• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABDULLAH SAEED SERTA METODE TAFSIR KONTEKSTUALNYA DAN INTERAKSI SOSIAL

C. Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed

Istilah Tafsir secara etimologi (bahasa) merupakan bentuk isim masdar (kata benda abstrak) dari kata fasaya-yufassiru-tafsiran yang berarti pemahaman, penjelasan dan perincian.36 Tafsir bisa berarti al-ibanah (menjelaskan), al-kasyaf (menyingkap), dan al-izh-har (menampakkan) makna atau pengertian yang tersembunyi.Sehingga tafsir berarti menyingkap apa yang dimaksudkan atau yang tertutup oleh kata yang sulit. Dalam pengertian inilah al-Qur’an menggunakan kata tersebut dalam QS. Al-Furqan [25]: 33. “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datang kepadamu sesuatau yang benar dan yang paling baik.Penjelasannya, hasil pemahaman manusia (baca:mufassir) terhadap al-Qur’an yang dilakukan dengan menggunakan perangkat metode dan pendekatan tertentu sesuai keinginan mufassir yang dimaksudkan untuk menjelaskan suatu makna teks ayat-ayat al-

35 Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’an..., hlm 90-91.

Qur’an. sehingga yang dimaksud dengan ‘tafsir al-Qur’an’ adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia.37

Sebagai sebuah disiplin ilmu, tafsir tidak akan terlepas dari perangkat atau alat (metode). Sehingga, yang dimaksud dengan metode tafsir adalah prosedur (cara) sistematis sebagai upaya memahami dan menjelaskan maksud kandungan al-Qur’an. menurut Nasruddin Baidan, metode tafsir merupakan suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.38

Kontekstual berasal dari kata ‘konteks’ yang artinya sebuah konsep umum yang bisa mencakup, misalnya, konteks linguistik, dan juga “konteks makro”. Konteks linguistik berkait dengan cara dimana sebuah frase, kalimat atau teks pendek tertentu ditetapkan dalam teks yang lebih besar. Biasanya, ini mencakup upaya menempatkan teks yang tengah dikaji dalam rangkaian teks yang mendahului atau mengikutinya. Tipe konteks ini, meski penting juga guna memperoleh pemahaman dasar atas kandungan teks_ tidak menjadi fokus utama dalam pendekartan kontekstual. yang lebih menarik dan berguna bagi pendekatan kontekstual adalah “konteks makro”. Ini bermakna upaya memberi perhatian kepada kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural, dan intelektual di sekitar teks al-

Qur’an. Konteks makro juga memperhatikan terjadinya konteks pewahyuan dan

37 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir; Syarat, ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda

Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an (Tangerag:Lentera Hati, 2013), hlm 9.

38 Nashrudin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm

pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut. Di samping itu, ia mencakup juga berbagai gagasan, asumsi, nilai, kayakinan, kebiasaan relijius, dan norma budaya yang ada pada saat itu. Pemahaman akan elemen-elemen tersebut sangatlah penting dalam kegiatan penafsiran, karena al-Qur’an merespon, berinteraksi, dan mendukung/menolak hubungan-hubungan kontekstual tersebut.39 Sehingga inti dari metode/pendekatan kontekstual terletak pada gagasan mengenai konteks saat ini.

Metode tafsir yang dikembangkan Saeed adalah motode kontekstual. Landasan teoritis yang dirumuskan Abdullah Saeed bagi penafsiran kontekstual adalah: (1) adanya keterkaitan antara wahyu dan konteks sosio-historis yang mengitarinya;40 (2) fenomena fleksibilitas dalam cara membaca al-Qur’an dan pengubahan hukum mengikuti situasi dan kondisi yang baru (naskh) karena al- Qur’an sejak awal pewahyuannya telah berdialektika secara aktif dengan audien pertama;41 (3) kondisi al-Qur’an yang secara internal (ayat-ayat teologis, kisah, perumpamaan) tidak bisa dipahami sama dengan ayat-ayat ethico-legal (bersifat praktis)42

Dengan demikian kita dapat mengetahui bagaimana bangunan epistemologi kontekstual yang dibangun Abdullah Saeed, yakni:

1) Mengakui Kompleksitas makna. Bagi Saeed, makna teks al-Qur’anselalu tidak pasti. Yaitu penafsir hanya sampai pada kemampuan menaksir. Hal ini sangat berbeda dengan anggapan kaum tekstualis, yang meyakini

39 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 14.

40 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 53.

bahwa makna teks adalah sesuatu yang pakem, sehingga tidak ada otoritas bagi generasi akhir untuk menambah makna.

2) Memperhatikan konteks sosio-historis penafsiran. Al-Qur’an turun dengan cara berdialektika dengan konteks sosio-historis pada masanya. Pengetahuan terhadap konteks sosio-historis periode pra-Islam dan periode Islam awal tidak bisa diabaikan.43 Untuk memahami konteks ini, seseorang membutuhkan pengetahuan akan kehidupan Nabi dan masyarakat saat itu, baik dari segi sosial, ekonomi, politik, hukum, dan adat yang berlangsung. Sehingga konteks sosio-historis menunjukkan bagaimana teks tersebut difahami oleh generasi pertama. Selain itu konteks sosio-historis menunjukkan begitu banyak aspek kehidupan pada masa pewahyuan yang berbeda dengan masa kini. Perhatian konteks sosio-historis ini akan menunjukkan manakah ayat ethico-legal.

3) Merumuskan hirarki nilai ayat-ayat ethico-legal untuk menentukan mana yang berubah dan mana yang tetap. Penetuan ini bukanlah hal yang mudah. Untuk itu Saeed merumuskan hirarki nilai, yang merupakan penyempurna dari ideal-moral Rahman. Nilai-nilai itu adalah:

a) Nilai-nilai yang bersifat kewajiban, meliputi:44 Nilai yang berkaiatan

dengan kepercayaan (rukun iman), praktik ibadah, halal-haram yang disebut dalam al-Qur’an. nilai-nilai ini bersifat abadi, tidak akan berubah meski kondisi telah berbeda.

43 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 231.

b) Nilai-nilai fundamental, yaitu nilai-nilai kemanusiaan dasar45 meliputi,

kebebasan, perlindungan hidup, hak milik, keturunan dan agama. c) Nilai-nilai proteksional, nilai yang merupakan undang-undang bagi

nilai fundamental.46 Contoh: untuk melindungi hidup, maka ada larangan membunuh.

d) Nilai-nilai implementasi, merupakan tindakan atau langkah spesifik yang dilakukan atau digunakan untuk melaksanakan nilai proteksional.47 Contoh: hukuman potong tangan bagi yang mencuri

mungkin relevan digunakan pada zamannya, namun tidak untuk saat ini.

e) Nilai-nilai intruksi, yaitu ukuran atau tindakan yang diambil al-Qur’an ketika berhadapan dengan sebuah persoalan khusus pada masa pewahyuan. 48

Dengan prinsip-prinsip tersebut, Saeed membagi empat tahap kerangka kerja penafsirannya serta langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Bertemu dengan dunia teks, tahap ini merupakan perkenalan dengan teks dan dunianya.

b. Melakukan analisis kritis (Critical analysis), Penafsir menjangkau makna teks dari berbagai aspek, meliputi:

45 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 263.

46 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 264.

47 Sahiron Syamsuddin “Argumentasi Abdullah Saeed”..., hlm 265.

1) Analisis linguistic, yaitu analisis kebahasaan meliputi makna kata, frase, dan sintaksis49. Menurut Saeed, ini mencakup upaya identifikasi, mengapa fitur-fitur linguistik tertentu digunakan di dalam teks dan bagaimana pengaruhnya terhadap makna.50

2) Analisis kontek sastra, disini penafsir melihat ayat dan sesudahnya. 3) Bentuk sastra, mengidentifikasikan teks apakah yang dimaksud adalah

ayat kisah, ibadah, perumpamaan atau hukum. Bagian ini sangat berkaitan dengan makna.

4) Analisis teks-teks yang berkaitan, tahapan ini Saeed menganjurkan untuk mengumpulkan dan mengindentifikasi teks-teks yang berkaitan dengan teks yang dikaji dalam al-Qur’an. ketika teks-teks sudah dikumpulkan dan diidentifikasi, sebuah gagasan kunci akan muncul dari teks-teks yang berbeda tersebut; sejumlah pesan, gagasan, nilai- nilai yang domain; bagaimana relevansi teks-teks yang terkait. Ketika hal-hal tersebut telah dilakukan, mufasir bisa mengkaji pesan-pesan yang disampaikan untuk menyusun nilai-nilai domain dalam teks berdasarkan hierarki relevansinya.51

5) Relevansi kontekstual, dengan menelusuri ayat-ayat yang sama tadi dari sisi kronologi pewahyuan.

c. Menemukan makna teks bagi penerima pertama

49 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sintaksis yaitu pengaturan dan hubungan kata

dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar.

50 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 170.

1) Menelusuri teks dan konteks makro 1, konteks makro, kontek makro, artinya menuju kepada kondisi sosial, politik, ekonomi, kultural dan intelektual pada saat itu yang berhubung dengan teks al-Qur’an. konteks makro mencakup sejumlah gagasan, nilai dan pandangan relevan yang bisa dipahami dengan mengkaji data historis yang ada bagi sang mufasir dari berbagai sumber. Tujuannya adalah merumuskan pemahaman guna memperoleh data-data sejarah yang komprehensif atas kondisi di mana teks diturunkan.52

2) Menentukan hierarki pesan 3) Menelusuri sosio-historis

d. Menentukan makna dan aplikasi teks bagi masa kini, yaitu mengaitkan makna teks saat itu dengan konteks makro 2. Artinya menentukan makna teks dari konteks saat dulu dan dipadukan relevasinya dengan konteks atau audien saat ini. Menurut Saeed, semakin besar kesamaan unsur 1 dan 2, maka semakin tinggi kemungkinan bahwa pesan kunci akan tetap sebagaimana adanya,variasi dari kedua konteks tersebut dapat memberikan kemungkinan tentang pesan kunci yang lebih besar yang terjadi dan diaktualisasikan secara berbeda dalam konteks makro 2, jika nilai yang disampaikan oleh teks tersebut tidak bersifat universal.53

52 Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21..., hlm 166-167.

Dokumen terkait