• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL LOKASI, ALIH FUNGSI LAHAN, PERUBAHAN LINGKUNGAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEJADIAN

ANALISIS DAMPAK KEJADIAN BANJIR

Salah satu dampak perubahan iklim yang terjadi di Kabupaten Karawang adalah banjir. Banjir merupakan persoalan rutin yang terjadi dari tahun ke tahun, namun dalam kurun waktu lima tahun terakhir menjadi intensitas banjir semakin meningkat yang diperparah dengan periode waktu banjir yang cenderung berubah ubah akibat berubahnya musim penghujan. Lokasi penelitian merupakan kawasan hilir yang merupakan pusat akhir jatuhnya air. Banjir yang terjadi di Desa Sungai Buntu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dalam kajian ini ditemukan tiga faktor utama penyebab meluapnya air saat musim penghujan di Desa Sungai Buntu antara lain :

a. Mengendapnya sungai utama yang menyebabkan air tidak bisa mengalir ke laut dengan baik;

b. Rusaknya saluran irigasi khususnya saluran irigasi tersier yang sudah berubah menjadi perumahan penduduk maupun peruntukan lain;

c. Berubahnya pola hujan dengan intensitas hujan yang relatif lebih tinggi menyebabkan saluran air (sungai, gorong gorong) tidak lagi mampu untuk menampung debit air yang mengalir ke laut.

Kajian ini mencoba untuk melihat kejadian banjir sebagai dampak dari perubahan iklim dalam implikasinya terhadap kondisi sosial dan ekonomi pada masyarakat di Desa Sungai Buntu. Analisis dampak sosial dilihat dari beberapa aspek sosial antara lain persoalan struktur sosial yang mencakup dinamika dan perubahan sosial, persoalan dinamika kependudukan, potensi terjadinya konflik sosial, pola adaptasi ekologi masyarakat lokal, dan akses dan kontrol terhadap sumberdaya alam. Analisis dampak ekonomi dilihat dari potensi jumlah kehilangan akibat kejadian banjir dalam suatu periode banjir.

Periode dan Penyebab Kejadian Banjir

Kejadian banjir di Desa Sungai Buntu dapat disebabkan oleh dua hal yaitu akibat peningkatan intensitas hujan yang menyebabkan meluapnya air sungai sehingga menyebabkan banjir (banjir sungai) dan disebabkan oleh kenaikan permukaan air laut yang menyebabkan masuknya air laut ke kawasan pemukiman maupun ke persawahan yang disebut sebagai (banjir rob). Periode kejadian banjir yang disebabkan oleh hujan berbeda dengan periode kejadian banjir yang disebabkan oleh rob. Kejadian banjir yang disebabkan oleh hujan umumnya berlangsung pada awal tahun yaitu pada bulan Januari sampai dengan Maret, sedangkan banjir akibat rob berlangsung setiap bulan dan terjadi hampir setiap tiga hari sekali (1 minggu 2 kali kejadian rob). Kejadian rob yang paling tinggi terjadi pada bulan Mei dan September. Selain banjir, Desa Sungai Buntu juga mengalami kekeringan yang disebabkan oleh tidak sampainya pasokan air dari hulu ke hilir, namun tidak terjadi secara rutin hanya terjadi pada tahun tahun tertentu.

Pertanian di Desa Sungai Buntu memiliki periode tanam yaitu dua kali dalam satu tahun. Waktu tanam setiap periode berbeda beda dipengaruhi oleh curah hujan dan pasokan air. Hal tersebut disebabkan pertanian yang dilakukan adalah pertanian irigasi yang membutuhkan pasokan air yang cukup. Kebutuhan terhadap air merupakan persoalan utama yang terjadi pada petani di Desa Sungai Buntu, sehingga kejadian banjir baik akibat rob maupun akibat hujan berkepanjangan merupakan persoalan yang menyebabkan kegagalan panen. Banjir akibat rob menyebabkan padi tidak dapat tumbuh dengan baik, sebab kandungan air rob memiliki kadar garam yang sangat tinggi

yang berdampak buruk bagi pertumbuhan tanaman padi. Banjir akibat hujan berkepanjangan menyebabkan tanaman padi tergenang dan menjadi busuk jika berlangsung dalam waktu yang lama dan akan merusak kawasan pertanian jika mencapai tinggi lebih dari satu meter. Pada Tabel 5 menunjukkan periode kejadian bencana dalam satu tahun pada dua kali masa tanam yang umumnya dilakukan oleh petani di Desa Sungai Buntu.

Tabel 5 Periode Kejadian Bencana

Ket JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOV DEC

BAH √ √ √ √

BAR √ √

KER √ √ √

HAMA √ √

Ket TAN TAN TAN PAN PES IST KOS TAN TAN TAN PAN PES

Sumber : Hasil wawancara dengan petani

Ket : * BAH (banjir akibat hujan) ; BAR (banjir akibat rob)

* KER (kejadian kekeringan; HAMA (gagal panen akibat hama/kosong tanaman dll) * Tan (tanam) ; Pan (panen); Pes (Pesta); Ist (istirahat); Kos (Kosong/persiapan lahan)

Tabel 5 menunjukkan kejadian bencana banjir akibat air hujan (BAH) umumnya terjadi pada januari sampai maret hampir di setiap tahun. Pada Tahun 2014, awal tahun merupakan tahun terburuk bagi masyarakat di Desa Sungai Buntu. Hal tersebut disebabkan terjadi kejadian banjir dengan tinggi mencapai 1,5 meter yang merendam hampir seluruh kawasan pertanian di Desa. Kejadian tersebut berlangsung selama dua bulan. Kejadian banjir akibat air rob yang besar terjadi pada bulan Mei dan September dalam satu tahun, namun rutinitas rob terjadi dua kali dalam satu minggu.

Pada Bulan Januari sampai Maret umumnya petani melakukan penanaman, dan April merupakan waktu panen. hal tersebut disebabkan petani di Desa Sungai Buntu memiliki sistem tanam 2 kali dalam 1 tahun dengan waktu kosong sebelum tanam berikutnya mencapai dua sampai tiga bulan yang digunakan untuk pesta (jika panen berhasil) maupun mencari pekerjaan lain (jika panen gagal). Waktu tanam dan panen tidak selalu sama setiap tahunnya, hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik pasokan air, cuaca, bencana (banjir maupun kekeringan).

Bencana rob umumnya terjadi pada bulan Mei dan September, banjir rob

menyebabkan rusaknya padi sebab masuknya air asin ke dalam kawasan pertanian. Bulan Mei merupakan bulan yang tidak baik bagi pertanian, jika panen terjadi di bulan Mei dipastikan terjadi kegagalan panen atau hasil panen yang buruk akibat hama maupun penyakit tanaman. Berikut kutipan wawancara terkait hal tersebut :

:…bulan mei paling jelek kalo buat panen, pasti hasil padinya rusak, kena hama atau malahan tidak berisi sama sekali, makanya petani mah selalu berharap ga panen di bulan mei…” (H, 37 thaun)

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa petani memiliki pengetahuan terhadap periode kejadian bencana banjir maupun kejadian kerusakan padi jika dipanen pada bulan tertentu. Hal tersebut menunjukkan kejadian bencana rutin telah diantisipasi oleh petani melalui beberapa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari kejadian tersebut.

Kejadian banjir bencana atau rutinitas?

Data bencana di Kabupaten Karawang menunjukkan terjadi peningkatan kejadian banjir yang menyebabkan kegagalan panen dalam 10 tahun terakhir yang umumnya terjadi pada bulan Januari sampe Mei. Hal tersebut disebabkan jika periode hujan terjadi pada bulan Oktober sampai Maret dimana terjadi banjir di kawasan Hulu maka air banjir tersebut akan mengalir ke kawasan hilir dan menyebabkan kejadian banjir pada bulan Januri sampai Mei baik yang disebabkan oleh kejadian akibat hujan yang terjadi di kawasan tersebut maupun kirimin air hujan yang baru sampai di kawasan tersebut pada bulan Januri hingga Mei setiap tahunnya. Tabel 6menunjukkan kejadian banjir pada 10 tahun terakhir

Tabel 6 Kejadian Banjir 10 tahun terakhir

Tahun 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14

Banjir - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Bulan -

Feb Mar Jan, Feb Jan, Feb Jan Jan, Feb Jan, Feb Jan, Feb, Mar Jan Jan, Feb Jan, Feb, Mar, Apr, Mei, Jun Jan, Feb, Mar, Apr

sumber : Data kejadian bencana banjir yang dikonfirmasi dengan realitas di lapangan

Data BNPB menunjukkan kejadian yang terjadi di Kabupaten Karawang akibat bencana hidrometeorologi yang salah satunya akibat banjir pada tahun 2013 mencapai 212 kejadian pada bulan Januari sampai Juni. Kejadian banjir tersebut mengakibatkan tergenangnya rumah dan korban jiwa yang mencapai lebih dari lima puluh ribu orang. Kejadian banjir pada tahun 2013 dan tahun 2014 merupakan salah satu kejadian banjir yang terketegorikan sebagai bencana banjir tahunan yang terjadi di Kabupaten Karawang. Pada tahun 2014 hasil wawancara menunjukkan bahwa terjadi kejadian banjir selama bulan Januari sampai April 2014 yang merendam kawasan pertanian dengan ketinggian mencapai tiga meter. Kejadian ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan (lebih dari 90 hari) sejak banjir hingga surut kembali. Kutipan wawancara terkait bencana banjir pada tahun 2014 di Desa Sungai Buntu adalah sebagai berikut :

“….bulan satu sampai empat tahun ini terjadi banjir yang ngerendem sawah dan rumah hampir 3 meter, semua warga saling bantu buat nolongin yang rumahnya kena banjir, kalo sawah mah udah pasti gagal tanamnya taun ini, mudah mudahan abis surut bisa berhasil tanamnya…”(Ibu H, 37tahun)

Kejadian banjir di Desa Sungai Buntu dapat dikategorikan sebagai banjir rutinitas maupun kejadian banjir sebagai bencana. Umumnya kejadian banjir di Desa Sungai Buntu meurpakan kejadian banjir rutin akibat intensitas kejadian banjir yang relatif sering yaitu setiap tahun sejak tahun 2000 dimana kondisi tersebut diantisipasi dan diatasi masyarakat dengan melakukan beberapa tindakan maupun strategi untuk mengatasi kejadian banjir rutin, namun dalam dua tahun terakhir (2013-2014) kejadian banjir rutin tersebut menjadi bencana banjir yang berdampak pada korban jiwa maupun

kerusakan yang cenderung parah. Kejadian banjir yang dikategorikan sebagai banjir rutin adalah jika banjir yang terjadi setiap tahun berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 25 hari dengan tinggi banjir mencapai 30 sampai 1 meter. Kondisi banjir tersebut berdampak pada mundurnya musim tanam selama 1 sampai 2 bulan jika banjir terjadi pada masa tanam sedangkan jika terjadi pada masa panen maka panen yang akan didapatkan cenderung sedikit namun tidak menyebabkan kegagalan panen secara keseluruhan. Kejadian banjir dikategorikan sebagai bencana apabila banjir tersebut berlangsung lebih dari 25 hari bahkan lebih dari 90 hari yang terjadi di Desa Sungai Buntu dengan tinggi banjir mencapai hampir 3 meter. Kondisi banjir tersebut menyebabkan kegagalan panen, kerusakan sawah dan infrastuktur, rusaknya rumah, kehilangan pekerjaan dalam kurun waktu yang lama dan menyebabkan peluang korban jiwa. Pada Tabel 7 menunjukkan perbedaan kejadian banjir rutin maupun banjir akibat bencana yang terjadi di Desa Sungai Buntu.

Tabel 7 Perbedaan Dampak dan Kejadian Banjir di Desa Sungai Buntu

No Keterangan Banjir Rutin Bencana Banjir

1. Waktu Kejadian

Berlangsung 3 hari sampai 25 hari (1 bulan) / kurang dari 1 bulan (≤ 30 hari)

Berlangsung selama 2

sampai 4 bulan (≥ 30 hari) *jika berlangsung kurang dari 25 hari maka tanaman padi masih dapat bertahan hidup12

2. Tinggi Banjir

0 – 1 meter 1-3 meter

*jika tinggi banjir kurang dari 1 meter saat tanaman sudah tinggi maka tanaman dapat bertahan13

3. Dampak

 Terlambanya masa tanam (mundur akibat banjir)  Penanaman ulang (jika

tanaman rusak)

 Panen yang sedikit (jika terjadi saat panen)

 Kegagalan Panen

 Rusaknya sawah

maupun infrastuktur

(rumah, jalan dan

tanggul)  Korban jiwa

Sumber : Data Primer wawancara di lapangan

Pada Tabel 7 menunjukkan perbedaan dampak kejadian banjir yang merupakan banjir sebagai rutinitas maupun banjir sebagai bencana. Perbedaan dampak tersebut diantisipasi oleh masyarakat melalui tindakan baik yang dilakukan oleh individu maupun yang dilakukan oleh komunitas. Kajian ini mencoba untuk melihat pilihan tindakan yang dilakukan sebagai respon terhadap kejadian banjir baik yang merupakan kejadian rutin maupun yang merupakan kejadian bencana.

Pilihan tindakan mengatasi banjir sebagai bencana akibat Perubahan Iklim

Kejadian banjir sebagai bencana terjadi di Desa Sungai Buntu pada tahun 2013 dan tahun 2014 yang terjadi pada bulan Januari sampai April. Dampak yang paling besar dirasakan oleh masyarakat adalah terendamnya kawasan pertanian dalam waktu yang cukup lama mencapai 3 bulan sehingga menyebabkan petani tidak memiliki pendapatan selama tiga bulan. Selain itu ketinggian banjir yang mencapai 3 meter

12

Dikutip dari Pedoman Sosial Ekonomi Perubahan Iklim, 2014. Kementerian Lingkungan Hidup.

13

mengakibatkan terendamnya kawasan pemukiman penduduk sehingga masyarakat tidak memiliki tempat tinggal. Hal tersebut menyebabkan penduduk melakukan beberapa tindakan baik yang dilakukan secara kolektif dengan tujuan bersama maupun tindakan yang dilakukan secara individu dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan sehari hari. Tindakan untuk mengatasi banjir sebagai bencana terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8 Tindakan untuk mengatasi kejadian bencana banjir

No Tindakan Kolektif Tindakan Individu (Rumahtangga)

1. Membuat tenda pengungsian Mengungsi kerumah kerabat atau

tetangga desa yang tidak banjir 2. Membersihkan saluran air

Bergotong royong bersama warga lain untuk membersihkan saluran untuk melancarkan jalan air

3. Memanen padi (jika padi sudah tinggi)

Panen padi serentak untuk menghindari kerugian yang sangat besar

Istri / anggota rumahtangga lain (menjual ikan, ngewarung)

4. Memperbaiki kerusakan

infrastuktur setelah banjir surut

Bekerja di Kabupaten atau di Desa Lain selama masa banjir untuk mencukupi kebutuhan sehari hari Bekerja di sektor lain (kuli, ngojek, ngebecak)

Meningkatnya buruh migran maupun migrasi keluar desa

Sumber : Data primer hasil wawancara

Pada Tabel 8 menunjukkan beberapa tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai tindakan kolektif maupun tindakan individu untuk mengatasi kejadian bencana banjir. Tindakan kolektif yang paling utama yang dilakukan oleh masyarakat adalah membersihkan saluran air yang dilakukan saat terjadi bencana banjir. Hal tersebut disebabkan masyarakat mengganggap bahwa kejadian banjir disebabkan oleh banyaknya sampah di sungai yang terbawa dari hulu yang menumpuk di hilir sehingga air tidak dapat mengalir dengan baik yang menyebabkan meluap ke darat. Tindakan lain yang dilakukan oleh masyarakat adalah umumnya terdapat anggota keluarga yang pergi dari desa untuk bekerja baik di tetangga desa maupun di kabupaten selama periode banjir berlangsung.

Kejadian bencana banjir meningkatkan anggota rumahtangga yang pergi dari desa baik yang bekerja di tetangga desa, bekerja di kabuapaten, bekerja di kota lain, maupun menjadi buruh migran. Selain itu kejadian bencana juga meningkatkan peluang anggota rumahtangga (istri maupun anak perempuan) menjadi pekerja seks komersial. Hal tersebut disebabkan peningkatan hutang kepada pemilik akibat gagal panen yang disebabkan banjir dan keharusan untuk mencukupi kebutuhan hidup selama periode bencana mengakibatkan menjadi pekerja seks komersial merupakan salah satu alternatif pilihan. Hal yang sama terjadi pada buruh migran dimana kejadian bencana banjir mengakibatkan kelurga harus mencukupi kebutuhan hidupnya dengan cara menjadi buruh migran.

Pilihan tindakan mengatasi banjir sebagai rutinitas

Kejadian banjir sebagai rutinitas merupakan kejadian banjir yang dialami oleh masyarakat di Desa Sungai Buntu setiap tahunnya. Kejadian banjir ini disebabkan oleh dua faktor yaitu rob yang terjadi dua kali dalam satu minggu maupun kejadian banjir akibat peningkatan curah hujan yang tidak dapat ditampung oleh sungai sehingga meluap ke daratan yang umumnya terjadi antara Januari sampai dengan Maret setiap tahunnya. Dampak paling utama yang dirasakan oleh petani akibat banjir tahunan adalah tidak pastinya jadwal tanam maupun panen yang disebabkan oleh kondisi tersebut. Jika banjir terjadi diawal masa tanam, maka petani akan memundurkan masa tanam menunggu banjir surut, namun jika terjadi pada masa panen maka akan dipercepat panennya, sedangkan jika banjir terjadi di pertengahan masa tanam jika membusuk maka petani akan menanam ulang padinya. Kejadian banjir rutin umumnya diantisiapasi petani melalui pembersihan saluran irigasi setiap akan melakukan panen. Umumnya kegiatan tersebut dilakukan setiap jumat. Tujuannya adalah jika terjadi banjir besar tidak akan berdampak pada meluapnya air terlalu besar sebab telah dibersihkan. Pada Tabel 9 menunjukkan pilihan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi banjir rutin.

Tabel 9 Tindakan untuk mengatasi kejadian banjir rutin

Tindakan Kolektif Tindakan Individu (Rumahtangga)

Pembersihan saluran irigasi setiap akan memulai musim tanam

Bekerja di sektor lain (kuli, ngojek, ngebecak) Bekerja di tetangga desa sebagai pengais padi

Memperbaiki tanggul

Bekerja di Kota

Bekerja mencari kerang

Istri / anggota rumahtangga lain (menjual ikan, ngewarung)

Sumber : Data primer hasil wawancara

Pada Tabel 9 menunjukkan beberapa tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai tindakan kolektif maupun tindakan individu untuk mengatasi banjir rutin. Tindakan kolektif yang paling utama yang dilakukan oleh masyarakat adalah membersihkan saluran air yang dilakukan untuk mengantisipasi kejadian banjir. Tindakan lain yang dilakukan oleh masyarakat sebagai antisipasi kejadian banjir rutin adalah melakukan alternatif pekerjaan lain seperti menjual ikan yang dilakukan oleh istri, mengambil kerang di laut dan kemudian menjual yang dilakukan oleh suami. Tindakan tersebut dilakukan sebagai strategi untuk mengatasi kejadian banjir rutin.

Analisis Dampak Sosial Ekonomi Akibat Dampak Kejadian Banjir

Kejadian banjir mengakibatkan berbagai persoalan dan kerugian sosial yang terjadi pada masyarakat Desa Sungai Buntu. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa kerugian sosial yang terjadi akibat banjir antara lain penurunan pendapatan, masyarakat kehilangan pekerjaan dan pemukiman, terjadi perubahan mata pencaharian. terjadi kesulitan sumberdaya air, pangan, rusaknya sarana dan prasarana baik pendidikan maupun kesehatan, dan meningkatnya penangguran serta kejahatan yang terjadi di Desa Sungai Buntu. Kerugian sosial lain yang dirasakan secara komunal adalah rusaknya tanggul dan bendungan yang berdampak pada kejadian banjir

berlangsung lebih lama mencapai 25 hari. Hasil kajian menunjukkan terdapat fenomena sosial yang terjadi Desa Sungai Buntu akibat kejadian banjir antara lain :

a. Peningkatan kejahatan akibat meningkatnya kebutuhan ekonomi

b. Peningkatan hutang kepada rentenir guna untuk memenuhi kebutuhan sehari hati c. Peningkatan angka perceraian saat terjadi gagal panen maupun pernikahan saat

terjadi panen yang sukses.

Masyarakat desa merupakan suatu sistem sosial dimana terdapat lembaga maupun organisasi yang diciptakan guna memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pada masyarakat pertanian bertani merupakan sumber penghidupan yang utama. Pertanian saat ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan baik kondisi sosial masyarakatnya maupun lokasi bertani. Pada masyarakat pertanian, struktur sosial masyarakat dibagi berdasarkan luas kepemilikan lahan dimana terdapat dua golongan utama yaitu pemilik lahan dan buruh tani. Buruh tani merupakan orang yang bekerja untuk menggarap lahan dimana kedudukan sosial buruh tani lebih rendah dibandingkan dengan pemilik lahan. Tindakan ekonomi yang dilakukan oleh buruh tani adalah melakukan pengerahan tenaga dari buruh upah kepada pemilik lahan maupun berdagang dalam skala kecil. Pemilik lahan atau yang sering disebut sebagai tuan tanah memiliki kegiatan ekonomi yang lebih beragam dengan skala yang lebih besar. Pada umumnya, tuan tanah juga merupakan tengkulak dari petani kecil yang ingin menjual hasil panenya.

Struktur sosial dalam masyarakat pertanian sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Marx tentang kelas. Masyarakat dalam suatu komunitas tertentu terbagi dalam dua kelas yaitu kelas proletar dan kelas borjuis, dimana terdapat pola eksplotasi yang melanggengkan hubungan antar kelas. Pada masyarakat pertanian, hubungan antara buruh tani dengan pemilik tanah tidak hanya sebatas hubungan ekonomi antara karyawan dan pemilik modal namun terdapat hubungan sosial dalam bentuk kekerabatan. Hal tersebut menjadi salah satu cara untuk melanggengkan hubungan antar kelas.

Pada masyarakat desa sungai buntu, hanya terdapat enam orang yang memiliki lahan pertanian dalam skala besar yang merupakan pemilik lahan. Petani lain di desa sungai buntu hanya bekerja sebagai buruh tani. Seorang pemilik lahan memiliki 50 sampai 100 orang buruh tani yang bekerja di sawahnya. Pembagian upah hasil garapan umumnya 30 persen untuk petani dan 70 persen untuk pemilik lahan dengan tanggungan kerugian oleh pemilik lahan maupun sistem sewa lahan yang dibayarkan dengan hasil panen 40 persen untuk pemilik lahan dan 60 persen untuk petani dengan kerugian ditanggung oleh petani.

Desa sungai buntu, merupakan lokasi paling hilir sehingga potensi banjir merupakan potensi tahunan yang pasti akan terjadi. Kondisi tersebut umumnya telah diantisipasi oleh masyarakat petani di desa sungai buntu. Persoalan dalam beberapa tahun terakhir, petani tidak lagi mampu untuk memprediksi kejadian hujan. Kondisi tersebut diperparah dengan hama tanaman yang semakin meningkat dan kualitas yang menurun dari tanaman padi. Kondisi tersebut menyebabkan kegagalan panen dalam 5 tahun terakhir cukup signifikan terhadap petani di desa sungai buntu.

Perubahan indikator petani dalam melihat kejadian iklim disebabkan akibat terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim yang terjadi di Desa Sungai Buntu disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alami dan faktor tindakan manusia khususnya dalam peningkatan alih fungsi lahan. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan sosial di masyarakat. Hubungan patron klien antara buruh tani dan pemilik lahan saat terjadi bencana pada umumnya menjadi lebih erat. Hal

tersebut disebabkan buruh tani yang mengalami gagal panen menggantungkan hidupnya pada pinjaman yang berasal dari pemilik lahan. Pada hubungan yang lain, buruh tani meminjam uang dari pemilik lahan untuk menjadikan anak maupun istrinya bekerja di luar negeri sebagai buruh migran. Hutang tersebut kemudian melanggengkan hubungan antara buruh tani dan pemilik lahan.

Pada saat kejadian banjir maupun setelah kejadian banjir hubungan antara pemilik lahan dan buruh tani cenderung lebih erat dimana buruh tani menggantungkan hidupnya kepada pemilik lahan yang bertujuan untuk dapat mencukupi kebutuhan subsisten hidupnya melalui pinjaman kepada pemilik lahan. Pada masyarakat pertanian, hubungan patron klien antara pemilik lahan dan buruh tani terlihat jelas sebab pemilik lahan seutuhnya menjadi patron.. Hubungan yang terjalin antara pemilik lahan dan buruh memaksa pemilik lahan sebagai patron untuk memberikan jaminan sosial (social security) yang dilakukan dalam bentuk pinjaman berupa uang maupun mempekerjakan keluarga buruh tani pada bidang ekonomi lainnya. Tujuan pemilik lahan memberikan hal tersebut adalah agar petani memiliki ketergantungan terhadap pemilik lahan.

Pada buruh petani yang lain, moral persoalan pada struktur sosial disebabkan oleh telah bergesernya moral ekonomi petani saat ini dari yang awalnya subsisten menjadi materialistik akibat pengaruh modernisasi. Kondisi tersebut menyebabkan buruh tani tidak hanya bergantung kepada pemilik lahan namun bergantung pada sistem

Dokumen terkait