami penurunan, sehingga obat dapat bergeser dari kelompok A masuk

kedalam kelompok B atau C.

Suatu data tidak mempunyai nilai investasi apabila tidak ada

pemakaiannya atau obat tersebut tidak pernah keluar/terpakai karena tidak ada

permintaan dalam resep. Dapat terjadi bahwa suatu item obat mempunyai nilai

investasi yang rendah apabila harga item obat terlalu murah dan pemakaian

obat sangat sedikit sehingga nilai investasi menurun. Dengan begitu nilai

investasi dapat sungguh bernilai apabila mempunyai nilai ekonomis, yaitu

apabila jumlah pemakaian banyak dan harga cukup tinggi. Dengan demikian

jelaslah bahwa jumlah pemakaian obat beserta harga satuan obat dalam suatu

periode tertentu mempunyai pengaruh terhadap nilai investasi.

Gambaran mengenai profil dari analisis ABC Nilai Investasi

selama tiga periode (2006- 2008) dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini:

Nilai In ves tas i

0

20

40

60

80

Pe

rs

e

n

 

In

v

e

s

tas

i

 

(%

)

2006 18.01 21.89 60.1

2007 17.79 22.08 60.13

2008 17.63 19.6 62.77

A B C

Gambar 7: Diagram Batang Persentase Analisis ABC Nilai Investasi selama 3 periodedi

IFRS Panti Baktiningsih Klepu, Sendangmulyo, Minggir, Sleman DIY

Dari gambar 7 tampak bahwa nilai investasi pada kelompok A

mempunyai kemampuan memberikan dampak sebesar 80% terhadap total nilai

rupiah yang dihasilkan dengan hanya menjual 20% dari seluruh sediaan.

Dengan mencermati gambar 7 akan terlihat bahwa perolehan

hasil usaha selama tiga periode mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2008

terjadi peningkatan nilai investasi pada kelompok C, sedangkan untuk

kelompok B pada periode yang sama mengalami penurunan, akan tetapi di

tahun 2007 mengalami peningkatan.

Keterangan tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa besarnya

dampak yang ditimbulkan dari 20 % sediaan yang ada, tergantung dari

jumlah pemakaian obat tersebut. Karena meski harga satuan tinggi tetapi

apabila tidak terjadi pengeluaran maka obat yang dimaksudkan tidak akan

mempunyai dampak terhadap suatu usaha, akan tetapi dapat terjadi meskipun

pemakaian sedikit tetapi karena harga per item yang cukup tinggi, ini

berpengaruh terhadap peningkatan NI, oleh karena itu pengetahuan mengenai

manajemen dan informasi obat memegang peranannya bagi terciptanya

pendistribusian suatu sediaan obat.

Untuk memperjelas keterangan dari profil nilai investasi obat

dalam setiap tahunnya, maka ditampilkan grafik distribusi persediaan ABC

berdasarkan profil nilai investasinya, dengan melihat grafik tersebut akan

terlihat alur atau pola distribusi suatu sediaan dalam periode tertentu dan

dalam lingkup usaha tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilakukan dengan

65

Distribusi Persediaan ABC Tahun 2006 Berdasarkan Analisis NI 18,01% 100% 39,9% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persentase sediaan (%) N ila i r u p ia h s e d ia a n ( % )

Gambar 8. Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis Nilai

Investasi Tahun 2006 di IFRS Panti Baktiningsih Klepu

Seperti yang sudah disebutkan diatas, bahwa dengan mencermati

Gambar 8 dapat membantu dalam menjelaskan tentang grafik distribusi sediaan

obat berdasarkan analisis nilai investasi tahun 2006. Dari grafik tersebut 18,01%

obat yang terdistribusi telah memberi kontribusi sebesar 80% dari total nilai

investasi. Pada titik 39,9 % nilai investasi dari obat yang terpakai memberikan

kontribusi sebesar 15% bagi nilai investasi total, persentase angka tersebut

diperoleh dari persentase kumulatif obat dalam kelompok A ditambah dengan

kelompok B. Sedangkan nilai investasi dari titik 39,9% sampai 100% memberikan

kontribusi sebesar 5% dari total nilai investasi (lihat lampiran 5).

Grafik pada gambar 8 tersebut dapat memberikan gambaran

tentang alur atau pola distribusi obat berdasarkan analisis nilai investasi tahun

2006, selain dari pada itu dengan melihat grafik distribusi dapat pula dilihat

5%

dari

nilai

total

80% dari

nilai total

15% dari

nilai total

bahwa antara bagian yang satu dengan bagian yang lain saling berkaitan, hal ini

seperti ditunjukkan dengan adanya garis penghubung antara kelompok yang satu

dengan kelompok yang lain dalam kaitannya dengan persentase kumulatif, yaitu

antara kelompok yang satu saling berhubungan dengan kelompok yang lain

sehingga secara keseluruhan menghasilkan nilai sebesar 100%. Dengan melihat

grafik distribusi dapat dicermati daerah atau bagian yang memberikan kontribusi

sebesar 80 %, 15 % dan 5 % dari keseluruhan total nilai investasi.

Gambaran mengenai pola distribusi persediaan ABC berdasarkan nilai

investasi di tahun 2007 dapat dilihat pada gambar 9. Dari grafik tersebut (gambar

9) pada titik 17,79 % obat yang terdistribusi mulai dari 0 % sampai 17,79 %

telah memberi kontribusi sebesar 80 % dari total nilai investasi dan pada titik

39,87 % nilai investasi dari obat yang terpakai memberikan kontribusi sebesar 15

% bagi nilai investasi total, persentase angka tersebut diperoleh dari persentase

kumulatif obat dalam kelompok A dan B. Bila kita perhatikan dari grafik tersebut

maka dari titik 17,79% sampai titik 39,87% dengan jumlah sediaan sebesar

22,08% (dari 39,87% - 17,79%) telah memberikan kontribusinya sebesar 15%

atau sediaan yang terdistribusi ada 22,08% yang mempunyai kemampuan

memberikan kontribusinya sebesar 15%. Sedangkan nilai investasi yang dimulai

pada titik 39,87 % sampai 100% memberikan kontribusi sebesar 5 % dari total

nilai investasi. Ini berarti terdapat 60,13% sediaan yang terdistribusi dan ternyata

67

Distribusi Persediaan ABC Tahun 2007

Berdasarkan Analisis NI

17,79%

100%

39,87%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Persentase sediaan (%)

N

ila

i r

u

p

ia

h

s

e

d

ia

a

n

(

%

)

Gambar 9: Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis Nilai

Investasi Tahun 2007 di IFRS Panti Baktiningsih Klepu

Grafik tersebut memberikan gambaran tentang alur distribusi obat

berdasarkan analisis nilai investasi tahun 2007, serta menunjukkan pula bahwa

antara bagian yang satu dengan yang lain saling berkaitan atau

berkesinambungan yang dalam grafik ditunjukkan dengan adanya garis

penghubung antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Sediaan

dengan persentase yang mencapai 17,79% mampu memberikan kontribusinya

sebesar 80%.

Demikian pula penjelasan mengenai alur distribusi sediaan ABC

berdasarkan nilai investasi tahun 2008, seperti halnya di tahun 2006 dan 2007.

15% dari nilai total

80% dari total nilai

5% dari

nilai

Distribusi Persediaan ABC Tahun 2008

Berdasarkan Analisis NI

17,63%

100%

37,23%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Persentase sediaan (%)

N

ila

i r

u

p

ia

h

s

e

d

ia

a

n

(

%

)

Gambar 10: Grafik Distribusi Persediaan ABC Berdasarkan Analisis Nilai

Investasi Tahun 2008 IFRS Panti Baktiningsih Klepu

Gambar 10 menjelaskan tentang grafik distribusi sediaan obat

berdasarkan analisis nilai investasi tahun 2008. Dari grafik tersebut diketahui

terdapat 17,63% obat yang terdistribusi telah memberi kontribusi sebesar 80%

dari total nilai investasi, dan pada titik 37,23 % nilai investasi dari obat yang

terpakai memberikan kontribusi sebesar 15% bagi nilai investasi total,

persentase angka tersebut diperoleh dari persentase kumulatif obat kelompok

A ditambah dengan kelompok B. Sedangkan nilai investasi dari persentase

37,23% sampai 100% memberikan kontribusi sebesar 5% dari total nilai

investasi dan ini merupakan obat-obat yang menjadi milik kelompok C. Dari

(100%-37,23%) = 62,77 diketahui bahwa dengan jumlah sediaan yang besar

(62,77%) hanya mampu memberikan kotribusinya sebesar 5%.

80%

dari nilai total

15% dari nilai total

5%

dari

nilai

total

69

Seluruh rangkaian hasil analisis, baik analisis ABC berdasarkan

nilai pakai, atau analisis ABC berdasarkan nilai investasi dan analisis ABC

Dokumen terkait