SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
TRIYANAH
NIM: 215-13-014
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT) FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
MOTTO
***
Hidup adalah, tentang memberi manfaat sebanyak-banyaknya
Bukan tentang,
Meminta manfaat sebanyak-banyaknya.
PERSEMBAHAN
***
Skripsi ini ku persembahkan untuk
Ibuku yang selalu berjuang untukku
Saudara-saudaraku yang selalu mendukungku
Sahabat-sahabat seperjuangan yang setiap saat
berbagi semangat dan kebahagiaan
dan almamater
KATA PENGANTAR
ينلماعلا بر لله دملحا
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir
ini. Terima kasih juga kepada Nabi Muhammad yang telah mengajarkan kepada
saya, cara bagaimana berusaha dengan keras dan sungguh-sungguh. Shalawat
serta salam senantiasa tercurah untukmu.
Dalam mengerjakan tugas akhir ini, saya banyak mengambil inspirasi dan
rujukan utama dari beberapa literatur dalam buku Abdullah Saeed, maupun
literatur pendukung lainnya. Penulis berusaha sekuat mungkin dalam memaparkan
hubungan Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir
kontekstual Abdullah Saeed, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi
kekurangan di dalamnya. Karena itu, penulis mohon maaf.
Akhirnya, usaha dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari proposal,
proses penelitian hingga penulisan skripsi selesai, tidak akan terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Khususnya dalam aspek hubungan Muslim dengan Non-Muslim
dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir kontekstual Abdullah Saeed.
Harapannya. Apa yang menjadi ikhtiar kami ini, mampu memberikan kontribusi
bagi pembaca mengenai hubungan Muslim dengan Non-Muslim. Setelah
melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan juga. Untuk itu, kami ingin menyampaikan ucapkan terima kasih
H.Sidqon Maesur, Lc., M.A., dan Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag., yang
telah memberi dorongan dan motivasi.
3. Bapak, Dr. M. Gufron, M.Ag., selaku pembimbing dalam penelitian ini.
Yang telah sudi kiranya melakukan proses pembimbingan selama proses
penelitian berlangsung berupa koreksi, masukan, kritikan, dan saran yang
kontruktif dalam melengkapi penelitian ini.
4. Ibunda , Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir (IAT), yang telah memberi dorongan dan motivasi.
5. Teman-teman sehimpunan-seperjuanagn di jurusan IAT, yang menjadi
patner akademis dan teman diskusi, Bapak Fauzi, MK. Ridwan, Wahyu
Kurniawan, Laila Alfiyanti, Rangga, Oman, Husen, Udin, Fatah,
Saifunnuha, Bicha, Latif, Samsul, Muda’i, Wahyu Nur Hidayah, Neny,
Fatimah, Novita, Laila Qodariyah, Trisna, Ucup, Ochim, Abror, Fissabil,
dan semua teman-teman IAT yang belum bisa penulis sebutkan satu per
ucapkan terima kasih atas segala kontribusi, baik secara pikiran, waktu,
motivasi, saran, materi, dukungan, serta doa.
Akhirnya, kami menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini, bukanlah
suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai masukan berupa
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah nutrisi bagi kami dalam
rangka mendekatkan diri pada kesempurnaan, walaupun hal itu bersifat mustahil.
Selamat membaca.
ABSTRAK
Ketika masyarakat berkembang semakin luas dan kebutuhan manusia
meningkat, maka hubungan dengan orang lain dengan beragam identitas
primordialnya tidak bisa dihindarkan. Sebagai konsekuensi dari fakta ini adalah
kemungkinan munculnya gesekan-gesekan antara berbagai kelompok masyarakat
yang berbeda agama. Ketika menyangkut hubungan dengan penganut agama lain,
Islam memberikan batasan dan pengajaran yang bagus dalam membangun
toleransi. Namun, Islam sering dianggap sebagai agama teroris (orang Islam yang
tidak bertanggung jawab atas ajaran agama). Maka kontroversi seringkali tidak
bisa dihindarkan. Isu hubungan dengan orang yang berbeda agama dengan kita,
atau yang secara umum sering diistilahkan dengan Non-Muslim. Kemudian
Tulisan ini menguraikan pola hubungan Muslim dengan Non-Muslim melalui
pendekatan yang lebih moderat dan kontekstual, yaitu mengunakan metode tafsir
kontekstual Abdullah Saeed.
Metode tafsir kontekstaul merupakan sumbangsih yang diberikan Abdullah
Saeed bagi metodologi penafsiran al-Qur’an khususnya kontemporer. Bagi Saeed
dalam melakukan penafsiran ada empat hal poin yang perlu dilakukan, antara lain:
bertemu dengan dunia teks, melakukan analisis kritis (analisis bahasa, analisis
konteks sastra, bentuk sastra, analisis teks-teks yang berkaitan, relasi kontekstual),
menentukan makna teks bagi penerima pertama, menentukan makna dan aplikasi
teks bagi saat ni.
Hubungan Muslim dengan Non-Muslim saat ini memang tidak begitu
sempurna, banyak sekali terjadi perselisihan antara mereka. Maka dengan itu,
penulis menerapkan metode tafsir kontekstual Saeed dalam mengaplikasikan
hubungan Muslim dengan Non-Muslim dengan baik (toleransi), yaitu saling
mengenal dan menghargai serta kebaikan dan keadilan.
Dalam QS. al-Hujurat ayat 13, menjelaskan bahwa sesama manusia
diperintahkan saling mengenal dan menghargai. Kemudian dikuatkan lagi dengan
dan berlaku adil kepada siapapun (yaitu kepada mereka yang tidak memerangimu
karena agamamu dan tidak mengusirmu dari negerimu). Al-Qur’an setelah
memberi petunjuk tata krama pergaulan dengan sesama muslim, ayat di atas telah
menguraikan prinsip dasar hubungan antar manusia. Karena itu, ayat dia atas tidak
lagi tidak lagi berbicara kepada orang-orang yang beriman, tetapi kepada semua
manusia. Islam adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui hak-hak
agama lain, untuk hidup dan menjalankan agama masing-masing dengan penuh
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN KEASLIAN TULISAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI... vii
KATA PENGANTAR... x
ABSTRAK... xii
DAFTAR ISI... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Metode Penelitian... 5
E. Kajian Pustaka... 8
F. Kerangka Teori... 10
G. Sistematika Penulisan... 11
B. Pemikiran Abdullah Saeed Tentang Wahyu dan Klasifikasi
Ayat-ayat Dalam Al-Qur’an...
18
C. Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed... 24
D. Interaksi Sosial; Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim
(Toleransi)...
31
BAB III HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Muslim dengan Non-Muslim... 33
B. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim Dalam al-Qur’an
Menurut Beberapa Tokoh Mufassir...
39
BAB IV ANALISIS HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED
A. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim... 47
B. Analisis Bahasa dan Azbabun Nuzul... 48
C. Ayat-ayat Serupa dan Munasabah Ayat... 53
D. Kontekstualisasi Hubungan Muslim Dengan
Non-Muslim...
65
E. Hirarki Nilai Ayat-Ayat Mengenai Hubungan Muslim Dengan
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran1: Biodata Penulis... 77
Lampiran 2: Lembar Konsultasi... 79
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an diturunkan Allah bukan dalam masyarakat yang tidak
bersejarah dan hampa budaya.1 Al-Qur’an, pada masa pewahyuannya, benar
-benar terlibat aktif dalam sejarah.2 Al-Qur’an bersifat historis dalam dirinya,
sehingga selalu relevan menghadapi tantangan kesejarahan diluar dirinya.3
Artinya, ketika al-Qur’an mampu berdialektika secara aktif dengan masa
pewahyuannya maka dia akan memiliki posisi sepanjang masa.
Dalam sejarahnya, Al-Qur’an telah menjadi bagian yang sentral dalam kehidupan Muslim. Di mata Muslim, al-Qur’an bukan semata teks yag
dipahami dan dibaca, tapi juga teks yang ‘didengar’ (petuah-petuah).4
Al-Qur’an memiliki posisi sentral (pusat) dalam membentuk ajaran, pemikiran
dan peradaban.
Kehidupan manusia di dunia berkisar seputar hubungan-hubungan
dengan Allah SWT, dan hubungan dengan makhluk; manusia, jin, hewan,
1Al-Qur’an adalah respon Ilahi melalui pikiran Muhammad terhadap situasi-situasi
sosio-moral dan historis masyarakat Arab abad ke-7. Fazlur Rohman, Islam dan Modernitas:tentang
Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 17.
2Kenneth Gragg, The Event of the Qu r’an: Islam and the Scripture (London: George Allen
and Unwin Lid, 1971), hlm 17.
3Ichan Muhammad Nur, “Hermeneutika al-Qur’an: Analisis Peta Perkembangan
Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
1995, hlm. 16.
4Saeed Abdullah, “Contextualizing” dalam Andrew Rippin (ed), The Blackwell Companion
tumbuh-tumbuhan, benda mati dan yang lainnya. Dalam kehidupan sosial,
hubungan antar masyarakat menjadi sangat penting. Sehingga hubungan ini
harus dijaga dan dibudayakan anatar masyarakat. Tidak memandang apakah
masyarakat itu beda suku, ras, bangsa, dan agama sekalipun. Hubungan ini
sangat penting untuk menjaga hubungan antar mansyarakat, bangsa dan
negara.
Kemajemukan atau pluralitas umat manusia adalah suatu kenyataan
yang telah menjadi kehendak Tuhan. Dalam kitab suci disebutka bahwa
manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling
mengenal dan menghargai (QS. al-Hujurat:13)5 pluralisme adalah aturan
tuhan yang tidak akan berubah sehingga juga tidak mungkin dilawan atau
diingkari. Dan Islamadalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui
hak-hak agama lain, kecuali yang bersifatpaganisme atau syirik, untuk hidup
dan menjalankan agama masing-masing dengan penuh kesungguhan.
Kemudian pengakuan akan hak agama-agama lain itu dengan sendirinya
merupakan dasar paham kemajemukan sosial-budaya dan agama, sebagai
ketentuan Tuhan yang tidak berubah-ubah (QS. al-Maidah: 44-50).6
Dewasa ini sering terjadi konflik antar masyarakat yang berbeda suku,
ras, bangsa, bahkan sampai pada urusan agama. Ini dikarenakan belum
banyaknya masyarakat masih belum mengerti akan etika dalam
bermasyarakat.
5 Muhammad Wahyuni Nafis, Cak Nun Sang Guru Besar; Biografi Pemikiran Prof. Dr.
Hubungan tidak harmonis antar Muslim dengan kelompok Non-Muslim
telah melahirkan sejumlah salah pengertian. Islam dituduh dengan agama
teroris. Padahal Islam adalah agama pembawa pembawa rahmat dan berwatak
toleran. Ia sangat mendambakan saling mengenal dan memahamiserta
keadilan dan kedamaian.
Islam diartikan agama teroris bagi Non-Muslim. Tapi perlu digaris
bawahi di sini, bahwa Islam yang demikian adalah mereka (orang-orang
Islam) yang tidak bertanggung jawab atas ajaran agamanya. Sehingga, hal
tersebut memicu perselisihan antar kelompok/golongan. Namun, tidak melulu
perselisihan itu terjadi atas karya orang Muslim yang tidak bertanggung
jawab atas ajaran agamanya saja, Non-Muslim pun sering kali tidak srek atau
tidak suka terhadap orang Muslim, yang kemudian menjadi pemicu terjadinya
perselisihan/ketidak harmonisan antar agama.
Etika dalam masyarakat menjadi salah satu hal terpenting dalam
hubungan antar masyarakat. Dalam Islam etika ini sangat diperhatikan dan
diutamakan. Karenaukhuwah islamiyah adalah salah satu mediator untuk
memperkuat dan sebagai pemersatu kaum.
Point dari kegelisahan penulis adalah pertama, sebagai makhluk sosial,
manusia tidak bisa hidup hanya seorang diri, sesama manusia saling
membutuhkan satu sama lain. Kedua, penghuni bumi ini tidak hanya satu
kelompok saja (dalam hal ini penulis mengkrucut pada kelompok agama
muslim dan non muslim), sehingga interaksi antar kelompok merupakan
tahu-menahu bagaimana interaksi atau hubungan yang baik itu. Kebanyakan
dari mereka hanya berkutik pada ego diri sendiri dan kurang memahami hak
yang harus diterima orang lain.
Penulis mencoba merealisasikan hubungan yang baik antar agama
dalam konteks saat ini.Abdullah Saeed adalah ilmuan Australia yang berasal
dari kota kecil di samudra Hindia, Maldives, dan pernah menimba ilmu
bertahun-tahun di Arab Saudi. Terkait dengan Saeed yang membagi ayat-ayat
dalam al-Qur’an menjadi beberapa poin. Namun penulis mengambil bagian
dari ayat ethico-legalnya Saeed yaitu terkait mengenai hubungan Muslim
dengan Non-Muslim.
Berdasarkan pernyataan di atas, realitas bahwa membangun hubungan
yang baik itu sangat penting, tidak hanya saat dulu dan saat ini, akan tetapi itu
akan berkelanjutan.Maka penulis merasa tertarik sekali untuk memaparkan
Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Al-Qur’an Perspektif Metode
Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed.
B. Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang di atas, penulis mengajukan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana setting sosio-historis kehidupan dan intelektual Abdullah
Saaed?
3. Bagaimana konsep hubunganMuslim dengan Non-Muslim dalam
al-Qur’an perspektifmetode tafsir kontekstual Abdullah Saeed?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa mencapai tujuan sebagi berikut:
1. Untuk mendeskripsikan setting sosio-historis kehidupan dan intelektual
Abdullah Saeed
2. Untuk mendeskripsikan metode tafsir kontekstual Abdullah Saeed
3. Untuk mendeskripsikan tentang konsephubungan Muslim dengan
Non-Muslimdalam al-Qur’an perspektif metode tafsir kontekstual Abdullah
Saeed.
Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu memiliki
kegunaan yang bersifat akademis. Yang mana penelitian ini merupakan
satu sumbangan sederhana bagi pengembangan studi al-Qur’an dan untuk
kepentingan studi lanjutan diharapkan sebagai bahan acuan, referensi dan
lainnya bagi penulis lain yang ingin memperdalam tentanghubungan
Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir
kontekstual Abdullah Saeed.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research)7 yang
bersifat deskriptif-analisis, yang akan mencoba menjawab pertanyaan di
dalam rumusan masalah berdasarkan pembacaan dan interpretasi terhadap
data-data yang berhubungan dengan tema yang akan diteliti.
2. Sember Data
a. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi
terhadap data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data
kepustakaan yang mengulas tentang gagasan Abdullah Saeed
mengenai model penafsiran al-Qur’an yang tertuang dalam beberapa karya tulisnya terutama buku Interpreting The Qur’an: Towards a
Contemporary Approach (2006), paradikma, prinsip, dan metode
kontekstualis atas al-Qur’an (2016), al-Qur’an abad 21 (2016)
Sedangkan data sekunder adalah literatur pendukung yang memiliki
kaitan langsung maupun tidak langsung dengan data primer. Seperti:,
Asas-asas Kamunikasi (1991), Kajian Sosiologi Agama (1995),
Modernisasi Bukan Westernisasi (2002), Hablum Minannas (2006),
Metode Penafsiran Al-Qur’an (2011), Psikologi Sosial (2012),Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir (2015)dan lainnya.
b. Metode Analisis Data
Adapun untuk menganalisis data-data yang telah terkumpul,
makapenulis mengunakan beberapa metode, yaitu
deskripsi,taksonomi, dan interpretatif. Metode deskriptif ini digunakan
penulis untuk mendeskripsikan latar belakang kehidupan8 dan
penafsiran kontekstual Abdullah Saeed.
Sedangkan analisis taksonomi ini ialah yang memusatkan
penelitian pada domain tertentu dari pemikiran tokoh, berbeda dengan
analisis domain yang digunakan untuk mendapatkan gambaran secara
menyeluruh perihal pemikiran tokoh. Melalui analisis taksonomi,
pemikiran Abdullah Saeed tentang penafsiran al-Qur’an saja yang
menjadi perspektif dari penelitian ini.9
Selanjutnya melalui metode interpretatif, penulis berupaya untuk
menginterpretasikan dan mengenalisis secara memadai pemikiran
Abdullah Saeed tentang penafsiran al-Qur’an, khususnya
pandangannya terhadap hubungan muslim dengan non-muslim.
Interpretasi ini penulis lakukan dalam batasan alur pemikiran. Hal ini
digunakan untuk menemukan dan memahami maksud dari apa yang
digagas oleh Saeed.10
3. Pendekatan
Pendekatan penelitian ini historis-kritis. Pendekatan historis dipakai
untuk menelusuri kehidupan Abdullah Saeed serta mendiskripsikan
diskursus penafsiran kontemporer. Sedangkan kritis berarti melakukan
8Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, ... hlm. 54.
9Arief Furchan dan Agus Maimun, Study Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 64-67.
telaah atas pendekatan-pendekatan yang digunakan Abdullah Saeed dalam
menafsirkan al-Qur’an. Pada akhirnya, akan terlihat alur pemikiran
Abdullah Saeed tentang pandangannya terhadap hubungan muslim dengan
non-muslim.
Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut:
pertama, penulis akan menginventarisir data dan menyeleksinya,
khususnya karya-karya Abdullah Saeed dan buku-buku lain yang terkait.
Kadua, penulis akan mengkaji data tersebut secara komprehensif
kemudian mengabstraksikannya melalui metode deskriptif.
E. Kajian Pustaka
Sebelum dilakukan penelitian ini, penulis telah membaca beberapa
sumber-sumber rujukan baik yang primer maupun sekunder, seperti buku
Interpreting The Qur’an: Towards a Contemporary Approach (2006)
(Terjemahan Indonesia), dan buku lainnya.Penulis juga telah membaca
literatur yang menjadi kajian kepustakaan.
Interpretasi Kontekstual (Studi Atas Pemikiran Hermeneutika al-Qur’an
Abdullah Saeed), skripsi oleh Lien Iffah Nafi’atu Fina.11Penelitian ini
berusaha memberikan pemahaman terhadap pandangan dan konsep Abdullah
Saeed yang menawarkan pembaharuan atas penafsiran al-Qur’an melalui ayat-ayat ethico-legal al-Qur’an. Iffah mendeskripsikan pemikiran Abdullah
11 Lien Iffah Nafi’atu Fina, Interpretasi Kontekstual: Studi Atas Pemikiran Hermeneutika
Saeed masih sangat bersifat general. Sedangkan pada penelitian ini penulis
mengunakan pendekatan kontekstual Abdullah Saeed secara rincihubungan
muslim dengan non-muslimperspektif metode tafsir kontekstual Abdullah
Saeed.
Selanjutnya adalah penelitian tentang Interaksi Sosial Muslim Dengan
Non-Muslim Perspektif Hadis.12 Hubungan sosisal atau interaksi sosial
perspektif hadis sedangkan pada penelitian ini penulis fokuskan pada
hubungan muslim dengan non muslim perspektif metode tafsir kontekstual
Abdullah Saeed.
Ketiga, buku karya imam besar masjid Istiqlal, Jakarta, Prof. Ali
Mustafa Yaqub, MA, yang berjudul Kerukunan Umat Dalam Prespektif
Al-Qur’an Dan Hadis. Buku ini menjelaskan tentang permasalahan tentang
bagaimana dahulu umat Islam telah hidup rukun dan damai dengan umat dari
agama lain. Seperti Yahudi, Nasrani dan suku asli Arab- dengan
mengemukakan beberapa sumber dari al-Qur’an dan hadis. Namun buku ini
tidak menjelaskan secara jelas bagaimana seharusnya menjalin interaksi yang
positif antar muslim dengan non-muslim.13
Sedangkan penelitian yang penulis paparkan disini yaitu Hubungan
Muslin dengan Non-Muslim dengan mengunkan metode tafsir kontekstual
Abdullah Saeed. Secara umum, tulisan ini akan menjelaskan faktor apa yang
12 Haidi Hajar Widagdo, Interaksi Sosial Muslim Dengan Non-Muslim Prespektif
Hadi,(Yogyakatra: TESIS UIN Saunan Kalijaga, 2011) 123 hlm.
13 Ali Mustafa Yaqub, Kerukunan Umat dalam Prespektif Al-Qur’an dan Hadis
menjadikan perselisihan antar umat beragama dan bagaimana al-Qur’an
menjawabnya sesuai dengan konteks saat ini.
F. Kerangka Teori
Sebelum memasuki penelitian yang lebih lanjut, penulis mencoba
mendiskripsikan terlebih dahulu secara sederhana tentang dua hal pokok yang
menjadi bahasan dalam penelitian ini, yakni, metode tafsir kontekstual dan
hubungan/Interaksi sosial. Pokok pertama, tafsir yang berasal dari
fasara-yufassiru-tafsiran yang berarti pemahaman, penjelasan dan perincian.14
Dalam memahami kalam Illahi perlu adanya alat atau perantara untuk sampai
pada pemahaman yang sempurna. Dalam konteks ini, penulis membawa alur
penafsiran dengan metode/pendekatan kontekstual. para penganut pendekatan
ini berpendapat bahwa para ulama harus mempertimbangkan konteks sosial,
politik, ekonomi, intelektual dan kultural dari proses pewahyuan, dan
sekaligus mempertimbangkan kondisi saat penafsiran dilakukan saat ini.15
Jadi, metode kontekstual adalah cara untuk memahami pesan al-Qur’an sesuai
dengan konteks saat ini.
Pokok kedua, hubungan/interaksi sosial, agar sekiranya objek penelitian
ini menjadi jelas. Maka akan dijelaskan secara singkat apa yang dimaksud
interaksi sosial. Secara bahasa, kata interaksi berarti melakukan aksi timbal
14 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa Dzurriyah,
2010) hlm 316.
balik,16 sedangkan kata sosial berarti, segala yang berkenaan dengan
masyarakat.17Dari penjelasan tersebut, maka interaksi sosial adalah
melakukan aksi tibal balik dengan masyarakat.
Dengan kata lain, interaksi sosial adalah hubungan-hubungan yang
dinamis yang menyangkut antar orang-perorangan, kelompok-kelompok
manusia, maupun antar orang dengan kelompok.
Namum dalam penelitian ini, interaksi sosial yang dibangun yaitu
hubungan muslim dengan non-muslim (Toleran). Sehingga pokok
pembahasan disini meliputi:
1) Saling mengenal dan menghargai dalam QS. Al-Hujurat ayat 13
2) Kebaikan dan keadilan (Birr wa Adl) dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 8.
G. Sistematika Penelitian
Mengacu pada metode penelitian di atas, selanjutnya untuk
memudahkan dan demi runtutnya penalaran dalam penelitian, kajian dalam
penelitian ini akan di bagi dalam tiga bagian utama, yakni pendahuluan, isi
dan penutup dengan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan yang menguraikan argumentasi
seputar signifikansi penelitian ini. Sebagai landasan awaldalam melakukan
penelitian, bab I ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
16 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Besar Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), hlm 594.
tujuan penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, kerangka teori,
sistematika pembahasan.
Bab selanjutnya adalah bab kedua,pada bab ini, penulis membagi
permasalahan menjadi dua. Yang pertama penjelasan yang berkenaan dengan
bigrafi tokoh, meliputi latar belakang kehidupan maupun biografi intelektual
termasuk karya-karya intelektualnya dan Pemikiran Abdullah Saeed, definisi
tafsir kontekstualserta metode kontekstual Abdullah Saeed dan interaksi
sosial.Kedua, penulis berusaha mendefinisikan hubungan atau interaksi sosial
secara umum.
Bab ketigakajian akan difokuskan kepada Hubungan Muslim dengan
Non-Muslimdalam Al-Qur’an. Meliputi saling mengenal dan menghargai
(QS. al-Hujurat:13) serta kebaikan dankeadilan (QS. al-Mumtahanah:8)
disertai tafsiran dari beberapa tokoh mufassir.
Dalam bab keempatmerupakan ruang untuk memaparkan hubungan
Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir
kontekstual Abdullah Saeed. Meliputi: hubungan saling mengenal dan
menghargaiQS. Al-Hujurat: 13, kebaikan dan keadilan(birr wa adl)QS.
al-mumtahanah: 8.
Sementara bab kelima, merupakan bab penutup yang akan memberikan
kesimpulan terhadap diskusi sebelumnya dan saran-saran untuk penelitian
BAB II
ABDULLAH SAEED SERTA METODE TAFSIR KONTEKSTUALNYA DAN INTERAKSI SOSIAL
A. Biografi Kehidupan dan Intelektual Abdullah Saeed
Abdullah Saeed adalah professor Arab dan Islamic Studies di Universitas
Melbourne, Australia. Abdullah Saeed lahir di Maklives18, pada 25 September
1964. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di sebuah kota bernama Meedhoo
yang merupakan bagian dari kota Addu Atoll. Ia adalah seorang keturunan suku
bangsa Arab Oman yang bermukim di Meklives. Untuk kepentingan studi, pada
tahun 1977, ia hijrah ke Saudi Arabia untuk menuntut ilmu.19
Setelah sampai di Saudi Arabia, Abdullah Saeed kemudian mempelajari
bahasa Arab dan memasuki beberapa lembaga pendidikan formal, seperti; Isntitut
Bahasa Arab Dasar (1977-1979) dan Institut Bahasa Arab Menengah
(1979-1982), serta Universitas Islam Saudi Arabia di Madinah (1982-1986), dengan
gelar Bachelor’s of Arts (BA) dalam Bahasa Arab dan Studi Islam.20
18 Maklives merupakan negara Negara Republik (Republik Maklives), tetapi sebelumnya
adalah kepulauan Maklives. Negara ini terletak di bagian Utara lautan India, kira-kira 500 km atau
310 mil di bagian barat daya India. Secara umum penduduk Meklives beragama Islam, oleh karena
itu Islam Menjadi agama resmi Negara.
19 Wartoyo, “, Bunga Bank: Abdullah Saeed vs Yusuf Qaradhawi “Sebuah Dialektika
Pemikiran antara Kaum Modernis dengan Neo-Revivalis”, La_Riba; Jurnal Ekonomi Islam (Vol IV, No 1 Juli 2010) hlm 119.
20Sheyla Nichlatus Sovia, “Interpretasi Kontekstual; Studi Pemikiran Hermeneutika
Kemudian pada tahun 1987, Abdullah Saeed melanjutkan studinya ke
Negara Kanguru, Australia, sebuah negara yang multi etnis sekular.21
Sesampainya di Australia, Saeed masuk di University of Melborne, dimulai dari
Sarjana Strata Satu (Master of Art Preliminary) pada Jurusan Studi Timur Tengah
(1987). Kemudian, Master dalam Jurusan Linguistik Terapan (1988-1992) dan
doktoralnya dalam Islamic Studies (1992-1994) diselesaikannya pada Universitas
yang sama. Kemudian Saeed mengabdi di Universitas tersebut hingga sekarang.22
1. Riwayat Pendidikan Abdullah Saeed23
Abdullah Saeed telah menyandang gelar akademik yang diperolehnya dari
Arab Saudi dan Australia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rinciannya
sebagai berikut:
a. Tahun 1977-1979, studi bahasa Arab di Institut Bahasa Arab Universitas
Islam di Madinah Saudi Arabia.
b. Tahun 1979-1982, Ijazah Sekolah Menengah, di Institut Menengah Arab
Saudi di Madinah.
c. Tahun 1982-1986, BA (Bachelor of Arts) dalam Studi Arab dan Islam, di
Universitas Islam Arab Saudi di Madinah.
d. Tahun 1986-1987, Sarjana Strata Satu (Master of Arts Preliminary)dalam
Jurusan studi Timur Tengah di Universitas Melbourne Australia.
21 Hatib Rachman “Hermeneutika al-Qur’an Kontekstual: Metode Menafsirkan al-Qur’an
Abdullah Saeed, Afkaruna (Vol. 9, No. 2, Juli 2013), hlm 150.
22 Ahmad Zaini, “Model Interpretasi al-Qur’an Abdullah Saeed”, Islamica (Vol 6 No. 1,
September 2011), hlm 28-29.
e. Tahun 1992-1994, MA (Master of Arts) dalam Jurusan Linguistik
Terapan di Universitas Melbourne Australia.
f. 1988-1992, Ph.D.(Doctor of Philosophy) dalam Studi Islam di Universitas
Melbourne Australia.
2. Riwayat pekerjaan Abdullah Saeed24
Di antara riwayat pekerjaan yang pernah dan sedang ditekuni oleh Abdullah
Saeed, di antaranya:
a. Tahun 1988-1992 sebagai tutor dan dosen part-time dalam mata kuliah
Bahasa dan Sastra Arab dan Stusi Timur Tengah di Universitas
Melbourne.
b. Tahun 1991-1992 sebagai koordinator mata kuliah Bahasa Arab dan Studi
Islam di Sekolah Tinggi Islam King Khalid Victoria.
c. Tahun 1993-1995 sebagai konsultan mata kuliah Bahasa Arab dan Studi
Islam di Sekolah Tinggi Islam King Khalid Victoria.
d. Tahun 1993-1995 sebagai Asisten Dosen dalam mata kuliah Studi Arab
pada Jurusan Bahasa-bahasa Asia dan Antropologi Fakultas Bahasa
Universitas Melbourne.
e. Tahun 1996-1997 sebagai Deputi Ketua/ Ketua Pelaksanaan Jurusan Studi
Bahasa Universitas Melbourne.
f. Tahun 1996-1999 sebagai Dosen Senior dalam mata kuliah Studi Arab
dan Islam pada Jurusan Bahasa Universitas Melbourne.
24 Eka Suriansyah dan Suherman, Melacak Pemikiran Al-Qur’an Abdullah Saeed..., hlm
g. Tahun 1999 sebagai Visiting Scholar di Sekolah Studi Orang Timur dan
Afrika (SOAS) Universitas London.
h. Tahun 1998-2003 sebagai Wakil Direktur Asia Institut (Institute of Asian
Language and Societies) Universitas Melbourne.
i. Tahun 2003-2004 sebagai Direktur Pelaksana Asia Institut (Institute of
Asian Language and Societies) Universitas Melbourne. Sekarang, aktif
sebagai Direktur National Center of Excellence for Islamic Studies
Universitas Melbourne (sejak 2007), sebagai Direktur Asia Institute
Universitas Melbourne (sejak 1 Januari 2007), sebagai Asisten Professor
Fakultas Hukum Universitas Melbourne (sejak 2007), sebagi Direktur
Pusat Studi Islam Kontemporer Universitas Melbourne (sejak 2005),
sebagai Sultan Professor Oman dalam bidang Stui Arab dan Islam
Universitas Melbourne (sejak 2003), serta beragam aktifitas lain yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
3. Karya-karya Ilmiyah Abdullah Saeed25
Saeed adalah ilmuan yang produktif.Diantara karyanya:26
a. Sacred place and Secred Life in Islam ditulis bersama I. Weeks
diterbitkan di Geelong oleh Deakin University Press tahun 1990
25 Eka Suriansyah dan Suherman, Melacak Pemikiran Al-Qur’an Abdullah Saeed..., hlm
47-48.
b. Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba in Islam
and its Contemporary Interpretation diterbitkan tahun 1996 dan 1999 di
Leiden oleh E.J. Brill.
c. Modern Standard Arabic: An Introduction ditulis bersama C. Mayer dan
A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada tahun
2000 dan 2001.
d. Modern Standard Arabic: Beginners Book 1 ditulis bersama C. Mayer
dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada
tahun 2000 dan 2001.
e. Modern Standard Arabic: Beginners Book 2 ditulis bersama C. Mayer
dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada
tahun 2000 dan 2001.
f. Modern Standard Arabic: Intermediate Book 1 ditulis bersama C. Mayer
dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada
tahun 2000 dan 2001.
g. Modern Standard Arabic: Intermediate Book 2 ditulis bersama C. Mayer
dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada
tahun 2000 dan 2001.
h. Esenntial Dictionary of Islamic Thought ditulis bersama M. Kamal dan C.
Mayer diterbitkan tahun 2001 di Adelaide oleh Seaview Press.
i. Muslim Communities in Australia sebagai editor bersama S.Akbarzadeh
diterbitkan tahun 2002 di Sydney oleh University of New South Wales
j. Islam in Australia diterbitkan tahun 2002 di Sydney oleh Allen & Unwin.
k. Islam and Political Legitimacy sebagai editor bersama S. Akbarzadeh
diterbitkan London and New York oleh Curzon tahun 2003.
l. Muslim Asutralians: The Beliefs, Practices and Institutions diterbitkan
tahun 2004 diCanberra oleh Commonwealth Government.
m. Freedom of Religion, Apostasy and Islam ditulis bersama H. Saeed
diterbitkan tahun 2004 di Hampshire oleh Ashgate Publishing.
n. Approaches to the Al-Qur’an in Contemporary Indonesia sebagai editor
diterbitkan tahun 2005 di Oxford oleh Oxford University Press.
o. Interpreting the Qur’an: Towards a Contemporary Approachditerbitkan
di London dan New York oleh Routledge tahun 2006.
p. Islam Thought: An Introduction diterbitkan di London dan New York
oleh Routledge tahun 2006.
q. The Qur’an: An Introduction diterbitkan di London dan New York oleh
Routledge tahun 2008.
B. Pemikiran Abdullah Saeed Tentang Wahyu dan Klasifikasi Ayat-ayat Dalam
Al-Qur’an
1. Konsep Wahyu
Sebelum membangun metode tafsirnya, Saeed menjelaskan dulu tentang
konsep wahyu. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad, dan ia mengakui keotentikannya. Sebagaimana Rahman dan Abu
sosio-historis dimana al-Qur’an diwahyukan. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad agar bisa dipahami manusia.
Saeed meyakini bahwa wahyu Tuhan tidak terhenti dengan selesainya
pewahyuan al-Qur’an. wahyu akan terus turun sepanjang masa, meski tidak
melalui Nabi. Wahyu Tuhan akan terus memberi petunjuk-Nya kepada
orang-orang yang bertakwa dalam menafsirkan dan menjalankan al-Qur’an.
Menurut Saeed, secara global wahyu mengalami empat level proses,
yaitu:
Level Pertama, wahyu berada di alam ‘gaib’ (ghayb) dan dipastikan tidak
diketahui.27 Proses ini dimulai etika Tuhan pertama kali mewahyukan
al-Qur’an ke al-lauh al-mahfuzh, kemudian dihafal oleh Ruh (dipahami malaikat
sebagai penyampai wahyu) yang akan membawa pewahyuan kepada Nabi.
Sehingga pada level ini ‘model’ dan ‘bahasa’ tidak bisa dipahami manusia.
Level kedua, pewahyuan mencapai Nabi, yaitu langkah di mana sebuah
hubungan dibuat antara Ruh, yang dikenal sebagai malaikat Jibril, dan Nabi.28
Ruh membawa wahyu ke dalam pikiran dan hati Nabi. Maksudnya wahyu ke
dunia fisik berarti bahwa wahyu terjadi dalam bentuk yang lebih bisa dipahami
oleh manusia. Oleh karena itu, wahyu di dalam pikiran Nabi dikomunikasikan
dalam bahasa Arab (bahasa yang dipahami Nabi dan masyarakatnya). Saat
itulah wahyu mulai berperan, berkaitan dengan keadaan-keadaan,
27 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed dalam Mengusung Pendekatan
Kontekstual dalam Penafsiran al-Qur’an” Paradikma, Prinsip, dan Metode Penafsiran Kontekstual
atas Al-Qur’an, Lien Iffah Naf’atu Fina dan Ari Henri, trj, (Yogyakarta: Ladang Hikmah dan
Baitul Hikmah Press, 2016), hlm 80.
kebutuhan dan persoalan-persoalan Nabi dan masyarakat terkait norma,
adat-istiadat, sitem-sistem, dan institusi-institusi masyarakat tersebut. (Ruh-Pikiran
dan Hati Nabi-Eksternalisasi-Konteks Sosio-Historis)
Level ketiga, Teks-Konteks-Teks yang Meluas.
Sekali wahyu dieksternalisasikan dan dikomunikasikan oleh Nabi kepada
masyarakatnya, wahyu menjadi sebuah teks (oral atau tertulis) yang
dihubungkan dengan secara mendalam dengan konteks komunitas Nabi. Teks
tersebut diceritakan, dibaca, dikomunikasikan, diajarkan,dijelaskan, dan
diamalkan.29 Disinilah awal teks diekternalisasikan konteks langsung dari
aktualisasi.
Level keempat, Teks Tertutup-Komunitas-Komunitas
Interpretatif-Konteks-Inspirasi.
Dengan wafatnya Nabi, teks telah final dan tertutup.30 meski demikian,
aspek-aspek tertentu dalam wahyu tidak terhenti begitu saja. Teks masih terus
berjalan dengan melibatkan 2 dimensi pewahyuan: (1) wahyu yang berawal
dari Nabi dipadukan dengan komunitas dan terus mentransmisikan kepada
generasi-generasi berikutnya; (2) petunjuk ilahiyah untuk petunjuk bagi mereka
yang sadar akan kehadiran-Nya dan berushakan memprektikan firman-Nya
dalam kehidupan mereka.
29 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 82.
Firman Tuhan
Diluar Pemahaman Langit Level Pertama
Manusia
Ruh
Fikiran dan Hati Nabi Level Kedua
Dalam Habasa Arab
Pemahaman Level Ketiga
Manusia Aktualisasi oleh Komunitas Pertama
(Konteks makro 1)
Aktualiasasi Berkelanjutan dalam Sejarah Level
Keempat
Aplikasi dalam Konteks saat ini
(Konteks makro 2)
Berdasarkan penjelasan diatas, menurut Saeed pendekatan31 dalam
Metode tafsir al-Qur’an dapat diklasifikasiakn menjadi 3, yaitu:
(1) Pendekatan Tekstualis
Pendekatan tekstualis merupakan suatu pendekatan dalam penafsiran
al-Qur’an yang Mengikuti Teks dengan seksama dan mengadopsi pendekatan
literalistik terhadap teks.32 Kontekstualitas suatu teks, dalam pandangan
kaum tekstualis lebih dilihat sebagai suatu wacana dalam konteks
intrateks. Jadi pendekatan kontekstual cenderung bersifat kearaban, karena
al-Qur’an turun pada masyarakat Arab. Yang artinya masyarakat Arab
adalah audiens secara mutlak dan menjadi acuan proses penafsiran.
Dengan demikian, pendekatan tekstualis biasanya analisisnya cenderung
bergerak dari refleksi (teks) ke praktis (konteks) yang bersifat kearaban,
yaitu penafsir tidak memiliki peran di dalamnya.
(2) Pendekatan Semi-Tekstualis
Kecenderungan pendekatan ini tidak terlalu jauh berbeda dengan
kelompok tekstualis. Prinsip-prinsip dasar tentang pandangan al-Qur’an
dan orientasi metodologi penafsiran biasanya mengikuti kaum tekstualis.
Termasuk pada linguistik dan penolakan pada sosio-historis yang terkait.
Tetapi mereka berusaha mengemas dan menyajikan kandungan
makna-makna al-Qur’an dalam ‘idiom’ dan bingkai modern, namun seringkali
dalam diskursus yang apologetik (mempertahankan sesuatu secara
ilmiah).33 Mereka tidak memperhatikan persoalan tentang hubungan antara
kandungan etika-legal al-Qur’an dengan konteks sosio-historis. Sehingga
32 Pendekatan tesktual arah gerak yang cenderung pada teks. Sifatnya menurun; dari teks ke
konteks. Islah Gusmian, Khasanah Tafsir Indonesia; Dari Hermenutik Himgga Ideologi
(Yogyakarta: LkiS, 2013),hlm 121.
model interpretasinya cenderung menghakimi realitas kehidupan dan
terkesan kaku.
(3) Pendekatan Kontekstualis
Kata kontekstualis diartikan dengan situasional. Jadi pendekatan
kontekstualis ini adalah cara dalam menafsirkan suatu teks dengan
pemaknaan yang melihat keterkaitan masa lalu, masa kini, dan masa
mendatang; dimana sesuatau dilihat dari sudut historis kemudian makna
fungsional saat ini dan makna yang dianggap relevan di kemudian hari.
Sehingga antara teks al-Qur’an dan penerapannya selalu berkaitan dan
berkembang.
2. Klasifikasi ayat-ayat al-Qur’an
Bagi Saeed, banyak dari sisi al-Qur’an yang memberikan kemungkinan
terhadap keberagaman penafsiran dan hanya bersifat pemikiran semata. Selain
kompleksitas kandungan al-Qur’an atas berbagai macam tema, ide-ide,
gagasan, nilai teks, al-Qur’an juga mengakui adanya ayat-ayat mustayabihat. Saeed kemudian, membagi ayat-ayat al-Qur’anke dalam empat jenis (ayat-ayat
taksiran), aykni:34 (1) ayat-ayat teologis, yaitu ayat yang mengandung tentang
informasi ketuhanan, eskatologi, dan hal-hal yang gaiblainnya; (2) ayat-ayat
kisah, yaitu yang banyak merujuk kepada peristiwa-peristiwa dalam sejarah
manusia, baik konteks masa lalu, saat ini, maupun masa depan; (3) ayat-ayat
perumpamaan, yaitu ketika al-Qur’an mengungkapkan pesannya melalui fase,
expresi, dan teks tertentu untuk menggambarkan konsep atau gagasan tertentu;
(4) ayat-ayat yang berorientasi praktis, yaitu ayat yang bermuatan
ethico-legal.35 Ayat-ayat ethico-legal adalah ayat-ayat yang menjadi fokus kajian
hukum Islam saat ini, seperti tentang ibadah, pernikahan, perceraian, warisan,
jihad, pidana, hubungan dengan non-muslim, hubungan antar agama dan
pemerintahan.
C. Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed
Istilah Tafsir secara etimologi (bahasa) merupakan bentuk isim masdar (kata
benda abstrak) dari kata fasaya-yufassiru-tafsiran yang berarti pemahaman,
penjelasan dan perincian.36 Tafsir bisa berarti al-ibanah (menjelaskan), al-kasyaf
(menyingkap), dan al-izh-har (menampakkan) makna atau pengertian yang
tersembunyi.Sehingga tafsir berarti menyingkap apa yang dimaksudkan atau yang
tertutup oleh kata yang sulit. Dalam pengertian inilah al-Qur’an menggunakan kata tersebut dalam QS. Al-Furqan [25]: 33. “Tidaklah orang-orang kafir itu
datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datang
kepadamu sesuatau yang benar dan yang paling baik.Penjelasannya, hasil
pemahaman manusia (baca:mufassir) terhadap al-Qur’an yang dilakukan dengan
menggunakan perangkat metode dan pendekatan tertentu sesuai keinginan
mufassir yang dimaksudkan untuk menjelaskan suatu makna teks ayat-ayat
35 Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’an..., hlm 90-91.
Qur’an. sehingga yang dimaksud dengan ‘tafsir al-Qur’an’ adalah penjelasan
tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia.37
Sebagai sebuah disiplin ilmu, tafsir tidak akan terlepas dari perangkat atau
alat (metode). Sehingga, yang dimaksud dengan metode tafsir adalah prosedur
(cara) sistematis sebagai upaya memahami dan menjelaskan maksud kandungan
al-Qur’an. menurut Nasruddin Baidan, metode tafsir merupakan suatu cara yang
teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa
yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan-Nya
kepada Nabi Muhammad SAW.38
Kontekstual berasal dari kata ‘konteks’ yang artinya sebuah konsep umum
yang bisa mencakup, misalnya, konteks linguistik, dan juga “konteks makro”.
Konteks linguistik berkait dengan cara dimana sebuah frase, kalimat atau teks
pendek tertentu ditetapkan dalam teks yang lebih besar. Biasanya, ini mencakup
upaya menempatkan teks yang tengah dikaji dalam rangkaian teks yang
mendahului atau mengikutinya. Tipe konteks ini, meski penting juga guna
memperoleh pemahaman dasar atas kandungan teks_ tidak menjadi fokus utama
dalam pendekartan kontekstual. yang lebih menarik dan berguna bagi pendekatan
kontekstual adalah “konteks makro”. Ini bermakna upaya memberi perhatian
kepada kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan intelektual di sekitar teks
al-Qur’an. Konteks makro juga memperhatikan terjadinya konteks pewahyuan dan
37 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir; Syarat, ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an (Tangerag:Lentera Hati, 2013), hlm 9.
38 Nashrudin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm
pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut. Di samping itu, ia
mencakup juga berbagai gagasan, asumsi, nilai, kayakinan, kebiasaan relijius, dan
norma budaya yang ada pada saat itu. Pemahaman akan elemen-elemen tersebut
sangatlah penting dalam kegiatan penafsiran, karena al-Qur’an merespon,
berinteraksi, dan mendukung/menolak hubungan-hubungan kontekstual tersebut.39
Sehingga inti dari metode/pendekatan kontekstual terletak pada gagasan mengenai
konteks saat ini.
Metode tafsir yang dikembangkan Saeed adalah motode kontekstual.
Landasan teoritis yang dirumuskan Abdullah Saeed bagi penafsiran kontekstual
adalah: (1) adanya keterkaitan antara wahyu dan konteks sosio-historis yang
mengitarinya;40 (2) fenomena fleksibilitas dalam cara membaca al-Qur’an dan
pengubahan hukum mengikuti situasi dan kondisi yang baru (naskh) karena
al-Qur’an sejak awal pewahyuannya telah berdialektika secara aktif dengan audien
pertama;41 (3) kondisi al-Qur’an yang secara internal (ayat-ayat teologis, kisah,
perumpamaan) tidak bisa dipahami sama dengan ayat-ayat ethico-legal (bersifat
praktis)42
Dengan demikian kita dapat mengetahui bagaimana bangunan epistemologi
kontekstual yang dibangun Abdullah Saeed, yakni:
1) Mengakui Kompleksitas makna. Bagi Saeed, makna teks al-Qur’anselalu
tidak pasti. Yaitu penafsir hanya sampai pada kemampuan menaksir. Hal
ini sangat berbeda dengan anggapan kaum tekstualis, yang meyakini
39 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 14.
40 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 53.
bahwa makna teks adalah sesuatu yang pakem, sehingga tidak ada otoritas
bagi generasi akhir untuk menambah makna.
2) Memperhatikan konteks sosio-historis penafsiran. Al-Qur’an turun dengan
cara berdialektika dengan konteks sosio-historis pada masanya.
Pengetahuan terhadap konteks sosio-historis periode pra-Islam dan periode
Islam awal tidak bisa diabaikan.43 Untuk memahami konteks ini, seseorang
membutuhkan pengetahuan akan kehidupan Nabi dan masyarakat saat itu,
baik dari segi sosial, ekonomi, politik, hukum, dan adat yang berlangsung.
Sehingga konteks sosio-historis menunjukkan bagaimana teks tersebut
difahami oleh generasi pertama. Selain itu konteks sosio-historis
menunjukkan begitu banyak aspek kehidupan pada masa pewahyuan yang
berbeda dengan masa kini. Perhatian konteks sosio-historis ini akan
menunjukkan manakah ayat ethico-legal.
3) Merumuskan hirarki nilai ayat-ayat ethico-legal untuk menentukan mana
yang berubah dan mana yang tetap. Penetuan ini bukanlah hal yang
mudah. Untuk itu Saeed merumuskan hirarki nilai, yang merupakan
penyempurna dari ideal-moral Rahman. Nilai-nilai itu adalah:
a) Nilai-nilai yang bersifat kewajiban, meliputi:44 Nilai yang berkaiatan
dengan kepercayaan (rukun iman), praktik ibadah, halal-haram yang
disebut dalam al-Qur’an. nilai-nilai ini bersifat abadi, tidak akan
berubah meski kondisi telah berbeda.
43 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 231.
b) Nilai-nilai fundamental, yaitu nilai-nilai kemanusiaan dasar45 meliputi,
kebebasan, perlindungan hidup, hak milik, keturunan dan agama.
c) Nilai-nilai proteksional, nilai yang merupakan undang-undang bagi
nilai fundamental.46 Contoh: untuk melindungi hidup, maka ada
larangan membunuh.
d) Nilai-nilai implementasi, merupakan tindakan atau langkah spesifik
yang dilakukan atau digunakan untuk melaksanakan nilai
proteksional.47 Contoh: hukuman potong tangan bagi yang mencuri
mungkin relevan digunakan pada zamannya, namun tidak untuk saat
ini.
e) Nilai-nilai intruksi, yaitu ukuran atau tindakan yang diambil al-Qur’an
ketika berhadapan dengan sebuah persoalan khusus pada masa
pewahyuan. 48
Dengan prinsip-prinsip tersebut, Saeed membagi empat tahap kerangka
kerja penafsirannya serta langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Bertemu dengan dunia teks, tahap ini merupakan perkenalan dengan teks
dan dunianya.
b. Melakukan analisis kritis (Critical analysis), Penafsir menjangkau makna
teks dari berbagai aspek, meliputi:
45 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 263.
46 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 264.
47 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 265.
1) Analisis linguistic, yaitu analisis kebahasaan meliputi makna kata,
frase, dan sintaksis49. Menurut Saeed, ini mencakup upaya
identifikasi, mengapa fitur-fitur linguistik tertentu digunakan di dalam
teks dan bagaimana pengaruhnya terhadap makna.50
2) Analisis kontek sastra, disini penafsir melihat ayat dan sesudahnya.
3) Bentuk sastra, mengidentifikasikan teks apakah yang dimaksud adalah
ayat kisah, ibadah, perumpamaan atau hukum. Bagian ini sangat
berkaitan dengan makna.
4) Analisis teks-teks yang berkaitan, tahapan ini Saeed menganjurkan
untuk mengumpulkan dan mengindentifikasi teks-teks yang berkaitan
dengan teks yang dikaji dalam al-Qur’an. ketika teks-teks sudah
dikumpulkan dan diidentifikasi, sebuah gagasan kunci akan muncul
dari teks-teks yang berbeda tersebut; sejumlah pesan, gagasan,
nilai-nilai yang domain; bagaimana relevansi teks-teks yang terkait. Ketika
hal-hal tersebut telah dilakukan, mufasir bisa mengkaji pesan-pesan
yang disampaikan untuk menyusun nilai-nilai domain dalam teks
berdasarkan hierarki relevansinya.51
5) Relevansi kontekstual, dengan menelusuri ayat-ayat yang sama tadi
dari sisi kronologi pewahyuan.
c. Menemukan makna teks bagi penerima pertama
49 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sintaksis yaitu pengaturan dan hubungan kata
dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar.
50 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 170.
1) Menelusuri teks dan konteks makro 1, konteks makro, kontek makro,
artinya menuju kepada kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural dan
intelektual pada saat itu yang berhubung dengan teks al-Qur’an.
konteks makro mencakup sejumlah gagasan, nilai dan pandangan
relevan yang bisa dipahami dengan mengkaji data historis yang ada
bagi sang mufasir dari berbagai sumber. Tujuannya adalah
merumuskan pemahaman guna memperoleh data-data sejarah yang
komprehensif atas kondisi di mana teks diturunkan.52
2) Menentukan hierarki pesan
3) Menelusuri sosio-historis
d. Menentukan makna dan aplikasi teks bagi masa kini, yaitu mengaitkan
makna teks saat itu dengan konteks makro 2. Artinya menentukan makna
teks dari konteks saat dulu dan dipadukan relevasinya dengan konteks atau
audien saat ini. Menurut Saeed, semakin besar kesamaan unsur 1 dan 2,
maka semakin tinggi kemungkinan bahwa pesan kunci akan tetap
sebagaimana adanya,variasi dari kedua konteks tersebut dapat memberikan
kemungkinan tentang pesan kunci yang lebih besar yang terjadi dan
diaktualisasikan secara berbeda dalam konteks makro 2, jika nilai yang
disampaikan oleh teks tersebut tidak bersifat universal.53
52 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 166-167.
D. Interaksi Sosial; Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim (Toleransi)
Secara bahasa, kata interaksi berarti melakukan aksi timbal balik,54
sedangkan kata sosial berarti, segala yang berkenaan dengan masyarakat.55 Dari
penjelasan tersebut, maka hubungan/interaksi sosial adalah melakukan aksi tibal
balik dengan masyarakat. Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan
yang tindakan yang berdasarkan normadan nilai sosial yang berlaku dan
diterapkan di salam masyarakat.
Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial itu sendiri
dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada ada
dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran dan pribadi
masing-masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai yang kita
harapkan.
Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari
hubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk mencari
individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar fikiran.
Interaksi sosial merupakan kunci rotasi semua kehidupan sosial. Dengan tidak
adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin
ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling saling berhadapan antara satu
sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat
saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan
dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka
kegiatan-kegiatan antar satu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.
54 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., hlm 594.
Kegiatan menganalisis komunikasi telah dilakukan oleh Aristoteles dalam
bukunya Rhetorica. Menurut pandangan Aristoteles, setiap komunikasi atas terdiri
tiga unsur penting, antara lain:56
1) Pembicara
2) Apa yang dibicarakan
3) Penerima/ orang yang mendengarkan (audien)
Tidak dapat dipungkiri bahwa semua yang hidup didunia ini pasti tidak bisa
hidup sendiri. Setiap orang pasti menjalin hubungan dengan yang lain. Dari
pembagian unsur-unsur komunikasi di atas, maka dapat dijabarkan
macam-macam hubungan sosial, sebagai berikut:
1) Perorangan, yaitu hubungan sosial yang terjalin antar satu orang dengan
orang lain.
2) Peorangan dengan kelompok, yaitu hubungan sosial yang terjalin antara satu
orang dengan kelompok tertentu.
3) Antar kelompok, yaitu hubungan sosial yang terjalin antara kelompok
dengan kelompok. Contohnya: hubungan umat Muslim dengan
Non-Muslim.
Namum dalam penelitian ini, interaksi sosial yang dibangun yaitu hubungan
muslim dengan non-muslim (Toleran). Sehingga pokok pembahasan disini
meliputi:
1) Saling mengenal dan menghargai
2) Kebaikan dan keadilan (Birr wa Adl)
BAB III
HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN A. Pengertian Muslim dan Non-Muslim
Sebelum berbicara mengenai hubungan Muslim dengan Non-Muslim, perlu
dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud Muslim? Dan apa yang dimaksud
Non-Muslim? Kata Muslim merupakan isim fail dari fi’il ملسم -املاسا – ملسي – ملسا,
yang berarti orang yang menyelamatkan.57 Karena hanya sebagai subyek dari
perbuatan Islam, maka pengertiannya tergantung pada pada pengertian Islam itu
sendiri.Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitan dengan asal katanya Islam
memiliki beberapa pengertian, diantarnya adalah:
1) Berasal dari ‘salm’ )
ملسلا(
yang berarti damai2) Berasal dari ‘aslama’)
ملسأ
( yang berati menyerah. Menyerah disini yaitumenyerahkan diri pada Allah.
3) Berasal dari kata ‘Istaslama-Mustaslimun’ )
ملستسم
-
ملستسا
(penyerahan dirisecara total kepada Allah.
4) Berasal dari kata ‘saliim’ )
ميلس (
yang berarti bersih dan suci.5) Berasal dari kata ‘salam’ )
ملاس
(yang berarti selamat dan sejahtera.
Muslim adalah orang Islam, adapun pengertian Islam menurut istilah
dirumuskan dalam dua arti, arti luas dan arti sempit. Dalamarti luas, Islam adalah
agama wahyu Illahi yang diturunkan kepada manusia kepada seluruh nabi, sejak
Adam samapai Muhammad. Sedangkan dalam ari sempit, Islam adalah agama
yang diturunkan untuk seluruh umat manusia sampai hari kiamat melalui Nabi
Muhammad guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/aturan Allah
SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat
Dengan demikian, pengertian muslim secara bahasa mempunyai dua arti
luas dan sempit. Dalam arti luas, muslim adalah orang yang memeluk
agama-agama yang diturunkan kepada seluruh nabi. Dan dalam arti sempit, muslim
adalah orang yang memeluk agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Secara garis besar, ajaran Islam terdiri dari akidah, ibadah, dan akhlak.
Ajaran tersebut dapat diperoleh dari tiga komponen dasar agama Islam yaitu,
iman, Islam dan ihsan. Dalam diri seorang muslim, arti bahasa dari iman berati
kepercayaan, Islam berarti menyerahkan diri atau tunduk dan ihsan berarti
kebijaksanaan dan atau kebaikan.
Sedangkan pengertian Non-Muslim dapat dilihat dari pengertian muslim
dengan mendapat kata imbuhan non yang berarti tidak atau bukan. Maka
non-muslim berarti orang yang tidak atau bukan beragama non-muslim.58 Pengertian
non-muslim mempunyai makna bahwa seluruh pemeluk agama selain agama Islam.
Oleh karena Islam yang dibawa Nabi Muhammad sebagai penyempurna agama
yang dibawa Nabi dan Rasul sebelumnya, maka agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad merupakan agama Islam terakhir. Dengan demikian, pengertian
non-muslim adalah pemeluk selain agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
Dalam agama Islam, tidak terdapat ajaran yang memaksakan seorang
manusia menjadi muslim. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
al-Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah...”59
Dari ayat tersebut jelas tidak membutuhkan interpretasi lagi, karena
memang lafadh dan artinya sudah jelas. Ayat tersebut dikuatkan pula oleh ayat
lain, yaitu pada surat Yunus ayat 99:
اًعيِاجَ ْمُهُّلُك ِضْراْلْا ِفِ ْنام انام الَ اكُّبار اءااش ْوالاو
Artinya: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa
59 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman
semuanya”.60
Dari pengertian kedua ayat tersebut sudah jelas bahwa dalam agama Islam
tidak ada ajaran memaksa kepada siapapun untuk menjadi seorang muslim, karena
dengan memaksakan agama kepada seseorang hanya akan membuat seseorang
merasa tertekan dalam menjalankan ibadahnya. Tuhan sendiri telah memberi
kebebasan kepada makhluknya untuk memilih keyakinan masing-masing. Dan
bagi Allah tidaklah sulit jika menginginkan makhluk ciptaan-Nya untuk menjadi
muslim semua.
Dari keterangan tersebut, jelas bahwa yang dimaksud dengan non- muslim
adalah selain penganut agama Islam. Yang termasuk didalamnya adalah penganut
agama-agama di luar Islam, di Indonesia misalnya penganut agama Kristen,
Katholik, Hindu, Budha dan lain sebagainya. Dalam agama Islam sendiri tidak
ada ajaran yang memaksakan kelompok non-muslim tersebut untuk menjadi
seorang muslim. Karena dalam ajaran Islam, memeluk agama dengan paksaan
hanya akan membuat hati seseorang merasa tertekan dan juga dalam menjalankan
ibadahnya tidak dengan ketulusan dan keikhlasan dari hati.
Disamping itu juga akan menanamkan dendam di dalam hati dan jiwa
sehingga justru timbul jarak bahkan penolakan dan kekacauan. Islam juga
memberi toleransi untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing tanpa harus
menganggu ibadah dari umat Islam itu sendiri.
Kelompok non-muslim dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok,
Abdullah Nashih ‘Ulwan membaginya menjadi empat kelompok, yaitu: kelompok
ahli kitab, kelompok atheis dan murtad, kelompok paganis dan musyrikin,
kelompok orang-orang munafik.61
1) Kelompok Ahli Kitab
Yang dimaksud ahli kitab adalah orang-orang yang menganut satu
kitab samawi dan mengikuti salah seorang Nabi. Orang-orang tersebut
menganut atau mempercayai suatu agama yang memiliki kitab suci dari
Allah selain al-Qur’an. orang yang tetap berpegang teguh pada agama yang
dibawa nabinya sebelum Nabi Muhammad. Pada zaman sekarang ahli kitab
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a) Kelompok Yahudi, yaitu mereka yang berpegang teguh kepada syariat
Nabi Musa yang menerima kitab Taurat.
b) Kelompok Nasrani, yaitu mereka yang berpegang kepada syariat Nabi
Isa yang menerima kitab Injil
Risalah Islam yaitu al-Qur’an adalah penutup seluruh risalah sekaligus
mencakup semua syariat yang terdahulu. Risalah tersebut mempunyai
keistimewaan yaitu bersifat universal untuk seluruh alam, abadi dan actual
sepanjang zaman. Islam turun untuk seluruh bangsa dan umat tanpa
membeda-bedakan jenis, warna kulit dan bahasa. Sudah dikabarkan bahwa
kedatangan Nabi Muhammad telah dikabarkan terlebih dahulu disebutkan
dalam Taurat dan Injil sebagai penutup dari semua risalah yang sebelumnya
61 Abdullah Nashih Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non Muslim, Terj. Kathur Suhardi,
berkembang di masyarakat. Kitab-kitab samawi sebelum Islam yang kini
masih beredar diantara kelompok Yahudi dan Nasrani sudah
bermacam-macam versinya. Saling berbeda dan banyak menyimpang atau dirubah.
2) Kelompok Atheis dan Murtad
Murtad artinya perbuatan orang muslim yang meninggalkan agama
yang telah diridhoi Allah, lalu memeluk agama lain selain Islam, atau
menyakini suatu akidah dan ideologi tertentu yang bertentangan dengan
tatanan Islam.
Sedangkan atheis adalah pengingkaran terhadap dzat Illahi, menolak
risalah samawi yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-rasul-Nya. Atau
dengan pengertian lain bahwa atheis merupakan pengingkaran tentang
hal-hal ghaib yang dibawa dan disampaikan para rasul.62
Baik atheis maupun murtad merupakan faktor perusak kehormatan
manusia, karakter dan eksistensinya. Islam tidak akan membiarkan umatnya
menjadi atheis maupun murtad dan tidak memberi hati kepada siapa saja
yang melakukan dua jenis perbuatan tersebut.
3) Kelompok Paganis dan Musyrikin
Yang dimaksud kelompok paganis adalah orang-orang yang membuat
sesembahan selain Allah, atau mengambil Tuhan selain Allah.63 Yang
termasuk kelompok ini adalah orang penyembah api, binatang,
orang-orang majusi dan lain-lainnya yang menyembah patung-patung.
4) Kelompok orang-orang munafik
Kemunafikan adalah suatu sikap pada diri seseorang yang
mengaku-aku Islam, tap jauh dari lubuk hatinya menyimpan bara kekufuran yang
menyala dan tujuan-tujuan yang tidak baik. Sifat-sifat yang terdapat dalam
orang munafik antara lain adalah: perkataannya selalu bohong dan dusta,
perbuatannya dipenuhi bahaya dan kerusakan, bodoh, selalu memakai
topeng berganti-ganti sesuai kondisi yang dihadapi.
B. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim dalam Al-Qur’an Menurut Beberapa Tokoh Mufassir
Dalam kehidupan sehari-hari, Islam mengajarkan agar muslim dapat selalu
menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat.
Islam memiliki konsep dan prinsip-prinsip yang dapat memberikan solusi konkrit
dalam memecahkan problem hidup bertetangga yang tertuang dalam ajaran
akhlak. Akhlak yang dapat digunakan untuk mendorong manusia bagaimana
harusnya berbuat baik pada khalik dan bagaiman seharusnya berbuat baik kepad
makhluk (sesama manusia). Dalam hal ini termasuk pula bagaimana berbuat baik
kepada non muslim.
Hubungan antara Muslim dan Non-Muslim terkait dengan hubungan
sehari-hari meliputi dua pokok penting yaitu hubungan toleran dan intoleran. Namun
pada karya ini, penulis ingin memaparkan hubungan toleran antara Muslim dan
Non-Muslim, sebagai beriku: