• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED - Test Repository"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

TRIYANAH

NIM: 215-13-014

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT) FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

***

Hidup adalah, tentang memberi manfaat sebanyak-banyaknya

Bukan tentang,

Meminta manfaat sebanyak-banyaknya.

(6)

PERSEMBAHAN

***

Skripsi ini ku persembahkan untuk

Ibuku yang selalu berjuang untukku

Saudara-saudaraku yang selalu mendukungku

Sahabat-sahabat seperjuangan yang setiap saat

berbagi semangat dan kebahagiaan

dan almamater

(7)
(8)
(9)
(10)

KATA PENGANTAR

ينلماعلا بر لله دملحا

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir

ini. Terima kasih juga kepada Nabi Muhammad yang telah mengajarkan kepada

saya, cara bagaimana berusaha dengan keras dan sungguh-sungguh. Shalawat

serta salam senantiasa tercurah untukmu.

Dalam mengerjakan tugas akhir ini, saya banyak mengambil inspirasi dan

rujukan utama dari beberapa literatur dalam buku Abdullah Saeed, maupun

literatur pendukung lainnya. Penulis berusaha sekuat mungkin dalam memaparkan

hubungan Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir

kontekstual Abdullah Saeed, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi

kekurangan di dalamnya. Karena itu, penulis mohon maaf.

Akhirnya, usaha dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari proposal,

proses penelitian hingga penulisan skripsi selesai, tidak akan terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Khususnya dalam aspek hubungan Muslim dengan Non-Muslim

dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir kontekstual Abdullah Saeed.

Harapannya. Apa yang menjadi ikhtiar kami ini, mampu memberikan kontribusi

bagi pembaca mengenai hubungan Muslim dengan Non-Muslim. Setelah

melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya skripsi ini dapat

terselesaikan juga. Untuk itu, kami ingin menyampaikan ucapkan terima kasih

(11)

H.Sidqon Maesur, Lc., M.A., dan Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag., yang

telah memberi dorongan dan motivasi.

3. Bapak, Dr. M. Gufron, M.Ag., selaku pembimbing dalam penelitian ini.

Yang telah sudi kiranya melakukan proses pembimbingan selama proses

penelitian berlangsung berupa koreksi, masukan, kritikan, dan saran yang

kontruktif dalam melengkapi penelitian ini.

4. Ibunda , Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir (IAT), yang telah memberi dorongan dan motivasi.

5. Teman-teman sehimpunan-seperjuanagn di jurusan IAT, yang menjadi

patner akademis dan teman diskusi, Bapak Fauzi, MK. Ridwan, Wahyu

Kurniawan, Laila Alfiyanti, Rangga, Oman, Husen, Udin, Fatah,

Saifunnuha, Bicha, Latif, Samsul, Muda’i, Wahyu Nur Hidayah, Neny,

Fatimah, Novita, Laila Qodariyah, Trisna, Ucup, Ochim, Abror, Fissabil,

dan semua teman-teman IAT yang belum bisa penulis sebutkan satu per

ucapkan terima kasih atas segala kontribusi, baik secara pikiran, waktu,

motivasi, saran, materi, dukungan, serta doa.

Akhirnya, kami menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini, bukanlah

suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai masukan berupa

kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah nutrisi bagi kami dalam

rangka mendekatkan diri pada kesempurnaan, walaupun hal itu bersifat mustahil.

Selamat membaca.

(12)

ABSTRAK

Ketika masyarakat berkembang semakin luas dan kebutuhan manusia

meningkat, maka hubungan dengan orang lain dengan beragam identitas

primordialnya tidak bisa dihindarkan. Sebagai konsekuensi dari fakta ini adalah

kemungkinan munculnya gesekan-gesekan antara berbagai kelompok masyarakat

yang berbeda agama. Ketika menyangkut hubungan dengan penganut agama lain,

Islam memberikan batasan dan pengajaran yang bagus dalam membangun

toleransi. Namun, Islam sering dianggap sebagai agama teroris (orang Islam yang

tidak bertanggung jawab atas ajaran agama). Maka kontroversi seringkali tidak

bisa dihindarkan. Isu hubungan dengan orang yang berbeda agama dengan kita,

atau yang secara umum sering diistilahkan dengan Non-Muslim. Kemudian

Tulisan ini menguraikan pola hubungan Muslim dengan Non-Muslim melalui

pendekatan yang lebih moderat dan kontekstual, yaitu mengunakan metode tafsir

kontekstual Abdullah Saeed.

Metode tafsir kontekstaul merupakan sumbangsih yang diberikan Abdullah

Saeed bagi metodologi penafsiran al-Qur’an khususnya kontemporer. Bagi Saeed

dalam melakukan penafsiran ada empat hal poin yang perlu dilakukan, antara lain:

bertemu dengan dunia teks, melakukan analisis kritis (analisis bahasa, analisis

konteks sastra, bentuk sastra, analisis teks-teks yang berkaitan, relasi kontekstual),

menentukan makna teks bagi penerima pertama, menentukan makna dan aplikasi

teks bagi saat ni.

Hubungan Muslim dengan Non-Muslim saat ini memang tidak begitu

sempurna, banyak sekali terjadi perselisihan antara mereka. Maka dengan itu,

penulis menerapkan metode tafsir kontekstual Saeed dalam mengaplikasikan

hubungan Muslim dengan Non-Muslim dengan baik (toleransi), yaitu saling

mengenal dan menghargai serta kebaikan dan keadilan.

Dalam QS. al-Hujurat ayat 13, menjelaskan bahwa sesama manusia

diperintahkan saling mengenal dan menghargai. Kemudian dikuatkan lagi dengan

(13)

dan berlaku adil kepada siapapun (yaitu kepada mereka yang tidak memerangimu

karena agamamu dan tidak mengusirmu dari negerimu). Al-Qur’an setelah

memberi petunjuk tata krama pergaulan dengan sesama muslim, ayat di atas telah

menguraikan prinsip dasar hubungan antar manusia. Karena itu, ayat dia atas tidak

lagi tidak lagi berbicara kepada orang-orang yang beriman, tetapi kepada semua

manusia. Islam adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui hak-hak

agama lain, untuk hidup dan menjalankan agama masing-masing dengan penuh

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN KEASLIAN TULISAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI... vii

KATA PENGANTAR... x

ABSTRAK... xii

DAFTAR ISI... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Metode Penelitian... 5

E. Kajian Pustaka... 8

F. Kerangka Teori... 10

G. Sistematika Penulisan... 11

(15)

B. Pemikiran Abdullah Saeed Tentang Wahyu dan Klasifikasi

Ayat-ayat Dalam Al-Qur’an...

18

C. Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed... 24

D. Interaksi Sosial; Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim

(Toleransi)...

31

BAB III HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian Muslim dengan Non-Muslim... 33

B. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim Dalam al-Qur’an

Menurut Beberapa Tokoh Mufassir...

39

BAB IV ANALISIS HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF METODE TAFSIR KONTEKSTUAL ABDULLAH SAEED

A. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim... 47

B. Analisis Bahasa dan Azbabun Nuzul... 48

C. Ayat-ayat Serupa dan Munasabah Ayat... 53

D. Kontekstualisasi Hubungan Muslim Dengan

Non-Muslim...

65

E. Hirarki Nilai Ayat-Ayat Mengenai Hubungan Muslim Dengan

(16)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran1: Biodata Penulis... 77

Lampiran 2: Lembar Konsultasi... 79

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an diturunkan Allah bukan dalam masyarakat yang tidak

bersejarah dan hampa budaya.1 Al-Qur’an, pada masa pewahyuannya, benar

-benar terlibat aktif dalam sejarah.2 Al-Qur’an bersifat historis dalam dirinya,

sehingga selalu relevan menghadapi tantangan kesejarahan diluar dirinya.3

Artinya, ketika al-Qur’an mampu berdialektika secara aktif dengan masa

pewahyuannya maka dia akan memiliki posisi sepanjang masa.

Dalam sejarahnya, Al-Qur’an telah menjadi bagian yang sentral dalam kehidupan Muslim. Di mata Muslim, al-Qur’an bukan semata teks yag

dipahami dan dibaca, tapi juga teks yang ‘didengar’ (petuah-petuah).4

Al-Qur’an memiliki posisi sentral (pusat) dalam membentuk ajaran, pemikiran

dan peradaban.

Kehidupan manusia di dunia berkisar seputar hubungan-hubungan

dengan Allah SWT, dan hubungan dengan makhluk; manusia, jin, hewan,

1Al-Qur’an adalah respon Ilahi melalui pikiran Muhammad terhadap situasi-situasi

sosio-moral dan historis masyarakat Arab abad ke-7. Fazlur Rohman, Islam dan Modernitas:tentang

Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 17.

2Kenneth Gragg, The Event of the Qu r’an: Islam and the Scripture (London: George Allen

and Unwin Lid, 1971), hlm 17.

3Ichan Muhammad Nur, “Hermeneutika al-Qur’an: Analisis Peta Perkembangan

Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

1995, hlm. 16.

4Saeed Abdullah, “Contextualizing” dalam Andrew Rippin (ed), The Blackwell Companion

(18)

tumbuh-tumbuhan, benda mati dan yang lainnya. Dalam kehidupan sosial,

hubungan antar masyarakat menjadi sangat penting. Sehingga hubungan ini

harus dijaga dan dibudayakan anatar masyarakat. Tidak memandang apakah

masyarakat itu beda suku, ras, bangsa, dan agama sekalipun. Hubungan ini

sangat penting untuk menjaga hubungan antar mansyarakat, bangsa dan

negara.

Kemajemukan atau pluralitas umat manusia adalah suatu kenyataan

yang telah menjadi kehendak Tuhan. Dalam kitab suci disebutka bahwa

manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling

mengenal dan menghargai (QS. al-Hujurat:13)5 pluralisme adalah aturan

tuhan yang tidak akan berubah sehingga juga tidak mungkin dilawan atau

diingkari. Dan Islamadalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui

hak-hak agama lain, kecuali yang bersifatpaganisme atau syirik, untuk hidup

dan menjalankan agama masing-masing dengan penuh kesungguhan.

Kemudian pengakuan akan hak agama-agama lain itu dengan sendirinya

merupakan dasar paham kemajemukan sosial-budaya dan agama, sebagai

ketentuan Tuhan yang tidak berubah-ubah (QS. al-Maidah: 44-50).6

Dewasa ini sering terjadi konflik antar masyarakat yang berbeda suku,

ras, bangsa, bahkan sampai pada urusan agama. Ini dikarenakan belum

banyaknya masyarakat masih belum mengerti akan etika dalam

bermasyarakat.

5 Muhammad Wahyuni Nafis, Cak Nun Sang Guru Besar; Biografi Pemikiran Prof. Dr.

(19)

Hubungan tidak harmonis antar Muslim dengan kelompok Non-Muslim

telah melahirkan sejumlah salah pengertian. Islam dituduh dengan agama

teroris. Padahal Islam adalah agama pembawa pembawa rahmat dan berwatak

toleran. Ia sangat mendambakan saling mengenal dan memahamiserta

keadilan dan kedamaian.

Islam diartikan agama teroris bagi Non-Muslim. Tapi perlu digaris

bawahi di sini, bahwa Islam yang demikian adalah mereka (orang-orang

Islam) yang tidak bertanggung jawab atas ajaran agamanya. Sehingga, hal

tersebut memicu perselisihan antar kelompok/golongan. Namun, tidak melulu

perselisihan itu terjadi atas karya orang Muslim yang tidak bertanggung

jawab atas ajaran agamanya saja, Non-Muslim pun sering kali tidak srek atau

tidak suka terhadap orang Muslim, yang kemudian menjadi pemicu terjadinya

perselisihan/ketidak harmonisan antar agama.

Etika dalam masyarakat menjadi salah satu hal terpenting dalam

hubungan antar masyarakat. Dalam Islam etika ini sangat diperhatikan dan

diutamakan. Karenaukhuwah islamiyah adalah salah satu mediator untuk

memperkuat dan sebagai pemersatu kaum.

Point dari kegelisahan penulis adalah pertama, sebagai makhluk sosial,

manusia tidak bisa hidup hanya seorang diri, sesama manusia saling

membutuhkan satu sama lain. Kedua, penghuni bumi ini tidak hanya satu

kelompok saja (dalam hal ini penulis mengkrucut pada kelompok agama

muslim dan non muslim), sehingga interaksi antar kelompok merupakan

(20)

tahu-menahu bagaimana interaksi atau hubungan yang baik itu. Kebanyakan

dari mereka hanya berkutik pada ego diri sendiri dan kurang memahami hak

yang harus diterima orang lain.

Penulis mencoba merealisasikan hubungan yang baik antar agama

dalam konteks saat ini.Abdullah Saeed adalah ilmuan Australia yang berasal

dari kota kecil di samudra Hindia, Maldives, dan pernah menimba ilmu

bertahun-tahun di Arab Saudi. Terkait dengan Saeed yang membagi ayat-ayat

dalam al-Qur’an menjadi beberapa poin. Namun penulis mengambil bagian

dari ayat ethico-legalnya Saeed yaitu terkait mengenai hubungan Muslim

dengan Non-Muslim.

Berdasarkan pernyataan di atas, realitas bahwa membangun hubungan

yang baik itu sangat penting, tidak hanya saat dulu dan saat ini, akan tetapi itu

akan berkelanjutan.Maka penulis merasa tertarik sekali untuk memaparkan

Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Al-Qur’an Perspektif Metode

Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed.

B. Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang di atas, penulis mengajukan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana setting sosio-historis kehidupan dan intelektual Abdullah

Saaed?

(21)

3. Bagaimana konsep hubunganMuslim dengan Non-Muslim dalam

al-Qur’an perspektifmetode tafsir kontekstual Abdullah Saeed?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa mencapai tujuan sebagi berikut:

1. Untuk mendeskripsikan setting sosio-historis kehidupan dan intelektual

Abdullah Saeed

2. Untuk mendeskripsikan metode tafsir kontekstual Abdullah Saeed

3. Untuk mendeskripsikan tentang konsephubungan Muslim dengan

Non-Muslimdalam al-Qur’an perspektif metode tafsir kontekstual Abdullah

Saeed.

Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu memiliki

kegunaan yang bersifat akademis. Yang mana penelitian ini merupakan

satu sumbangan sederhana bagi pengembangan studi al-Qur’an dan untuk

kepentingan studi lanjutan diharapkan sebagai bahan acuan, referensi dan

lainnya bagi penulis lain yang ingin memperdalam tentanghubungan

Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir

kontekstual Abdullah Saeed.

D. Metode Penelitian

(22)

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research)7 yang

bersifat deskriptif-analisis, yang akan mencoba menjawab pertanyaan di

dalam rumusan masalah berdasarkan pembacaan dan interpretasi terhadap

data-data yang berhubungan dengan tema yang akan diteliti.

2. Sember Data

a. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi

terhadap data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data

kepustakaan yang mengulas tentang gagasan Abdullah Saeed

mengenai model penafsiran al-Qur’an yang tertuang dalam beberapa karya tulisnya terutama buku Interpreting The Qur’an: Towards a

Contemporary Approach (2006), paradikma, prinsip, dan metode

kontekstualis atas al-Qur’an (2016), al-Qur’an abad 21 (2016)

Sedangkan data sekunder adalah literatur pendukung yang memiliki

kaitan langsung maupun tidak langsung dengan data primer. Seperti:,

Asas-asas Kamunikasi (1991), Kajian Sosiologi Agama (1995),

Modernisasi Bukan Westernisasi (2002), Hablum Minannas (2006),

Metode Penafsiran Al-Qur’an (2011), Psikologi Sosial (2012),Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir (2015)dan lainnya.

b. Metode Analisis Data

Adapun untuk menganalisis data-data yang telah terkumpul,

makapenulis mengunakan beberapa metode, yaitu

(23)

deskripsi,taksonomi, dan interpretatif. Metode deskriptif ini digunakan

penulis untuk mendeskripsikan latar belakang kehidupan8 dan

penafsiran kontekstual Abdullah Saeed.

Sedangkan analisis taksonomi ini ialah yang memusatkan

penelitian pada domain tertentu dari pemikiran tokoh, berbeda dengan

analisis domain yang digunakan untuk mendapatkan gambaran secara

menyeluruh perihal pemikiran tokoh. Melalui analisis taksonomi,

pemikiran Abdullah Saeed tentang penafsiran al-Qur’an saja yang

menjadi perspektif dari penelitian ini.9

Selanjutnya melalui metode interpretatif, penulis berupaya untuk

menginterpretasikan dan mengenalisis secara memadai pemikiran

Abdullah Saeed tentang penafsiran al-Qur’an, khususnya

pandangannya terhadap hubungan muslim dengan non-muslim.

Interpretasi ini penulis lakukan dalam batasan alur pemikiran. Hal ini

digunakan untuk menemukan dan memahami maksud dari apa yang

digagas oleh Saeed.10

3. Pendekatan

Pendekatan penelitian ini historis-kritis. Pendekatan historis dipakai

untuk menelusuri kehidupan Abdullah Saeed serta mendiskripsikan

diskursus penafsiran kontemporer. Sedangkan kritis berarti melakukan

8Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, ... hlm. 54.

9Arief Furchan dan Agus Maimun, Study Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 64-67.

(24)

telaah atas pendekatan-pendekatan yang digunakan Abdullah Saeed dalam

menafsirkan al-Qur’an. Pada akhirnya, akan terlihat alur pemikiran

Abdullah Saeed tentang pandangannya terhadap hubungan muslim dengan

non-muslim.

Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut:

pertama, penulis akan menginventarisir data dan menyeleksinya,

khususnya karya-karya Abdullah Saeed dan buku-buku lain yang terkait.

Kadua, penulis akan mengkaji data tersebut secara komprehensif

kemudian mengabstraksikannya melalui metode deskriptif.

E. Kajian Pustaka

Sebelum dilakukan penelitian ini, penulis telah membaca beberapa

sumber-sumber rujukan baik yang primer maupun sekunder, seperti buku

Interpreting The Qur’an: Towards a Contemporary Approach (2006)

(Terjemahan Indonesia), dan buku lainnya.Penulis juga telah membaca

literatur yang menjadi kajian kepustakaan.

Interpretasi Kontekstual (Studi Atas Pemikiran Hermeneutika al-Qur’an

Abdullah Saeed), skripsi oleh Lien Iffah Nafi’atu Fina.11Penelitian ini

berusaha memberikan pemahaman terhadap pandangan dan konsep Abdullah

Saeed yang menawarkan pembaharuan atas penafsiran al-Qur’an melalui ayat-ayat ethico-legal al-Qur’an. Iffah mendeskripsikan pemikiran Abdullah

11 Lien Iffah Nafi’atu Fina, Interpretasi Kontekstual: Studi Atas Pemikiran Hermeneutika

(25)

Saeed masih sangat bersifat general. Sedangkan pada penelitian ini penulis

mengunakan pendekatan kontekstual Abdullah Saeed secara rincihubungan

muslim dengan non-muslimperspektif metode tafsir kontekstual Abdullah

Saeed.

Selanjutnya adalah penelitian tentang Interaksi Sosial Muslim Dengan

Non-Muslim Perspektif Hadis.12 Hubungan sosisal atau interaksi sosial

perspektif hadis sedangkan pada penelitian ini penulis fokuskan pada

hubungan muslim dengan non muslim perspektif metode tafsir kontekstual

Abdullah Saeed.

Ketiga, buku karya imam besar masjid Istiqlal, Jakarta, Prof. Ali

Mustafa Yaqub, MA, yang berjudul Kerukunan Umat Dalam Prespektif

Al-Qur’an Dan Hadis. Buku ini menjelaskan tentang permasalahan tentang

bagaimana dahulu umat Islam telah hidup rukun dan damai dengan umat dari

agama lain. Seperti Yahudi, Nasrani dan suku asli Arab- dengan

mengemukakan beberapa sumber dari al-Qur’an dan hadis. Namun buku ini

tidak menjelaskan secara jelas bagaimana seharusnya menjalin interaksi yang

positif antar muslim dengan non-muslim.13

Sedangkan penelitian yang penulis paparkan disini yaitu Hubungan

Muslin dengan Non-Muslim dengan mengunkan metode tafsir kontekstual

Abdullah Saeed. Secara umum, tulisan ini akan menjelaskan faktor apa yang

12 Haidi Hajar Widagdo, Interaksi Sosial Muslim Dengan Non-Muslim Prespektif

Hadi,(Yogyakatra: TESIS UIN Saunan Kalijaga, 2011) 123 hlm.

13 Ali Mustafa Yaqub, Kerukunan Umat dalam Prespektif Al-Qur’an dan Hadis

(26)

menjadikan perselisihan antar umat beragama dan bagaimana al-Qur’an

menjawabnya sesuai dengan konteks saat ini.

F. Kerangka Teori

Sebelum memasuki penelitian yang lebih lanjut, penulis mencoba

mendiskripsikan terlebih dahulu secara sederhana tentang dua hal pokok yang

menjadi bahasan dalam penelitian ini, yakni, metode tafsir kontekstual dan

hubungan/Interaksi sosial. Pokok pertama, tafsir yang berasal dari

fasara-yufassiru-tafsiran yang berarti pemahaman, penjelasan dan perincian.14

Dalam memahami kalam Illahi perlu adanya alat atau perantara untuk sampai

pada pemahaman yang sempurna. Dalam konteks ini, penulis membawa alur

penafsiran dengan metode/pendekatan kontekstual. para penganut pendekatan

ini berpendapat bahwa para ulama harus mempertimbangkan konteks sosial,

politik, ekonomi, intelektual dan kultural dari proses pewahyuan, dan

sekaligus mempertimbangkan kondisi saat penafsiran dilakukan saat ini.15

Jadi, metode kontekstual adalah cara untuk memahami pesan al-Qur’an sesuai

dengan konteks saat ini.

Pokok kedua, hubungan/interaksi sosial, agar sekiranya objek penelitian

ini menjadi jelas. Maka akan dijelaskan secara singkat apa yang dimaksud

interaksi sosial. Secara bahasa, kata interaksi berarti melakukan aksi timbal

14 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa Dzurriyah,

2010) hlm 316.

(27)

balik,16 sedangkan kata sosial berarti, segala yang berkenaan dengan

masyarakat.17Dari penjelasan tersebut, maka interaksi sosial adalah

melakukan aksi tibal balik dengan masyarakat.

Dengan kata lain, interaksi sosial adalah hubungan-hubungan yang

dinamis yang menyangkut antar orang-perorangan, kelompok-kelompok

manusia, maupun antar orang dengan kelompok.

Namum dalam penelitian ini, interaksi sosial yang dibangun yaitu

hubungan muslim dengan non-muslim (Toleran). Sehingga pokok

pembahasan disini meliputi:

1) Saling mengenal dan menghargai dalam QS. Al-Hujurat ayat 13

2) Kebaikan dan keadilan (Birr wa Adl) dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 8.

G. Sistematika Penelitian

Mengacu pada metode penelitian di atas, selanjutnya untuk

memudahkan dan demi runtutnya penalaran dalam penelitian, kajian dalam

penelitian ini akan di bagi dalam tiga bagian utama, yakni pendahuluan, isi

dan penutup dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang menguraikan argumentasi

seputar signifikansi penelitian ini. Sebagai landasan awaldalam melakukan

penelitian, bab I ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

16 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Besar Departemen

Pendidikan Nasional, 2008), hlm 594.

(28)

tujuan penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, kerangka teori,

sistematika pembahasan.

Bab selanjutnya adalah bab kedua,pada bab ini, penulis membagi

permasalahan menjadi dua. Yang pertama penjelasan yang berkenaan dengan

bigrafi tokoh, meliputi latar belakang kehidupan maupun biografi intelektual

termasuk karya-karya intelektualnya dan Pemikiran Abdullah Saeed, definisi

tafsir kontekstualserta metode kontekstual Abdullah Saeed dan interaksi

sosial.Kedua, penulis berusaha mendefinisikan hubungan atau interaksi sosial

secara umum.

Bab ketigakajian akan difokuskan kepada Hubungan Muslim dengan

Non-Muslimdalam Al-Qur’an. Meliputi saling mengenal dan menghargai

(QS. al-Hujurat:13) serta kebaikan dankeadilan (QS. al-Mumtahanah:8)

disertai tafsiran dari beberapa tokoh mufassir.

Dalam bab keempatmerupakan ruang untuk memaparkan hubungan

Muslim dengan Non-Muslim dalam al-Qur’an perspektif metode tafsir

kontekstual Abdullah Saeed. Meliputi: hubungan saling mengenal dan

menghargaiQS. Al-Hujurat: 13, kebaikan dan keadilan(birr wa adl)QS.

al-mumtahanah: 8.

Sementara bab kelima, merupakan bab penutup yang akan memberikan

kesimpulan terhadap diskusi sebelumnya dan saran-saran untuk penelitian

(29)

BAB II

ABDULLAH SAEED SERTA METODE TAFSIR KONTEKSTUALNYA DAN INTERAKSI SOSIAL

A. Biografi Kehidupan dan Intelektual Abdullah Saeed

Abdullah Saeed adalah professor Arab dan Islamic Studies di Universitas

Melbourne, Australia. Abdullah Saeed lahir di Maklives18, pada 25 September

1964. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di sebuah kota bernama Meedhoo

yang merupakan bagian dari kota Addu Atoll. Ia adalah seorang keturunan suku

bangsa Arab Oman yang bermukim di Meklives. Untuk kepentingan studi, pada

tahun 1977, ia hijrah ke Saudi Arabia untuk menuntut ilmu.19

Setelah sampai di Saudi Arabia, Abdullah Saeed kemudian mempelajari

bahasa Arab dan memasuki beberapa lembaga pendidikan formal, seperti; Isntitut

Bahasa Arab Dasar (1977-1979) dan Institut Bahasa Arab Menengah

(1979-1982), serta Universitas Islam Saudi Arabia di Madinah (1982-1986), dengan

gelar Bachelor’s of Arts (BA) dalam Bahasa Arab dan Studi Islam.20

18 Maklives merupakan negara Negara Republik (Republik Maklives), tetapi sebelumnya

adalah kepulauan Maklives. Negara ini terletak di bagian Utara lautan India, kira-kira 500 km atau

310 mil di bagian barat daya India. Secara umum penduduk Meklives beragama Islam, oleh karena

itu Islam Menjadi agama resmi Negara.

19 Wartoyo, “, Bunga Bank: Abdullah Saeed vs Yusuf Qaradhawi “Sebuah Dialektika

Pemikiran antara Kaum Modernis dengan Neo-Revivalis”, La_Riba; Jurnal Ekonomi Islam (Vol IV, No 1 Juli 2010) hlm 119.

20Sheyla Nichlatus Sovia, “Interpretasi Kontekstual; Studi Pemikiran Hermeneutika

(30)

Kemudian pada tahun 1987, Abdullah Saeed melanjutkan studinya ke

Negara Kanguru, Australia, sebuah negara yang multi etnis sekular.21

Sesampainya di Australia, Saeed masuk di University of Melborne, dimulai dari

Sarjana Strata Satu (Master of Art Preliminary) pada Jurusan Studi Timur Tengah

(1987). Kemudian, Master dalam Jurusan Linguistik Terapan (1988-1992) dan

doktoralnya dalam Islamic Studies (1992-1994) diselesaikannya pada Universitas

yang sama. Kemudian Saeed mengabdi di Universitas tersebut hingga sekarang.22

1. Riwayat Pendidikan Abdullah Saeed23

Abdullah Saeed telah menyandang gelar akademik yang diperolehnya dari

Arab Saudi dan Australia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rinciannya

sebagai berikut:

a. Tahun 1977-1979, studi bahasa Arab di Institut Bahasa Arab Universitas

Islam di Madinah Saudi Arabia.

b. Tahun 1979-1982, Ijazah Sekolah Menengah, di Institut Menengah Arab

Saudi di Madinah.

c. Tahun 1982-1986, BA (Bachelor of Arts) dalam Studi Arab dan Islam, di

Universitas Islam Arab Saudi di Madinah.

d. Tahun 1986-1987, Sarjana Strata Satu (Master of Arts Preliminary)dalam

Jurusan studi Timur Tengah di Universitas Melbourne Australia.

21 Hatib Rachman “Hermeneutika al-Qur’an Kontekstual: Metode Menafsirkan al-Qur’an

Abdullah Saeed, Afkaruna (Vol. 9, No. 2, Juli 2013), hlm 150.

22 Ahmad Zaini, “Model Interpretasi al-Qur’an Abdullah Saeed”, Islamica (Vol 6 No. 1,

September 2011), hlm 28-29.

(31)

e. Tahun 1992-1994, MA (Master of Arts) dalam Jurusan Linguistik

Terapan di Universitas Melbourne Australia.

f. 1988-1992, Ph.D.(Doctor of Philosophy) dalam Studi Islam di Universitas

Melbourne Australia.

2. Riwayat pekerjaan Abdullah Saeed24

Di antara riwayat pekerjaan yang pernah dan sedang ditekuni oleh Abdullah

Saeed, di antaranya:

a. Tahun 1988-1992 sebagai tutor dan dosen part-time dalam mata kuliah

Bahasa dan Sastra Arab dan Stusi Timur Tengah di Universitas

Melbourne.

b. Tahun 1991-1992 sebagai koordinator mata kuliah Bahasa Arab dan Studi

Islam di Sekolah Tinggi Islam King Khalid Victoria.

c. Tahun 1993-1995 sebagai konsultan mata kuliah Bahasa Arab dan Studi

Islam di Sekolah Tinggi Islam King Khalid Victoria.

d. Tahun 1993-1995 sebagai Asisten Dosen dalam mata kuliah Studi Arab

pada Jurusan Bahasa-bahasa Asia dan Antropologi Fakultas Bahasa

Universitas Melbourne.

e. Tahun 1996-1997 sebagai Deputi Ketua/ Ketua Pelaksanaan Jurusan Studi

Bahasa Universitas Melbourne.

f. Tahun 1996-1999 sebagai Dosen Senior dalam mata kuliah Studi Arab

dan Islam pada Jurusan Bahasa Universitas Melbourne.

24 Eka Suriansyah dan Suherman, Melacak Pemikiran Al-Qur’an Abdullah Saeed..., hlm

(32)

g. Tahun 1999 sebagai Visiting Scholar di Sekolah Studi Orang Timur dan

Afrika (SOAS) Universitas London.

h. Tahun 1998-2003 sebagai Wakil Direktur Asia Institut (Institute of Asian

Language and Societies) Universitas Melbourne.

i. Tahun 2003-2004 sebagai Direktur Pelaksana Asia Institut (Institute of

Asian Language and Societies) Universitas Melbourne. Sekarang, aktif

sebagai Direktur National Center of Excellence for Islamic Studies

Universitas Melbourne (sejak 2007), sebagai Direktur Asia Institute

Universitas Melbourne (sejak 1 Januari 2007), sebagai Asisten Professor

Fakultas Hukum Universitas Melbourne (sejak 2007), sebagi Direktur

Pusat Studi Islam Kontemporer Universitas Melbourne (sejak 2005),

sebagai Sultan Professor Oman dalam bidang Stui Arab dan Islam

Universitas Melbourne (sejak 2003), serta beragam aktifitas lain yang

tidak mungkin disebutkan satu persatu.

3. Karya-karya Ilmiyah Abdullah Saeed25

Saeed adalah ilmuan yang produktif.Diantara karyanya:26

a. Sacred place and Secred Life in Islam ditulis bersama I. Weeks

diterbitkan di Geelong oleh Deakin University Press tahun 1990

25 Eka Suriansyah dan Suherman, Melacak Pemikiran Al-Qur’an Abdullah Saeed..., hlm

47-48.

(33)

b. Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba in Islam

and its Contemporary Interpretation diterbitkan tahun 1996 dan 1999 di

Leiden oleh E.J. Brill.

c. Modern Standard Arabic: An Introduction ditulis bersama C. Mayer dan

A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada tahun

2000 dan 2001.

d. Modern Standard Arabic: Beginners Book 1 ditulis bersama C. Mayer

dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada

tahun 2000 dan 2001.

e. Modern Standard Arabic: Beginners Book 2 ditulis bersama C. Mayer

dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada

tahun 2000 dan 2001.

f. Modern Standard Arabic: Intermediate Book 1 ditulis bersama C. Mayer

dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada

tahun 2000 dan 2001.

g. Modern Standard Arabic: Intermediate Book 2 ditulis bersama C. Mayer

dan A.G.A. Raheem diterbitkan di Melbourne oleh Asia Institute pada

tahun 2000 dan 2001.

h. Esenntial Dictionary of Islamic Thought ditulis bersama M. Kamal dan C.

Mayer diterbitkan tahun 2001 di Adelaide oleh Seaview Press.

i. Muslim Communities in Australia sebagai editor bersama S.Akbarzadeh

diterbitkan tahun 2002 di Sydney oleh University of New South Wales

(34)

j. Islam in Australia diterbitkan tahun 2002 di Sydney oleh Allen & Unwin.

k. Islam and Political Legitimacy sebagai editor bersama S. Akbarzadeh

diterbitkan London and New York oleh Curzon tahun 2003.

l. Muslim Asutralians: The Beliefs, Practices and Institutions diterbitkan

tahun 2004 diCanberra oleh Commonwealth Government.

m. Freedom of Religion, Apostasy and Islam ditulis bersama H. Saeed

diterbitkan tahun 2004 di Hampshire oleh Ashgate Publishing.

n. Approaches to the Al-Qur’an in Contemporary Indonesia sebagai editor

diterbitkan tahun 2005 di Oxford oleh Oxford University Press.

o. Interpreting the Qur’an: Towards a Contemporary Approachditerbitkan

di London dan New York oleh Routledge tahun 2006.

p. Islam Thought: An Introduction diterbitkan di London dan New York

oleh Routledge tahun 2006.

q. The Qur’an: An Introduction diterbitkan di London dan New York oleh

Routledge tahun 2008.

B. Pemikiran Abdullah Saeed Tentang Wahyu dan Klasifikasi Ayat-ayat Dalam

Al-Qur’an

1. Konsep Wahyu

Sebelum membangun metode tafsirnya, Saeed menjelaskan dulu tentang

konsep wahyu. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad, dan ia mengakui keotentikannya. Sebagaimana Rahman dan Abu

(35)

sosio-historis dimana al-Qur’an diwahyukan. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi

Muhammad agar bisa dipahami manusia.

Saeed meyakini bahwa wahyu Tuhan tidak terhenti dengan selesainya

pewahyuan al-Qur’an. wahyu akan terus turun sepanjang masa, meski tidak

melalui Nabi. Wahyu Tuhan akan terus memberi petunjuk-Nya kepada

orang-orang yang bertakwa dalam menafsirkan dan menjalankan al-Qur’an.

Menurut Saeed, secara global wahyu mengalami empat level proses,

yaitu:

Level Pertama, wahyu berada di alam ‘gaib’ (ghayb) dan dipastikan tidak

diketahui.27 Proses ini dimulai etika Tuhan pertama kali mewahyukan

al-Qur’an ke al-lauh al-mahfuzh, kemudian dihafal oleh Ruh (dipahami malaikat

sebagai penyampai wahyu) yang akan membawa pewahyuan kepada Nabi.

Sehingga pada level ini ‘model’ dan ‘bahasa’ tidak bisa dipahami manusia.

Level kedua, pewahyuan mencapai Nabi, yaitu langkah di mana sebuah

hubungan dibuat antara Ruh, yang dikenal sebagai malaikat Jibril, dan Nabi.28

Ruh membawa wahyu ke dalam pikiran dan hati Nabi. Maksudnya wahyu ke

dunia fisik berarti bahwa wahyu terjadi dalam bentuk yang lebih bisa dipahami

oleh manusia. Oleh karena itu, wahyu di dalam pikiran Nabi dikomunikasikan

dalam bahasa Arab (bahasa yang dipahami Nabi dan masyarakatnya). Saat

itulah wahyu mulai berperan, berkaitan dengan keadaan-keadaan,

27 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed dalam Mengusung Pendekatan

Kontekstual dalam Penafsiran al-Qur’an” Paradikma, Prinsip, dan Metode Penafsiran Kontekstual

atas Al-Qur’an, Lien Iffah Naf’atu Fina dan Ari Henri, trj, (Yogyakarta: Ladang Hikmah dan

Baitul Hikmah Press, 2016), hlm 80.

(36)

kebutuhan dan persoalan-persoalan Nabi dan masyarakat terkait norma,

adat-istiadat, sitem-sistem, dan institusi-institusi masyarakat tersebut. (Ruh-Pikiran

dan Hati Nabi-Eksternalisasi-Konteks Sosio-Historis)

Level ketiga, Teks-Konteks-Teks yang Meluas.

Sekali wahyu dieksternalisasikan dan dikomunikasikan oleh Nabi kepada

masyarakatnya, wahyu menjadi sebuah teks (oral atau tertulis) yang

dihubungkan dengan secara mendalam dengan konteks komunitas Nabi. Teks

tersebut diceritakan, dibaca, dikomunikasikan, diajarkan,dijelaskan, dan

diamalkan.29 Disinilah awal teks diekternalisasikan konteks langsung dari

aktualisasi.

Level keempat, Teks Tertutup-Komunitas-Komunitas

Interpretatif-Konteks-Inspirasi.

Dengan wafatnya Nabi, teks telah final dan tertutup.30 meski demikian,

aspek-aspek tertentu dalam wahyu tidak terhenti begitu saja. Teks masih terus

berjalan dengan melibatkan 2 dimensi pewahyuan: (1) wahyu yang berawal

dari Nabi dipadukan dengan komunitas dan terus mentransmisikan kepada

generasi-generasi berikutnya; (2) petunjuk ilahiyah untuk petunjuk bagi mereka

yang sadar akan kehadiran-Nya dan berushakan memprektikan firman-Nya

dalam kehidupan mereka.

29 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 82.

(37)

Firman Tuhan

Diluar Pemahaman Langit Level Pertama

Manusia

Ruh

Fikiran dan Hati Nabi Level Kedua

Dalam Habasa Arab

Pemahaman Level Ketiga

Manusia Aktualisasi oleh Komunitas Pertama

(Konteks makro 1)

Aktualiasasi Berkelanjutan dalam Sejarah Level

Keempat

Aplikasi dalam Konteks saat ini

(Konteks makro 2)

Berdasarkan penjelasan diatas, menurut Saeed pendekatan31 dalam

Metode tafsir al-Qur’an dapat diklasifikasiakn menjadi 3, yaitu:

(1) Pendekatan Tekstualis

(38)

Pendekatan tekstualis merupakan suatu pendekatan dalam penafsiran

al-Qur’an yang Mengikuti Teks dengan seksama dan mengadopsi pendekatan

literalistik terhadap teks.32 Kontekstualitas suatu teks, dalam pandangan

kaum tekstualis lebih dilihat sebagai suatu wacana dalam konteks

intrateks. Jadi pendekatan kontekstual cenderung bersifat kearaban, karena

al-Qur’an turun pada masyarakat Arab. Yang artinya masyarakat Arab

adalah audiens secara mutlak dan menjadi acuan proses penafsiran.

Dengan demikian, pendekatan tekstualis biasanya analisisnya cenderung

bergerak dari refleksi (teks) ke praktis (konteks) yang bersifat kearaban,

yaitu penafsir tidak memiliki peran di dalamnya.

(2) Pendekatan Semi-Tekstualis

Kecenderungan pendekatan ini tidak terlalu jauh berbeda dengan

kelompok tekstualis. Prinsip-prinsip dasar tentang pandangan al-Qur’an

dan orientasi metodologi penafsiran biasanya mengikuti kaum tekstualis.

Termasuk pada linguistik dan penolakan pada sosio-historis yang terkait.

Tetapi mereka berusaha mengemas dan menyajikan kandungan

makna-makna al-Qur’an dalam ‘idiom’ dan bingkai modern, namun seringkali

dalam diskursus yang apologetik (mempertahankan sesuatu secara

ilmiah).33 Mereka tidak memperhatikan persoalan tentang hubungan antara

kandungan etika-legal al-Qur’an dengan konteks sosio-historis. Sehingga

32 Pendekatan tesktual arah gerak yang cenderung pada teks. Sifatnya menurun; dari teks ke

konteks. Islah Gusmian, Khasanah Tafsir Indonesia; Dari Hermenutik Himgga Ideologi

(Yogyakarta: LkiS, 2013),hlm 121.

(39)

model interpretasinya cenderung menghakimi realitas kehidupan dan

terkesan kaku.

(3) Pendekatan Kontekstualis

Kata kontekstualis diartikan dengan situasional. Jadi pendekatan

kontekstualis ini adalah cara dalam menafsirkan suatu teks dengan

pemaknaan yang melihat keterkaitan masa lalu, masa kini, dan masa

mendatang; dimana sesuatau dilihat dari sudut historis kemudian makna

fungsional saat ini dan makna yang dianggap relevan di kemudian hari.

Sehingga antara teks al-Qur’an dan penerapannya selalu berkaitan dan

berkembang.

2. Klasifikasi ayat-ayat al-Qur’an

Bagi Saeed, banyak dari sisi al-Qur’an yang memberikan kemungkinan

terhadap keberagaman penafsiran dan hanya bersifat pemikiran semata. Selain

kompleksitas kandungan al-Qur’an atas berbagai macam tema, ide-ide,

gagasan, nilai teks, al-Qur’an juga mengakui adanya ayat-ayat mustayabihat. Saeed kemudian, membagi ayat-ayat al-Qur’anke dalam empat jenis (ayat-ayat

taksiran), aykni:34 (1) ayat-ayat teologis, yaitu ayat yang mengandung tentang

informasi ketuhanan, eskatologi, dan hal-hal yang gaiblainnya; (2) ayat-ayat

kisah, yaitu yang banyak merujuk kepada peristiwa-peristiwa dalam sejarah

manusia, baik konteks masa lalu, saat ini, maupun masa depan; (3) ayat-ayat

perumpamaan, yaitu ketika al-Qur’an mengungkapkan pesannya melalui fase,

expresi, dan teks tertentu untuk menggambarkan konsep atau gagasan tertentu;

(40)

(4) ayat-ayat yang berorientasi praktis, yaitu ayat yang bermuatan

ethico-legal.35 Ayat-ayat ethico-legal adalah ayat-ayat yang menjadi fokus kajian

hukum Islam saat ini, seperti tentang ibadah, pernikahan, perceraian, warisan,

jihad, pidana, hubungan dengan non-muslim, hubungan antar agama dan

pemerintahan.

C. Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed

Istilah Tafsir secara etimologi (bahasa) merupakan bentuk isim masdar (kata

benda abstrak) dari kata fasaya-yufassiru-tafsiran yang berarti pemahaman,

penjelasan dan perincian.36 Tafsir bisa berarti al-ibanah (menjelaskan), al-kasyaf

(menyingkap), dan al-izh-har (menampakkan) makna atau pengertian yang

tersembunyi.Sehingga tafsir berarti menyingkap apa yang dimaksudkan atau yang

tertutup oleh kata yang sulit. Dalam pengertian inilah al-Qur’an menggunakan kata tersebut dalam QS. Al-Furqan [25]: 33. “Tidaklah orang-orang kafir itu

datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datang

kepadamu sesuatau yang benar dan yang paling baik.Penjelasannya, hasil

pemahaman manusia (baca:mufassir) terhadap al-Qur’an yang dilakukan dengan

menggunakan perangkat metode dan pendekatan tertentu sesuai keinginan

mufassir yang dimaksudkan untuk menjelaskan suatu makna teks ayat-ayat

35 Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’an..., hlm 90-91.

(41)

Qur’an. sehingga yang dimaksud dengan ‘tafsir al-Qur’an’ adalah penjelasan

tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia.37

Sebagai sebuah disiplin ilmu, tafsir tidak akan terlepas dari perangkat atau

alat (metode). Sehingga, yang dimaksud dengan metode tafsir adalah prosedur

(cara) sistematis sebagai upaya memahami dan menjelaskan maksud kandungan

al-Qur’an. menurut Nasruddin Baidan, metode tafsir merupakan suatu cara yang

teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa

yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan-Nya

kepada Nabi Muhammad SAW.38

Kontekstual berasal dari kata ‘konteks’ yang artinya sebuah konsep umum

yang bisa mencakup, misalnya, konteks linguistik, dan juga “konteks makro”.

Konteks linguistik berkait dengan cara dimana sebuah frase, kalimat atau teks

pendek tertentu ditetapkan dalam teks yang lebih besar. Biasanya, ini mencakup

upaya menempatkan teks yang tengah dikaji dalam rangkaian teks yang

mendahului atau mengikutinya. Tipe konteks ini, meski penting juga guna

memperoleh pemahaman dasar atas kandungan teks_ tidak menjadi fokus utama

dalam pendekartan kontekstual. yang lebih menarik dan berguna bagi pendekatan

kontekstual adalah “konteks makro”. Ini bermakna upaya memberi perhatian

kepada kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan intelektual di sekitar teks

al-Qur’an. Konteks makro juga memperhatikan terjadinya konteks pewahyuan dan

37 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir; Syarat, ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda

Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an (Tangerag:Lentera Hati, 2013), hlm 9.

38 Nashrudin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm

(42)

pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut. Di samping itu, ia

mencakup juga berbagai gagasan, asumsi, nilai, kayakinan, kebiasaan relijius, dan

norma budaya yang ada pada saat itu. Pemahaman akan elemen-elemen tersebut

sangatlah penting dalam kegiatan penafsiran, karena al-Qur’an merespon,

berinteraksi, dan mendukung/menolak hubungan-hubungan kontekstual tersebut.39

Sehingga inti dari metode/pendekatan kontekstual terletak pada gagasan mengenai

konteks saat ini.

Metode tafsir yang dikembangkan Saeed adalah motode kontekstual.

Landasan teoritis yang dirumuskan Abdullah Saeed bagi penafsiran kontekstual

adalah: (1) adanya keterkaitan antara wahyu dan konteks sosio-historis yang

mengitarinya;40 (2) fenomena fleksibilitas dalam cara membaca al-Qur’an dan

pengubahan hukum mengikuti situasi dan kondisi yang baru (naskh) karena

al-Qur’an sejak awal pewahyuannya telah berdialektika secara aktif dengan audien

pertama;41 (3) kondisi al-Qur’an yang secara internal (ayat-ayat teologis, kisah,

perumpamaan) tidak bisa dipahami sama dengan ayat-ayat ethico-legal (bersifat

praktis)42

Dengan demikian kita dapat mengetahui bagaimana bangunan epistemologi

kontekstual yang dibangun Abdullah Saeed, yakni:

1) Mengakui Kompleksitas makna. Bagi Saeed, makna teks al-Qur’anselalu

tidak pasti. Yaitu penafsir hanya sampai pada kemampuan menaksir. Hal

ini sangat berbeda dengan anggapan kaum tekstualis, yang meyakini

39 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 14.

40 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 53.

(43)

bahwa makna teks adalah sesuatu yang pakem, sehingga tidak ada otoritas

bagi generasi akhir untuk menambah makna.

2) Memperhatikan konteks sosio-historis penafsiran. Al-Qur’an turun dengan

cara berdialektika dengan konteks sosio-historis pada masanya.

Pengetahuan terhadap konteks sosio-historis periode pra-Islam dan periode

Islam awal tidak bisa diabaikan.43 Untuk memahami konteks ini, seseorang

membutuhkan pengetahuan akan kehidupan Nabi dan masyarakat saat itu,

baik dari segi sosial, ekonomi, politik, hukum, dan adat yang berlangsung.

Sehingga konteks sosio-historis menunjukkan bagaimana teks tersebut

difahami oleh generasi pertama. Selain itu konteks sosio-historis

menunjukkan begitu banyak aspek kehidupan pada masa pewahyuan yang

berbeda dengan masa kini. Perhatian konteks sosio-historis ini akan

menunjukkan manakah ayat ethico-legal.

3) Merumuskan hirarki nilai ayat-ayat ethico-legal untuk menentukan mana

yang berubah dan mana yang tetap. Penetuan ini bukanlah hal yang

mudah. Untuk itu Saeed merumuskan hirarki nilai, yang merupakan

penyempurna dari ideal-moral Rahman. Nilai-nilai itu adalah:

a) Nilai-nilai yang bersifat kewajiban, meliputi:44 Nilai yang berkaiatan

dengan kepercayaan (rukun iman), praktik ibadah, halal-haram yang

disebut dalam al-Qur’an. nilai-nilai ini bersifat abadi, tidak akan

berubah meski kondisi telah berbeda.

43 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 231.

(44)

b) Nilai-nilai fundamental, yaitu nilai-nilai kemanusiaan dasar45 meliputi,

kebebasan, perlindungan hidup, hak milik, keturunan dan agama.

c) Nilai-nilai proteksional, nilai yang merupakan undang-undang bagi

nilai fundamental.46 Contoh: untuk melindungi hidup, maka ada

larangan membunuh.

d) Nilai-nilai implementasi, merupakan tindakan atau langkah spesifik

yang dilakukan atau digunakan untuk melaksanakan nilai

proteksional.47 Contoh: hukuman potong tangan bagi yang mencuri

mungkin relevan digunakan pada zamannya, namun tidak untuk saat

ini.

e) Nilai-nilai intruksi, yaitu ukuran atau tindakan yang diambil al-Qur’an

ketika berhadapan dengan sebuah persoalan khusus pada masa

pewahyuan. 48

Dengan prinsip-prinsip tersebut, Saeed membagi empat tahap kerangka

kerja penafsirannya serta langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Bertemu dengan dunia teks, tahap ini merupakan perkenalan dengan teks

dan dunianya.

b. Melakukan analisis kritis (Critical analysis), Penafsir menjangkau makna

teks dari berbagai aspek, meliputi:

45 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 263.

46 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 264.

47 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 265.

(45)

1) Analisis linguistic, yaitu analisis kebahasaan meliputi makna kata,

frase, dan sintaksis49. Menurut Saeed, ini mencakup upaya

identifikasi, mengapa fitur-fitur linguistik tertentu digunakan di dalam

teks dan bagaimana pengaruhnya terhadap makna.50

2) Analisis kontek sastra, disini penafsir melihat ayat dan sesudahnya.

3) Bentuk sastra, mengidentifikasikan teks apakah yang dimaksud adalah

ayat kisah, ibadah, perumpamaan atau hukum. Bagian ini sangat

berkaitan dengan makna.

4) Analisis teks-teks yang berkaitan, tahapan ini Saeed menganjurkan

untuk mengumpulkan dan mengindentifikasi teks-teks yang berkaitan

dengan teks yang dikaji dalam al-Qur’an. ketika teks-teks sudah

dikumpulkan dan diidentifikasi, sebuah gagasan kunci akan muncul

dari teks-teks yang berbeda tersebut; sejumlah pesan, gagasan,

nilai-nilai yang domain; bagaimana relevansi teks-teks yang terkait. Ketika

hal-hal tersebut telah dilakukan, mufasir bisa mengkaji pesan-pesan

yang disampaikan untuk menyusun nilai-nilai domain dalam teks

berdasarkan hierarki relevansinya.51

5) Relevansi kontekstual, dengan menelusuri ayat-ayat yang sama tadi

dari sisi kronologi pewahyuan.

c. Menemukan makna teks bagi penerima pertama

49 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sintaksis yaitu pengaturan dan hubungan kata

dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar.

50 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 170.

(46)

1) Menelusuri teks dan konteks makro 1, konteks makro, kontek makro,

artinya menuju kepada kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural dan

intelektual pada saat itu yang berhubung dengan teks al-Qur’an.

konteks makro mencakup sejumlah gagasan, nilai dan pandangan

relevan yang bisa dipahami dengan mengkaji data historis yang ada

bagi sang mufasir dari berbagai sumber. Tujuannya adalah

merumuskan pemahaman guna memperoleh data-data sejarah yang

komprehensif atas kondisi di mana teks diturunkan.52

2) Menentukan hierarki pesan

3) Menelusuri sosio-historis

d. Menentukan makna dan aplikasi teks bagi masa kini, yaitu mengaitkan

makna teks saat itu dengan konteks makro 2. Artinya menentukan makna

teks dari konteks saat dulu dan dipadukan relevasinya dengan konteks atau

audien saat ini. Menurut Saeed, semakin besar kesamaan unsur 1 dan 2,

maka semakin tinggi kemungkinan bahwa pesan kunci akan tetap

sebagaimana adanya,variasi dari kedua konteks tersebut dapat memberikan

kemungkinan tentang pesan kunci yang lebih besar yang terjadi dan

diaktualisasikan secara berbeda dalam konteks makro 2, jika nilai yang

disampaikan oleh teks tersebut tidak bersifat universal.53

52 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 166-167.

(47)

D. Interaksi Sosial; Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim (Toleransi)

Secara bahasa, kata interaksi berarti melakukan aksi timbal balik,54

sedangkan kata sosial berarti, segala yang berkenaan dengan masyarakat.55 Dari

penjelasan tersebut, maka hubungan/interaksi sosial adalah melakukan aksi tibal

balik dengan masyarakat. Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan

yang tindakan yang berdasarkan normadan nilai sosial yang berlaku dan

diterapkan di salam masyarakat.

Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial itu sendiri

dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada ada

dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran dan pribadi

masing-masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai yang kita

harapkan.

Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari

hubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk mencari

individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar fikiran.

Interaksi sosial merupakan kunci rotasi semua kehidupan sosial. Dengan tidak

adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin

ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling saling berhadapan antara satu

sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat

saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan

dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka

kegiatan-kegiatan antar satu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.

54 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., hlm 594.

(48)

Kegiatan menganalisis komunikasi telah dilakukan oleh Aristoteles dalam

bukunya Rhetorica. Menurut pandangan Aristoteles, setiap komunikasi atas terdiri

tiga unsur penting, antara lain:56

1) Pembicara

2) Apa yang dibicarakan

3) Penerima/ orang yang mendengarkan (audien)

Tidak dapat dipungkiri bahwa semua yang hidup didunia ini pasti tidak bisa

hidup sendiri. Setiap orang pasti menjalin hubungan dengan yang lain. Dari

pembagian unsur-unsur komunikasi di atas, maka dapat dijabarkan

macam-macam hubungan sosial, sebagai berikut:

1) Perorangan, yaitu hubungan sosial yang terjalin antar satu orang dengan

orang lain.

2) Peorangan dengan kelompok, yaitu hubungan sosial yang terjalin antara satu

orang dengan kelompok tertentu.

3) Antar kelompok, yaitu hubungan sosial yang terjalin antara kelompok

dengan kelompok. Contohnya: hubungan umat Muslim dengan

Non-Muslim.

Namum dalam penelitian ini, interaksi sosial yang dibangun yaitu hubungan

muslim dengan non-muslim (Toleran). Sehingga pokok pembahasan disini

meliputi:

1) Saling mengenal dan menghargai

2) Kebaikan dan keadilan (Birr wa Adl)

(49)

BAB III

HUBUNGAN MUSLIM DENGAN NON-MUSLIM DALAM AL-QUR’AN A. Pengertian Muslim dan Non-Muslim

Sebelum berbicara mengenai hubungan Muslim dengan Non-Muslim, perlu

dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud Muslim? Dan apa yang dimaksud

Non-Muslim? Kata Muslim merupakan isim fail dari fi’il ملسم -املاسا – ملسي – ملسا,

yang berarti orang yang menyelamatkan.57 Karena hanya sebagai subyek dari

perbuatan Islam, maka pengertiannya tergantung pada pada pengertian Islam itu

sendiri.Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitan dengan asal katanya Islam

memiliki beberapa pengertian, diantarnya adalah:

1) Berasal dari ‘salm’ )

ملسلا(

yang berarti damai

2) Berasal dari ‘aslama’)

ملسأ

( yang berati menyerah. Menyerah disini yaitu

menyerahkan diri pada Allah.

3) Berasal dari kata ‘Istaslama-Mustaslimun’ )

ملستسم

-

ملستسا

(penyerahan diri

secara total kepada Allah.

4) Berasal dari kata ‘saliim’ )

ميلس (

yang berarti bersih dan suci.

5) Berasal dari kata ‘salam’ )

ملاس

(yang berarti selamat dan sejahtera.

(50)

Muslim adalah orang Islam, adapun pengertian Islam menurut istilah

dirumuskan dalam dua arti, arti luas dan arti sempit. Dalamarti luas, Islam adalah

agama wahyu Illahi yang diturunkan kepada manusia kepada seluruh nabi, sejak

Adam samapai Muhammad. Sedangkan dalam ari sempit, Islam adalah agama

yang diturunkan untuk seluruh umat manusia sampai hari kiamat melalui Nabi

Muhammad guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/aturan Allah

SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju

kebahagiaan dunia dan akhirat

Dengan demikian, pengertian muslim secara bahasa mempunyai dua arti

luas dan sempit. Dalam arti luas, muslim adalah orang yang memeluk

agama-agama yang diturunkan kepada seluruh nabi. Dan dalam arti sempit, muslim

adalah orang yang memeluk agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.

Secara garis besar, ajaran Islam terdiri dari akidah, ibadah, dan akhlak.

Ajaran tersebut dapat diperoleh dari tiga komponen dasar agama Islam yaitu,

iman, Islam dan ihsan. Dalam diri seorang muslim, arti bahasa dari iman berati

kepercayaan, Islam berarti menyerahkan diri atau tunduk dan ihsan berarti

kebijaksanaan dan atau kebaikan.

Sedangkan pengertian Non-Muslim dapat dilihat dari pengertian muslim

dengan mendapat kata imbuhan non yang berarti tidak atau bukan. Maka

non-muslim berarti orang yang tidak atau bukan beragama non-muslim.58 Pengertian

non-muslim mempunyai makna bahwa seluruh pemeluk agama selain agama Islam.

Oleh karena Islam yang dibawa Nabi Muhammad sebagai penyempurna agama

(51)

yang dibawa Nabi dan Rasul sebelumnya, maka agama Islam yang dibawa Nabi

Muhammad merupakan agama Islam terakhir. Dengan demikian, pengertian

non-muslim adalah pemeluk selain agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

Dalam agama Islam, tidak terdapat ajaran yang memaksakan seorang

manusia menjadi muslim. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat

al-Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya

telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah...”59

Dari ayat tersebut jelas tidak membutuhkan interpretasi lagi, karena

memang lafadh dan artinya sudah jelas. Ayat tersebut dikuatkan pula oleh ayat

lain, yaitu pada surat Yunus ayat 99:

اًعيِاجَ ْمُهُّلُك ِضْراْلْا ِفِ ْنام انام الَ اكُّبار اءااش ْوالاو

Artinya: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang

yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa

59 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),

(52)

manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman

semuanya”.60

Dari pengertian kedua ayat tersebut sudah jelas bahwa dalam agama Islam

tidak ada ajaran memaksa kepada siapapun untuk menjadi seorang muslim, karena

dengan memaksakan agama kepada seseorang hanya akan membuat seseorang

merasa tertekan dalam menjalankan ibadahnya. Tuhan sendiri telah memberi

kebebasan kepada makhluknya untuk memilih keyakinan masing-masing. Dan

bagi Allah tidaklah sulit jika menginginkan makhluk ciptaan-Nya untuk menjadi

muslim semua.

Dari keterangan tersebut, jelas bahwa yang dimaksud dengan non- muslim

adalah selain penganut agama Islam. Yang termasuk didalamnya adalah penganut

agama-agama di luar Islam, di Indonesia misalnya penganut agama Kristen,

Katholik, Hindu, Budha dan lain sebagainya. Dalam agama Islam sendiri tidak

ada ajaran yang memaksakan kelompok non-muslim tersebut untuk menjadi

seorang muslim. Karena dalam ajaran Islam, memeluk agama dengan paksaan

hanya akan membuat hati seseorang merasa tertekan dan juga dalam menjalankan

ibadahnya tidak dengan ketulusan dan keikhlasan dari hati.

Disamping itu juga akan menanamkan dendam di dalam hati dan jiwa

sehingga justru timbul jarak bahkan penolakan dan kekacauan. Islam juga

memberi toleransi untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing tanpa harus

menganggu ibadah dari umat Islam itu sendiri.

(53)

Kelompok non-muslim dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok,

Abdullah Nashih ‘Ulwan membaginya menjadi empat kelompok, yaitu: kelompok

ahli kitab, kelompok atheis dan murtad, kelompok paganis dan musyrikin,

kelompok orang-orang munafik.61

1) Kelompok Ahli Kitab

Yang dimaksud ahli kitab adalah orang-orang yang menganut satu

kitab samawi dan mengikuti salah seorang Nabi. Orang-orang tersebut

menganut atau mempercayai suatu agama yang memiliki kitab suci dari

Allah selain al-Qur’an. orang yang tetap berpegang teguh pada agama yang

dibawa nabinya sebelum Nabi Muhammad. Pada zaman sekarang ahli kitab

dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a) Kelompok Yahudi, yaitu mereka yang berpegang teguh kepada syariat

Nabi Musa yang menerima kitab Taurat.

b) Kelompok Nasrani, yaitu mereka yang berpegang kepada syariat Nabi

Isa yang menerima kitab Injil

Risalah Islam yaitu al-Qur’an adalah penutup seluruh risalah sekaligus

mencakup semua syariat yang terdahulu. Risalah tersebut mempunyai

keistimewaan yaitu bersifat universal untuk seluruh alam, abadi dan actual

sepanjang zaman. Islam turun untuk seluruh bangsa dan umat tanpa

membeda-bedakan jenis, warna kulit dan bahasa. Sudah dikabarkan bahwa

kedatangan Nabi Muhammad telah dikabarkan terlebih dahulu disebutkan

dalam Taurat dan Injil sebagai penutup dari semua risalah yang sebelumnya

61 Abdullah Nashih Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non Muslim, Terj. Kathur Suhardi,

(54)

berkembang di masyarakat. Kitab-kitab samawi sebelum Islam yang kini

masih beredar diantara kelompok Yahudi dan Nasrani sudah

bermacam-macam versinya. Saling berbeda dan banyak menyimpang atau dirubah.

2) Kelompok Atheis dan Murtad

Murtad artinya perbuatan orang muslim yang meninggalkan agama

yang telah diridhoi Allah, lalu memeluk agama lain selain Islam, atau

menyakini suatu akidah dan ideologi tertentu yang bertentangan dengan

tatanan Islam.

Sedangkan atheis adalah pengingkaran terhadap dzat Illahi, menolak

risalah samawi yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-rasul-Nya. Atau

dengan pengertian lain bahwa atheis merupakan pengingkaran tentang

hal-hal ghaib yang dibawa dan disampaikan para rasul.62

Baik atheis maupun murtad merupakan faktor perusak kehormatan

manusia, karakter dan eksistensinya. Islam tidak akan membiarkan umatnya

menjadi atheis maupun murtad dan tidak memberi hati kepada siapa saja

yang melakukan dua jenis perbuatan tersebut.

3) Kelompok Paganis dan Musyrikin

Yang dimaksud kelompok paganis adalah orang-orang yang membuat

sesembahan selain Allah, atau mengambil Tuhan selain Allah.63 Yang

termasuk kelompok ini adalah orang penyembah api, binatang,

orang-orang majusi dan lain-lainnya yang menyembah patung-patung.

4) Kelompok orang-orang munafik

(55)

Kemunafikan adalah suatu sikap pada diri seseorang yang

mengaku-aku Islam, tap jauh dari lubuk hatinya menyimpan bara kekufuran yang

menyala dan tujuan-tujuan yang tidak baik. Sifat-sifat yang terdapat dalam

orang munafik antara lain adalah: perkataannya selalu bohong dan dusta,

perbuatannya dipenuhi bahaya dan kerusakan, bodoh, selalu memakai

topeng berganti-ganti sesuai kondisi yang dihadapi.

B. Hubungan Muslim dengan Non-Muslim dalam Al-Qur’an Menurut Beberapa Tokoh Mufassir

Dalam kehidupan sehari-hari, Islam mengajarkan agar muslim dapat selalu

menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat.

Islam memiliki konsep dan prinsip-prinsip yang dapat memberikan solusi konkrit

dalam memecahkan problem hidup bertetangga yang tertuang dalam ajaran

akhlak. Akhlak yang dapat digunakan untuk mendorong manusia bagaimana

harusnya berbuat baik pada khalik dan bagaiman seharusnya berbuat baik kepad

makhluk (sesama manusia). Dalam hal ini termasuk pula bagaimana berbuat baik

kepada non muslim.

Hubungan antara Muslim dan Non-Muslim terkait dengan hubungan

sehari-hari meliputi dua pokok penting yaitu hubungan toleran dan intoleran. Namun

pada karya ini, penulis ingin memaparkan hubungan toleran antara Muslim dan

Non-Muslim, sebagai beriku:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 2 MST, namun berpengaruh tidak nyata terhadap

Ditemukan fenomena menarik, reduksi kemiskinan mengakibatkan meningkatnya tingkat kriminalitas, adanya kecenderungan daerah dengan penduduk berpendidikan tinggi

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:(a) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan nila merah di lokasi

Namun demikian, kadar agar dan gel strength yang diperoleh dari perlakuan ini tidak berbeda dengan perlakuan pengkayaan N+P+Fe, sehingga dapat dikatakan bahwa

Konsekuensinya, seluruh host pada network yang sama harus memiliki broadcast address yang sama dan address tersebut tidak boleh digunakan sebagai IP Address untuk

Sehubungan dengan latar belakang yang telaհ dijelaskan di atas, maka perlu dibuat sistem yang dapat membantu pi հ ak pemerintah kecamatan dalam pengambilan keputusan

Ransum perlakuan yang diberikan dengan kadar protein kasar yang berbeda yaitu 16, 18, 20, dan 22% tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi pernapasan, frekuensi

(3) Dalam hal kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa tanah dan/atau bangunan yang berasal dari penyertaan modal Daerah pada perusahaan