• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAEED A Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim

B. Analisis Bahasa dan Asbabun-Nuzul

Sebuah aspekpokok penafsiran adalah membangun pemahaman akan fitur- fitur bahasa dalam teks. Proses ini bisa saja mencakup usaha mengidentifikasikan sejumlah istilah dan gagasan domain di dalam teks.75

Kata (بوعش) syu’ub adalah bentuk jamak dari kata (بعش) sya’b. Kata ini digunakan untuk menunjuk kumpulan dari sekian (ةليبق) qabilah yang biasa diterjemahkan suku yang merujuk pada satu kakek. Qabilah/suku pun terdiri dari sekian banyak kelompok keluarga yang dinamai (ةرامع) ‘imarah, dan yang ini terdiri lagi dari sekian banyak kelompok yang dinamai (نطب)bathn. Di bawah

bathn ada sekian (دخف) fakhdz hingga akhirnya sampai pada himpunan keluarga

yang terkecil. Terlihat dari penggunaan kata sya’bbahwa ia bukan menunjuk pada pengertian bangsa sebagaimana dipahami dewasa ini.76

Kata (اوفراعت) ta’arafu terambil dari kata (فرع) ‘arafa yang berarti mengenal. Ppatrom kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik. Dengan demikian, ia berarti saling mengenal.77

Firman-Nya (مكولتاقي مل)lam yuqaatilukum/tidak memerangi kamu menggunakan bentuk mudhari. Ini dipahami sebagai bermakna “mereka secara faktual sedang memerangi”, sedang kata (يف) fi yang berarti dalam mengandung isyarat bahwa ketika itu mitra bicara bagaikan berada dalam wadah tersebut sehingga tidak ada dari keadaan mereka yang berada diluar wadah itu. Dengan kata (نيدلا يف)fi ad-diin / dalam agama tidak termasuklah peperangan yang disebabkan kepentingan duniawi yang tidak ada hubungannya dengan agama, dan tidak termasuk pula siapapun yang tidak secara faktual memerangi umat Islam— antara lain pada masa nabi yakni suku khuza’ah demikian juga wanita-wanita, dan penduduk negeri Ahl Al-kitab yang membayar pajak. Berbuat baik terhadap mereka adalah salah bentuk ahklak mulia. Kata (مهوربت) tabarruuhum terambil dari kata (رب) birr yang berarti kebajikan yang luas. Salah satu nama Allah swt, adalah

al-Barr. Ini karena demikian itu kebajikan-Nya. Diantara yang terhampar

dipersada bumi ini dinamai bar karena saking luasnya. Dengan penggunaan kata tersebut oleh ayat diatas tercermin izin untuk melakukan aneka kebajikan bagi

76 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an

(Jakarta: Lentera Hati, Vol. 12, 2002), hlm 617.

77 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an..., hlm

non-muslim selama tidak membawa dampak negatif bagi umat Islam. Kata

tuqsithu terambil dari kata qish yang berarti adil. Bisa juga ia dipahami dalam arti

bagian. Pakar tafsir dan hukum, Ibnu Arabi, memahaminya demikian dan atas

dasar itu, menurutnya, ayat diatas menyatakan: tidak melarang kamu memberi (se)

bagian dari hartamu kepada mereka. “rujukan QS al-Baqarah [2]: 272 untuk

memahami lebih banyak persoalan tentang ini.”78

Al-Biqa’i memahami penggunaan kata (مهيلإ) ilaihim/ kepada mereka yang dirangkaikan dengan kata (اوطسقت) tuqsithu itu sebagai isyarat bahwa hal yang diperintahkan ini hendaknya diantar hingga sampai kepada mereka. Hal itu—tulis ulama itu lebih jauh—mengisyaratkan bahwa sikap yang diperintahkan ini termasuk bagian dari hubungan yang diperintahkan dan bahwa itu tidak akan berdampak negatif bagi umat Islam—walau mereka memaksa diri mengirimnya dari jauh karena memang Allah suka kelemah lembutan dalam segala hal dan memberi imbalan atasnya dengan apa yang tidak diberikanya melalui hal-hal lain.79

Kata (لدعلا) al-‘adl terambil dari kata (لدع) ‘adala yang terdiri dari huruf- huruf ‘ain, dal, lam. Rangkaian huruf ini mengandung dua makna yang bertolak belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. Seseorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama,

78 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an

(Jakarta: Lentera Hati, Vol. 13, 2002), hlm 597-598.

bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada salahseorang yang berselisih.

Beberapa pakar mendefinisikan ‘adil dengan menempatkan sesuatu pada

tempatnya. Adalagi yang berkata ‘adil adalah moderasi;”tidak mengurangi tidak

juga melebihkan,” dan masih banyak rumusan yang lainya.80

Azbabun Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika fathu Makkah Bilal naik ke atas ka’bah untuk adzan. Berkatalah beberapa orang “Apakah pantas budak hitam adzan di atas Ka’bah?”. Maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah

membenci orang ini, pasti Allah akan menggantinya’. Ayat ini (QS. 49:13) turun

sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, dan yang paling mulia adalah yang paling taqwa (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abi Mulaikah).Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini (QS. 49:13) turun berkenaan dengan Abi Hindin akan dikawinkan oleh Rasulullah kepada seorang wanita Bani Bayadlah. Bani Bayadlah berkata: “Wahai Rasulullah pantaskah kalau kami mengawinkan puteri-puteri kami kami kepada budak-budak kami?”.

Ayat ini (QS. 49:13) turun sebagai penjelas bahwa Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dengan orang merdeka (Diriwayatkan oleh Ibnu

80 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an..., (Vol.

6),

Akasari di dalam kitab Mubhamat ‘yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykual’ yang bersumber dari Abu Bakar bin Abi Dawud di dalam tafsirnya).81

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Qatilah (Ibu Kandung Asma seorang kafir) datang kepada Asma binti Abi Bakar (anaknya). Setelah itu Asma bertanya kepada Rosulullah saw: ”Bolehkan saya berbuat baik kepadanya?” Rosulullah menjawab: “Ya” (boleh).Turunlah ayat ini (QS.60: 8) berkenaan dengan peristiwa tersebut yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak memungsuhi Agama Allah. Diriwayatkan oleh Al- Bukhari dari Asma binti Abi Bakar. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Sitti Qatilah (bekas isteri Abu Bakar) yang telah diceraikannya pada zaman Jahiliyyah datang kepada anaknya bernama Asma binti Abi Bakar, membawa bingkisan. Asma menolak pemberian itu bahkan tidak memperkenankan ibunya masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu ia mengutus seseorang kepada Aisyah (saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah saw. Maka Rasulpun memerintahkan untuk menerimanya dengan baik serta menerima pula bingkisannya. Ayat ini (QS. 60: 8) turun berkenaan dengan peristiwa itu yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang kafir yang tidak memusuhi Agama Allah.82

81 Qamaruddin Shaleh serta tim, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-

ayat Al-Qur’an (Bandung: IKAPI ‘Ikatan Penerbit Indonesia’: 1990), hlm 475.

82 Qamaruddin Shaleh serta tim, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-

Dokumen terkait