• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Pengembangan Agropolitan Berbasis Agroindustr

SPK INTELIJEN AGROPOLITAN

Tebel 29 Hasil pemilihan sarana prasarana pada kawasan agropolitan

9.2 Analisis Dampak Pengembangan Agropolitan Berbasis Agroindustr

Menurut Nasution (1998); Rusastra et al. (2002); Hendriatno et al. (2005); Supriatna et al. (2005) keberhasilan pengembangan agropolitan akan memberikan dampak teknis dan ekonomis secara nyata terhadap pembangunan wilayah, dalam bentuk (a) Harmonisasi dan keterkaitan hubungan yang saling menguntungkan

antara daerah perdesaan dan perkotaan; (b) Peningkatan produksi, diversifikasi dan nilai tambah pengembangan agribisis yang dinikmati secara bersama-sama oleh masyarakat dalam kawasan pengembangan agropolitan; (c) Peningkatan pendapatan, pemerataan kesejahteraan, perbaikan penanganan lingkungan dan keberlanjutan pembangunan pertanian dan perdesaan; (d) Terjadi efisiensi pemanfaatan sumberdaya, peningkatan keunggulan komparatif wilayah, perdagangan antar daerah, dan pemantapan pelaksanaan desentralisasi pembangunan.

Analisis dampak menggunakan data yang diperoleh dari sistem pendukung keputusan intelijen yang dikembangkan dan telah divalidasi sebelumnya (lihat Bab VIII). Analisis terdiri dari: 1) Peningkatan nilai tambah komoditi pertanian, 2) Peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditi pertanian, 3) Peningkatan lapangan kerja, 4) Peningkatan investasi dan kerjasama, 5) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dan 6) Percepatan pembangunan perdesaan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 35 di bawah ini.

Tabel 35 Prediksi kinerja agropolitan berbasis agroindustri di Kabupaten Probolinggo

Keterangan Prediksi Nilai

Kinerja pengembangan agroindustri etanol a. IRR

b. NPV c. PBP d. Nilai tambah

e. Peningkatan pendapatan daerah dari pajak f. Peningkatan jumlah tenaga kerja

- Tenaga kerja operasional pabrik - Tenaga kerja sementara konstruksi

20,92%

Rp. 225,549 Milyar 6,5 tahun

Rp. 704.35/kg jagung, atau Rp. 183,952 milyar/tahun

Rp. 25 milyar pada tahun pertama sd. Rp. 56 milyar pada tahun kesepuluh 150 orang

150 orang Kinerja usahatani

a. Peningkatan pendapatan petani b. Peningkatan efisiensi kapital c. Peningkatan pendapatan daerah d. Peningkatan jumlah tenaga kerja

Rp. 407.529.943,50/tahun 14,3 %

Rp. 990.297.762,70/tahun 87.103 orang

Kinerja pengembangan agropolitan

Pengembangan infrastruktur Meningkat Rp. 6,93 Milyar

Pengembangan SDM a. Fasilitasi pemerintah c. Pendapatan masyarakat d. Kesempatan kerja

Meningkat Rp. 10,89 Milyar (43%) Meningkat Rp. 245 Milyar / tahun Meningkat 87.400 orang (10%)

9.2.1 Peningkatan nilai tambah komoditi pertanian.

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja (Hayami et al. 1987). Pembangunan agroindustri akan meningkatkan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian dan menciptakan kesempatan kerja (Simatupang & Purwoto 1990; Hicks 1995; Rusastra et al. 2005; Susilowati

et al. 2007). Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian. Efek agroindustri mampu mentransformasikan produk primer ke produk olahan sekaligus budaya kerja bernilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana, 2005).

Pembangunan agroindustri bioetanol akan memberikan nilai tambah sebesar Rp. 704,35 per kg jagung atau Rp. 183,952 Milyar per tahun. Nilai tambah yang dihasilkan tersebut merupakan manfaat yang dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat di kawasan agropolitan. Nilai tambah yang besar tersebut sesuai dengan data pada BP2HP Deptan, (2001) yang menunjukkan peran agroindustri dalam perindustrian nasional pada tahun 2001 memiliki efek pengganda nilai tambah yang besar.

9.2.2 Peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditi pertanian

Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial yang akan dicapai pada perekonomian yang tidak mengalami distorsi, sehingga aspek yang terkait adalah kelayakan ekonomi. Keunggulan kompetiif merupakan ukuran keunggulan pada kondisi ekonomi aktual, sehingga aspek yang terkait adalah kelayakan finansial (Simatupang 1991; Sudaryanto & Simatupang 1993).

Menurut Saptana et al. (2006), beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan untuk mewujudkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif adalah kemitraan usaha yang dibangun harus mampu 1) meningkatkan aplikasi teknologi sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas; 2) menjamin pemasaran dan kepastian harga melalui sistem kontrak sebelum tanam

atas perencanaan dan pengaturan produksi oleh perusahaan mitra berdasarkan dinamika pasar; dan 3) menghasilkan ikatan saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan melalui manajemen korporasi yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Agroindustri Bioetanol dapat meningkatkan keunggulan komparatif komoditi jagung di Kabupaten Probolinggo karena industri ini menggunakan bahan baku yang berasal dari sumberdaya alam yang tersedia di kawasan tersebut. Pada saat ini produksi jagung tertinggi di Propinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Probolinggo, sehingga keunggulan komparatif yang sudah dimiliki akan semakin meningkat dan dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan nilai tambah setinggi- tingginya.

Keunggulan kompetitif dapat diwujudkan dengan adanya pengelolaan kawasan agropolitan yang akan meningkakan efisiensi dan produktivitas produksi jagung. Agroindustri dapat memberikan pasar dan kepastian harga melalui perencanaan dan pengaturan oleh kelembagaan kawasan agropolitan. Pengelolaan agropolitan diharapkan juga akan menjaga ikatan saling membutuhkan dan kerjasama antara petani dan agroindustri.

9.2.3 Peningkatan lapangan kerja

Agroindustri bioetanol pada kawasan agropolitan di Kabupaten Probolinggo diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru terutama bagi pekerja di sektor pertanian. Pekerja pertanian menyerap sekitar 80 persen dari total angkatan kerja (BPS Kabupaten Probolinggo, 2009).

Jumlah Penduduk Kabupaten Probolinggo pada tahun 2008 adalah 1.092.036 jiwa dan sekitar 776 ribu orang diantaranya adalah penduduk usia kerja (Tabel 35). Jumlah angkatan kerja yang tidak tertampung adalah sekitar 200 ribu orang (25%). Jumlah angkatan kerja yang tidak tertampung akan berkurang hingga 87 ribu orang (10%).

Tabel 36 Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Probolinggo (orang)

NO. URAIAN 2006 2007 2008

1. Angkatan Kerja 563.426 571.603 578.766

2. Angkatan Kerja Tertampung 518.132 517.536 522.772

3. Pencari Kerja 8.123 4.670 7.138

4. Penduduk Usia Kerja 763.303 774.381 776.035

5. Penduduk Bukan Usia Kerja 306.832 311.285 314.063

Menurut Iqbal dan Anugrah (2009) forum kemitraan mewadahi terjalinnya hubungan tanggungjawab antara pemerintah (aparat dan wakil rakyat), swasta (perusahaan, lembaga keuangan, pedagang, dan produsen), dan masyarakat Sumber : BPS Kab Probolinggo, 2009

Peningkatan lapangan kerja tersebut diperoleh dari pendirian agroindustri bioetanol dan ekstensivikasi usaha tani jagung. Pendirian agroindustri bioetanol berkapasitas 30 juta galon per tahun, akan memerlukan tenaga kerja 150 orang tenaga kerja langsung dan tidak langsung pada pemrosesan ethanol dan 150 orang pekerja konsruksi sementara (Petrulis et al. 1993).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Haryanto et al (2008), diketahui bahwa nilai pengganda kesempatan kerja usaha tani jagung adalah 1,07 (Lampiran Analisis Dampak). Berdasarkan nilai tersebut maka diperoleh penambahan jumlah tenaga kerja adalah: Ekspansi lahan jagung * jumlah tenaga kerja / ha * indeks = 82955 ha * 15 * 0,07 = 87.103 orang tenaga kerja.

9.2.4 Peningkatan investasi dan kerjasama

Investasi dan kerjasama pendirian agroindustri dan lembaga pendukung lainnya sangat diperlukan dalam pengembangan agroindustri berbasis agroindustri ini. Berdasarkan pengelolaan dan kelembagaan agropolitan yang telah disusun (Tabel 33), maka diketahui pengembangan agropolitan melibatkan lintas sektoral dalam pemerintahan maupun masyarakat (swasta). Peningkatan kerjasama dan investasi dalam agroindustri akan berdampak lebih besar dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga, menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga. Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan Susilowati et al. (2007).

(warga, LSM, dan lembaga pendukung lain). Forum kemitraan adalah lembaga pemangku kepentingan yang memiliki persamaan persepsi, jalinan komitmen, keputusan kolektif dan sinergi aktivitas.

9.2.5 Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Peran Agroindustri dalam mengurangi kemiskinan dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Secara langsung pembangunan sektor agroindustri dan sektor pertaian akan meningkatkan produktivitas pertanian melalui peningkatan produktivitas faktor. Peningkatan produktivitas pertanian akan meningkatkan pendapatan petani dan lebih lanjut akan menurunkan kemiskinan dan peran secara tidak langsung adalah melalui sektor non pertanian.

Pembangunan agroindustri pada awalnya akan mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian dan melalui keterkaitan sektor akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara agregat dan selanjutnya akan mempengaruhi kemiskinan. Komponen yang mempengaruhi produktivitas faktor diantaranya adalah kapital fisik, infrastruktur, sumberdaya manusia, pendidikan, penelitian dan pengembangan, kepadatan populasi perdesaan, serta perubahan teknologi (Susilowati et al. 2007).

Peningkatan pendapatan petani jagung pada kawasan agropolitan berbasis agroindustri di Kabupaten Probolinggo diperoleh melalui: 1) peningkatan produktivitas dan 2) perluasan lahan panen jagung. Peningkatan produktivitas dilakukan dengan peningkatan kualitas bibit, pelatihan dan pendampingan dalam teknologi pertanian, maupun pinjaman modal bagi petani. Dengan program peningkatan produktivitas maka jumlah produksi dan kualitas komoditi jagung yang dihasilkan petani akan meningkat dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu efisiensi kapital yang dimiliki petani diharapkan meningkat dengan baik sejalan dengan peningkatan produktivitas petani. Perluasan lahan panen jagung yang sesuai secara agroekologis dapat dicapai dengan adanya peningkatan kepastian harga jagung yang didukung oleh adanya industri bioetanol.

Peningkatan Pendapatan petani jagung setahun karena:

a. Prakiraan peningkatan produktivitas (luas lahan 61413 ha):

Jumlah produksi jagung sebelum peningkatan produktivitas – Jumlah produksi jagng setelah peningkatan produktivitas * harga jual jagung per kg

= (2.570.969,98-2.410.440,44) ton/tahun * Rp. 2.000,-/kg = Rp. 321.059.080,- /tahun

b. Prakiraan penambahan luas panen dengan mensubstitusi lahan komoditi lain

Berdasarkan expert judgement pada model pemilihan komoditi unggulan yang telah dibangun, maka diperoleh skor pada kriteria tingkat pendapatan komoditi unggulan. Data tersebut digunakan untuk menghitung indeks peningkatan pendapatan yaitu penambahan keuntungan jika lahan yang digunakan merupakan lahan yang disubstitusi dari komoditi unggulan lainnya.

jumlah produksi berdasarkan ekspansi lahan * harga jual jagung * indeks peningkatan pendapatan

= 3.462.579,59 ton/tahun * Rp. 2000,-/kg jagung * 0,143 = Rp. 990.297.762,7/tahun

Menurut SIPUK BI (2010), B/C untuk usaha tani jagung adalah 1,43 sehingga keuntungan usaha tani jagung di kawasan Agropolitan Probolinggo adalah: (peningkatan pendapatan karena peningkatan produktivitas + peningkatan pendapatan karena substitusi komoditi) / (1+B/C)

= (Rp. 321.059.080,- /tahun + Rp. 990 297 762.7/tahun) / 2,43 = Rp. 407.529.943,50 / tahun

9.2.6 Percepatan pembangunan perdesaan.

Percepatan pembangunan perdesaan dapat dicapai dengan peningkatan pengembangan infrastruktur dan pengembangan sumberdaya manusia. Hal tersebut meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan daerah. Berdasarkan data historikal alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Probolinggo (Tabel 36), maka diketahui proporsi alokasi anggaran bagi pengembangan infrastruktur adalah sekitar 21 % (Rp. 6,93 Milyar) dan untuk pengembangan SDM (pendidikan) sekitar 33% (Rp. 10,89 Milyar). Selain

itu terdapat peningkatan pendapatan dari pajak sebesar Rp.25 milyar hingga Rp. 56 milyar/tahun yang akan membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan program pengembangan agropolitan seperti peningkatan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat khususnya petani, dll.

Diketahui pada rencana alokasi anggaran 2010 untuk peningkatan fasilitas pendidikan adalah Rp. 25 Milyar (Pemda Kabupaten Probolinggo, 2010), dengan bertambah Rp.10,89 Milyar artinya ada peningkatan anggaran hingga 43%. Walaupun alokasi anggaran pendidikan sangat tinggi, namun peningkatan pengembangan SDM diprediksi hanya berjalan sedang hingga baik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat di Kabupaten Probolinggo yang sebagian belum dapat menerima perubahan secara cepat karena latar belakang pendidikan relatif masih rendah.