• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Aspek Teknis Budidaya dan Penyulingan Akarwangi 1 Keadaan Geografis

I. Latar Belakang

4. Payback Period.

6.1. Analisis Aspek Teknis Budidaya dan Penyulingan Akarwangi 1 Keadaan Geografis

Daerah pertumbuhan akar wangi yang menghasilkan minyak dengan kualitas yang baik yaitu pada ketinggian di atas 700 m (600-1500 m) di atas permukaan laut, dengan suhu optimal 17oC-27oC dan curah hujan antara 200-2000 mm per tahun. Hal ini sesuai dengan karakteristik agroekosistem Kabupaten Garut yang sangat potensial bagi pengembangan agribisnis akar wangi Selain itu, tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang gembur atau tanah yang berpasir, seperti tanah yang mengandung abu vulkanis. Penanaman akar wangi dapat dilakukan secara monokultur atau tumpang sari dengan tanaman sayuran lain yang tidak menaungi, seperti wortel, kol, kacang, dan tomat.

Penyulingan akarwangi di Kabupaten Garut sebagian besar berada tidak jauh dari daerah penanaman akarwangi. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan proses penyulingan. Akarwangi yang telah dipanen sebagian besar oleh petani langsung dijual ke penyuling. Oleh karena itu, Kabupaten Garut sangat potensial untuk pengembangan akarwangi ditinjau dari ketinggian, suhu dan curah hujan, dan kondisi lahan yang mendukung.

6.1.2. Sumberdaya Produksi

Luas Kabupaten Garut meliputi areal 306.519 Ha. Pola penggunaan lahan di Kabupaten Garut secara umum mengikuti potensi serta pembatas alam yang ada. Potensi alam yang menguntungkan telah dimanfaatkan oleh penduduk untuk

mengembangkan kegiatan usaha pertanian seperti sawah, pertanian lahan kering, dan perkebunan. Dibandingkan dengan luas lahan yang ada, luas pengusahaan akarwangi hanya mencapai 1.733 Ha atau sebesar 0.57 persen dari total keseluruhan lahan di Kabupaten Garut. Namun, potensi areal tanam akarwangi mencapai 2.400 Ha sehingga lahan seluas 667 Ha yang tersebar di empat kecamatan masih berpotensi untuk dikembangkan.

Bibit akarwangi atau disebut bonggol tersedia cukup melimpah. Hal ini karena petani yang baru melakukan penanaman pada tahun pertama dapat memperoleh bonggol dari petani lain dengan harga berkisar antara Rp.800 – Rp.2.000. Sementara petani yang akan melakukan penanaman pada tahun berikutnya dapat memperoleh bonggol dari tanaman akarwangi yang ditanam pada tahun pertama dalam rumpun yang tidak berbunga lalu dipecah-pecah sehingga setiap pecahan bonggol memiliki mata tunas. Kemudian bonggol dapat langsung ditanam di kebun.

Bahan baku untuk kegiatan penyulingan yaitu akarwangi, ketersediannya cukup terjaga sepanjang musim. Dalam luasan satu hektar menghasilkan 11.352kg akarwangi. Akarwangi dapat tahan hingga dua bulan dalam kondisi lahan kering sangat menguntungkan petani di Kabupaten Garut. Pada umumnya, petani menanam pada awal musim hujan dan dipanen pada musim kemarau. Agar dapat menjaga kontinuitas dan kestabilan harga akarwangi, petani tidak melakukan panen secara serempak. Ketersediaan bahan baku cukup berlimpah pada bulan Mei-Agustus dan agak sepi pada bulan Oktober-Januari. Jumlah bahan baku yang diperlukan dalam satu kali proses produksi sangat tergantung pada kapasitas ketel, namun rata-rata mencapai 1.500 kg. Penyuling memperoleh bahan baku dari

lahannya sendiri atau membeli akarwangi dari petani lain. Persaingan antara penyuling dalam perebutan bahan baku biasanya terjadi pada saat pasokan akarwangi menurun.

Tenaga kerja yang dipakai dalam pembudidayaan akarwangi adalah tenaga kerja yang berasal dari penduduk sekitar. Tenaga kerja melakukan kegiatan yang meliputi pengolahan tanah dan penanaman, pemeliharaan, serta panen dan pasca panen. Aktivitas pemeliharaan mencakup penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan, pemangkasan daun, pengendalian hama dan penyakit. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari tenaga kerja luar dan dalam baik pria maupun wanita.

Rata-rata jam kerja petani akarwangi di Kabupaten Garut mencapai tujuh jam per hari. Waktu kerja dimulai dari pukul enam pagi hingga jam satu siang, Upah yang diterima oleh pekerja berbeda-beda sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Dalam satu hektar lahan, kegiatan pengolahan tanah dan penanaman dilakukan oleh petani pria sebanyak 124 HOK dan menerima upah per HOK sebesar Rp. 14.947. Dalam satu hektar lahan, kegiatan pemeliharaan dilakukan oleh petani pria dan wanita yaitu sebanyak 87 HOK dan upah per HOK sebesar Rp. 14.842. Dalam satu hektar lahan, kegiatan panen dan pasca panen dilakukan oleh petani pria dan wanita yaitu sebanyak 121 HOK dan upah per HOK sebesar Rp. 24.482..

Alat yang digunakan dalam penyulingan akarwangi ketel. Satu buah ketel dapat menyuling akarwangi sebanyak 1500 kg/suling. Satu kali penyulingan menghasilkan minyak akarwangi sebanyak 7,43 kilogram.

Tenaga kerja manusia yang digunakan dalam satu kali penyulingan yaitu sebanyak dua orang dengan upah Rp. 67.692/orang dan dalam satu hari dilakukan dua kali penyulingan.

6.1.3. Letak Pasar

Pasar tujuan utama dari akarwangi adalah para penyuling disekitar lokasi budidaya yaitu penyuling di Kecamatan Samarang, Kecamatan Leles, Kecamatan Bayongbong, dan Kecamatan Leles. Lahan akarwangi sebagian besar berada jauh dari jalan raya sehingga diperlukan biaya pengangkutan untuk sampai ke pasar yang dituju yaitu para penyuling yang letaknya dekat dengan jalan raya.

Pasar tujuan utama minyak akarwangi yaitu para pengumpul di Garut, eksportir di Garut, Jakarta, dan Medan. Sebagian besar penyuling di Kabupaten Garut yaitu sebesar 84,6 persen menjual minyak akarwangi ke pengumpul di Garut. Sedangkan 7,7 persen penyuling menjual minyak akarwangi ke eksportir di Garut dan Jakarta. Perbedaan ini didasarkan pada kepercayaan dan sistem kontrak para pengumpul dengan penyuling.

6.1.4. Fasilitas Penunjang

Fasilitas penunjang sangat diperlukan baik dalam kegiatan budidaya maupun penyulingan. Fasilitas penunjang ini berupa peralatan budidaya, peralatan penyulingan, dan fasilitas penunjang lainnya. Di setiap kecamatan banyak dijumpai pelaku agribisnis yang menyediakan peralatan budidaya yang harganya cukup terjangkau bagi petani seperti cangkul, kored, ember, dan pabonggolan. Sedangkan peralatan penyulingan relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan peralatan budidaya sehingga peralatan ini tidak mudah dijumpai di pasar, seperti

ketel stainless, alat pendingin, blander, dan boiler. Selain itu, sarana transportasi di setiap kecamatan sudah ada. Namun, tempat menuju ke lahan akarwangi cukup jauh dan jalannya berbatu sehingga perlu penanganan khusus dari pemerintah untuk memperbaiki jalan yang rusak.

6.1.5. Teknik Budidaya

Sebagian besar petani akarwangi di Kabupaten Garut yaitu 70.3 persen melakukan budidaya secara tumpangsari. Tanaman yang ditumpangsarikan dengan akarwangi adalah tanaman yang usianya tidak lebih dari empat bulan dan ketinggian pohonnya tidak melebihi tinggi tanaman akarwangi. Contoh tanaman tumpangsari adalah kentang, kol, caisin, kacang, tomat, dan cabai. Petani melakukan penanaman secara tumpang sari dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan sampingan disamping pendapatan utama dari tanaman akarwangi. Teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:

Dokumen terkait